Berita skandal tentang Sashi dan Nanda sudah menyebar di rumah sakit tempat Sashi bekerja. Dia sampai dipanggil kepala dokter untuk menanyakan kebenaran itu. Sashi tidak bisa mengelak, hingga memilih berbohong sama seperti dia membohongi kedua orang tuanya.
Sashi kini duduk di ruang praktek. Dia bingung bagaimana caranya lepas dari masalah yang dibuatnya sendiri.“Apa setelah ini aku bilang saja kami putus?” Sashi sedang mencari solusi akan masalahnya.Dia tidak mungkin mencari Nanda, kemudian minta pria itu untuk menikahinya sesuai dengan permintaan sang ayah. Bisa-bisa dia dipermalukan pria itu karena memohon.Sashi mengembuskan napas kasar. Berbohong kalau putus pun akan membuat sang mommy semakin mencemaskan dirinya.Saat sedang berusaha mengabaikan masalah itu. Asisten perawatnya masuk dan langsung menghampiri Sashi.“Masih ada pasien?” tanya Sashi yang memang bekerja di poliklinik rumah sakit. Ini sudah jam dua siang, seharusnya jam prakteknya di poliklinik habis.“Bukan, Dok. Tapi kekasih Anda mencari,” jawab perawat itu sambil senyum-senyum.“Hah?” Sashi malah terkejut. Dia lupa soal kebohongannya yang menjadi kekasih Nanda.“Ish, kenapa Dokter terkejut? Itu yang ada di berita, bukankah kekasihnya Dokter Sashi?” tanya perawat itu keheranan dengan sikap Sashi.Sashi terkejut mendengar ucapan perawat. Dia lantas berdiri dan keluar dari ruang praktek. Sashi melihat pria dengan setelan jas rapi berdiri memunggungi pintu, pria dengan punggung lebar yang sepertinya nyaman jika dijadikan sandaran.“Ehem ….” Sashi berdeham untuk menyadarkan pemikirannya yang sedang mengagumi punggung lebar pria di depannya.Nanda membalikkan badan mendengar suara Sashi. Hingga dia melihat wanita itu memakai jas putih kebanggaan para dokter, sangat berbeda dengan penampilan saat di Milan.“Ada apa mencariku?” tanya Sashi keheranan.“Dokter yang mengobati lukaku, harus melakukan pengecekan apakah lukaku infeksi atau tidak,” jawab Nanda sambil mengulurkan tangan ke Sashi.Sashi terkejut tapi kemudian meminta Nanda masuk ke ruang praktek.Asisten perawat membantu menyiapkan alat yang akan digunakan Sashi, lantas izin pamit keluar karena yakin jika Sashi pasti butuh bicara berdua dengan Nanda.Sashi tidak bicara, memilih membuka balutan perban yang sepertinya belum diganti sejak di Milan. Dia melihat luka Nanda masih basah karena sebelumnya tidak mendapat jahitan.“Untung tidak infeksi,” ucap Sashi setelah cukup lama diam.Sashi mengobati luka Nanda. Dia sendiri tidak berani membahas masalah skandal yang menyeret dirinya.Nanda sendiri datang ke sana setelah sebelumnya meminta sang asisten mencari tahu alamat Sashi. Seperti dugaannya, ternyata mereka berada dalam satu kota, membuat Nanda merasa urusannya akan semakin mudah.“Kamu pasti sudah tahu tentang berita yang beredar, kan.” Nanda membuka perbincangan mereka.Sashi cukup terkejut dan langsung menatap Nanda.“Lalu?” Sashi memicing curiga. Tebakannya benar jika Nanda tidak mungkin datang ke sana hanya untuk mengecek luka.“Aku ingin menawarkan perjanjian denganmu. Itu kalau kamu ingin nama baikmu sebagai dokter tidak tercoreng. Tapi jika tidak mau pun aku tidak terlalu rugi,” ujar Nanda yang tidak mau mengakui jika sebenarnya dia paling membutuhkan kerjasama itu.Sashi menyipitkan mata, menilai jika Nanda sangat sombong dengan ucapannya.“Perjanjian apa?” tanya Sashi waspada.Nanda menatap Sashi yang baru saja membalut lukanya lagi. Dia menarik tangan dan memperhatikan telapak tangan berbalut perban, sebelum kemudian menatap Sashi.