“Maafkan saya. Saya tidak tahu apa yang Anda bicarakan.”
Melihat ekspresi di wajahnya, Elena tahu pria itu berbohong.Meski usianya baru 24 tahun, ia tidaklah bodoh.
“Apakah sesuatu terjadi, Nyonya Elena?” David ragu bertanya. Tapi dia cukup penasaran.
Elena menggeleng cepat. Baru hari kedua, tapi Elena merasakan trust issue berada di dalam mansion Blackwood. Tidak ada seorang pun yang bisa dipercaya. Tidak mungkin wanita aneh itu bisa masuk ke dalam balkon jika tidak dibantu seseorang.
“Kalau begitu, mari saya antar untuk melihat mobil Anda,”
Elena dan David berjalan depan belakang menuju garasi besar mansion itu. Tanpa ada yang bicara. Elena terus fokus pada siapa sebenarnya wanita aneh yang menyerangnya malam itu.
Setelah David memberi sedikit petunjuk pada Elena tentang mobil Maserati-nya, Elena merasakan perbedaan yang begitu signifikan dari mobil lamanya yang sudah usang. Tentu, Elena senang. Namun satu sisi hatinya tetap mencoba memperingatkan Elena agar waspada. Mobil ini adalah simbol dari sebuah kesepakatan yang janggal, sebuah perjanjian yang mengikatnya dalam pernikahan dengan seorang pria yang hampir tidak dia kenal.
Ketika dia tiba di kantor Latham Holdings, Elena menarik napas dalam-dalam sebelum keluar dari mobil. Berusaha mengumpulkan keberanian untuk bertemu dengan ibunya. Memang sejak dipaksa menikah, Elena menolak untuk bertemu dengan Lina karena masih merasa dikhianati.
Setelah melangkah masuk ke dalam gedung, Elena langsung menuju ke kantor Lina. Hati Tetapi saat dia mendekati pintu kantor, langkahnya tiba-tiba terhenti. Dari pintu yang sedikit terbuka dia bisa melihat Lina sedang duduk di meja dengan wajah serius. Di depannya, Alex berdiri dengan tangan terselip di saku jasnya.
Elena mundur sedikit, bersembunyi di balik dinding untuk mendengarkan percakapan mereka. Jantungnya berdetak lebih cepat saat coba mendengar apa yang sedang dibicarakan.
“Anda sudah menikah, Tuan Blackwood,” suara Lina terdengar tegas, meskipun ada sedikit kecemasan. “Saya berharap Anda akan segera memenuhi janji seperti yang telah kita sepakati,”
Alex mengangguk, ekspresi dinginnya tidak berubah. “Saya selalu menepati janji, Nyonya Morgan. Seperti yang kita setujui, setelah pernikahan ini, saya akan segera mengurus suntikan dana untuk menyelamatkan Latham Holdings. Tapi, seperti yang juga sudah kita bicarakan, Elena harus sepenuhnya memahami perannya sebagai bagian dari Blackwood,”
Mendengar namanya disebut, Elena merasa dadanya sesak. Dengan perasaan campur aduk antara marah dan kecewa, Elena melangkah mundur. Ada begitu banyak pertanyaan yang ingin dia utarakan pada ibunya, tetapi dia tahu ini bukan saat yang tepat.
***
Malam hari, saat Elena melangkah gontai memasuki pintu besar mansion Blackwood, Vero datang menghampirinya. Ketua pelayan itu menawarkan segelas teh hangat, tapi Elena menolak. Dia tidak ingin diganggu malam ini. Seharian memusingkan banyak hal di kantor, juga berusaha menghindari panggilan ibunya yang ingin bertemu. Elena hanya ingin istirahat.
“Nyonya, Tuan Alex sudah menunggu Anda di kamar pengantin,” ucap Vero ketika Elena hendak naik ke lantai atas.
Elena spontan berhenti. Dia menoleh ke belakang, menghadap Vero. “Apa yang dia inginkan?”
Vero tampak bingung menjawab. “Tuan meminta Anda untuk segera ke kamar pengantin, Nyonya,” Sekali lagi Vero bicara dengan lebih pelan.
Elena tidak punya pilihan. Meskipun kesal, Elena berjalan makin cepat agar bisa segera sampai ke kamar pengantin itu. Mungkin dia bisa melampiaskan kekesalannya pada Alex, pria dingin yang merenggut kebebasannya yang masih muda ini.
Sebelum memutar gagang pintu, Elena menarik nafas dalam-dalam. Dia harus tenang, tidak boleh goyah. Dia harus berhasil melampiaskan seluruh kekesalannya pada Alex. Setelah itu, Elena memutar pintu dengan gerakan lambat.
“Kenapa lama sekali?”
