Namun para polisi itu tidak terpengaruh oleh teriakan Tuan Thompson. Pemimpin tim penyidik mendekatinya, menatap Tuan Thompson dengan dingin. "Anda memiliki hak untuk tetap diam. Segala sesuatu yang Anda katakan dapat digunakan untuk melawan Anda di pengadilan. Kami menyarankan Anda mengikuti prosedur ini dengan tenang,"Rasanya waktu berhenti bagi Tuan Thompson. Semua ambisi, rencana, dan strategi yang dia bangun selama bertahun-tahun kini runtuh hanya dalam hitungan menit. Dia mencoba berpikir cepat, mencari cara untuk melarikan diri dari situasi ini. Tetapi setiap sudut pikirannya terasa buntu.Ketika borgol akhirnya mengunci pergelangan tangan Tuan Thompson, segala kekayaan yang selama ini dia pamerkan menghilang sepenuhnya. Dia dibawa keluar dari kantor miliknya, melewati para karyawan yang terkejut melihat bos mereka ditangkap polisi. Beberapa dari mereka mulai berbisik-bisik, sementara yang lain hanya memandangi adegan itu dengan ekspresi tidak percaya.Di luar gedung, wartawan
Dua tahun kemudian …Adrian berdiri di sisi Lidya, memandang dengan penuh cinta saat mereka mengucap janji suci di depan altar. Pernikahan mereka berlangsung sederhana namun intim, dikelilingi keluarga dan sahabat dekat. Adrian yang tetap menjabat sebagai CEO Blackwood, terlihat lebih bahagia berkat kehadiran Lidya. Wanita itu kini tidak hanya menjadi pendamping hidupnya, tetapi juga penasihat terpercaya dalam banyak keputusan besar.Sementara Alex, Elena, dan Sophia memilih menjalani hidup yang lebih tenang di rumah baru mereka. Sebuah vila kecil yang dikelilingi kebun hijau di pinggir kota. Rumah itu sederhana dibandingkan dengan mansion Blackwood yang megah, tetapi memberikan kedamaian. Sophia–yang kini berusia 9 tahun, tumbuh menjadi gadis yang ceria dan cerdas. Dia tetap senang melukis dan sering membantu Elena di kebun kecil mereka.Alex dan Elena memulai bisnis kecil berupa book cafe, menggabungkan kecintaan Elena pada literasi dengan keahlian bisnis Alex. Bisnis itu berkembang
Elena berusaha mengendalikan napasnya sambil merasakan kontraksi yang semakin kuat. Wajahnya pucat, namun entah dari mana dia mendapatkan kekuatan yang luar biasa untuk bertahan. Di sampingnya, Lina menggenggam tangan Elena erat, memberikan semangat tanpa henti.“Elena, kamu kuat. Sebentar lagi semuanya akan selesai,” ujar Lina dengan suara lembut. Dia terus menggenggam tangan putrinya itu.Elena mengangguk lemah, berusaha mengumpulkan kekuatan. Di luar ruangan, terdengar langkah kaki berlarian tergesa. Alex berlari menuju kamar. Wajahnya penuh kekhawatiran, tetapi ada kebahagiaan kecil yang berkilat dibalik ekspresinya."Maaf aku terlambat, Sayang!" tukas Alex, sama tegangnya seperti Elena."Mana Sophia dan Edward?" tanya Elena di sela-sela kontraksi."Aku sudah menitipkan mereka pada Lidya. Kamu jangan khawatir," jawab Alex. Kemudian dia pun mendekat ke samping Elena. "Aku ada di sini sekarang, menemanimu," ucapnya lirih.Beberapa jam berlalu dalam perjuangan yang tidak mudah. Elena
