[Sashi, ingat sore ini kita ke butik untuk memesan gaun pengantinmu.]
Sashi membaca pesan dari sang Mommy. Dia sudah tidak bisa mengelak karena perjanjian nikah sudah ditandatangani antara dia dan Nanda.
[Iya, Mom. Kita nanti ketemu di butik.]
Sashi tidak bisa mematahkan keinginan sang mommy yang bersemangat menyiapkan pernikahannya. Kedua keluarga sepakat jika Nanda dan Sashi akan menikah sebulan lagi, sebagai bentuk pengelakan akan skandal yang beredar, membuktikan jika sebenarnya mereka sudah menjalin hubungan lama dan memang siap menikah.
Saat Sashi baru saja meletakkan ponsel di meja, tiba-tiba saja pintu ruang prakteknya didorong keras, membuat Sashi dan asistennya terkejut.
“Maaf, apa Anda sudah mendaftar untuk berobat?” tanya asisten Sashi.
“Dia adik calon suamiku. Kamu keluarlah dulu, mungkin dia mau bicara denganku,” ujar Sashi ke perawat.
Meski Clara masuk dengan cara tidak sopan, tapi Sashi bersikap tenang menghadapi bocah berumur 22 tahun itu.
“Duduklah jika memang ada yang ingin dibicarakan,” kata Sashi mempersilakan.
“Aku tidak ingin basa-basi!” Clara tidak mau duduk meski ditawari.
“Oh, baguslah. Aku juga tidak suka basa-basi,” balas Sashi.
Clara tiba-tiba menggebrak meja, membuat Sashi terkejut tapi masih bersikap tenang.
“Kamu menikahi kakakku hanya karena ingin hartanya, kan? Kamu tidak mencintainya, kan? Kalau memang benar, batalkan rencana pernikahan kalian!” amuk Clara.
Sashi mengerutkan alis mendengar amukan Clara, hingga kemudian tersenyum miring ke gadis itu.
“Harta? Warisan orang tuaku cukup banyak dan sisa untuk tujuh turunan, untuk apa mengincar harta kakakmu? Jika dibilang tidak cinta, untuk apa kami menikah? Kamu lihat sendiri, kakakmu memujaku, bagaimana bisa kamu bilang tidak cinta. Kamu ingin aku membatalkan rencana pernikahan kami? Katakan itu ke kakakmu, minta dia yang membatalkan.”
Sashi bicara dengan sangat tenang dalam menghadapi Clara yang labil.
Clara mengepalkan telapak tangan mendengar ucapan Sashi. Dia tetap tidak terima dana akan berusaha membatalkan rencana pernikahan sang kakak.
“Aku tidak akan pernah menerimamu sebagai kakak iparku! Aku tidak akan pernah membiarkanmu menikahi kakakku! Kamu tidak layak untuknya, kamu tidak lebih baik dariku!”
Setelah mengatakan itu, Clara pergi meninggalkan Sashi.
Sashi benar-benar keheranan dengan ucapan Clara, seburuk itukah dirinya sampai tidak layak menikahi Nanda. Bahkan dia masih dibandingkan dengan bocah ingusan itu, membuat Sashi semakin kesal dengan adik Nanda yang satu itu.
“Dasar bocah labil. Dia pikir bisa menentangku?”
Sashi tentu saja tidak tinggal diam mendengar ancaman Clara. Dia pun menghubungi Nanda untuk mengadu.
“Aku sedang ingin menghadiri rapat, apa yang kamu inginkan?” tanya Nanda dari seberang panggilan.
“Hm … rapat memang penting, tapi keluhan calon istrimu juga lebih penting. Adikmu mendatangiku dan meminta agar membatalkan rencana pernikahan kita. Apa kita harus membatalkannya?” Sashi tidak langsung membahas keinginannya, tapi lebih meminta Nanda yang membuat keputusan.
“Jangan dianggap ucapan Clara, aku akan bicara dengannya.”
Panggilan itu diputus sepihak, membuat Sashi keheranan juga kesal.
“Dasar pria sombong, kenapa aku harus terlibat masalah dengannya. Menyebalkan!”
**
Nanda pergi ke kampus Clara untuk menemui sang adik. Dia tidak mungkin menemui di rumah karena tidak ingin membuat kegaduhan.
“Aku di halaman parkir, kamu bisa menemuiku jika tidak ada kelas?” Nanda bicara dengan Clara dari sambungan telepon.
“Ya, aku akan ke sana. Tunggu sebentar.”
