“Kamu sudah janji sama mama kalau tidak akan pernah meninggalkan Nanda. Jadi tepati janji itu jika memang kalian saling mencintai,” ujar Rihana saat Sashi membetulkan letak selimutnya.Sashi mengulas senyum mendengar ucapan Rihana, hingga kemudian membalas, “Iya, Ma. Tidak ada alasan untukku meninggalkan Nanda, kecuali Tuhan yang menginginkan.”“Mama sempat takut jika apa yang terjadi tadi adalah benar. Jujur mama benar-benar tak ingin Nanda kehilangan orang yang disayanginya,” ucap Rihana sambil menepuk-nepuk punggung tangan Sashi.Sashi tersenyum mendengar ucapan Rihana, sungguh tak menyangka jika Rihana akan secemas itu.“Mama sepertinya sangat menyayangi Nanda meski dia sudah dewasa dan mandiri, bahkan orang lain sangat takut padanya,” ujar Sashi karena merasa Nanda masih seperti anak mama jika berada di sekitar keluarga.Rihana memulas senyum mendengar ucapan Sashi, hingga kemudian membalas, “Kamu tidak tahu saja bagaimana dia dulu. Pendiam, sangat penurut, juga dia itu pekerja k
Clara melajukan mobil tak tentu arah. Dia bingung harus ke mana dan melakukan apa. Semua orang kini membenci karena sikap egoisnya.“Semua orang memang tak peduli kepadaku. Jika mereka memang tak menginginkanku, kenapa harus memberiku kasih sayang.”Clara menyetir sambil menangis, membuat jarak pandangnya terbatas karena mata tertutup bulir kristal bening yang terus luruh juga membendung di pelupuk mata.Jalanan yang gelap, serta kondisi emosi yang tak stabil membuat Clara tak fokus menyetir. Hingga saat di perempatan jalan, tanpa sadar Clara menerobos lampu lalu lintas yang sedang berwarna merah. Dia melaju ketika ada mobil lain yang juga melaju dari arah lain.Clara sangat terkejut ketika ada kilatan lampu menyilaukan mata dari arah kiri. Dia pun secara spontan membanting stir ke kanan dengan menambah kecepatan agar tidak terjadi tabrakan.Akan tetapi, meski sudah berusaha menghindar, ternyata mobil dari arah kiri tetap menabrak bagian belakang mobil Clara, membuat mobil gadis itu s
“Ada apa sebenarnya?” tanya Nanda setelah Sashi menerima telepon.“Clara kecelakaan,” jawab Sashi, kemudian memperlihatkan foto yang dikirimkan Zidan.“Sepertinya Clara memang sangat marah, sampai bilang kalau sedang terlantar dan tidak punya keluarga,” ujar Sashi kemudian.Nanda memperhatikan foto yang dikirimkan Zidan. Awalnya dia bersiap cemburu karena Sashi menerima panggilan dari Zidan, tapi sekarang tidak lagi karena dokter itu menghubungi untuk membahas masalah Clara.“Kamu ingin menemuinya?” tanya Sashi ketika melihat Nanda yang tampak cemas.“Jika Zidan mau membantu mencarikan Clara tempat sementara, aku tidak perlu menemuinya. Kamu tahu jika apa yang akan aku lakukan ke Clara, akan terus membuatnya salah paham,” jawab Nanda sambil memberikan alasannya.“Kamu yakin?” tanya Sashi yang melihat jika suaminya sebenarnya cemas, tapi ditutupi.“Yakin, itu demi kebaikan Clara. Agar dia berpikir jika membuat kesalahan, maka tidak akan ada yang membantunya,” jawab Nanda, “lagi pula, j