“Skandal itu beredar, aku tahu kamu tidak mungkin mengelak atau menyangkal sementara bukti sudah ada, bahkan sebagian besar masyarakat mengetahui hal itu,” ujar Nanda sebelum memberitahu poin yang ingin dibicarakan.“Bisakah kamu tidak bertele-tele? Apa begini cara pengusaha bicara? Jika dokter bertele-tele, maka pasiennya sudah dipastikan sekarat lebih dulu sebelum ditangani.” Sashi tidak suka sesuatu yang bergerak lambat.Nanda terkejut tapi berusaha bersikap biasa mendengar ucapan Sashi. Wanita itu ingin to the point, membuat Nanda langsung mengungkap maksud kedatangannya ke sana.“Aku ingin menawarimu perjanjian nikah untuk menyelamatkan nama baik kita. Dengan begini skandal itu akan ditepis oleh keseriusan kita menjalin hubungan. Aku akan menikahimu, tapi tentu saja dengan hitam di atas putih.”Sashi terkejut mendengar ucapan Nanda. Dia terdiam sejenak mempertimbangkan tawaran pria itu. Dia tidak mengenal Nanda, tidak mungkin baginya menikah dengan pria itu. Namun, desakan dari orang tua, terutama sang mommy yang mencemaskan dirinya, membuat Sashi harus berpikir berkali-kali lipat.Nanda melihat Sashi yang ragu. Dia lantas mengeluarkan kartu nama dan meletakkan di meja.“Pikirkan dulu, jika sudah dapat jawaban, hubungi aku.”Nanda berdiri dan bersiap pergi, tapi saat baru saja membalikkan badan gerakannya terhenti karena ucapan Sashi.“Hanya kontrak dan kita tidak akan melakukan hubungan suami-istri, kan? Maksudku hanya status pernikahan saja yang kita butuhkan?” tanya Sashi memastikan, jangan sampai dia terjebak dalam situasi rumit.Nanda kembali membalikkan badan, hingga kemudian menatap Sashi yang masih duduk.“Ya, hanya sekadar kontrak pernikahan. Kita akan menjadi suami-istri hanya di depan keluarga dan orang-orang saja.” Nanda memperjelas maksudnya.Sashi menghela napas kasar, hingga kembali menatap Nanda.“Baiklah, aku terima tawaranmu.”**Setelah mencapai kesepakatan. Nanda akhirnya melamar Sashi secara resmi. Mereka bahkan sudah menyiapkan kisi-kisi jawaban jika nantinya kedua belah pihak keluarga ada yang menanyakan hubungan mereka. Keduanya terlalu cerdas untuk berpura, sehingga mampu membohongi orang tua dan keluarga mereka.“Dia sangat cantik, tidak kusangka Kakak pandai memilih calon istri,” bisik Nana, adik kandung Nanda.Nanda menoleh ke sang adik, kemudian mengusap pipinya.“Istri kakakmu harus cantik dan cerdas,” balas Nanda meninggikan diri sendiri.Nana tertawa mendengar balasan sang kakak. Dia ikut bahagia melihat sang kakak akhirnya akan menikah di usianya yang sudah matang.Beda dengan Nana atau Bastian yang bahagia atas rencana pernikahan mereka. Clara terlihat tidak senang, bahkan terus memberikan tatapan tidak senang ke Sashi.“Sepertinya adikmu tidak menyukaiku,” ucap Sashi saat bicara berdua dengan Nanda di sela pesta pertunangan mereka.Nanda menoleh Clara, hingga kemudian membalas, “Memang begitu wataknya. Bukankah kamu pemberani, tidak mungkin kamu akan menangis karena sikapnya, kan.”Nanda malah meledek Sashi dengan senyum mencibir.“Kamu pikir aku selemah itu. Dasar pria dingin,” ketus Sashi kesal.Tanpa disangka, Nanda menyentuh pipi Sashi dan memberikan tatapan begitu dalam ke wanita itu.Orang-orang yang melihat pun berpikir jika keduanya adalah pasangan serasi, menganggap jika tatapan Nanda penuh dengan cinta, berbeda dengan cara pandang Sashi.“Apa? Kenapa menyentuhku?” Sashi ingin menepis tapi ditahan karena orang tuanya sedang melihat ke arahnya.