Hari itu, suasana di mansion Blackwood terasa berbeda. Para staf pelayan sibuk sejak pagi, membersihkan setiap sudut ruangan, memastikan semuanya dalam keadaan sempurna untuk menyambut kedatangan Adrian dan Lidya. Pintu-pintu besar dibuka lebar, untuk mengundang angin segar sekaligus menandai dimulainya babak baru dalam rumah itu.Adrian berdiri di depan gerbang utama bersama Lidya. Menatap megahnya mansion yang kini akan mereka tinggali. Sekilas, ada keraguan di wajah Lidya. Dia menggenggam tangan Adrian lebih erat.“Kamu yakin ini keputusan yang tepat?” tanya Lidya.Adrian mengangguk. Matanya tetap terpaku pada bangunan besar itu. “Ini rumah keluargaku. Aku tahu banyak kenangan buruk di sini, tapi kita bisa mengubahnya. Aku ingin anak-anak kita tumbuh di tempat ini dengan kenangan yang lebih baik,”Lidya menarik napas panjang, mencoba memahami keyakinan Adrian. Saat mereka melangkah masuk, Elena muncul di ruang tengah sambil menggendong bayi kecilnya yang baru lahir. Di sampingnya,
Tabitha awalnya tidak pernah membayangkan akan bekerja bersama David. Asisten Alex yang setia itu. Semua bermula ketika Tabitha diberi tanggung jawab untuk menangani kasus yang cukup rumit. Firma hukum tempatnya bekerja tiba-tiba meminta David untuk menjadi mitra kerja Tabitha dalam menangani kasus ini, mengingat pengalamannya dalam analisis hukum yang mendalam.Tabitha mulai sedikit terganggu. Bukan karena David menonjol atau banyak bicara, melainkan karena David adalah bayangan Alexander Blackwood, mantan suaminya. Dimana ada Alex dan kasus, disitu pasti ada David. David bukan hanya asisten Alex—dia adalah orang kepercayaan yang tahu bagaimana menjaga rahasia dan membaca situasi tanpa perlu diberi tahu. Selama bertahun-tahun, Tabitha dan David hampir tidak pernah berinteraksi langsung, selain salam sopan dan percakapan singkat terkait Alex. "Kenapa kau tiba-tiba di sini?" tanya Tabitha dengan dahi berkerut. "Apakah tidak ada orang lain?"David membenarkan dasinya dengan gerakan lam
"Saya bersedia memberikan suntikan dana yang cukup besar untuk menyelamatkan Latham Holdings dari kebangkrutan. Saya bisa melunasi semua hutang-hutang perusahaan Anda dan menyediakan modal tambahan untuk memulai bisnis kembali."Di lantai paling atas kantor Latham Holdings, Lina Morgan terkesiap.Sejak kematian suaminya, Lina merasa dunia ini semakin berat untuk ditanggung.Dia tidak tahu berapa lama lagi dia bisa bertahan dan tiba-tiba Alexander Blackwood, putra tertua Nathaniel Blackwood, yang kabarnya kini mengambil alih sepenuhnya perusahaan Blackwood Industries, menawarkan bantuan?"Dan apa yang Anda inginkan sebagai imbalan, Tuan Blackwood?" tanya wanita itu mawas. Matanya sedikit menyipit, mencoba membaca maksud di balik wajah dingin Alex.Alexander tersenyum tipis, seolah-olah dia sudah memperkirakan pertanyaan itu. "Saya ingin menikahi putri Anda, Elena Morgan," jawabnya langsung, tanpa sedikitpun keraguan dalam suaranya. "Itu satu-satunya syarat,"Ruangan itu seketika menja
“Apa maksudmu? Siapa kamu?” Elena menahan tubuh wanita berantakan itu, ketika dia dengan panik hendak pergi.“Jangan pedulikan siapa aku!” jawabnya penuh ketakutan.Terdengar suara langkah kaki mendekat dan pintu hendak dibuka. Baik Elena maupun wanita itu secara bersamaan menoleh ke arah pintu. Si wanita dengan cepat mendorong mundur tubuh Elena, dan berlari menuju balkon. Elena hendak mengejar, namun menyadari jika wanita itu kini sudah melompat dari atas balkon. Elena sampai menutup mata karena tidak sanggup menghadapi hal berikutnya.Apakah dia mati? Batin Elena cemas.“Elena Morgan?”Langkah Elena tertahan. Dia tidak jadi berlari menuju balkon untuk memastikan keadaan wanita itu, saat mendengar suaranya dipanggil dari arah belakang. Elena memutuskan untuk putar badan dan menghadap pria bertubuh tinggi dan kekar di belakangnya. Alexander Blackwood. “Sudah lama menunggu?” tanya Alex. Dia berjalan mendekati Elena yang berdiri kikuk berhadapan dengan jendela balkon.Tubuh Elena pana
