Rihana mendengar suara berisik di dapur. Dia pun segera pergi untuk melihat karena takut terjadi sesuatu di dapur. Hingga saat baru saja sampai di pintu dapur, Rihana melongo melihat apa yang terjadi.“Kamu sedang apa?” tanya Rihana melihat penampilan putrinya sedikit belepotan.Pembantu yang ada di sana langsung menunduk karena takut Rihana marah sebab dia tidak melarang Clara yang melakukan pekerjaan dapur.Clara terkejut melihat sang mama datang, hingga kemudian mengusap pipi dengan punggung tangan sampai membuat tepung yang menempel di tangan pindah ke pipi.“Aku hanya ingin belajar membuat kue,” jawab Clara.Rihana cukup terkejut mendengar jawaban Clara, dia tak menyangka jika putrinya mau memasak, padahal bermimpi Clara mau memasak saja tidak pernah.“Buat kue? Sejak kapan kamu tertarik ingin membuat kue?” tanya Rihana masih setengah tak percaya.Clara terlihat berpikir, hingga kemudian menjawab, “Sejak tadi siang.”Rihana semakin merasa aneh, tapi jika memang Clara mau belajar
“Kenapa belum istirahat?”Sashi terkejut ketika mendengar suara Nanda. Dia menoleh dan melihat pria itu sedang berjalan mendekat ke arahnya.“Sebentar, aku menyelesaikan ini dulu. Ada pameran di luar negeri satu bulan lagi, asistenku di sana memintaku mengirim lukisan,” ujar Sashi kemudian kembali menghadap ke lukisannya.Nanda berdiri di belakang Sashi, melihat istrinya sedang memoleskan warna di atas kanvas yang sudah memiliki gambar indah.“Kamu masih menyelesaikan lukisanku?” tanya Nanda memandang gambar yang dibuat istrinya.Sashi berhenti memoleskan kuas di kanvas, lantas menengok ke suaminya yang berdiri di belakangnya.“Ish … pede sekali,” cibir Sashi meski itu benar.Nanda sedikit membungkuk, lantas bicara tepat di samping wajah Sashi.“Memangnya punggung siapa yang lebar dan sangat indah itu kalau bukan punggungku. Kamu juga pasti terpukau, kan?” Nanda malah menggoda istrinya karena sejak awal diam-diam menggambar dirinya.Sashi mengulum bibir mendengar ucapan Nanda, lantas
“Aku ingin pergi mengantar jas dan kemeja sebagai ganti rugi karena sudah membuat kotor. Boleh ga aku pergi?” tanya Sashi sambil menatap Nanda. Dia bicara sangat hati-hati agar Nanda tidak terkejut.Sashi datang secara langsung ke ruangan Nanda untuk meminta izin ke suaminya itu.Nanda langsung melotot mendengar ucapan Sashi. Dia bahkan memperlihatkan rasa tidak sukanya.“Kirim pakai kurir!” perintah Nanda.Tentunya Nanda tidak mau jika sampai Sashi berhubungan dengan pria selain dirinya.Sashi menarik napas dalam-dalam lantas mengembuskan perlahan mendengar perintah Nanda. Dia sudah menebak jika suaminya pasti takkan mengizinkan.Sashi mendekat ke Nanda, lantas merangkul pundak suaminya sambil mengusap-usap lembut untuk merayu.“Ya, bisa saja pakai kurir. Tapi itu tidak akan sopan. Aku hanya merasa bersalah karena sudah membuat pakaiannya kotor di jam kerja, makanhya aku berusaha bertanggung jawab,” ujar Sashi panjang lebar menjelaskan.“Izinin, ya. Aku janji akan ke sana hanya untuk
