Sashi melihat Bintang yang mulai emosi. Dia masih tetap sopan sedikit membungkukan badan ke dua wanita yang ada di hadapannya, lantas mengajak Bintang pergi.“Aku lapar, Mom. Ayo ambil makan saja, ajak Sashi sambil merengkul lengan Bintang untuk diajak pergi.Bintang awalnya tidak mau, tapi karena Sashi memaksa, membuat Bintang akhirnya membalikkan badan pergi bersama putrinya itu.“Katanya sih anak di luar nikah, apalagi umur Tuan Langit kan baru 48, tapi anaknya sudah 27 tahun. Berarti emang lahir pas masih muda.”Ucapan salah satu wanita yang masih membahas soal Sashi membuat Bintang murka. Dia langsung membalikkan badan dengan cepat sampai membuat Sashi terkejut, lantas menampar wanita itu bermulut pedas mengurusi keluarganya.“Jaga mulutmu kalau tidak mau terluka! Kamu pikir ucapanmu itu membanggakan!” amuk Bintang.Wanita itu begitu syok mendapat tamparan dari Bintang, tak menyangka jika Bintang yang biasa bersikap lemah lembut kini begitu menakutkan.“Mom, sudah. Kita pergi saj
“Bagaimana kondisi mommymu?” tanya Langit saat sudah pulang dari pesta.Langit dan Nanda pulang meski pesta belum berakhir, setidaknya mereka sudah melewati acara inti.Sashi baru saja keluar dari kamar sang mommy saat ayahnya datang. Dia pun memandang sang daddy yang terlihat begitu cemas.“Mommy sudah tenang dan sekarang sedang tidur,” jawab Sashi.Langit lega jika istrinya sudah istirahat, setidaknya itu akan meminimalisir kemungkinan penyakit Bintang kambuh.Langit, Sashi, dan Nanda duduk di ruang keluarga. Langit ingin tahu apa yang membuat istrinya semarah itu tadi.“Sebenarnya apa yang terjadi?” tanya Langit.“Dua wanita tadi membahasku, Dad. Mereka bilang kalau aku bukan anak kandung Mommy, juga bilang ….” Sashi menjeda ucapannya, mengatakan fakta yang sebenarnya membuat hatinya terasa ngilu.“Sudah jangan dilanjut,” ucap Langit. Dia langsung paham dengan maksud ucapan putrinya itu.Sashi pun diam mengangguk, Nanda sendiri hanya duduk mendengarkan.“Daddy akan memperingatkan m
“Dia itu anakku, bagaimana bisa mereka dengan seenaknya bilang kalau Sashi bukan anak kandungku. Memang itu benar, tapi apa mereka tidak bisa diam saja dan pura-pura tak tahu atau tak sadar. Apa mereka begitu harus mengatakan itu di depan Sashi. Bagaimana perasaannya, dia pasti sakit sama sepertiku karena kembali diperlihatkan fakta jika dia tidak lahir dari rahimku.”Bintang bangun karena suaminya mengecek suhu tubuhnya. Dia kembali menangis mengingat bagaimana kalimat-kalimat yang dilontarkan terasa menusuk hatinya.“Sashi pasti sangat sedih. Dia itu sangat penurut karena takut aku tinggal dan buang. Dia selalu bertanya apa akan dikembalikan ke keluarga Angelica, hingga aku berusaha meyakinkan kalau dia itu anakku, mau kandung atau bukan, dia anakku. Tapi kenapa orang lain malah mengatakan itu, kenapa kalau tidak tahu harus begitu jujur.”Bintang bicara sambil meremas piyama bagian dada.Langit memeluk Bintang lantas mengusap punggung istrinya dengan lembut untuk menenangkan.“Tenan