“Bukankah kita pasangan di depan banyak orang. Jadi, terima saja kalau aku menyentuhmu agar meyakinkan,” balas Nanda menggoda Sashi yang kesal.Sashi menyipitkan mata kemudian berucap, “Mencari kesempatan dalam kesempitan.”Nanda terkesiap mendengar ucapan Sashi, hingga kemudian membalas, “Ini bukan mencari ksempatan dalam kesempitan, tapi ini yang kamu maksud.”Nanda mengecup kening Sashi, membuat wanita itu syok. Semua orang yang melihat semakin yakin jika Sashi dan Nanda saling mencintai, sedangkan di sana ada dua orang yang terlihat kesal karena pertunangan mereka.[Sashi, ingat sore ini kita ke butik untuk memesan gaun pengantinmu.]Sashi membaca pesan dari sang Mommy. Dia sudah tidak bisa mengelak karena perjanjian nikah sudah ditandatangani antara dia dan Nanda.[Iya, Mom. Kita nanti ketemu di butik.]Sashi tidak bisa mematahkan keinginan sang mommy yang bersemangat menyiapkan pernikahannya. Kedua keluarga sepakat jika Nanda dan Sashi akan menikah sebulan lagi, sebagai bentuk pengelakan akan skandal yang beredar, membuktikan jika sebenarnya mereka sudah menjalin hubungan lama dan memang siap menikah.Saat Sashi baru saja meletakkan ponsel di meja, tiba-tiba saja pintu ruang prakteknya didorong keras, membuat Sashi dan asistennya terkejut.“Maaf, apa Anda sudah mendaftar untuk berobat?” tanya asisten Sashi.“Dia adik calon suamiku. Kamu keluarlah dulu, mungkin dia mau bicara denganku,” ujar Sashi ke perawat.Meski Clara masuk dengan cara tidak sopan, tapi Sashi bersikap tenang menghadapi bocah berumur 22 tahun itu.“Duduklah jika memang ada ya
“Aku tidak ada urusan denganmu.” Nanda ingin mengakhiri panggilan dari orang yang tidak dikenalnya itu, tapi pria yang ada di seberang panggilan kembali bicara.“Tapi aku ada. Jangan menolak bertemu denganku, jika kamu ini seorang pria.”“Apa kamu pikir aku peduli. Kamu membuang waktuku.”Setelah mengatakan itu, Nanda mengakhiri panggilan itu secara sepihak. Dia tidak peduli pria itu mau mengatainya apa, yang jelas Nanda malas berhadapan dengan orang yang iseng.Nanda memilih segera pergi meninggalkan pelataran kampus menuju ke perusahaan.Sepanjang jalan menyetir, Nanda tiba-tiba memikirkan ucapan orang yang menghubunginya. Dia mendadak penasaran dengan apa yang ingin dibahas karena orang itu menyebut Sashi.Meski begitu, Nanda mengenyahkan pikiran yang berkeliaran di kepala, mengabaikan semua rasa penasaran karena baginya Sashi tidak terlalu penting, selain kerjasama di antara mereka.Saat baru saja akan sampai di perusahaan. Ponsel Nanda kembali berdering dan nama sang asisten terp
[Ternyata tidak sepenting itu Sashi untukmu, sampai kamu tidak mau menemuiku untuk membahasnya.]Nanda baru saja keluar dari lift. Langkahnya terhenti saat membaca pesan dari nomor yang menghubunginya siang tadi. Nanda mengabaikan pesan itu, memilih kembali memasukkan ponsel ke saku jas.Dia tidak tahu, siapa yang menghubunginya dan dari mana orang itu tahu nomor ponsel pribadinya. Nanda pun mengabaikan sambil terus mengayunkan langkah, hingga dia kembali berhenti saat melihat siapa yang berdiri di depan lobi.“Bukankah dia adik angkat Sashi?” Nanda bertanya-tanya dalam hati saat melihat Bumi di sana.Nanda mengenal pemuda berumur 23 tahun yang memang diperkenalkan saat acara pertunangannya dengan Sashi.“Aku ingin bicara denganmu,” ucap Bumi sambil memandang Nanda.Nanda diam menatap Bumi, hingga menebak jika Bumilah yang menghubunginya.“Kamu yang menelponku?” tanya Nanda memastikan.“Terkejut?” Bumi terlihat tenang menghadapi Nanda.Nanda semakin tidak mengerti kenapa Bumi menghubu