Clara diam di kamar hotel, memandang ke jendela yang sudah memperlihatkan matahari yang mulai menampakan diri. Dia bingung harus bagaimana sekarang, berulang kali mengecek ponsel, tapi tak ada satu pun yang menanyakan di mana dirinya sekarang.“Apa benar jika mereka sudah kesal sampai tak memedulikanku?”Clara terus berpikir, hingga ponselnya berdering karena ada pesan yang masuk. Clara pun membuka pesan itu.[Mobilmu sudah diderek ke bengkel, untuk perbaikan dan yang lainnya, akan aku kabari lagi.]Clara membaca pesan dari Zidan, lantas membalasnya. Dia mengira pesan itu dari orang tua atau kakaknya, tapi sayang tebakannya salah.“Mereka benar-benar sudah tidak peduli kepadaku.”Clara diam cukup lama, hingga terdengar suara ketukan pintu. Dia pun pergi membuka pintu, hingga sangat terkejut ketika melihat siapa yang datang.“Kenapa kamu ke sini? Dari mana kamu tahu aku di sini?” Clara tidak senang melihat Sashi muncul di sana.“Dokter yang menabrakmu adalah temanku. Aku ke sini hanya
“Apa kalian bisa menjelaskan apa maksud kalian ini?”Bintang begitu murka melihat surat perjanjian itu.Awalnya pagi ini Bintang mendatangi kamar Sashi karena rindu sang putri. Dia juga secara tak sengaja membuka kotak yang berisi barang-barang kenangan milik putrinya itu, untuk sekadar mengobati rindu, tapi siapa sangka hal itu malah membuat Bintang melihat surat perjanjian yang tergeletak di bagian paling bawah kotak.“Mom, aku bisa menjelaskan,” ucap Sashi mencoba menguatkan hati untuk menghadapi kekecewaan sang mommy.Nanda membantu Sashi berdiri, mereka benar-benar merasa bersalah karena surat perjanjian itu diketahui orang tua Sashi.“Bagaimana bisa kalian melakukan ini?” Langit membuang kertas yang dipegangnya itu.Langit pun tak menyangka jika putrinya akan melakukan itu. Mempermainkan status pernikahan demi keuntungan satu sama lain. Dia sangat syok saat melihat istrinya datang sambil menangis dengan membawa surat perjanjian bodoh itu.“Dad, tolong dengarkan aku,” pinta Sashi
Sashi ikut masuk di ruang pemeriksaan karena mengenal dokter yang biasa menangani sang mommy. Dia pun mencoba memastikan kondisi sang mommy baik-baik saja.Langit berada di luar pemeriksaan bersama Aruna, di sana ada Nanda juga.“Untuk apa kamu ikut ke sini? Setelah apa yang sudah kamu lakukan, sekarang kamu masih bisa berdiri di sini dengan tenang.” Langit menatap tajam ke Nanda. Dia masih tidak bisa menerima fakta soal surat perjanjian pernikahan itu.Nanda hanya diam mendengar ucapan sang mertua. Dia tidak mungkin membalas Langit yang akan mengakibatkan perdebatan di antara mereka.“Pa, bahas nanti saja, ya. Sekarang fokus ke Mama,” ucap Aruna mencoba meredakan emosi sang papa. Apalagi mereka sekarang berada di UGD, jangan sampai mereka diusir karena membuat keributan.Langit terlihat kesal hingga berdiri menjauh dari Nanda. Aruna menoleh kakak iparnya itu, lantas memilih mengikuti sang papa.Tak lama kemudian, dokter yang menangani penyakit Bintang keluar dan menjelaskan kondisi w
Clara pergi ke bengkel yang membawa mobilnya. Di sana ternyata sudah ada Zidan yang juga sedang membetulkan mobil bagian depan yang penyok karena menabrak bagian belakang mobil Clara.“Kamu sudah datang. Mobilmu sedang dicek seberapa parah kerusakan dan perkiraan perbaikannya,” ujar Zidan begitu Clara menghampirinya.Clara memandang pria itu, lantas mengeluarkan sesuatu dari tas.“Ini uang tabunganku. Tidak tahu apa cukup untuk memperbaiki mobilmu yang rusak. Meski mobilku paling parah, tapi aku yang salah,” ucap Clara sambil menyodorkan amplop cokelat ke Zidan.Zidan terkejut melihat apa yang disodorkan Clara. Dia memandang amplop itu, lantas memandang Clara yang sedikit menunduk berharap dirinya mengambil uang itu.“Tidak usah, aku masih bisa klaim asuransi. Kamu mau membuat laporan soal kecelakan ini saja aku sudah bersyukur, jika dianggap kecelakaan tunggal, aku tidak akan bisa klaim asuransi,” ujar Zidan sambil mendorong amplop itu ke arah Clara.Clara sangat terkejut mendengar a