Suara Alex terdengar di samping Elena. Pria itu duduk di sofa panjang yang berseberangan dengan ranjang besar, sedang menyesap rokoknya. Dia bertanya namun tidak mengalihkan pandangan sedikit pun pada Elena.
Kemudian Alex berdiri. Alex mengenakan piyama sutra berwarna hitam, dengan garis-garis tipis berwarna perak berkilauan. Beberapa kancing dibiarkan terbuka, menampilkan sedikit dada bidangnya yang berotot. Tanpa sadar Elena menelan ludah. Alex benar-benar tampan. Elena bisa mencium bau cedarwood dan sedikit vanila dari tubuh Alex ketika pria itu bergerak, kini berhadapan dengannya. Benar-benar memabukkan.
“Malam ini aku akan menidurimu,” ucap Alex singkat dan cukup terus-terang.
Elena hanya ternganga, tidak tahu harus memberi respon apa. Jantungnya berdebar kencang dan pikirannya kacau setelah mencium aroma Alex yang begitu maskulin.
“Pakai itu,” Alex menunjuk baju tidur yang tergeletak di atas ranjang.
Elena perlahan maju. Dia melihat sebuah baju tidur berwarna merah di sana. Baju tidur itu berpotongan slip dress dengan tali spaghetti tipis, panjangnya sedikit di atas lutut. Elena lagi-lagi menelan ludah dan gemetar saat mengangkat baju itu.
“Bersihkan dirimu. Aku akan menunggu di sini,” Alex lantas kembali duduk di sofa. Masih dengan ekspresinya yang dingin.
“Atau kamu ingin kumandikan?” tambah Alex karena melihat Elena masih mematung tak bergerak.
Wajah Elena memerah seperti tomat. Dia malu dan gugup menjadi satu. Tanpa sadar berlari kecil menuju kamar mandi karena tidak ingin Alex sadar dia sedang gugup. Bagaimanapun juga, ini adalah kali pertama bagi Elena. Dia berharap sesuatu yang romantis untuk hal paling menakjubkan ini, bukan malah terjebak dengan pria dingin seperti Alex.
Elena menghabiskan waktu hampir 30 menit untuk membersihkan diri. Dia telah mengenakan baju tidur pilihan Alex, namun tampak malu saat harus berjalan menghadap Alex yang sudah menunggunya dengan tenang di sofa. Pria itu tetap tidak berekspresi meski melihat betapa menawan Elena malam ini. Lekukan tubuhnya yang indah terpampang nyata.
Alex pun berdiri. Dia berjalan tenang menghampiri Elena yang sudah berdiri di dekat ranjang. Elena justru mundur dengan kedua tangan bersilang di depan dada.
“T-tolong maklumi aku,” ucapnya gemetar. “Ini pertama kali,” Elena malu luar biasa. Tapi dia tidak punya pilihan.
Alex diam saja mendengar pengakuan konyol itu. Dia mengamati rambut panjang bergelombang berwarna coklat milik Elena. Malam ini sedikit basah, karena sepertinya Elena buru-buru mengeringkan rambut.
“Aku tidak peduli,” tandas Alex. Pada akhirnya. “Sekarang aku suamimu, dan aku bebas melakukan apa saja,”
Alex mendorong tubuh Elena, hingga wanita itu jatuh ke atas ranjang. Kejadian selanjutnya terjadi begitu cepat, Elena sampai tidak sempat menarik nafas karena Alex sudah menerkamnya bak hewan buas kelaparan.
“T-tunggu!” seru Elena, mendorong tubuh Alex agar sedikit menjauh darinya.
“Apa lagi yang kamu inginkan?” Alex menggeram kesal. Dia sedang sangat haus akan tubuh Elena, tapi wanita itu menghentikannya.
“K-kenapa kita tidak melakukannya pelan-pelan? Maksudku … kita bisa berbicang dulu atau … “
Elena tidak mampu melanjutkan ucapannya. Karena kini Alex sudah menggagahinya dengan begitu jantan hingga tidak memberi kesempatan Elena untuk bicara.
"Ahh...."
“Kamu tidak diizinkan untuk menghindari perintahku. Kamu harus sadar posisimu, Elena! Jiwa dan ragamu sudah ditukar dengan perusahaan ayahmu,” Alex meracau di tengah-tengah permainan itu membuat Elena terkesiap.