Nanda mengakhiri panggilan saat sudah mendengar jawaban Clara. Dia menunggu di parkiran sampai sang adik datang.
Clara datang dengan riang melihat Nanda mencarinya di kampus. Dia langsung menghampiri Nanda yang tersenyum kepadanya.
“Ada apa Kakak ke sini? Apa ada masalah?” tanya Clara.
“Kamu tadi menemui Sashi?” tanya Nanda balik.
Senyum di wajah Clara menguar mendengar pertanyaan Nanda.
“Dia mengadu?” tanya Clara dengan tatapan tidak senang.
Nanda menghela napas kasar, lantas kembali bicara untuk menjelaskan.
“Jangan ganggu Sashi, apalagi mencampuri urusan pernikahan kami. Pernikahan ini akan tetap terjadi karena kami memang ingin. Jadi jangan mendatanginya hanya karena kamu tidak suka atau kesal kepadanya,” ujar Nanda memberi pengertian.
Clara terkejut mendengar ucapan Nanda. Dia terlihat kesal karena sang kakak lebih membela Sashi.
“Kenapa Kakak lebih memilihnya? Apa hebatnya dia? Apa aku memiliki banyak kekurangan? Kenapa Kakak tidak bisa menerimaku?” Clara memberondong pertanyaan dengan tatapan penuh kekecewaan.
“Kamu adikku, apa lagi yang tidak aku terima?” Nanda benar-benar tidak habis pikir dengan Clara, meski dia mencoba berulang kali menjelaskan.
“Kita hanya saudara angkat! Kenapa Kakak tidak bisa mencintaiku padahal kita sudah bersama lama. Bukankah Kakak menyayangiku? Kenapa Kakak berubah dan malah ingin menikahi wanita lain?” Clara mengungkap kekecewaannya ke Nanda. Bahkan dia sampai menatap dengan bola mata berkaca, pelupuk matanya sudah membendung siap meluapkan air mata.
Inilah alasan Nanda menggunakan Sashi sebagai tameng. Beberapa hari sebelum berangkat ke Milan, Clara berkata jika mencintai Nanda dan ingin menikah dengan pria itu jika sudah lulus kuliah.
Nanda diam mendengar ucapan Clara. Dia memang sengaja menghindari dengan cara menikah karena ada alasan lain yang tidak bisa diungkapkan. Jika mungkin, bisa saja Nanda menerima Clara, tapi ada hati yang sedang Nanda jaga.
“Jawab aku! Kenapa kamu malah ingin menikah dengan wanita lain? Sedangkan aku mencintaimu, Kak!” Clara menatap nanar, kini air mata tak mampu dibendungnya lagi.
“Karena aku mencintainya sebagai pria terhadap wanita, sedangkan aku mencintaimu sebagai adik,” ucap Nanda membalas emosi sang adik yang meluap.
“Bohong! Kakak bohong! Semua yang kamu berikan bohong! Semua yang kamu janjikan bohong! Aku kecewa, sangat kecewa.”
Clara berlari meninggalkan Nanda. Pria itu pun memilih diam tak mengejar sang adik yang berlari menjauh darinya.
Hingga ponsel Nanda berdering. Pria itu pun merogoh ponsel dan melihat nama yang terpampang di sana.
“Halo.”
“Aku ingin bertemu denganmu, aku ingin membahas Sashi.”
Nanda mengerutkan alis, bingung siapa yang menghubunginya dan kenapa ingin membahas calon istrinya.
“Siapa kamu?”