“Kenapa kamu serakah?” Sashi sangat terkejut mendengar sang adik mengatainya serakah. Dia baru saja keluar dari kamar mandi, kemudian mendengar hujatan dari sang adik. “Kamu membahas apa, Runa? Apanya yang serakah?” tanya Sashi keheranan. “Tentu saja Bumi! Kamu akan menikah dengan pria kaya itu, tapi kenapa harus membelenggu Bumi juga!” amuk Aruna sambil menatap nyalang ke sang kakak. Sashi benar-benar tidak paham, dia menatap Aruna yang terlihat sangat emosi. “Runa, dengarkan aku. Kita duduk dan bicara dengan tenang, ya.” Sashi mencoba membujuk Aruna untuk bicara. “Jangan bicara manis kepadaku!” Aruna memukul vas yang ada di meja dekat dengan dirinya berdiri, membuat vas itu jatuh dan hancur berserakan di lantai. Sashi sangat terkejut dengan yang dilakukan Aruna, dia sampai mundur karena vas itu hampir menimpa kakinya. “Runa.” Sashi menatap nanar ke sang adik. “Kamu akan menikah dengan pria kaya, tapi masih memberi harapan ke Bumi. Apa kamu berniat bersuami dua?” Aruna semak
Hari pernikahan Sashi dan Nanda pun tiba. Pesta pernikahan keduanya diadakan di sebuah hotel bintang 5 milik orang tua Nanda.“Apa pengantinnya sudah selesai dirias?”“Ya, baru saja selesai.”Sashi mendengar perias yang baru saja minta izin keluar dari ruang ganti bicara dengan seseorang. Sashi memutar tubuh perlahan karena gaun yang menghalangi pergerakan langkahnya. Hingga dia melihat siapa yang baru saja bicara dengan perias.Sashi memandang Bumi yang baru saja menutup pintu. Dia terkejut karena pemuda itu di sana, bahkan kini Bumi sedang berjalan menghampiri Sashi.“Kamu benar-benar akan menikahi pria itu?” tanya Bumi yang berhenti melangkah tak jauh dari Sashi.Selama sebulan ini Sashi terus menghindari Bumi, bahkan pesan dan panggilan dari Bumi diabaikan wanita itu, membuat Bumi kalang-kabut kehilangan kedekatannya dengan Sashi.“Ya, tentu saja,” jawab Sashi yang terlihat sangat tenang bicara dengan Bumi.“Kamu yakin?” tanya Bumi lagi masih tidak percaya Sashi akan menikahi Nand
Nanda menatap Sashi yang berhenti melangkah, hatinya diliputi kecemasan karena wanita itu terlihat ragu. Nanda melihat tamu yang hadir sudah saling bisik, mungkin mereka sudah mulai berspekulasi karena Sashi tidak melanjutkan langkah.“Awas saja kalau sampai kamu mengacaukan pernikahan ini.” Bibir Nanda bergerak mengucapkan kalimat itu, tapi tanpa suara hingga tak ada yang mendengar.Sashi memandang ke arah Nanda, melihat pria itu terlihat mulai panik, meski bersikap tenang.“Sashi, ada apa?” tanya Langit lagi karena putrinya tidak membalas pertanyaannya.Sashi menoleh, hingga kemudian tersenyum lebar. “Sepatuku menginjak gaun.”Itu hanya sebuah alasan untuk menutupi keraguan yang sempat muncul di hatinya.Langit merasa lega. Dia sempat berpikir putrinya berniat mengurungkan keinginan menikah dengan pria pilihan sendiri.Akhirnya Langit dan Sashi kembali melangkah, semua orang yang awalnya berpikir negatif pun membuang jauh pemikiran itu.Langit dan Sashi sampai di depan altar, dengan