Terus begitu....Alex tidak melepaskannya dan terus melakukan pelepasan.Entah berapa kali.Yang jelas, Elena merasakan tubuhnya kedinginan dan hanya tertutupi selimut sutra marun di pagi hari. Pria itu sudah tidak ada di sampingnya, padahal waktu masih menunjukkan pukul 7 pagi. Elena terlalu lelah untuk bisa menyadari kepergian Alex, karena semalam pria dingin itu menyerangnya tanpa ampun. Elena segera bangun, kemudian menyadari tubuh bagian bawahnya nyeri. Untuk seseorang yang baru pertama kali mengalaminya, semalam benar-benar jauh dari kata romantis. Elena menghubungi pelayan melalui intercom agar disiapkan sarapan dan segelas teh bunga krisan hangat. Setelah selesai bersiap, Elena menuruni satu-persatu anak tangga secara perlahan karena kakinya terasa lemas. Namun dia harus tetap bekerja, juga menemui ibunya untuk membahas hal yang tak sengaja dia dengar kemarin. Ketika Elena sudah sampai di ruang makan, dia sempat tertegun sejenak saat melihat seorang anak kecil perempuan ber
Setelah berbincang beberapa lama dengan ibunya, Elena memutuskan untuk kembali ke ruangannya sendiri. Dalam perjalanan, dia tak henti mengumpati dirinya sendiri. Merasa bodoh karena tidak pernah terpikirkan untuk mencari identitas Alex di internet. Seorang CEO Blackwood Industries pasti cukup banyak diperbincangkan dan pernikahan Alex sebelumnya.Elena duduk di kursi ruangannya, dengan jari-jari gemetar saat melayang di atas keyboard laptopnya. Ruang CEO milik ayahnya yang kecil dan sederhana tampak lebih sunyi daripada biasanya, seolah menyerap setiap suara yang muncul. Di luar, suara hiruk-pikuk kantor terdengar samar, tetapi di dalam ruangan ini, hanya ada ketegangan yang menggantung di udara.Dia menatap layar laptop, menimbang apakah dia benar-benar ingin tahu masa lalu Alex. Mengetahui bahwa Alex adalah seorang duda dengan seorang anak berusia tujuh tahun sudah cukup mengejutkannya. Namun, ada sesuatu yang lebih mengganggu Elena—rasa penasaran tentang pernikahan Alexander sebelu
Alex selalu bisa mengintimidasi Elena di saat-saat genting. Elena sudah siap membuka mulut untuk membantah perintah Alex, tapi pria itu sudah menaiki anak tangga satu-persatu dengan langkah yang tegap meski pelan. Elena bisa melihat punggung Alex yang lebar dan kekar. Sial! Umpat Elena dalam hati.“Nyonya Elena?” panggil Vero, mendekati Elena yang masih diam sambil menggigit bibir geram. “Apa saya perlu menyiapkan sesuatu?” Sepertinya kepala pelayan itu mendengar perintah Alex pada Elena.Elena menggeleng cepat. Tanpa bilang apapun pada Vero, dia melangkah. Selama Latham belum stabil, Elena akan mencoba untuk menahan diri. Posisinya tidak diuntungkan jika dia berani melawan Alex sekarang.Sesampainya di kamar pengantin, Elena menoleh ke berbagai sudut kamar besar itu untuk mencari sosok Alex. Bahkan di sofa besar—tempat biasa Alex merokok pun juga tidak ada.“Sepertinya kamu tidak membaca peraturanku dengan teliti,” ucap Alex.Dia berdiri di dekat jendela besar kamar itu, seperti baru
“Ada apa ini?” Elena terpaksa keluar dari kamar karena mendengar keributan.Adrian langsung melongok dengan mulut melebar senang saat melihat Elena. Bukan berarti dia pernah bertemu dengan Elena.“Dia lebih muda dariku, eh? Pantas saja kamu tidak ingin melewatkan kesempatan, Alex,” seloroh Adrian.Alex melepas cengkeramannya pada kerah Adrian. Dia mendorong keras adiknya itu. “Pergi!”Adrian membenarkan kerahnya dengan tatapan tak lepas dari Elena. Dia tidak peduli meski Alex menyuruhnya untuk pergi. Adrian justru maju, mengulurkan tangannya pada Elena.“Aku Adrian Blackwood,” ucap Adrian antusias.Elena memandang uluran tangan itu. Dia benci harus mengenal orang baru yang begitu banyak dalam waktu singkat. Kenapa banyak sekali penghuni mansion ini? Jerit Elena dalam hati.“Elena Morgan,” balas Elena, terpaksa membalas uluran tangan Adrian.“Oh, Morgan? Kamu istri sah Alex, jadi kurasa namamu berubah menjadi Blackwood sekarang,”“Aku belum terbiasa dengan nama itu,” Elena tersenyum si