“Kenapa kamu tega berbuat begini?” tanya Bintang saat sudah sadar.Bintang menatap Sashi yang hanya diam menunduk.“Jika kalian menikah hanya karena sebuah kontrak, pisah saja! Untuk apa mempertahankan pernikahan yang sejak awal sudah kamu permainkan!” tandas Langit begitu tegas.Sashi sangat terkejut mendengar ucapan Langit, hingga menatap pria itu sambil menggelengkan kepala.“Memang awalnya kami menikah karena kontrak, Dad. Tapi sekarang tidak, kami benar-benar saling mencintai. Tolong mengertilah, Dad.” Sashi menatap penuh harap ke ayahnya.“Mom, tolong percaya kepadaku,” pinta Sashi ke Bintang karena sang ayah mengabaikan ucapannya.Aruna sendiri merasa kasihan ke sang kakak yang sedang disalahkan. Semua takkan terjadi jika dia tak egois. Aruna ingin buka suara untuk membantu kakaknya bicara, tapi sebelum itu pintu kamar inap terbuka, terlihat sang kakek bersama nenek dan juga keluarga lain masuk.“Opa!” Sashi langsung berlari ke sang opa untuk meminta perlindungan. Dia tahu kala
“Dia tampan sekali. Pipinya juga menggemaskan.” Rihana langsung menggendong cucu keduanya itu. Rihana, Bintang, dan para suami datang ke sana setelah satu minggu Sashi melahirkan. Mereka begitu bahagia mengetahui Sashi melahirkan dengan lancar. “Aku mau menggendongnya,” kata Bintang mengambil Archie dari gendongan Rihana. Sashi dan Nanda menatap para orang tua yang sangat bahagia. Mereka begitu bahagia melihat semuanya berkumpul di sana. “Siapa namanya?” tanya Bintang sambil menimang bayi Archie. “Archie Abimand Mahendra. Nanda ingin nama keluarga tersemat di namanya,” jawab Sashi. “Nama yang bagus,” puji Rihana sambil mengelus pipi Archie menggunakan telunjuk, membuat bayi mungil itu menggeliat geli. Bintang menatap cucu pertamanya itu. Melihat Archie yang sangat menggemaskan, membuat Bintang malah sedih. “Apa kamu akan balik ke Indonesia?” tanya Bintang sambil menatap Sashi. Semua orang pun terkejut hingga menatap Bintang, kemudian ke Sashi secara bergantian. Sashi bingung
Sashi baru saja keluar dari kamar mandi. Dia tiba-tiba merasakan perutnya sakit, membuat Sashi langsung berpegangan pada kusen pintu. “Agh, kenapa sakit?” Sashi memegangi perutnya yang besar. Kehamilan Sashi baru memasuki usia sembilan bulan. Dia menjalani hari dalam masa kehamilan dengan baik meski Nanda tak selalu ada di sampingnya. Pagi itu dia baru saja mencuci wajah, tapi perutnya tiba-tiba terasa mulas bahkan panas juga pinggangnya pegal. “Apa kamu mau keluar sekarang?” Sashi menahan sakit sambil mengusap perutnya. Sashi mengalami kontraksi, membuatnya tak sanggup berjalan hingga memilih langsung duduk di ranjang. Dia berulang kali mengatur napas karena kontraksi yang terjadi. “Anda sudah bangun?” Suara perawat pribadi yang selama beberapa bulan ini merawat dan menjaga Sashi masuk kamar. Dia terkejut karena melihat Sashi kesakitan. “Anda baik-baik saja?” tanya wanita itu langsung berlari menghampiri Sashi. “Sepertinya bayinya mau lahir,” jawab Sashi sambil menahan sakit