“Kenapa kita sekamar? Kamu pesan kamar lain sana!” Sashi menoleh Nanda yang baru saja keluar dari kamar mandi.Acara pernikahan Sashi dan Nanda berakhir saat malam hari. Keduanya memang menginap di hotel atas desakan kedua belah pihak orang tua. Jangan lupakan jika hotel itu milik orang tua Nanda, hingga mereka pun bebas menggunakan fasilitas hotel itu.“Kamu saja yang pesan jika tidak mau sekamar. Lalu biarkan orang tuamu tahu jika kita menikah karena pura-pura,” balas Nanda dengan santainya.Sashi terkejut dengan mulut menganga mendengar balasan Nanda. Tidak menyangka pria itu akan membalas ucapannya dengan santai.“Kalau begitu kamu tidur di sofa!” Sashi kembali meminta hal aneh ke Nanda. Dia tidak mau seranjang dengan pria itu, Sashi tidak memercayai Nanda, meski sudah ada kontrak tertulis yang mereka tandatangani.Nanda menoleh Sashi, hingga kemudian membalas, “Kenapa tidak kamu saja yang tidur di sofa, jika memang tidak mau seranjang denganku?”Sashi semakin gelagapan mendengar
“Enak sekali bilang aku yang naik sendiri ke ranjang. Kalau memang ya, mana mungkin aku lupa.”Sashi menggerutu setelah perdebatan panjang dengan Nanda. Dia masih bertanya-tanya, kenapa berada di ranjang dan tidur bersama Nanda.“Tapi mana mungkin dia memindahkanku ke ranjang? Ah … mustahil, dia terlalu baik untuk melakukan itu,” gumam Sashi lagi.Dia berdiri di depan cermin yang ada di kamar mandi, menatap bayangan dirinya dari pantulan cermin setelah selesai membersihkan diri. Handuk kecil terlihat menggulung rambut panjangnya yang basah, wajahnya terlihat segar dan cerah.“Tunggu, tapi apa benar aku berjalan sendiri ke ranjang?” Sashi masih terus memikirkan kenapa bisa berada di ranjang.Nanda sudah menjelaskan jika tiba-tiba saja Sashi di sana. Lantas mengatakan jika mungkin saja Sashi berjalan dalam mimpi hingga membuatnya pindah ke ranjang.“Ah … bodoh! Biar saja, yang terpenting dia tidak macam-macam kepadaku!”Sashi buru-buru keluar dari kamar mandi karena mereka harus segera
“Dia tampan sekali. Pipinya juga menggemaskan.” Rihana langsung menggendong cucu keduanya itu. Rihana, Bintang, dan para suami datang ke sana setelah satu minggu Sashi melahirkan. Mereka begitu bahagia mengetahui Sashi melahirkan dengan lancar. “Aku mau menggendongnya,” kata Bintang mengambil Archie dari gendongan Rihana. Sashi dan Nanda menatap para orang tua yang sangat bahagia. Mereka begitu bahagia melihat semuanya berkumpul di sana. “Siapa namanya?” tanya Bintang sambil menimang bayi Archie. “Archie Abimand Mahendra. Nanda ingin nama keluarga tersemat di namanya,” jawab Sashi. “Nama yang bagus,” puji Rihana sambil mengelus pipi Archie menggunakan telunjuk, membuat bayi mungil itu menggeliat geli. Bintang menatap cucu pertamanya itu. Melihat Archie yang sangat menggemaskan, membuat Bintang malah sedih. “Apa kamu akan balik ke Indonesia?” tanya Bintang sambil menatap Sashi. Semua orang pun terkejut hingga menatap Bintang, kemudian ke Sashi secara bergantian. Sashi bingung
Sashi baru saja keluar dari kamar mandi. Dia tiba-tiba merasakan perutnya sakit, membuat Sashi langsung berpegangan pada kusen pintu. “Agh, kenapa sakit?” Sashi memegangi perutnya yang besar. Kehamilan Sashi baru memasuki usia sembilan bulan. Dia menjalani hari dalam masa kehamilan dengan baik meski Nanda tak selalu ada di sampingnya. Pagi itu dia baru saja mencuci wajah, tapi perutnya tiba-tiba terasa mulas bahkan panas juga pinggangnya pegal. “Apa kamu mau keluar sekarang?” Sashi menahan sakit sambil mengusap perutnya. Sashi mengalami kontraksi, membuatnya tak sanggup berjalan hingga memilih langsung duduk di ranjang. Dia berulang kali mengatur napas karena kontraksi yang terjadi. “Anda sudah bangun?” Suara perawat pribadi yang selama beberapa bulan ini merawat dan menjaga Sashi masuk kamar. Dia terkejut karena melihat Sashi kesakitan. “Anda baik-baik saja?” tanya wanita itu langsung berlari menghampiri Sashi. “Sepertinya bayinya mau lahir,” jawab Sashi sambil menahan sakit