“Kenapa sekarang manja sekali?” Bintang menatap Aruna yang berbaring sambil menggunakan paha Sashi sebagai bantal.“Aku ‘kan sakit, Ma. Ya ga papa kalau manja.” Aruna berbaring miring sambil memandang televisi.Bintang memandang Sashi yang tersenyum sambil mengusap rambut Aruna. Dulu mereka tidak pernah sedekat ini, sekarang rasanya begitu membahagiakan melihat keduanya akur.Bahkan Nanda yang menjadi suami Sashi pun ikut cemburu karena Aruna sangat manja seolah tidak memperbolehkan Sashi melakukan hal selain mengurus dirinya.“Biar saja, Mom. Dia juga bosan kalau di kamar, jadi biar di sini bersama kita,” ujar Sashi tak keberatan adiknya bergelayut manja seperti itu.Aruna melebarkan senyum karena menang dibela Sashi, mereka pun akhirnya berada di ruang keluarga sambil menonton acara televisi.Hingga beberapa saat kemudian pembantu rumah menghampiri ke ruang keluarga.“Non, ada temennya di depan, katanya mau jenguk Non Runa,” kata pembantu ke Aruna.Semua orang langsung menatap ke pe
Sashi bekerja di klinik seperti biasa di hari berikutnya. Dia berada di ruangan yang dijadikan klinik sementara waktu sampai klinik selesai direnovasi.Saat sedang mengecek ketersediaan obat, terdengar suara ketukan pintu yang membuat Sashi menoleh. Hingga dia terkejut melihat Clara di sana.“Kenapa kamu di sini?” tanya Sashi keheranan.Clara masuk ruangan itu, lantas melirik Lani sebelum kembali memandang Sashi.“Aku butuh konsultasi psikologis.” Clara menjawab sambil berjalan ke ranjang pesakitan, lantas naik ke sana tanpa diperintah.Sashi melongo mendengar ucapan Clara, hingga kemudian berkata, “Kalau mau konsultasi psikologis ya ke psikolog atau psikiater, kenapa kemari?” tanya Sashi keheranan dengan adik iparnya itu.Clara sudah berbaring di ranjang pesakitan, lantas menoleh ke Sashi yang memandangnya.“Aku butuh kamu, mau tidak bantu?” Clara bicara dengan nada sedikit memaksa.Sashi menghela napas kasar. dia berjalan ke ranjang pesakitan sambil mengambil kursi untuk digunakan d
Clara melipat bibir sambil meremas jemari. Dia sungguh tak tahu harus bicara apa dan bagaimana menghadapi situasi sekarang.“Kenapa tidak menghubungiku dulu? Bagaimana kalau aku tidak ada di kampus?” tanya Clara membuka perbincangan karena sejak tadi begitu canggung. Dia hanya tak ingin terlihat salah tingkah.Zidan menoleh Clara sambil mengulas senyum, lantas membalas, “Aku beruntung karena kamu di kampus.”Ucapan Zidan semakin membuat Clara salah tingkah, tapi gadis itu sebisa mungkin bersikap biasa.“Iya sangat kebetulan karena aku datang ke kampus sebab ada urusan,” balas Clara.Zidan menatap Clara yang tak mau memandang ke arahnya, bola mata gadis itu berkeliaran memandang sembarang arah.“Seminggu ini aku jatah shift malam, jadi pagi ini aku berpikir datang kemari untuk menemuimu. Kemarin full masuk shift jadi sedikit sibuk,” ujar Zidan seolah berusaha menjelaskan sesuatu ke Clara.Clara langsung memandang Zidan setelah mendengar apa yang diucapkan pria itu. Dia pun melihat Zida
“Apa yang beracun, kenapa kalian diam?” tanya Nanda menatap Sashi dan Lani bergantian.Lani hendak menjawab, tapi diserobot oleh Sashi lebih dulu.“Ini makanan dari penggemar Lani, tapi dia takut apa makanannya beracun atau tidak,” jawab Sashi langsung membuat alasan.Jangan sampai ada drama merajuk seperti sebelumnya, jika Nanda tahu itu dari Owen.Lani kebingungan, kenapa Sashi malah mengatakan seperti itu. Dia ingin membantah, tapi Sashi langsung memberikan isyarat dengan kedipan mata.Nanda merasa aneh dengan tingkah keduanya, hingga tatapannya tertuju ke Lani.“Apa itu benar?” tanya Nanda yang penasaran.Lani melirik Sashi saat sedang memandang Nanda, hingga kemudian menganggukkan kepala.“Iy-iya, Pak.” Lani terpaksa berbohong karena kode dari Sashi.Sashi tersenyum dengan napas lega, setidaknya dia sedikit menghindari masalah.Nanda pun percaya begitu saja, hingga tatapannya tertuju ke Sashi.“Nana bilang kepalanya sangat pusing, apa kamu bisa mengeceknya? Dia ingin ke sini, tap
