“Mama minta aku antar ini,” kata Aruna sambil memberikan makan siang untuk Sashi.Sashi memperhatikan paper bag berisi makanan yang dibawa Aruna, hingga kemudian bertanya, “Dari Mommy atau kamu yang beli sendiri?”Aruna terkejut mendengar pertanyaan Sashi. Tampaknya sang kakak sudah tahu kalau makanan itu bukan Bintang yang mengirim. Aruna hanya bisa menggaruk kepala tak gatal karena malu.“Terima kasih karena sudah peduli kepadaku,” ucap Sashi sambil mengusap kepala Aruna.Aruna menatap sang kakak. Sashi tak pernah berubah dalam bersikap, meski Aruna pernah jahat nyatanya sang kakak tetap saja menyayanginya.“Aku hanya ingin hubungan kita semakin membaik,” ujar Aruna menjelaskan maksud dirinya mengirim makanan meski mengatasnamakan Bintang.Sashi kini mengusap pipi Aruna, kemudian membalas, “Asal kamu sudah mau menerimaku, tidak usah berusaha terlalu keras karena hubungan kita akan baik saat kamu tak membenciku.”Aruna langsung melebarkan senyum mendengar ucapan Sashi. Dia pun mengan
Rihana mendengar suara berisik di dapur. Dia pun segera pergi untuk melihat karena takut terjadi sesuatu di dapur. Hingga saat baru saja sampai di pintu dapur, Rihana melongo melihat apa yang terjadi.“Kamu sedang apa?” tanya Rihana melihat penampilan putrinya sedikit belepotan.Pembantu yang ada di sana langsung menunduk karena takut Rihana marah sebab dia tidak melarang Clara yang melakukan pekerjaan dapur.Clara terkejut melihat sang mama datang, hingga kemudian mengusap pipi dengan punggung tangan sampai membuat tepung yang menempel di tangan pindah ke pipi.“Aku hanya ingin belajar membuat kue,” jawab Clara.Rihana cukup terkejut mendengar jawaban Clara, dia tak menyangka jika putrinya mau memasak, padahal bermimpi Clara mau memasak saja tidak pernah.“Buat kue? Sejak kapan kamu tertarik ingin membuat kue?” tanya Rihana masih setengah tak percaya.Clara terlihat berpikir, hingga kemudian menjawab, “Sejak tadi siang.”Rihana semakin merasa aneh, tapi jika memang Clara mau belajar
“Kenapa belum istirahat?”Sashi terkejut ketika mendengar suara Nanda. Dia menoleh dan melihat pria itu sedang berjalan mendekat ke arahnya.“Sebentar, aku menyelesaikan ini dulu. Ada pameran di luar negeri satu bulan lagi, asistenku di sana memintaku mengirim lukisan,” ujar Sashi kemudian kembali menghadap ke lukisannya.Nanda berdiri di belakang Sashi, melihat istrinya sedang memoleskan warna di atas kanvas yang sudah memiliki gambar indah.“Kamu masih menyelesaikan lukisanku?” tanya Nanda memandang gambar yang dibuat istrinya.Sashi berhenti memoleskan kuas di kanvas, lantas menengok ke suaminya yang berdiri di belakangnya.“Ish … pede sekali,” cibir Sashi meski itu benar.Nanda sedikit membungkuk, lantas bicara tepat di samping wajah Sashi.“Memangnya punggung siapa yang lebar dan sangat indah itu kalau bukan punggungku. Kamu juga pasti terpukau, kan?” Nanda malah menggoda istrinya karena sejak awal diam-diam menggambar dirinya.Sashi mengulum bibir mendengar ucapan Nanda, lantas
“Aku ingin pergi mengantar jas dan kemeja sebagai ganti rugi karena sudah membuat kotor. Boleh ga aku pergi?” tanya Sashi sambil menatap Nanda. Dia bicara sangat hati-hati agar Nanda tidak terkejut.Sashi datang secara langsung ke ruangan Nanda untuk meminta izin ke suaminya itu.Nanda langsung melotot mendengar ucapan Sashi. Dia bahkan memperlihatkan rasa tidak sukanya.“Kirim pakai kurir!” perintah Nanda.Tentunya Nanda tidak mau jika sampai Sashi berhubungan dengan pria selain dirinya.Sashi menarik napas dalam-dalam lantas mengembuskan perlahan mendengar perintah Nanda. Dia sudah menebak jika suaminya pasti takkan mengizinkan.Sashi mendekat ke Nanda, lantas merangkul pundak suaminya sambil mengusap-usap lembut untuk merayu.“Ya, bisa saja pakai kurir. Tapi itu tidak akan sopan. Aku hanya merasa bersalah karena sudah membuat pakaiannya kotor di jam kerja, makanhya aku berusaha bertanggung jawab,” ujar Sashi panjang lebar menjelaskan.“Izinin, ya. Aku janji akan ke sana hanya untuk