“Kenapa kamu ke sini lagi?” Bumi melotot ke Winnie yang kembali datang ke kafenya. Dia sepertinya sedikit tak senang dengan Winnie yang sangat cerewet. “Apa? Aku mau jajan, kenapa kamu galak sekali? Ingat, Om. Tidak boleh galak-galak, nanti cepat tua,” balas Winnie tak takut sama sekali meski Bumi memasang wajah garang. “Kalau mau beli makanan atau minuman di sini, take away jangan makan di sini,” ucap Bumi karena sebelumnya Winnie begitu cerewet bertanya soal seseorang yang menemuinya waktu itu. Padahal jika dipikir, Winnie tak ada hubungan dengan Bumi, tapi kenapa gadis itu bertanya seolah sedang menginterogasi. Selama beberapa bulan ini, Winnie memang sering datang ke kafe Bumi meski tidak tiap hari. Bukannya senang mendapat pelanggan tetap, Bumi malah kesal karena sikap Winnie cerewet dan penasaran dengan apa pun yang dilihat di kafe itu.Baru saja Winnie ingin membalas ucapan Bumi. Tiba-tiba beberapa anak berseragam masuk ke kafe dan langsung menatap Winnie. “Eh, kamu di sin
“Kamu benar-benar tidak apa-apa jika aku balik ke indo?” tanya Nanda sambil membelai rambut Sashi dengan lembut. Nanda sudah beberapa hari di sana. Dia harus kembali ke Indonesia untuk mengurus pekerjaan, tapi Nanda juga masih berat jika harus meninggalkan Sashi. “Iya, tidak apa-apa. Lagian aku juga baik-baik saja, bahkan tidak mengalami morning sickness. Jadi kamu jangan cemas,” jawab Sashi. Sebenarnya bukan masalah takut Sashi sakit atau mengalami kendala saat menjaga kesehatan. Dia hanya tak bisa jauh dari istrinya yang sedang hamil, Nanda seperti perlu terus berada di sisi istrinya itu. Saat keduanya masih berbincang, tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu dari luar. Nanda pun memilih membuka pintu, hingga melihat pelayan rumah berdiri di hadapannya. “Ada apa?” tanya Nanda. “Nyonya besar datang bersama yang lain, Tuan.” Pelayan itu menyampaikan kedatangan Rihana. “Mama datang? Baiklah, aku akan segera turun,” kata Nanda lantas kembali masuk menghampiri Sashi. “Ada apa?” t
“Kamu benar-benar tidak apa?” tanya Sashi saat melihat Nanda sedang berganti pakaian.Nanda menoleh saat mendengar pertanyaan Sashi. Dia lantas mendekat ke Sashi yang duduk di ranjang.“Apanya tidak apa, hm?” tanya balik Nanda lantas duduk di samping Sashi.Sashi sepertinya masih takut jika Nanda belum bisa menerima jika dirinya hamil, meski tadi sudah berkata tidak apa-apa.“Kamu tidak apa-apa kalai aku hamil?” tanya Sashi memastikan.Nanda memulas senyum mendengar pertanyaan Sashi. Dia lantas mengusap lembut rambut istrinya itu.“Tentu saja tidak apa-apa. Aku malah bahagia karena akhirnya kamu bisa hamil. Mungkin dulu aku belum siap karena takut kamu sakit, tapi sekarang berbeda karena yang terpenting bagiku sekarang kamu bahagia,” jawab Nanda sambil tersenyum begitu tulus dan penuh kasih sayang.Sashi menautkan jemari mereka, lantas menyandarkan kepala di pundak Nanda.“Aku janji akan selalu sehat dan menjaga bayi kita dengan baik,” ucap Sashi agar Nanda tak perlu cemas.Nanda ters
Nanda masuk ke ruang USG, hingga melihat Sashi yang berbaring dan kini sedang diperiksa.“Bagaimana kondisi istri saya?” tanya Nanda saat sudah masuk ke ruangan itu.Sashi terkejut hingga tatapannya tertuju ke Nanda yang baru saja datang.“Kamu datang.” Sashi terlihat senang melihat Nanda di sana.Nanda mendekat dengan ekspresi wajah cemas, lantas memandang ke monitor yang baru saja diperhatikan oleh dokter.“Sebenarnya istri saya kenapa, Dok?” tanya Nanda.Dokter itu tersenyum sambil meletakkan alat USG, hingga kemudian menjawab, “Selamat, istri Anda hamil.”Nanda tertegun tak percaya mendengar ucapan selamat dari dokter itu. Dia sampai memandang Sashi dengan rasa tak percaya.Sashi sendiri hanya tersenyum karena tadi sudah memberitahu kalau dirinya hamil, kini usia kandungan Sashi pun baru enam minggu.“Hamil? Serius hamil? Bukan penyakit?” tanya Nanda memastikan dengan sedikit rasa tidak percaya.Sashi meraih tangan Nanda yang dekat dengannya, lantas menautkan jemari mereka.“Iya,
