Sashi dan Nanda melihat sendiri pelayan mengambil alat makan lain, lantas mencicipi makanan yang dihidangkan untuk mereka. Kini mereka pun percaya karena pelayan itu baik-baik saja. “Sekarang percaya?” tanya Owen sambil memberikan tatapan tidak senang. “Apa sebenarnya maksudmu mengundang kami datang ke sini?” tanya Nanda karena tak ingin terjebak dalam permainan Owen. “Bukankah kamu sudah menyetujui syarat yang aku ajukan, apa kamu masih mempertanyakan maksud mengundang kalian ke sini? Aku hanya ingin makan malam bersama kalian, apa alasan itu cukup?” Owen menatap Nanda dan Sashi bergantian. Owen pun kemudian mengabaikan Nanda. Dia memilih menyantap hidangannya karena tak ingin menghancurkan makan malam yang dibuatnya. Nanda dan Sashi saling tatap sejenak, hingga akhirnya mereka pun ikut makan bersama Owen. “Setelah bicara, aku ingin bicara denganmu berdua.” Owen bicara tanpa memandang Sashi atau Nanda. Nanda dan Sashi pun terkejut, apa sebenarnya yang diinginkan pria itu lagi.
“Kalian bicara apa saja tadi?” tanya Sashi saat mereka dalam perjalanan pulang dari rumah Owen. Nanda langsung mengajak pulang setelah selesai bicara dengan Owen, karena itulah Sashi penasaran dengan apa yang terjadi, apalagi Nanda terlihat kesal. Nanda menoleh sekilas ke Sashi. Jika dia tak menjawab atau terus diam, kemungkinan Sashi akan marah atau sedih sehingga dia pun mencoba menjawab dengan tenang. “Hanya membahas soal berita kemarin, tidak ada yang lain,” jawab Nanda sambil mencoba tersenyum. “Benar tidak ada masalah lainnya?” tanya Sashi memastikan. Nanda melebarkan senyumnya, lantas mengusap lembut rambut Sashi. “Iya, kamu tenang saja.” Meski Sashi merasa ada yang tak beres, tapi dia tidak mau bertanya lagi karena takut membuat mood Nanda buruk karena jika dilihat, suaminya itu terlihat seperti tak senang. Mobil mereka pun sampai di rumah. Nanda dan Sashi pun langsung masuk kamar untuk berganti pakaian dan beristirahat. “Kamu mau ke mana?” tanya Sashi saat melihat Na
“Pak, ini data yang Anda inginkan.” Lukas masuk membawa stopmap di tangan. Dia berjalan menghampiri meja Nanda, lantas meletakkan berkas itu di meja tepat depan Nanda. Nanda pun membuka berkas itu, lantas membaca isi di dalamnya secara perlahan. “Sebenarnya ada apa, Pak? Kenapa Anda tiba-tiba ingin mencari tahu soal Pak Hendry?” tanya Lukas penasaran. “Karena dia dibalik dalang penyebaran berita soal Sashi. Sepertinya benar jika dia memang menargetkanku dengan menggunakan berita soal Sashi sebagai alat,” jawab Nanda menjelaskan, tapi tatapan matanya masih terus tertuju ke berkas yang sedang dibaca. Lukas pun sangat terkejut serta tak menyangka jika saingan Nanda itu akan bertindak begitu jauh sampai melibatkan Sashi. “Apa rencana Anda?” tanya Lukas. Nanda terdiam sejenak mendengar pertanyaan Lukas, hingga kemudian memandang asistennya itu. “Membalas dengan hal yang pernah dilakukannya ke Sashi,” jawab Nanda. Lukas langsung paham dengan maksud Nanda, tapi tentu saja dia tak ya
“Apa menurutmu Owen tahu kalau aku adalah SEA?” Nanda terkejut mendengar pertanyaan Sashi. Dia menatap sang istri yang duduk berhadapan dengannya. “Kenapa kamu bertanya seperti itu?” tanya Nanda. Sashi mengulum bibir mendengar pertanyaan balasan dari suaminya itu, hingga kemudian menjawa, “Entah, aku hanya merasa kalau dia tahu.” Nanda pun diam mendengar ucapan Sashi, hingga kembali mendengar Sashi kembali bicara. “Pakaian yang aku beri, dipajang bersama lukisan buatanku yang dibelinya. Semua itu bagiku terasa aneh, apalagi alasan memajang pakaian itu di sana karena takut rusak atau kotor,” ujar Sashi lagi. “Aku pun cemas jika dia tahu kalau kamu SEA,” balas Nanda, “sikapnya memang aneh, meskipun dia mau membantu mengurus masalah yang menyangkut tentangmu, tapi tetap saja semua karena ada imbal baliknya.” “Apa dia masih menginginkan yang lain? Apa dia mengatakan sesuatu yang lain saat kalian bicara berdua? Nanda, kamu sudah berkata ingin jujur kepadaku, apa kamu tidak bisa meng