“Kamu mau makan di luar?” tanya Sashi sambil menoleh Nanda yang sedang menyetir.Nanda tak menjawab pertanyaan Sashi, bahkan terkesan mengabaikan dengan terus menatap jalanan yang dilewati.Sashi diam melihat Nanda yang tak acuh kepadanya. Sejak siang tadi setelah mengantar jas, Nanda memang tak bicara sama sekali dan terus diam hingga kini mereka dalam perjalanan pulang ke rumah.Sashi mengakui jika salah memaksa mengantar jas itu sendiri, tapi bukankah Nanda setuju dan melihat langsung kalau dia sama sekali tak bertemu dengan Owen, tapi kenapa suaminya harus mendiamkan seperti ini.Mobil mereka pun sampai rumah. Nanda turun setelah Sashi keluar dari mobil, mereka memang masuk rumah bersama, tapi sikap Nanda tak seperti biasanya.“Kamu marah kepadaku?” tanya Sashi yang kesal didiamkan seperti itu.“Tidak,” jawab Nanda sambil terus berjalan menaiki anak tangga.Sashi kesal sendiri, tahu dia akan semarah itu, dia lebih memilih takkan mengizinkan Nanda ikut.“Kalau tidak marah, kenapa t
Aruna baru saja sampai di rumah. Dia memarkirkan mobil di depan garasi, hingga melihat ada mobil lain di sana. Gadis itu menoleh ke rumah, hingga melihat seseorang di sana.“Kenapa dia di sini?” Aruna bertanya-tanya sendiri.Memilih untuk tak peduli, Aruna pun turun dari mobil kemudian berjalan ke rumah sambil membetulkan letak tali tas di pundak.“Kamu baru pulang?” tanya Bumi yang ternyata sore itu ada di rumah Aruna.“Hm … seperti yang kamu lihat,” jawab Aruna terlihat tak acuh.Aruna ingin melewati Bumi, tapi langkahnya terhenti saat mendengar pertanyaan Bumi.“Aku ingin bicara denganmu,” ucap Bumi.Aruna menghela napas sampai pundak ikut naik-turun. Dia lantas menoleh Bumi dan melihat pemuda itu sudah memandangnya.“Mau bicara apa lagi?” tanya Aruna benar-benar bingung dengan sikap pemuda itu.“Hanya bicara,” jawab Bumi.Aruna akhirnya menerima ajakan Bumi bicara karena takut sang mama curiga dengan sikapnya ke Bumi jika menolak bicara dengan pemuda itu.Semua orang tahu kalau Bu
“Kupikir kamu tinggal di apartemen,” ucap Clara sambil memperhatikan rumah Zidan yang terbilang sederhana tapi terlihat begitu nyaman dan rapi.Zidan sedang melepas jaket saat mendengar ucapan Clara, dia hanya tersenyum lantas membuka salah satu lemari hias yang ada di ruang tamu untuk mengambil kotak obat.“Aku tidak suka apartemen, lebih suka rumah sederhana tapi memiliki halaman yang bisa kutanami sesuatu,” jawab Zidan sambil mendekat ke Clara.Clara masih memandangi ruang tamu, hingga tak menyadari jika Zidan sudah berada di depannya.“Kenapa? Rumahku aneh?” tanya Zidan.Clara terkejut mendengar pertanyaan Zidan. Dia pun menggelengkan kepala cepat.“Tidak, hanya merasa hangat dan nyaman saja karena tidak terlalu besar,” jawab Clara.Zidan tersenyum lantas meminta Clara untuk duduk. Pria itu meletakkan kotak obat di meja, lantas meraih tangan Clara untuk melihat luka di jari gadis itu.“Kamu langsung menutupnya begitu saja tanpa mengobatinya?” tanya Zidan saat sudah melepas plester
Sashi berdiri di depan cermin besar memandang penampilannya lewat pantulan cermin. Dia kini sedang memastikan penampilannya sempurna sebelum berangkat bersama suaminya ke acara pesta yang diadakan perusahaan sang Daddy. Berbalut dress peach dengan kerah rendah dan tali kecil yang melingkar di pundak, serta bagian pinggang yang ramping membuat tubuh Sashi terlihat membentuk indah. “Kamu ke pesta memakai itu?” tanya Nanda tampaknya tak setuju dengan pakaian yang dikenakan Sashi. Sashi menoleh Nanda yang berdiri di ambang pintu ruang ganti, lantas memandang cermin sebelum kembali menatap suaminya dengan rasa heran. “Kenapa? Ini cantik,” jawab Sashi heran mendengar pertanyaan suaminya. Nanda mendekat ke Sashi, lantas membalas, “Iya cantik jika hanya aku yang lihat, tapi tidak akan cantik jika orang lain yang melihat. Aku tidak suka.” Sashi langsung memanyunkan bibir mendengar ucapan Nanda. “Dasar pecemburu. Aku akan memakai rompinya, itu akan menutup bagian pundakku jadi tidak akan