“Kamu mau makan di luar?” tanya Sashi sambil menoleh Nanda yang sedang menyetir.Nanda tak menjawab pertanyaan Sashi, bahkan terkesan mengabaikan dengan terus menatap jalanan yang dilewati.Sashi diam melihat Nanda yang tak acuh kepadanya. Sejak siang tadi setelah mengantar jas, Nanda memang tak bicara sama sekali dan terus diam hingga kini mereka dalam perjalanan pulang ke rumah.Sashi mengakui jika salah memaksa mengantar jas itu sendiri, tapi bukankah Nanda setuju dan melihat langsung kalau dia sama sekali tak bertemu dengan Owen, tapi kenapa suaminya harus mendiamkan seperti ini.Mobil mereka pun sampai rumah. Nanda turun setelah Sashi keluar dari mobil, mereka memang masuk rumah bersama, tapi sikap Nanda tak seperti biasanya.“Kamu marah kepadaku?” tanya Sashi yang kesal didiamkan seperti itu.“Tidak,” jawab Nanda sambil terus berjalan menaiki anak tangga.Sashi kesal sendiri, tahu dia akan semarah itu, dia lebih memilih takkan mengizinkan Nanda ikut.“Kalau tidak marah, kenapa t
Aruna baru saja sampai di rumah. Dia memarkirkan mobil di depan garasi, hingga melihat ada mobil lain di sana. Gadis itu menoleh ke rumah, hingga melihat seseorang di sana.“Kenapa dia di sini?” Aruna bertanya-tanya sendiri.Memilih untuk tak peduli, Aruna pun turun dari mobil kemudian berjalan ke rumah sambil membetulkan letak tali tas di pundak.“Kamu baru pulang?” tanya Bumi yang ternyata sore itu ada di rumah Aruna.“Hm … seperti yang kamu lihat,” jawab Aruna terlihat tak acuh.Aruna ingin melewati Bumi, tapi langkahnya terhenti saat mendengar pertanyaan Bumi.“Aku ingin bicara denganmu,” ucap Bumi.Aruna menghela napas sampai pundak ikut naik-turun. Dia lantas menoleh Bumi dan melihat pemuda itu sudah memandangnya.“Mau bicara apa lagi?” tanya Aruna benar-benar bingung dengan sikap pemuda itu.“Hanya bicara,” jawab Bumi.Aruna akhirnya menerima ajakan Bumi bicara karena takut sang mama curiga dengan sikapnya ke Bumi jika menolak bicara dengan pemuda itu.Semua orang tahu kalau Bu
“Kupikir kamu tinggal di apartemen,” ucap Clara sambil memperhatikan rumah Zidan yang terbilang sederhana tapi terlihat begitu nyaman dan rapi.Zidan sedang melepas jaket saat mendengar ucapan Clara, dia hanya tersenyum lantas membuka salah satu lemari hias yang ada di ruang tamu untuk mengambil kotak obat.“Aku tidak suka apartemen, lebih suka rumah sederhana tapi memiliki halaman yang bisa kutanami sesuatu,” jawab Zidan sambil mendekat ke Clara.Clara masih memandangi ruang tamu, hingga tak menyadari jika Zidan sudah berada di depannya.“Kenapa? Rumahku aneh?” tanya Zidan.Clara terkejut mendengar pertanyaan Zidan. Dia pun menggelengkan kepala cepat.“Tidak, hanya merasa hangat dan nyaman saja karena tidak terlalu besar,” jawab Clara.Zidan tersenyum lantas meminta Clara untuk duduk. Pria itu meletakkan kotak obat di meja, lantas meraih tangan Clara untuk melihat luka di jari gadis itu.“Kamu langsung menutupnya begitu saja tanpa mengobatinya?” tanya Zidan saat sudah melepas plester
Sashi berdiri di depan cermin besar memandang penampilannya lewat pantulan cermin. Dia kini sedang memastikan penampilannya sempurna sebelum berangkat bersama suaminya ke acara pesta yang diadakan perusahaan sang Daddy. Berbalut dress peach dengan kerah rendah dan tali kecil yang melingkar di pundak, serta bagian pinggang yang ramping membuat tubuh Sashi terlihat membentuk indah. “Kamu ke pesta memakai itu?” tanya Nanda tampaknya tak setuju dengan pakaian yang dikenakan Sashi. Sashi menoleh Nanda yang berdiri di ambang pintu ruang ganti, lantas memandang cermin sebelum kembali menatap suaminya dengan rasa heran. “Kenapa? Ini cantik,” jawab Sashi heran mendengar pertanyaan suaminya. Nanda mendekat ke Sashi, lantas membalas, “Iya cantik jika hanya aku yang lihat, tapi tidak akan cantik jika orang lain yang melihat. Aku tidak suka.” Sashi langsung memanyunkan bibir mendengar ucapan Nanda. “Dasar pecemburu. Aku akan memakai rompinya, itu akan menutup bagian pundakku jadi tidak akan