Sashi berjalan di lobi menuju resepsionis. Setelah meminta izin dan meyakinkan Nanda, Sashi pergi ke perusahaan Owen sendirian. Dia penasaran dan ingin tahu, kenapa Owen selalu membeli lukisannya, padahal di rumah pria itu sudah ada puluhan lukisan miliknya. “Ada yang bisa saya bantu?” tanya resepsionis saat melihat Sashi datang. “Saya ingin bertemu Pak Owen, bisa tolong sampaikan kalau Sashi ingin bertemu,” jawab Sashi langsung menyebutkan namanya. Resepsionis itu langsung menghubungi Owen tanpa bertanya maksud kedatangan Sashi. Dia tentunya tahu siapa wanita itu. Sashi berdiri menunggu resepsionis itu menghubungi Owen, memandang lukisan buatannya yang masih ada di belakang resepsionis. “Nona, biar saya antar ke ruangan Pak Owen.” Resepsionis itu mempersilakan Sashi untuk ikut bersamanya. Sashi pun mengangguk, lantas berjalan mengikuti resepsionis itu. Mereka berada di lift, Sashi berdiri di belakang resepsionis menuju lantai teratas gedung itu. Keduanya pun keluar dari lift,
Sashi terperanjat mendengar ucapan Owen. Dia sampai menatap pria itu dengan rasa tak percaya. Pikirannya sedang berusaha mengakui semua kalimat yang pernah didengarnya itu. “Siapa kamu sebenarnya?” tanya Sashi memandang Owen dengan rasa penasaran, apalagi dia benar-benar tak kenal dan tak tahu siapa Owen, tapi pria itu mengetahui kalimat yang pernah diucapkan seseorang kepadanya. “Harusnya kamu bisa menebaknya,” jawab Owen tak langsung menjawab pertanyaan Sashi. “Oliver.” Satu nama lolos dari bibir Sashi. Owen tersenyum mendengar nama yang disebut Sashi. Dia berdiri ke mejanya, lantas mengambil sebuah bingkai foto dari sana. Owen kembali menghampiri Sashi, lantas memberikan bingkai itu. Sashi mengambil bingkai itu, lantas melihat foto yang ada di sana. Dua remaja berpose saling merangkul. “Kamu, kakaknya?” tanya Sashi dengan tangan gemetar. Owen tak menjawab. Dia memilih kembli duduk sambil menyilangkan kaki sambil menatap Sashi. “Tapi kenapa? Kenapa kamu melakukan ini semua?”
Nanda mengemudikan mobil sambil sesekali melirik Sashi yang duduk di sampingnya. Sejak tadi Sashi lebih banyak diam, tampaknya kehadiran Owen memang membawa masalah lagi dan lagi untuk mereka. Namun, di balik itu mereka pun belum tahu pasti, apa sebenarnya yang diinginkan Owen, apalagi pria itu seperti berusaha melindungi Sashi, tapi juga membuat wanita itu merasa bersalah. Keduanya pergi ke area pemakaman umum. Nanda bersedia mengantar Sashi ke sana karena tidak bisa membiarkan sang istri sedih karena beban yang diterima. “Apa kamu baik-baik saja?” tanya Nanda saat baru saja memarkirkan mobil di area parkir pemakaman. Sashi menoleh Nanda, lantas tersenyum sambil menganggukkan kepala. “Aku baik-baik saja,” jawab Sashi. Nanda pun tak banyak bertanya lagi. Dia akhirnya turun bersama Sashi karena ingin menemani. Mereka pun berjalan masuk ke pemakaman, mencari salah satu makam yang ada di sana. Hingga keduanya sampai di sebuh makam dengan rumput yang tumbuh subur di atasnya, tapi r
“Kamu datang juga, meski ….” Owen sengaja menjeda ucapannya, lantas melirik Nanda. Setelah memantapkan hati. Sashi akhirnya setuju pergi ke rumah Owen untuk tahu apa sebenarnya yang diinginkan pria itu. Nanda menemani karena tak bisa membiarkan Sashi pergi ke rumah pria lain sendirian. Nanda tak membalas ucapan Owen atau melanjutkan ucapan pria itu. Dia menyadari jika percuma berdebat dengan Owen. “Aku datang karena ingin mengetahui semua niatanmu melakukan ini. Aku hanya ingin memastikan, apakah aku memang bersalah kepadamu atau tidak,” ucap Sashi menjelaskan. Dia tidak ingin terus terbelenggu dengan masa lalu. Sashi ingin kehidupannya kembali tenang tanpa beban. Owen melirik Nanda saat mendengar pertanyaan Sashi, hingga kemudian membalas, “Haruskah aku mengungkap di hadapan suamimu? Kamu yakin dia tidak akan tersinggung?” Sashi dan Nanda tentunya terkejut mendengar ucapan Owen, hingga Nanda pun seolah paham akan maksud ucapan pria itu. “Berhenti membebani pikiran istriku!” Nan