“Mau ke mana?” tanya Bintang saat melihat Aruna berpakaian rapi.Aruna baru saja menuruni anak tangga. Dia berhenti melangkah lantas menghampiri sang mommy yang duduk di ruang keluarga.“Keluar bentar, Ma. Aku janji tidak akan pulang malam,” jawab Aruna manja sambil merangkul pundak Bintang dengan kedua tangan.Bintang memperhatikan putrinya yang berpenampilan berbeda, bahkan sangat wangi dari biasanya.“Mau kencan?” tanya Bintang langsung menebak.Aruna sangat terkejut mendengar pertanyaan Bintang. Dia sampai gelagapan dan salah tingkah.“Kencan apa sih, Ma. Masa senin-senin kencan,” elak Aruna.“Terus mau ke mana? Kalau pergi sama pacarmu, namanya kencan, kan?” Bintang terus memancing Aruna untuk jujur soal Ansel.Aruna semakin salah tingkah karena ucapan Bintang, bahkan kedua pipinya memerah antara malu dan takut.“Pacar apaan sih, Ma? Ish … Mama mengada-ada,” balas Aruna tetap saja mengelak.“Itu yang kemarin. Cowok itu, tampan juga. Kelihatannya sopan juga,” ujar Bintang lagi men
“Dia tampan sekali. Pipinya juga menggemaskan.” Rihana langsung menggendong cucu keduanya itu. Rihana, Bintang, dan para suami datang ke sana setelah satu minggu Sashi melahirkan. Mereka begitu bahagia mengetahui Sashi melahirkan dengan lancar. “Aku mau menggendongnya,” kata Bintang mengambil Archie dari gendongan Rihana. Sashi dan Nanda menatap para orang tua yang sangat bahagia. Mereka begitu bahagia melihat semuanya berkumpul di sana. “Siapa namanya?” tanya Bintang sambil menimang bayi Archie. “Archie Abimand Mahendra. Nanda ingin nama keluarga tersemat di namanya,” jawab Sashi. “Nama yang bagus,” puji Rihana sambil mengelus pipi Archie menggunakan telunjuk, membuat bayi mungil itu menggeliat geli. Bintang menatap cucu pertamanya itu. Melihat Archie yang sangat menggemaskan, membuat Bintang malah sedih. “Apa kamu akan balik ke Indonesia?” tanya Bintang sambil menatap Sashi. Semua orang pun terkejut hingga menatap Bintang, kemudian ke Sashi secara bergantian. Sashi bingung
Sashi baru saja keluar dari kamar mandi. Dia tiba-tiba merasakan perutnya sakit, membuat Sashi langsung berpegangan pada kusen pintu. “Agh, kenapa sakit?” Sashi memegangi perutnya yang besar. Kehamilan Sashi baru memasuki usia sembilan bulan. Dia menjalani hari dalam masa kehamilan dengan baik meski Nanda tak selalu ada di sampingnya. Pagi itu dia baru saja mencuci wajah, tapi perutnya tiba-tiba terasa mulas bahkan panas juga pinggangnya pegal. “Apa kamu mau keluar sekarang?” Sashi menahan sakit sambil mengusap perutnya. Sashi mengalami kontraksi, membuatnya tak sanggup berjalan hingga memilih langsung duduk di ranjang. Dia berulang kali mengatur napas karena kontraksi yang terjadi. “Anda sudah bangun?” Suara perawat pribadi yang selama beberapa bulan ini merawat dan menjaga Sashi masuk kamar. Dia terkejut karena melihat Sashi kesakitan. “Anda baik-baik saja?” tanya wanita itu langsung berlari menghampiri Sashi. “Sepertinya bayinya mau lahir,” jawab Sashi sambil menahan sakit