Mobil mewah yang membawa Alexander dan Elena meluncur perlahan menuju sebuah gedung megah yang dipenuhi dengan cahaya gemerlap. Tempat itu adalah salah satu lokasi paling prestisius di Riverton, sering digunakan untuk acara-acara penting yang dihadiri oleh para konglomerat dan elit sosial. Di luar, karpet merah terbentang dari pintu masuk hingga ke jalan, dihiasi dengan lampu-lampu kristal yang berkilauan.David menghentikan mobil di depan pintu masuk utama, di mana para tamu sudah berkumpul untuk menunggu giliran masuk. Begitu mobil berhenti, seorang pelayan dengan cekatan membuka pintu. Alex yang keluar lebih dulu, berdiri tegap dengan aura penuh intimidasi sebagai CEO Blackwood Industries. Dia kemudian mengulurkan tangannya, menunggu Elena untuk keluar.Elena keluar dari mobil dengan anggun, gaun merahnya yang panjang berkilauan bagai air. Seketika mata para tamu yang menunggu di sekitar pintu masuk tertuju padanya, mengagumi keanggunan dan kecantikannya. Bisikan-bisikan mulai terd
“Nyonya Elena?” panggil Vero, sudah ada di belakang punggung Elena.Elena sampai terperanjat karena tidak menyadari kehadiran Vero. Dia menoleh, sedikit gagap.“Sopir bilang, mobil Anda sudah siap,” Vero melanjutkan. Dengan sedikit rasa bersalah, karena sudah membuat Elena terkejut.“Dimana Alex?”“Tuan—” Vero berhenti bicara. “Anda tentu tahu, Tuan Alex sudah pergi sejak tadi pagi,”“Kenapa dia selalu menghindariku di pagi hari?” Ucapan Elena begitu kesal. Sejak mereka menikah, Elena memang tidak pernah bertemu Alex di pagi hari.“Maafkan saya, Nyonya,” sesal Vero. Meski dia tentu tidak salah.Elena tidak ingin membiarkan kekesalannya, merusak mood di pagi hari. Dia harus bekerja, demi kemajuan Latham Holdings. Maka dia pun bergegas pergi, untuk mengambil mobil Maserati pemberian Alex yang sudah disiapkan di halaman depan mansion besar itu.***Pikiran Elena tetap penuh kecemasan sepanjang hari. Surat dari Tabitha yang telah dia sembunyikan di dalam laci meja kerja terus membayang di
“Dia tidak benar-benar ada di rumah sakit jiwa, kan?” Seruan Elena menyeruak. Ketika Alex sudah berdiri dan hendak beranjak dari restoran itu.Mau tak mau Alex berhenti. Dia menoleh, memandang Elena dengan tatapannya yang dingin.“Apa maksudmu?” Alex justru balik bertanya.Elena mendongak. Dia masih duduk di tempatnya, meneguk tetes terakhir dari anggur yang masih tersisa.“Dia tidak ada di rumah sakit jiwa,” ulang Elena. “Dia baru saja meneleponmu,”Alex sejenak diam. Dengan mata seakan tak berkedip saat memandang Elena. Dengan satu kali helaan nafas, Alex memasukkan kedua tangannya ke dalam saku.“Kamu melihat ponselku?” tebak Alex.“Ada nama Tabitha,” sambar Elena. “Bukankah dia sudah jadi mantan istrimu? Kenapa dia meneleponmu?”“Dia ibu Sophia,” Nada Alex merendah. Dia hanya tidak ingin menjadi pusat perhatian.“Kenapa kamu bilang dia di rumah sakit jiwa?”“Dia memang di sana,” Alex memejamkan mata satu detik. Lantas kembali duduk sambil mengeluarkan ponselnya. “Mari kita hubungi
"Saya bersedia memberikan suntikan dana yang cukup besar untuk menyelamatkan Latham Holdings dari kebangkrutan. Saya bisa melunasi semua hutang-hutang perusahaan Anda dan menyediakan modal tambahan untuk memulai bisnis kembali."Di lantai paling atas kantor Latham Holdings, Lina Morgan terkesiap.Sejak kematian suaminya, Lina merasa dunia ini semakin berat untuk ditanggung.Dia tidak tahu berapa lama lagi dia bisa bertahan dan tiba-tiba Alexander Blackwood, putra tertua Nathaniel Blackwood, yang kabarnya kini mengambil alih sepenuhnya perusahaan Blackwood Industries, menawarkan bantuan?"Dan apa yang Anda inginkan sebagai imbalan, Tuan Blackwood?" tanya wanita itu mawas. Matanya sedikit menyipit, mencoba membaca maksud di balik wajah dingin Alex.Alexander tersenyum tipis, seolah-olah dia sudah memperkirakan pertanyaan itu. "Saya ingin menikahi putri Anda, Elena Morgan," jawabnya langsung, tanpa sedikitpun keraguan dalam suaranya. "Itu satu-satunya syarat,"Ruangan itu seketika menja