“Kenapa kamu ke sini lagi?” Bumi melotot ke Winnie yang kembali datang ke kafenya. Dia sepertinya sedikit tak senang dengan Winnie yang sangat cerewet. “Apa? Aku mau jajan, kenapa kamu galak sekali? Ingat, Om. Tidak boleh galak-galak, nanti cepat tua,” balas Winnie tak takut sama sekali meski Bumi memasang wajah garang. “Kalau mau beli makanan atau minuman di sini, take away jangan makan di sini,” ucap Bumi karena sebelumnya Winnie begitu cerewet bertanya soal seseorang yang menemuinya waktu itu. Padahal jika dipikir, Winnie tak ada hubungan dengan Bumi, tapi kenapa gadis itu bertanya seolah sedang menginterogasi. Selama beberapa bulan ini, Winnie memang sering datang ke kafe Bumi meski tidak tiap hari. Bukannya senang mendapat pelanggan tetap, Bumi malah kesal karena sikap Winnie cerewet dan penasaran dengan apa pun yang dilihat di kafe itu.Baru saja Winnie ingin membalas ucapan Bumi. Tiba-tiba beberapa anak berseragam masuk ke kafe dan langsung menatap Winnie. “Eh, kamu di sin
“Kamu benar-benar tidak apa-apa jika aku balik ke indo?” tanya Nanda sambil membelai rambut Sashi dengan lembut. Nanda sudah beberapa hari di sana. Dia harus kembali ke Indonesia untuk mengurus pekerjaan, tapi Nanda juga masih berat jika harus meninggalkan Sashi. “Iya, tidak apa-apa. Lagian aku juga baik-baik saja, bahkan tidak mengalami morning sickness. Jadi kamu jangan cemas,” jawab Sashi. Sebenarnya bukan masalah takut Sashi sakit atau mengalami kendala saat menjaga kesehatan. Dia hanya tak bisa jauh dari istrinya yang sedang hamil, Nanda seperti perlu terus berada di sisi istrinya itu. Saat keduanya masih berbincang, tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu dari luar. Nanda pun memilih membuka pintu, hingga melihat pelayan rumah berdiri di hadapannya. “Ada apa?” tanya Nanda. “Nyonya besar datang bersama yang lain, Tuan.” Pelayan itu menyampaikan kedatangan Rihana. “Mama datang? Baiklah, aku akan segera turun,” kata Nanda lantas kembali masuk menghampiri Sashi. “Ada apa?” t
“Kamu benar-benar tidak apa?” tanya Sashi saat melihat Nanda sedang berganti pakaian.Nanda menoleh saat mendengar pertanyaan Sashi. Dia lantas mendekat ke Sashi yang duduk di ranjang.“Apanya tidak apa, hm?” tanya balik Nanda lantas duduk di samping Sashi.Sashi sepertinya masih takut jika Nanda belum bisa menerima jika dirinya hamil, meski tadi sudah berkata tidak apa-apa.“Kamu tidak apa-apa kalai aku hamil?” tanya Sashi memastikan.Nanda memulas senyum mendengar pertanyaan Sashi. Dia lantas mengusap lembut rambut istrinya itu.“Tentu saja tidak apa-apa. Aku malah bahagia karena akhirnya kamu bisa hamil. Mungkin dulu aku belum siap karena takut kamu sakit, tapi sekarang berbeda karena yang terpenting bagiku sekarang kamu bahagia,” jawab Nanda sambil tersenyum begitu tulus dan penuh kasih sayang.Sashi menautkan jemari mereka, lantas menyandarkan kepala di pundak Nanda.“Aku janji akan selalu sehat dan menjaga bayi kita dengan baik,” ucap Sashi agar Nanda tak perlu cemas.Nanda ters