“Kenapa kamu ke sini lagi?” Bumi melotot ke Winnie yang kembali datang ke kafenya. Dia sepertinya sedikit tak senang dengan Winnie yang sangat cerewet. “Apa? Aku mau jajan, kenapa kamu galak sekali? Ingat, Om. Tidak boleh galak-galak, nanti cepat tua,” balas Winnie tak takut sama sekali meski Bumi memasang wajah garang. “Kalau mau beli makanan atau minuman di sini, take away jangan makan di sini,” ucap Bumi karena sebelumnya Winnie begitu cerewet bertanya soal seseorang yang menemuinya waktu itu. Padahal jika dipikir, Winnie tak ada hubungan dengan Bumi, tapi kenapa gadis itu bertanya seolah sedang menginterogasi. Selama beberapa bulan ini, Winnie memang sering datang ke kafe Bumi meski tidak tiap hari. Bukannya senang mendapat pelanggan tetap, Bumi malah kesal karena sikap Winnie cerewet dan penasaran dengan apa pun yang dilihat di kafe itu.Baru saja Winnie ingin membalas ucapan Bumi. Tiba-tiba beberapa anak berseragam masuk ke kafe dan langsung menatap Winnie. “Eh, kamu di sin
“Kamu benar-benar tidak apa-apa jika aku balik ke indo?” tanya Nanda sambil membelai rambut Sashi dengan lembut. Nanda sudah beberapa hari di sana. Dia harus kembali ke Indonesia untuk mengurus pekerjaan, tapi Nanda juga masih berat jika harus meninggalkan Sashi. “Iya, tidak apa-apa. Lagian aku juga baik-baik saja, bahkan tidak mengalami morning sickness. Jadi kamu jangan cemas,” jawab Sashi. Sebenarnya bukan masalah takut Sashi sakit atau mengalami kendala saat menjaga kesehatan. Dia hanya tak bisa jauh dari istrinya yang sedang hamil, Nanda seperti perlu terus berada di sisi istrinya itu. Saat keduanya masih berbincang, tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu dari luar. Nanda pun memilih membuka pintu, hingga melihat pelayan rumah berdiri di hadapannya. “Ada apa?” tanya Nanda. “Nyonya besar datang bersama yang lain, Tuan.” Pelayan itu menyampaikan kedatangan Rihana. “Mama datang? Baiklah, aku akan segera turun,” kata Nanda lantas kembali masuk menghampiri Sashi. “Ada apa?” t
“Kamu benar-benar tidak apa?” tanya Sashi saat melihat Nanda sedang berganti pakaian.Nanda menoleh saat mendengar pertanyaan Sashi. Dia lantas mendekat ke Sashi yang duduk di ranjang.“Apanya tidak apa, hm?” tanya balik Nanda lantas duduk di samping Sashi.Sashi sepertinya masih takut jika Nanda belum bisa menerima jika dirinya hamil, meski tadi sudah berkata tidak apa-apa.“Kamu tidak apa-apa kalai aku hamil?” tanya Sashi memastikan.Nanda memulas senyum mendengar pertanyaan Sashi. Dia lantas mengusap lembut rambut istrinya itu.“Tentu saja tidak apa-apa. Aku malah bahagia karena akhirnya kamu bisa hamil. Mungkin dulu aku belum siap karena takut kamu sakit, tapi sekarang berbeda karena yang terpenting bagiku sekarang kamu bahagia,” jawab Nanda sambil tersenyum begitu tulus dan penuh kasih sayang.Sashi menautkan jemari mereka, lantas menyandarkan kepala di pundak Nanda.“Aku janji akan selalu sehat dan menjaga bayi kita dengan baik,” ucap Sashi agar Nanda tak perlu cemas.Nanda ters
Nanda masuk ke ruang USG, hingga melihat Sashi yang berbaring dan kini sedang diperiksa.“Bagaimana kondisi istri saya?” tanya Nanda saat sudah masuk ke ruangan itu.Sashi terkejut hingga tatapannya tertuju ke Nanda yang baru saja datang.“Kamu datang.” Sashi terlihat senang melihat Nanda di sana.Nanda mendekat dengan ekspresi wajah cemas, lantas memandang ke monitor yang baru saja diperhatikan oleh dokter.“Sebenarnya istri saya kenapa, Dok?” tanya Nanda.Dokter itu tersenyum sambil meletakkan alat USG, hingga kemudian menjawab, “Selamat, istri Anda hamil.”Nanda tertegun tak percaya mendengar ucapan selamat dari dokter itu. Dia sampai memandang Sashi dengan rasa tak percaya.Sashi sendiri hanya tersenyum karena tadi sudah memberitahu kalau dirinya hamil, kini usia kandungan Sashi pun baru enam minggu.“Hamil? Serius hamil? Bukan penyakit?” tanya Nanda memastikan dengan sedikit rasa tidak percaya.Sashi meraih tangan Nanda yang dekat dengannya, lantas menautkan jemari mereka.“Iya,