Untungnya, tidak ada yang terjadi semalam. Meski Elena sempat tegang ketika Alex menindih tubuhnya, namun hanya itu. Setelah berhasil mengancam Elena hingga wanita itu tidak bisa berkata tidak, Alex mundur. Dia pergi begitu saja, sempat menyesap rokoknya dalam-dalam. Bahkan sekedar menatap ke arah Elena saja tidak.Elena mencoba melupakan kekesalannya sendiri. Kekesalan yang membuat dirinya malu. Kenapa dia harus mengharap lebih, padahal baru kemarin dia bertemu Alex. Apa karena Alex tampan? Elena cepat-cepat menggeleng, mencoba untuk menyadarkan diri.“Nyonya Elena?” sapa Vero, ketika Elena turun ke bawah menuju ruang makan. “Selamat pagi,”Elena balas tersenyum. Matanya berkeliling mengamati ruangan besar itu. Sebuah meja makan panjang dari marmer hitam berdiri di tengah ruangan, dikelilingi oleh kursi-kursi berlapis kulit dengan detail ukiran emas di sandarannya. Jendela-jendela besar dengan tirai beludru merah marun yang berat membuat cahaya matahari masuk tanpa cela pagi ini, me
Tabitha awalnya tidak pernah membayangkan akan bekerja bersama David. Asisten Alex yang setia itu. Semua bermula ketika Tabitha diberi tanggung jawab untuk menangani kasus yang cukup rumit. Firma hukum tempatnya bekerja tiba-tiba meminta David untuk menjadi mitra kerja Tabitha dalam menangani kasus ini, mengingat pengalamannya dalam analisis hukum yang mendalam.Tabitha mulai sedikit terganggu. Bukan karena David menonjol atau banyak bicara, melainkan karena David adalah bayangan Alexander Blackwood, mantan suaminya. Dimana ada Alex dan kasus, disitu pasti ada David. David bukan hanya asisten Alex—dia adalah orang kepercayaan yang tahu bagaimana menjaga rahasia dan membaca situasi tanpa perlu diberi tahu. Selama bertahun-tahun, Tabitha dan David hampir tidak pernah berinteraksi langsung, selain salam sopan dan percakapan singkat terkait Alex. "Kenapa kau tiba-tiba di sini?" tanya Tabitha dengan dahi berkerut. "Apakah tidak ada orang lain?"David membenarkan dasinya dengan gerakan lam
Hari itu, suasana di mansion Blackwood terasa berbeda. Para staf pelayan sibuk sejak pagi, membersihkan setiap sudut ruangan, memastikan semuanya dalam keadaan sempurna untuk menyambut kedatangan Adrian dan Lidya. Pintu-pintu besar dibuka lebar, untuk mengundang angin segar sekaligus menandai dimulainya babak baru dalam rumah itu.Adrian berdiri di depan gerbang utama bersama Lidya. Menatap megahnya mansion yang kini akan mereka tinggali. Sekilas, ada keraguan di wajah Lidya. Dia menggenggam tangan Adrian lebih erat.“Kamu yakin ini keputusan yang tepat?” tanya Lidya.Adrian mengangguk. Matanya tetap terpaku pada bangunan besar itu. “Ini rumah keluargaku. Aku tahu banyak kenangan buruk di sini, tapi kita bisa mengubahnya. Aku ingin anak-anak kita tumbuh di tempat ini dengan kenangan yang lebih baik,”Lidya menarik napas panjang, mencoba memahami keyakinan Adrian. Saat mereka melangkah masuk, Elena muncul di ruang tengah sambil menggendong bayi kecilnya yang baru lahir. Di sampingnya,