Sashi melihat Bintang yang mulai emosi. Dia masih tetap sopan sedikit membungkukan badan ke dua wanita yang ada di hadapannya, lantas mengajak Bintang pergi.“Aku lapar, Mom. Ayo ambil makan saja, ajak Sashi sambil merengkul lengan Bintang untuk diajak pergi.Bintang awalnya tidak mau, tapi karena Sashi memaksa, membuat Bintang akhirnya membalikkan badan pergi bersama putrinya itu.“Katanya sih anak di luar nikah, apalagi umur Tuan Langit kan baru 48, tapi anaknya sudah 27 tahun. Berarti emang lahir pas masih muda.”Ucapan salah satu wanita yang masih membahas soal Sashi membuat Bintang murka. Dia langsung membalikkan badan dengan cepat sampai membuat Sashi terkejut, lantas menampar wanita itu bermulut pedas mengurusi keluarganya.“Jaga mulutmu kalau tidak mau terluka! Kamu pikir ucapanmu itu membanggakan!” amuk Bintang.Wanita itu begitu syok mendapat tamparan dari Bintang, tak menyangka jika Bintang yang biasa bersikap lemah lembut kini begitu menakutkan.“Mom, sudah. Kita pergi saj
“Dia tampan sekali. Pipinya juga menggemaskan.” Rihana langsung menggendong cucu keduanya itu. Rihana, Bintang, dan para suami datang ke sana setelah satu minggu Sashi melahirkan. Mereka begitu bahagia mengetahui Sashi melahirkan dengan lancar. “Aku mau menggendongnya,” kata Bintang mengambil Archie dari gendongan Rihana. Sashi dan Nanda menatap para orang tua yang sangat bahagia. Mereka begitu bahagia melihat semuanya berkumpul di sana. “Siapa namanya?” tanya Bintang sambil menimang bayi Archie. “Archie Abimand Mahendra. Nanda ingin nama keluarga tersemat di namanya,” jawab Sashi. “Nama yang bagus,” puji Rihana sambil mengelus pipi Archie menggunakan telunjuk, membuat bayi mungil itu menggeliat geli. Bintang menatap cucu pertamanya itu. Melihat Archie yang sangat menggemaskan, membuat Bintang malah sedih. “Apa kamu akan balik ke Indonesia?” tanya Bintang sambil menatap Sashi. Semua orang pun terkejut hingga menatap Bintang, kemudian ke Sashi secara bergantian. Sashi bingung
Sashi baru saja keluar dari kamar mandi. Dia tiba-tiba merasakan perutnya sakit, membuat Sashi langsung berpegangan pada kusen pintu. “Agh, kenapa sakit?” Sashi memegangi perutnya yang besar. Kehamilan Sashi baru memasuki usia sembilan bulan. Dia menjalani hari dalam masa kehamilan dengan baik meski Nanda tak selalu ada di sampingnya. Pagi itu dia baru saja mencuci wajah, tapi perutnya tiba-tiba terasa mulas bahkan panas juga pinggangnya pegal. “Apa kamu mau keluar sekarang?” Sashi menahan sakit sambil mengusap perutnya. Sashi mengalami kontraksi, membuatnya tak sanggup berjalan hingga memilih langsung duduk di ranjang. Dia berulang kali mengatur napas karena kontraksi yang terjadi. “Anda sudah bangun?” Suara perawat pribadi yang selama beberapa bulan ini merawat dan menjaga Sashi masuk kamar. Dia terkejut karena melihat Sashi kesakitan. “Anda baik-baik saja?” tanya wanita itu langsung berlari menghampiri Sashi. “Sepertinya bayinya mau lahir,” jawab Sashi sambil menahan sakit
