“Aku ingin pergi mengantar jas dan kemeja sebagai ganti rugi karena sudah membuat kotor. Boleh ga aku pergi?” tanya Sashi sambil menatap Nanda. Dia bicara sangat hati-hati agar Nanda tidak terkejut.Sashi datang secara langsung ke ruangan Nanda untuk meminta izin ke suaminya itu.Nanda langsung melotot mendengar ucapan Sashi. Dia bahkan memperlihatkan rasa tidak sukanya.“Kirim pakai kurir!” perintah Nanda.Tentunya Nanda tidak mau jika sampai Sashi berhubungan dengan pria selain dirinya.Sashi menarik napas dalam-dalam lantas mengembuskan perlahan mendengar perintah Nanda. Dia sudah menebak jika suaminya pasti takkan mengizinkan.Sashi mendekat ke Nanda, lantas merangkul pundak suaminya sambil mengusap-usap lembut untuk merayu.“Ya, bisa saja pakai kurir. Tapi itu tidak akan sopan. Aku hanya merasa bersalah karena sudah membuat pakaiannya kotor di jam kerja, makanhya aku berusaha bertanggung jawab,” ujar Sashi panjang lebar menjelaskan.“Izinin, ya. Aku janji akan ke sana hanya untuk
“Kamu mau makan di luar?” tanya Sashi sambil menoleh Nanda yang sedang menyetir.Nanda tak menjawab pertanyaan Sashi, bahkan terkesan mengabaikan dengan terus menatap jalanan yang dilewati.Sashi diam melihat Nanda yang tak acuh kepadanya. Sejak siang tadi setelah mengantar jas, Nanda memang tak bicara sama sekali dan terus diam hingga kini mereka dalam perjalanan pulang ke rumah.Sashi mengakui jika salah memaksa mengantar jas itu sendiri, tapi bukankah Nanda setuju dan melihat langsung kalau dia sama sekali tak bertemu dengan Owen, tapi kenapa suaminya harus mendiamkan seperti ini.Mobil mereka pun sampai rumah. Nanda turun setelah Sashi keluar dari mobil, mereka memang masuk rumah bersama, tapi sikap Nanda tak seperti biasanya.“Kamu marah kepadaku?” tanya Sashi yang kesal didiamkan seperti itu.“Tidak,” jawab Nanda sambil terus berjalan menaiki anak tangga.Sashi kesal sendiri, tahu dia akan semarah itu, dia lebih memilih takkan mengizinkan Nanda ikut.“Kalau tidak marah, kenapa t
Aruna baru saja sampai di rumah. Dia memarkirkan mobil di depan garasi, hingga melihat ada mobil lain di sana. Gadis itu menoleh ke rumah, hingga melihat seseorang di sana.“Kenapa dia di sini?” Aruna bertanya-tanya sendiri.Memilih untuk tak peduli, Aruna pun turun dari mobil kemudian berjalan ke rumah sambil membetulkan letak tali tas di pundak.“Kamu baru pulang?” tanya Bumi yang ternyata sore itu ada di rumah Aruna.“Hm … seperti yang kamu lihat,” jawab Aruna terlihat tak acuh.Aruna ingin melewati Bumi, tapi langkahnya terhenti saat mendengar pertanyaan Bumi.“Aku ingin bicara denganmu,” ucap Bumi.Aruna menghela napas sampai pundak ikut naik-turun. Dia lantas menoleh Bumi dan melihat pemuda itu sudah memandangnya.“Mau bicara apa lagi?” tanya Aruna benar-benar bingung dengan sikap pemuda itu.“Hanya bicara,” jawab Bumi.Aruna akhirnya menerima ajakan Bumi bicara karena takut sang mama curiga dengan sikapnya ke Bumi jika menolak bicara dengan pemuda itu.Semua orang tahu kalau Bu
“Kupikir kamu tinggal di apartemen,” ucap Clara sambil memperhatikan rumah Zidan yang terbilang sederhana tapi terlihat begitu nyaman dan rapi.Zidan sedang melepas jaket saat mendengar ucapan Clara, dia hanya tersenyum lantas membuka salah satu lemari hias yang ada di ruang tamu untuk mengambil kotak obat.“Aku tidak suka apartemen, lebih suka rumah sederhana tapi memiliki halaman yang bisa kutanami sesuatu,” jawab Zidan sambil mendekat ke Clara.Clara masih memandangi ruang tamu, hingga tak menyadari jika Zidan sudah berada di depannya.“Kenapa? Rumahku aneh?” tanya Zidan.Clara terkejut mendengar pertanyaan Zidan. Dia pun menggelengkan kepala cepat.“Tidak, hanya merasa hangat dan nyaman saja karena tidak terlalu besar,” jawab Clara.Zidan tersenyum lantas meminta Clara untuk duduk. Pria itu meletakkan kotak obat di meja, lantas meraih tangan Clara untuk melihat luka di jari gadis itu.“Kamu langsung menutupnya begitu saja tanpa mengobatinya?” tanya Zidan saat sudah melepas plester