Satu tahun berlalu. Sashi masih setia menemani Aruna di luar negeri, Nanda sendiri datang setiap seminggu sekali, lantas tinggal beberapa hari sebelum kembali ke Indonesia.Sashi sendiri mulai lega karena akhirnya Aruna bisa menyesuaikan diri dan kini sudah memiliki beberapa teman di kampus barunya.“Bagaimana kuliahmu hari ini?” tanya Sashi saat melihat Aruna baru saja pulang.“Menyenangkan,” jawab Aruna sambil melebarkan senyum.“Mommy tadi telepon, tanya apa kamu masih suka murung-murungan, kujawab tidak karena kamu sudah baik-baik saja,” ucap Sashi.Aruna tersenyum tipis mendengar ucapan Sashi. Meski dia terlihat baik-baik saja, tapi tetap saja sudah satu tahun belum bisa melupakan Ansel.“Jika nanti sudah lulus, aku ingin kerja di sini saja. Di sini lebih enak, meski pergaulan di sini berbeda dengan di Indonesia, tapi aku sudah berusaha menjaga batasan,” ujar Aruna.Sashi sangat terkejut mendengar ucapan Aruna. Dia lantas membalas, “Apa kamu tidak ingin meneruskan perusahaan Dadd
“Bagaimana dengan Runa?” tanya Nanda saat menemui Sashi di kamar. Mereka sudah ada di sana sebulan. Aruna sendiri belum keluar dari rumah sama sekali sejak sebulan ini. “Masih sama. Hanya di kamar, duduk di teras, atau jalan-jalan,” jawab Sashi yang sedih mengetahui Aruna tak seperti dulu dan lebih banyak murungnya. Nanda menghela napas, mereka sudah berusaha membuat Aruna bersemangat, soal Aruna mau bangkit atau tidak, semua harus dari diri sendirinya. “Kalian tidak apa-apa jika aku tinggal? Aku tidak tega melihatmu sedih melihat Aruna seperti itu,” ucap Nanda sambil mengusap rambut Sashi. Nanda masih harus bolak-balik mengurus pekerjaan, sehingga dia pun tidak bisa setiap saat ada di sana. “Kamu tenang saja, aku baik-baik saja di sini. Soal Runa, aku akan berusaha mengajaknya jalan-jalan mencari suasana baru. Dia juga seharusnya sudah mulai mengurus perpindahan kuliahnya, tapi dia belum bersemangat,” balas Sashi. Sashi mencoba memahami posisi suaminya yang tak bisa terus berad
Aruna memandangi kamar yang akan ditinggalkannya. Dia sudah memantapkan hati untuk pergi karena benar-benar tak bisa melupakan Ansel begitu saja jika masih di kota itu. Baginya Ansel adalah cinta pertama yang tak bisa dilupakan. Meski dulu awalnya dia menyukai Bumi, tapi kenyataannya Ansellah yang menduduki hatinya pertama kali. “Kamu sudah siap?” tanya Sashi yang menghampiri Aruna di kamar. Aruna menatap Sashi, lantas menganggukkan kepala. Dia mengambil tas dan jaketnya, lantas menarik koper yang ada di dekat ranjang. Setelah mengurus visa tinggal terbatas dan pasport, akhirnya Aruna akan pergi ke Amerika untuk belajar sekalian menenangkan diri. Namun, tentunya Aruna akan pergi bersama keluarga, lalu nantinya akan tinggal bersama Sashi dan Nanda sesuai kesepakatan, meski Nanda akan bolak-balik karena urusan pekerjaan. Bintang menatap Aruna yang baru saja menuruni anak tangga bersama Sashi. Bintang tak kuasa melihat kedua putrinya akan pergi dan tinggal jauh darinya. Sopir yang