Nanda masuk ke ruang USG, hingga melihat Sashi yang berbaring dan kini sedang diperiksa.“Bagaimana kondisi istri saya?” tanya Nanda saat sudah masuk ke ruangan itu.Sashi terkejut hingga tatapannya tertuju ke Nanda yang baru saja datang.“Kamu datang.” Sashi terlihat senang melihat Nanda di sana.Nanda mendekat dengan ekspresi wajah cemas, lantas memandang ke monitor yang baru saja diperhatikan oleh dokter.“Sebenarnya istri saya kenapa, Dok?” tanya Nanda.Dokter itu tersenyum sambil meletakkan alat USG, hingga kemudian menjawab, “Selamat, istri Anda hamil.”Nanda tertegun tak percaya mendengar ucapan selamat dari dokter itu. Dia sampai memandang Sashi dengan rasa tak percaya.Sashi sendiri hanya tersenyum karena tadi sudah memberitahu kalau dirinya hamil, kini usia kandungan Sashi pun baru enam minggu.“Hamil? Serius hamil? Bukan penyakit?” tanya Nanda memastikan dengan sedikit rasa tidak percaya.Sashi meraih tangan Nanda yang dekat dengannya, lantas menautkan jemari mereka.“Iya,
Satu tahun berlalu. Sashi masih setia menemani Aruna di luar negeri, Nanda sendiri datang setiap seminggu sekali, lantas tinggal beberapa hari sebelum kembali ke Indonesia.Sashi sendiri mulai lega karena akhirnya Aruna bisa menyesuaikan diri dan kini sudah memiliki beberapa teman di kampus barunya.“Bagaimana kuliahmu hari ini?” tanya Sashi saat melihat Aruna baru saja pulang.“Menyenangkan,” jawab Aruna sambil melebarkan senyum.“Mommy tadi telepon, tanya apa kamu masih suka murung-murungan, kujawab tidak karena kamu sudah baik-baik saja,” ucap Sashi.Aruna tersenyum tipis mendengar ucapan Sashi. Meski dia terlihat baik-baik saja, tapi tetap saja sudah satu tahun belum bisa melupakan Ansel.“Jika nanti sudah lulus, aku ingin kerja di sini saja. Di sini lebih enak, meski pergaulan di sini berbeda dengan di Indonesia, tapi aku sudah berusaha menjaga batasan,” ujar Aruna.Sashi sangat terkejut mendengar ucapan Aruna. Dia lantas membalas, “Apa kamu tidak ingin meneruskan perusahaan Dadd
“Bagaimana dengan Runa?” tanya Nanda saat menemui Sashi di kamar. Mereka sudah ada di sana sebulan. Aruna sendiri belum keluar dari rumah sama sekali sejak sebulan ini. “Masih sama. Hanya di kamar, duduk di teras, atau jalan-jalan,” jawab Sashi yang sedih mengetahui Aruna tak seperti dulu dan lebih banyak murungnya. Nanda menghela napas, mereka sudah berusaha membuat Aruna bersemangat, soal Aruna mau bangkit atau tidak, semua harus dari diri sendirinya. “Kalian tidak apa-apa jika aku tinggal? Aku tidak tega melihatmu sedih melihat Aruna seperti itu,” ucap Nanda sambil mengusap rambut Sashi. Nanda masih harus bolak-balik mengurus pekerjaan, sehingga dia pun tidak bisa setiap saat ada di sana. “Kamu tenang saja, aku baik-baik saja di sini. Soal Runa, aku akan berusaha mengajaknya jalan-jalan mencari suasana baru. Dia juga seharusnya sudah mulai mengurus perpindahan kuliahnya, tapi dia belum bersemangat,” balas Sashi. Sashi mencoba memahami posisi suaminya yang tak bisa terus berad
Aruna memandangi kamar yang akan ditinggalkannya. Dia sudah memantapkan hati untuk pergi karena benar-benar tak bisa melupakan Ansel begitu saja jika masih di kota itu. Baginya Ansel adalah cinta pertama yang tak bisa dilupakan. Meski dulu awalnya dia menyukai Bumi, tapi kenyataannya Ansellah yang menduduki hatinya pertama kali. “Kamu sudah siap?” tanya Sashi yang menghampiri Aruna di kamar. Aruna menatap Sashi, lantas menganggukkan kepala. Dia mengambil tas dan jaketnya, lantas menarik koper yang ada di dekat ranjang. Setelah mengurus visa tinggal terbatas dan pasport, akhirnya Aruna akan pergi ke Amerika untuk belajar sekalian menenangkan diri. Namun, tentunya Aruna akan pergi bersama keluarga, lalu nantinya akan tinggal bersama Sashi dan Nanda sesuai kesepakatan, meski Nanda akan bolak-balik karena urusan pekerjaan. Bintang menatap Aruna yang baru saja menuruni anak tangga bersama Sashi. Bintang tak kuasa melihat kedua putrinya akan pergi dan tinggal jauh darinya. Sopir yang