Sashi berdiri di depan cermin besar memandang penampilannya lewat pantulan cermin. Dia kini sedang memastikan penampilannya sempurna sebelum berangkat bersama suaminya ke acara pesta yang diadakan perusahaan sang Daddy. Berbalut dress peach dengan kerah rendah dan tali kecil yang melingkar di pundak, serta bagian pinggang yang ramping membuat tubuh Sashi terlihat membentuk indah. “Kamu ke pesta memakai itu?” tanya Nanda tampaknya tak setuju dengan pakaian yang dikenakan Sashi. Sashi menoleh Nanda yang berdiri di ambang pintu ruang ganti, lantas memandang cermin sebelum kembali menatap suaminya dengan rasa heran. “Kenapa? Ini cantik,” jawab Sashi heran mendengar pertanyaan suaminya. Nanda mendekat ke Sashi, lantas membalas, “Iya cantik jika hanya aku yang lihat, tapi tidak akan cantik jika orang lain yang melihat. Aku tidak suka.” Sashi langsung memanyunkan bibir mendengar ucapan Nanda. “Dasar pecemburu. Aku akan memakai rompinya, itu akan menutup bagian pundakku jadi tidak akan
Sashi melihat Bintang yang mulai emosi. Dia masih tetap sopan sedikit membungkukan badan ke dua wanita yang ada di hadapannya, lantas mengajak Bintang pergi.“Aku lapar, Mom. Ayo ambil makan saja, ajak Sashi sambil merengkul lengan Bintang untuk diajak pergi.Bintang awalnya tidak mau, tapi karena Sashi memaksa, membuat Bintang akhirnya membalikkan badan pergi bersama putrinya itu.“Katanya sih anak di luar nikah, apalagi umur Tuan Langit kan baru 48, tapi anaknya sudah 27 tahun. Berarti emang lahir pas masih muda.”Ucapan salah satu wanita yang masih membahas soal Sashi membuat Bintang murka. Dia langsung membalikkan badan dengan cepat sampai membuat Sashi terkejut, lantas menampar wanita itu bermulut pedas mengurusi keluarganya.“Jaga mulutmu kalau tidak mau terluka! Kamu pikir ucapanmu itu membanggakan!” amuk Bintang.Wanita itu begitu syok mendapat tamparan dari Bintang, tak menyangka jika Bintang yang biasa bersikap lemah lembut kini begitu menakutkan.“Mom, sudah. Kita pergi saj
“Bagaimana kondisi mommymu?” tanya Langit saat sudah pulang dari pesta.Langit dan Nanda pulang meski pesta belum berakhir, setidaknya mereka sudah melewati acara inti.Sashi baru saja keluar dari kamar sang mommy saat ayahnya datang. Dia pun memandang sang daddy yang terlihat begitu cemas.“Mommy sudah tenang dan sekarang sedang tidur,” jawab Sashi.Langit lega jika istrinya sudah istirahat, setidaknya itu akan meminimalisir kemungkinan penyakit Bintang kambuh.Langit, Sashi, dan Nanda duduk di ruang keluarga. Langit ingin tahu apa yang membuat istrinya semarah itu tadi.“Sebenarnya apa yang terjadi?” tanya Langit.“Dua wanita tadi membahasku, Dad. Mereka bilang kalau aku bukan anak kandung Mommy, juga bilang ….” Sashi menjeda ucapannya, mengatakan fakta yang sebenarnya membuat hatinya terasa ngilu.“Sudah jangan dilanjut,” ucap Langit. Dia langsung paham dengan maksud ucapan putrinya itu.Sashi pun diam mengangguk, Nanda sendiri hanya duduk mendengarkan.“Daddy akan memperingatkan m
“Dia itu anakku, bagaimana bisa mereka dengan seenaknya bilang kalau Sashi bukan anak kandungku. Memang itu benar, tapi apa mereka tidak bisa diam saja dan pura-pura tak tahu atau tak sadar. Apa mereka begitu harus mengatakan itu di depan Sashi. Bagaimana perasaannya, dia pasti sakit sama sepertiku karena kembali diperlihatkan fakta jika dia tidak lahir dari rahimku.”Bintang bangun karena suaminya mengecek suhu tubuhnya. Dia kembali menangis mengingat bagaimana kalimat-kalimat yang dilontarkan terasa menusuk hatinya.“Sashi pasti sangat sedih. Dia itu sangat penurut karena takut aku tinggal dan buang. Dia selalu bertanya apa akan dikembalikan ke keluarga Angelica, hingga aku berusaha meyakinkan kalau dia itu anakku, mau kandung atau bukan, dia anakku. Tapi kenapa orang lain malah mengatakan itu, kenapa kalau tidak tahu harus begitu jujur.”Bintang bicara sambil meremas piyama bagian dada.Langit memeluk Bintang lantas mengusap punggung istrinya dengan lembut untuk menenangkan.“Tenan