“Aku tidak ada urusan denganmu.” Nanda ingin mengakhiri panggilan dari orang yang tidak dikenalnya itu, tapi pria yang ada di seberang panggilan kembali bicara.“Tapi aku ada. Jangan menolak bertemu denganku, jika kamu ini seorang pria.”“Apa kamu pikir aku peduli. Kamu membuang waktuku.”Setelah mengatakan itu, Nanda mengakhiri panggilan itu secara sepihak. Dia tidak peduli pria itu mau mengatainya apa, yang jelas Nanda malas berhadapan dengan orang yang iseng.Nanda memilih segera pergi meninggalkan pelataran kampus menuju ke perusahaan.Sepanjang jalan menyetir, Nanda tiba-tiba memikirkan ucapan orang yang menghubunginya. Dia mendadak penasaran dengan apa yang ingin dibahas karena orang itu menyebut Sashi.Meski begitu, Nanda mengenyahkan pikiran yang berkeliaran di kepala, mengabaikan semua rasa penasaran karena baginya Sashi tidak terlalu penting, selain kerjasama di antara mereka.Saat baru saja akan sampai di perusahaan. Ponsel Nanda kembali berdering dan nama sang asisten terp
[Ternyata tidak sepenting itu Sashi untukmu, sampai kamu tidak mau menemuiku untuk membahasnya.]Nanda baru saja keluar dari lift. Langkahnya terhenti saat membaca pesan dari nomor yang menghubunginya siang tadi. Nanda mengabaikan pesan itu, memilih kembali memasukkan ponsel ke saku jas.Dia tidak tahu, siapa yang menghubunginya dan dari mana orang itu tahu nomor ponsel pribadinya. Nanda pun mengabaikan sambil terus mengayunkan langkah, hingga dia kembali berhenti saat melihat siapa yang berdiri di depan lobi.“Bukankah dia adik angkat Sashi?” Nanda bertanya-tanya dalam hati saat melihat Bumi di sana.Nanda mengenal pemuda berumur 23 tahun yang memang diperkenalkan saat acara pertunangannya dengan Sashi.“Aku ingin bicara denganmu,” ucap Bumi sambil memandang Nanda.Nanda diam menatap Bumi, hingga menebak jika Bumilah yang menghubunginya.“Kamu yang menelponku?” tanya Nanda memastikan.“Terkejut?” Bumi terlihat tenang menghadapi Nanda.Nanda semakin tidak mengerti kenapa Bumi menghubu
“Kenapa kamu serakah?” Sashi sangat terkejut mendengar sang adik mengatainya serakah. Dia baru saja keluar dari kamar mandi, kemudian mendengar hujatan dari sang adik. “Kamu membahas apa, Runa? Apanya yang serakah?” tanya Sashi keheranan. “Tentu saja Bumi! Kamu akan menikah dengan pria kaya itu, tapi kenapa harus membelenggu Bumi juga!” amuk Aruna sambil menatap nyalang ke sang kakak. Sashi benar-benar tidak paham, dia menatap Aruna yang terlihat sangat emosi. “Runa, dengarkan aku. Kita duduk dan bicara dengan tenang, ya.” Sashi mencoba membujuk Aruna untuk bicara. “Jangan bicara manis kepadaku!” Aruna memukul vas yang ada di meja dekat dengan dirinya berdiri, membuat vas itu jatuh dan hancur berserakan di lantai. Sashi sangat terkejut dengan yang dilakukan Aruna, dia sampai mundur karena vas itu hampir menimpa kakinya. “Runa.” Sashi menatap nanar ke sang adik. “Kamu akan menikah dengan pria kaya, tapi masih memberi harapan ke Bumi. Apa kamu berniat bersuami dua?” Aruna semak
Hari pernikahan Sashi dan Nanda pun tiba. Pesta pernikahan keduanya diadakan di sebuah hotel bintang 5 milik orang tua Nanda.“Apa pengantinnya sudah selesai dirias?”“Ya, baru saja selesai.”Sashi mendengar perias yang baru saja minta izin keluar dari ruang ganti bicara dengan seseorang. Sashi memutar tubuh perlahan karena gaun yang menghalangi pergerakan langkahnya. Hingga dia melihat siapa yang baru saja bicara dengan perias.Sashi memandang Bumi yang baru saja menutup pintu. Dia terkejut karena pemuda itu di sana, bahkan kini Bumi sedang berjalan menghampiri Sashi.“Kamu benar-benar akan menikahi pria itu?” tanya Bumi yang berhenti melangkah tak jauh dari Sashi.Selama sebulan ini Sashi terus menghindari Bumi, bahkan pesan dan panggilan dari Bumi diabaikan wanita itu, membuat Bumi kalang-kabut kehilangan kedekatannya dengan Sashi.“Ya, tentu saja,” jawab Sashi yang terlihat sangat tenang bicara dengan Bumi.“Kamu yakin?” tanya Bumi lagi masih tidak percaya Sashi akan menikahi Nand