Satu tahun berlalu. Sashi masih setia menemani Aruna di luar negeri, Nanda sendiri datang setiap seminggu sekali, lantas tinggal beberapa hari sebelum kembali ke Indonesia.Sashi sendiri mulai lega karena akhirnya Aruna bisa menyesuaikan diri dan kini sudah memiliki beberapa teman di kampus barunya.“Bagaimana kuliahmu hari ini?” tanya Sashi saat melihat Aruna baru saja pulang.“Menyenangkan,” jawab Aruna sambil melebarkan senyum.“Mommy tadi telepon, tanya apa kamu masih suka murung-murungan, kujawab tidak karena kamu sudah baik-baik saja,” ucap Sashi.Aruna tersenyum tipis mendengar ucapan Sashi. Meski dia terlihat baik-baik saja, tapi tetap saja sudah satu tahun belum bisa melupakan Ansel.“Jika nanti sudah lulus, aku ingin kerja di sini saja. Di sini lebih enak, meski pergaulan di sini berbeda dengan di Indonesia, tapi aku sudah berusaha menjaga batasan,” ujar Aruna.Sashi sangat terkejut mendengar ucapan Aruna. Dia lantas membalas, “Apa kamu tidak ingin meneruskan perusahaan Dadd
“Bagaimana dengan Runa?” tanya Nanda saat menemui Sashi di kamar. Mereka sudah ada di sana sebulan. Aruna sendiri belum keluar dari rumah sama sekali sejak sebulan ini. “Masih sama. Hanya di kamar, duduk di teras, atau jalan-jalan,” jawab Sashi yang sedih mengetahui Aruna tak seperti dulu dan lebih banyak murungnya. Nanda menghela napas, mereka sudah berusaha membuat Aruna bersemangat, soal Aruna mau bangkit atau tidak, semua harus dari diri sendirinya. “Kalian tidak apa-apa jika aku tinggal? Aku tidak tega melihatmu sedih melihat Aruna seperti itu,” ucap Nanda sambil mengusap rambut Sashi. Nanda masih harus bolak-balik mengurus pekerjaan, sehingga dia pun tidak bisa setiap saat ada di sana. “Kamu tenang saja, aku baik-baik saja di sini. Soal Runa, aku akan berusaha mengajaknya jalan-jalan mencari suasana baru. Dia juga seharusnya sudah mulai mengurus perpindahan kuliahnya, tapi dia belum bersemangat,” balas Sashi. Sashi mencoba memahami posisi suaminya yang tak bisa terus berad
Aruna memandangi kamar yang akan ditinggalkannya. Dia sudah memantapkan hati untuk pergi karena benar-benar tak bisa melupakan Ansel begitu saja jika masih di kota itu. Baginya Ansel adalah cinta pertama yang tak bisa dilupakan. Meski dulu awalnya dia menyukai Bumi, tapi kenyataannya Ansellah yang menduduki hatinya pertama kali. “Kamu sudah siap?” tanya Sashi yang menghampiri Aruna di kamar. Aruna menatap Sashi, lantas menganggukkan kepala. Dia mengambil tas dan jaketnya, lantas menarik koper yang ada di dekat ranjang. Setelah mengurus visa tinggal terbatas dan pasport, akhirnya Aruna akan pergi ke Amerika untuk belajar sekalian menenangkan diri. Namun, tentunya Aruna akan pergi bersama keluarga, lalu nantinya akan tinggal bersama Sashi dan Nanda sesuai kesepakatan, meski Nanda akan bolak-balik karena urusan pekerjaan. Bintang menatap Aruna yang baru saja menuruni anak tangga bersama Sashi. Bintang tak kuasa melihat kedua putrinya akan pergi dan tinggal jauh darinya. Sopir yang