Elena berusaha mengendalikan napasnya sambil merasakan kontraksi yang semakin kuat. Wajahnya pucat, namun entah dari mana dia mendapatkan kekuatan yang luar biasa untuk bertahan. Di sampingnya, Lina menggenggam tangan Elena erat, memberikan semangat tanpa henti.“Elena, kamu kuat. Sebentar lagi semuanya akan selesai,” ujar Lina dengan suara lembut. Dia terus menggenggam tangan putrinya itu.Elena mengangguk lemah, berusaha mengumpulkan kekuatan. Di luar ruangan, terdengar langkah kaki berlarian tergesa. Alex berlari menuju kamar. Wajahnya penuh kekhawatiran, tetapi ada kebahagiaan kecil yang berkilat dibalik ekspresinya."Maaf aku terlambat, Sayang!" tukas Alex, sama tegangnya seperti Elena."Mana Sophia dan Edward?" tanya Elena di sela-sela kontraksi."Aku sudah menitipkan mereka pada Lidya. Kamu jangan khawatir," jawab Alex. Kemudian dia pun mendekat ke samping Elena. "Aku ada di sini sekarang, menemanimu," ucapnya lirih.Beberapa jam berlalu dalam perjuangan yang tidak mudah. Elena
Dua tahun kemudian …Adrian berdiri di sisi Lidya, memandang dengan penuh cinta saat mereka mengucap janji suci di depan altar. Pernikahan mereka berlangsung sederhana namun intim, dikelilingi keluarga dan sahabat dekat. Adrian yang tetap menjabat sebagai CEO Blackwood, terlihat lebih bahagia berkat kehadiran Lidya. Wanita itu kini tidak hanya menjadi pendamping hidupnya, tetapi juga penasihat terpercaya dalam banyak keputusan besar.Sementara Alex, Elena, dan Sophia memilih menjalani hidup yang lebih tenang di rumah baru mereka. Sebuah vila kecil yang dikelilingi kebun hijau di pinggir kota. Rumah itu sederhana dibandingkan dengan mansion Blackwood yang megah, tetapi memberikan kedamaian. Sophia–yang kini berusia 9 tahun, tumbuh menjadi gadis yang ceria dan cerdas. Dia tetap senang melukis dan sering membantu Elena di kebun kecil mereka.Alex dan Elena memulai bisnis kecil berupa book cafe, menggabungkan kecintaan Elena pada literasi dengan keahlian bisnis Alex. Bisnis itu berkembang
Namun para polisi itu tidak terpengaruh oleh teriakan Tuan Thompson. Pemimpin tim penyidik mendekatinya, menatap Tuan Thompson dengan dingin. "Anda memiliki hak untuk tetap diam. Segala sesuatu yang Anda katakan dapat digunakan untuk melawan Anda di pengadilan. Kami menyarankan Anda mengikuti prosedur ini dengan tenang,"Rasanya waktu berhenti bagi Tuan Thompson. Semua ambisi, rencana, dan strategi yang dia bangun selama bertahun-tahun kini runtuh hanya dalam hitungan menit. Dia mencoba berpikir cepat, mencari cara untuk melarikan diri dari situasi ini. Tetapi setiap sudut pikirannya terasa buntu.Ketika borgol akhirnya mengunci pergelangan tangan Tuan Thompson, segala kekayaan yang selama ini dia pamerkan menghilang sepenuhnya. Dia dibawa keluar dari kantor miliknya, melewati para karyawan yang terkejut melihat bos mereka ditangkap polisi. Beberapa dari mereka mulai berbisik-bisik, sementara yang lain hanya memandangi adegan itu dengan ekspresi tidak percaya.Di luar gedung, wartawan
Hari itu, suasana di mansion Blackwood lebih tegang daripada biasa. Sejak kabar tentang penyelidikan keterlibatan Victoria dalam kasus rumah sakit jiwa tersebar luas, mansion berubah menjadi tempat yang mencekam. Sekaligus menjadi satu-satunya tempat berlindung bagi Victoria.Wartawan berkumpul di gerbang depan, kamera mereka terus mengarah ke pintu utama. Kilatan lampu kamera seperti petir yang menyambar tanpa henti, disertai teriakan pertanyaan para wartawan yang mencoba menembus tembok mansion."Mrs. Blackwood! Apa benar Anda terlibat dalam kasus manipulasi terhadap mantan menantu Anda, Tabitha Hill?""Apa komentar Anda tentang bukti yang sudah ditemukan?""Benarkah ada tekanan hukum yang Anda gunakan untuk mengurung Tabitha di rumah sakit jiwa?"Pertanyaan-pertanyaan itu membahana bak peluru yang dilempar cuma-cuma. Victoria mengamati semua itu dari balik tirai di ruang tamu. Dia yang biasa tenang, kini tampak gelisah. Tangan kirinya memegang erat cangkir teh yang sudah dingin, se