Nanda menatap Sashi yang berhenti melangkah, hatinya diliputi kecemasan karena wanita itu terlihat ragu. Nanda melihat tamu yang hadir sudah saling bisik, mungkin mereka sudah mulai berspekulasi karena Sashi tidak melanjutkan langkah.“Awas saja kalau sampai kamu mengacaukan pernikahan ini.” Bibir Nanda bergerak mengucapkan kalimat itu, tapi tanpa suara hingga tak ada yang mendengar.Sashi memandang ke arah Nanda, melihat pria itu terlihat mulai panik, meski bersikap tenang.“Sashi, ada apa?” tanya Langit lagi karena putrinya tidak membalas pertanyaannya.Sashi menoleh, hingga kemudian tersenyum lebar. “Sepatuku menginjak gaun.”Itu hanya sebuah alasan untuk menutupi keraguan yang sempat muncul di hatinya.Langit merasa lega. Dia sempat berpikir putrinya berniat mengurungkan keinginan menikah dengan pria pilihan sendiri.Akhirnya Langit dan Sashi kembali melangkah, semua orang yang awalnya berpikir negatif pun membuang jauh pemikiran itu.Langit dan Sashi sampai di depan altar, dengan
“Kenapa kita sekamar? Kamu pesan kamar lain sana!” Sashi menoleh Nanda yang baru saja keluar dari kamar mandi.Acara pernikahan Sashi dan Nanda berakhir saat malam hari. Keduanya memang menginap di hotel atas desakan kedua belah pihak orang tua. Jangan lupakan jika hotel itu milik orang tua Nanda, hingga mereka pun bebas menggunakan fasilitas hotel itu.“Kamu saja yang pesan jika tidak mau sekamar. Lalu biarkan orang tuamu tahu jika kita menikah karena pura-pura,” balas Nanda dengan santainya.Sashi terkejut dengan mulut menganga mendengar balasan Nanda. Tidak menyangka pria itu akan membalas ucapannya dengan santai.“Kalau begitu kamu tidur di sofa!” Sashi kembali meminta hal aneh ke Nanda. Dia tidak mau seranjang dengan pria itu, Sashi tidak memercayai Nanda, meski sudah ada kontrak tertulis yang mereka tandatangani.Nanda menoleh Sashi, hingga kemudian membalas, “Kenapa tidak kamu saja yang tidur di sofa, jika memang tidak mau seranjang denganku?”Sashi semakin gelagapan mendengar
“Enak sekali bilang aku yang naik sendiri ke ranjang. Kalau memang ya, mana mungkin aku lupa.”Sashi menggerutu setelah perdebatan panjang dengan Nanda. Dia masih bertanya-tanya, kenapa berada di ranjang dan tidur bersama Nanda.“Tapi mana mungkin dia memindahkanku ke ranjang? Ah … mustahil, dia terlalu baik untuk melakukan itu,” gumam Sashi lagi.Dia berdiri di depan cermin yang ada di kamar mandi, menatap bayangan dirinya dari pantulan cermin setelah selesai membersihkan diri. Handuk kecil terlihat menggulung rambut panjangnya yang basah, wajahnya terlihat segar dan cerah.“Tunggu, tapi apa benar aku berjalan sendiri ke ranjang?” Sashi masih terus memikirkan kenapa bisa berada di ranjang.Nanda sudah menjelaskan jika tiba-tiba saja Sashi di sana. Lantas mengatakan jika mungkin saja Sashi berjalan dalam mimpi hingga membuatnya pindah ke ranjang.“Ah … bodoh! Biar saja, yang terpenting dia tidak macam-macam kepadaku!”Sashi buru-buru keluar dari kamar mandi karena mereka harus segera
“Mau apa kamu?” tanya Sashi panik karena Nanda terus mendekat, sedangkan dia sudah berusaha mundur.Nanda tidak menjawab pertanyaan Sashi, tatapannya begitu dalam menghujam ke manik mata istrinya.Sashi sudah kebingungan, hingga dia terjatuh ke belakang karena terus memundurkan kepala. Membuat dirinya berbaring menatap Nanda yang ada di atasnya.“Jangan macam-macam! Ingat soal perjanjian kita.” Sashi langsung mengingatkan soal kontrak kerjasama mereka, jangan sampai Nanda lupa lantas melampau batas yang sudah disepakati.Nanda menyeringai, lantas berkata, “Siapa yang ingin macam-macam? Otakmu saja berpikir tidak benar.”Nanda menjitak kening Sashi, sebelum kemudian bangkit lantas berjalan menuju pintu.Sashi begitu syok, kenapa pria itu selalu membuatnya berpikiran kotor, hingga kesal karena sekarang Sashi harus menetralkan detak jantung yang berdegup tak terkendali.“Menyebalkan!” gerutu Sashi sambil mengusap kening yang terkena jitak.“Ayo keluar, kita harus bicara ke Mama dan Papa