“Kenapa kamu ke sini lagi?” Bumi melotot ke Winnie yang kembali datang ke kafenya. Dia sepertinya sedikit tak senang dengan Winnie yang sangat cerewet. “Apa? Aku mau jajan, kenapa kamu galak sekali? Ingat, Om. Tidak boleh galak-galak, nanti cepat tua,” balas Winnie tak takut sama sekali meski Bumi memasang wajah garang. “Kalau mau beli makanan atau minuman di sini, take away jangan makan di sini,” ucap Bumi karena sebelumnya Winnie begitu cerewet bertanya soal seseorang yang menemuinya waktu itu. Padahal jika dipikir, Winnie tak ada hubungan dengan Bumi, tapi kenapa gadis itu bertanya seolah sedang menginterogasi. Selama beberapa bulan ini, Winnie memang sering datang ke kafe Bumi meski tidak tiap hari. Bukannya senang mendapat pelanggan tetap, Bumi malah kesal karena sikap Winnie cerewet dan penasaran dengan apa pun yang dilihat di kafe itu.Baru saja Winnie ingin membalas ucapan Bumi. Tiba-tiba beberapa anak berseragam masuk ke kafe dan langsung menatap Winnie. “Eh, kamu di sin
“Kamu benar-benar tidak apa-apa jika aku balik ke indo?” tanya Nanda sambil membelai rambut Sashi dengan lembut. Nanda sudah beberapa hari di sana. Dia harus kembali ke Indonesia untuk mengurus pekerjaan, tapi Nanda juga masih berat jika harus meninggalkan Sashi. “Iya, tidak apa-apa. Lagian aku juga baik-baik saja, bahkan tidak mengalami morning sickness. Jadi kamu jangan cemas,” jawab Sashi. Sebenarnya bukan masalah takut Sashi sakit atau mengalami kendala saat menjaga kesehatan. Dia hanya tak bisa jauh dari istrinya yang sedang hamil, Nanda seperti perlu terus berada di sisi istrinya itu. Saat keduanya masih berbincang, tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu dari luar. Nanda pun memilih membuka pintu, hingga melihat pelayan rumah berdiri di hadapannya. “Ada apa?” tanya Nanda. “Nyonya besar datang bersama yang lain, Tuan.” Pelayan itu menyampaikan kedatangan Rihana. “Mama datang? Baiklah, aku akan segera turun,” kata Nanda lantas kembali masuk menghampiri Sashi. “Ada apa?” t
“Kamu benar-benar tidak apa?” tanya Sashi saat melihat Nanda sedang berganti pakaian.Nanda menoleh saat mendengar pertanyaan Sashi. Dia lantas mendekat ke Sashi yang duduk di ranjang.“Apanya tidak apa, hm?” tanya balik Nanda lantas duduk di samping Sashi.Sashi sepertinya masih takut jika Nanda belum bisa menerima jika dirinya hamil, meski tadi sudah berkata tidak apa-apa.“Kamu tidak apa-apa kalai aku hamil?” tanya Sashi memastikan.Nanda memulas senyum mendengar pertanyaan Sashi. Dia lantas mengusap lembut rambut istrinya itu.“Tentu saja tidak apa-apa. Aku malah bahagia karena akhirnya kamu bisa hamil. Mungkin dulu aku belum siap karena takut kamu sakit, tapi sekarang berbeda karena yang terpenting bagiku sekarang kamu bahagia,” jawab Nanda sambil tersenyum begitu tulus dan penuh kasih sayang.Sashi menautkan jemari mereka, lantas menyandarkan kepala di pundak Nanda.“Aku janji akan selalu sehat dan menjaga bayi kita dengan baik,” ucap Sashi agar Nanda tak perlu cemas.Nanda ters
Nanda masuk ke ruang USG, hingga melihat Sashi yang berbaring dan kini sedang diperiksa.“Bagaimana kondisi istri saya?” tanya Nanda saat sudah masuk ke ruangan itu.Sashi terkejut hingga tatapannya tertuju ke Nanda yang baru saja datang.“Kamu datang.” Sashi terlihat senang melihat Nanda di sana.Nanda mendekat dengan ekspresi wajah cemas, lantas memandang ke monitor yang baru saja diperhatikan oleh dokter.“Sebenarnya istri saya kenapa, Dok?” tanya Nanda.Dokter itu tersenyum sambil meletakkan alat USG, hingga kemudian menjawab, “Selamat, istri Anda hamil.”Nanda tertegun tak percaya mendengar ucapan selamat dari dokter itu. Dia sampai memandang Sashi dengan rasa tak percaya.Sashi sendiri hanya tersenyum karena tadi sudah memberitahu kalau dirinya hamil, kini usia kandungan Sashi pun baru enam minggu.“Hamil? Serius hamil? Bukan penyakit?” tanya Nanda memastikan dengan sedikit rasa tidak percaya.Sashi meraih tangan Nanda yang dekat dengannya, lantas menautkan jemari mereka.“Iya,