Lidya baru saja selesai menata dokumen pekerjaannya ketika Adrian datang membawa sebuah amplop besar. Lidya langsung berhenti dan mendekati Adrian. Ekspresinya terus terpaku pada amplop besar itu."Ini dari Tabitha," kata Adrian, menyerahkan amplop itu pada Lidya.Lidya menatap amplop itu dengan penuh tanda tanya. "Apa ini? Kenapa dia memberikannya padamu?"Adrian duduk di sofa, terlihat lelah. "Dia bilang ini penting. Katanya, isinya adalah kunci untuk menghancurkan Tuan Thompson,"Mendengar nama itu, Lidya membeku sejenak. Tuan Thompson adalah salah satu alasan utama Lidya pernah terjebak dalam situasi rumit yang nyaris menghancurkan hidupnya. Dan Lidya memang pernah bilang pada Adrian kalau dia tidak mau menikah selama Adrian masih berhubungan dengan pria tua itu."Dia percaya kamu bisa memecahkannya," lanjut Adrian, menatap Lidya dengan tatapan bangga. "Tabitha juga bilang kamu adalah wanita yang cerdas dan gigih. Kalau ada yang bisa mengungkap rahasia ini, kamulah orangnya,"Deng
Tabitha dan Sophia duduk di salah satu restoran mewah di Riverton. Meja mereka terletak di dekat jendela besar, memberikan pemandangan indah kota yang berkilauan. Suasana di antara mereka awalnya hangat. Sophia tampak menikmati hidangan penutup favoritnya, sementara Tabitha memandangi putrinya dengan senyuman penuh kasih."Ma, aku senang kita bisa jalan-jalan seperti ini," kata Sophia ceria. Dia mengangkat wajahnya dari es krim coklat di depannya.Tabitha tersenyum. "Mama juga senang, sayang. Mama ingin kita punya lebih banyak waktu bersama seperti ini,"Sophia mengangguk kecil, tetapi tatapannya berubah serius. Dia meletakkan sendoknya dan menatap ibunya dengan ragu. "Ma, aku mau tanya sesuatu,” Mata Sophia tak berkedip saat memandang Tabitha. “Kenapa Mama ingin aku tinggal sama Mama, bukan Papa?"Pertanyaan itu jatuh bagai palu di hati Tabitha. Tangannya sedikit gemetar, tetapi dia segera mengendalikan diri. "Sayang, Mama hanya ingin yang terbaik untukmu. Mama ingin memastikan kamu
Hari persidangan kedua pun dimulai. Kali ini, ruang sidang dipenuhi oleh awak media yang ingin meliput perkembangan terbaru kasus perebutan hak asuh Sophia. Berita tentang perseteruan keluarga Blackwood—keluarga terpandang dan kaya raya seantero Riverton telah menyebar luas, membuat kasus ini menjadi perhatian publik. Sidang dibuka dengan Tabitha yang dipanggil untuk memberikan kesaksian. Pengacaranya memimpin sesi dengan pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk menggiring opini."Ibu Hill," Harold, pengacara Tabitha, memulai dengan nada penuh empati. "Dapatkah Anda menjelaskan kepada Yang Mulia apa yang sebenarnya terjadi selama bertahun-tahun Anda dipisahkan dari Sophia?"Tabitha menatap hakim dengan mata yang tampak berkilat oleh emosi yang dalam. Dia mengambil napas panjang sebelum berbicara."Yang Mulia," sapa Tabitha. Suaranya gemetar. "Saya adalah seorang ibu yang mencintai anaknya lebih dari apa pun di dunia ini. Namun, saya tidak pernah diberi kesempatan untuk menjadi bagi