Satu tahun berlalu. Sashi masih setia menemani Aruna di luar negeri, Nanda sendiri datang setiap seminggu sekali, lantas tinggal beberapa hari sebelum kembali ke Indonesia.Sashi sendiri mulai lega karena akhirnya Aruna bisa menyesuaikan diri dan kini sudah memiliki beberapa teman di kampus barunya.“Bagaimana kuliahmu hari ini?” tanya Sashi saat melihat Aruna baru saja pulang.“Menyenangkan,” jawab Aruna sambil melebarkan senyum.“Mommy tadi telepon, tanya apa kamu masih suka murung-murungan, kujawab tidak karena kamu sudah baik-baik saja,” ucap Sashi.Aruna tersenyum tipis mendengar ucapan Sashi. Meski dia terlihat baik-baik saja, tapi tetap saja sudah satu tahun belum bisa melupakan Ansel.“Jika nanti sudah lulus, aku ingin kerja di sini saja. Di sini lebih enak, meski pergaulan di sini berbeda dengan di Indonesia, tapi aku sudah berusaha menjaga batasan,” ujar Aruna.Sashi sangat terkejut mendengar ucapan Aruna. Dia lantas membalas, “Apa kamu tidak ingin meneruskan perusahaan Dadd
“Bagaimana dengan Runa?” tanya Nanda saat menemui Sashi di kamar. Mereka sudah ada di sana sebulan. Aruna sendiri belum keluar dari rumah sama sekali sejak sebulan ini. “Masih sama. Hanya di kamar, duduk di teras, atau jalan-jalan,” jawab Sashi yang sedih mengetahui Aruna tak seperti dulu dan lebih banyak murungnya. Nanda menghela napas, mereka sudah berusaha membuat Aruna bersemangat, soal Aruna mau bangkit atau tidak, semua harus dari diri sendirinya. “Kalian tidak apa-apa jika aku tinggal? Aku tidak tega melihatmu sedih melihat Aruna seperti itu,” ucap Nanda sambil mengusap rambut Sashi. Nanda masih harus bolak-balik mengurus pekerjaan, sehingga dia pun tidak bisa setiap saat ada di sana. “Kamu tenang saja, aku baik-baik saja di sini. Soal Runa, aku akan berusaha mengajaknya jalan-jalan mencari suasana baru. Dia juga seharusnya sudah mulai mengurus perpindahan kuliahnya, tapi dia belum bersemangat,” balas Sashi. Sashi mencoba memahami posisi suaminya yang tak bisa terus berad
Aruna memandangi kamar yang akan ditinggalkannya. Dia sudah memantapkan hati untuk pergi karena benar-benar tak bisa melupakan Ansel begitu saja jika masih di kota itu. Baginya Ansel adalah cinta pertama yang tak bisa dilupakan. Meski dulu awalnya dia menyukai Bumi, tapi kenyataannya Ansellah yang menduduki hatinya pertama kali. “Kamu sudah siap?” tanya Sashi yang menghampiri Aruna di kamar. Aruna menatap Sashi, lantas menganggukkan kepala. Dia mengambil tas dan jaketnya, lantas menarik koper yang ada di dekat ranjang. Setelah mengurus visa tinggal terbatas dan pasport, akhirnya Aruna akan pergi ke Amerika untuk belajar sekalian menenangkan diri. Namun, tentunya Aruna akan pergi bersama keluarga, lalu nantinya akan tinggal bersama Sashi dan Nanda sesuai kesepakatan, meski Nanda akan bolak-balik karena urusan pekerjaan. Bintang menatap Aruna yang baru saja menuruni anak tangga bersama Sashi. Bintang tak kuasa melihat kedua putrinya akan pergi dan tinggal jauh darinya. Sopir yang