“Kenapa semalam kamu tidur di kamar Nana?” tanya Rihana saat melihat Bastian baru saja menuruni anak tangga karena harus bersiap berangkat ke kantor.Bastian cukup terkejut mendengar pertanyaan Rihana, hingga dia pun kemudian menjawab, “Nana mengirimiku pesan jika tak bisa tidur, karena itu aku ke kamarnya untuk menemani. Tapi aku malah ikut ketiduran sampai pagi, Ma.”Bastian memberikan alasan yang cukup masuk akal agar sang mama tak curiga.“Benarkah?” Rihana menaikkan satu sudut alis, tak percaya begitu saja karena dia melihat sesuatu yang membuatnya tak bisa tidur dengan nyenyak semalaman.“Hm … benar.” Bastian mengeluarkan ponselnya dari kantong celana, lantas menunjukkan pesan yang dikirimkan Nana semalam.“Semalam badannya panas lagi, jadi aku menemaninya tidur. Aku ingin menghubungi Nanda, tapi takut mengganggunya,” ujar Bastian menjelaskan.Rihana membaca pesan yang dikirimkan Nana, hingga akhirnya percaya dengan jawaban putranya itu.“Ya sudah, kamu sarapan dulu. Mama mau li
“Itu Aruna, kamu tidak mau menjelaskan atau bertanya kepadanya?” Ansel bicara sambil menyenggol lengan Bumi.Bumi hanya menatap Aruna yang sedang membawa buku ke arah gedung perkuliahan. Jika Aruna masih berada di semester 4, Bumi sedang menjalani skripsi.“Tidak perlu, kalau dia tidak mau bicara, ya sudah.” Bumi tak acuh karena yang memulai perdebatan Aruna.Ansel mencebik mendengar ucapan Bumi, hingga kemudian membalas, “Kalau kata papaku, wanita itu makhluk paling benar. Dia bicara salah pun, ya benar. Kalau kamu ga mau ngomong dan bujuk dia. Ya, lihat saja, dia akan terus seperti itu. Paling-paling parah, dia akan kembali mengamuk.”Bumi hanya memandang sahabatnya itu, hingga kemudian memalingkan muka.“Biarkan saja, kalau nantinya dia mau bicara, dia pasti akan bicara,” balas Bumi pada akhirnya.Ansel menaikkan satu sudut alis mendengar ucapan Bumi. Dia pun akhirnya mengedikkan bahu karena temannya itu juga tak acuh.Meski Bumi bilang tak peduli, tapi kenyataannya ekor matanya me
“Kalian datang kenapa tidak kasih kabar dulu? Kalau kasih kabar ‘kan Mommy bisa masak makanan kesukaan kalian dulu.”Bintang terkejut tapi juga senang karena melihat Sashi datang berkunjung.“Sebenarnya ga ada rencana, Mom. Nanda pulang kerja ngajak keluar, jadi kupikir pengen sekalian ke sini saja,” ujar Sashi menjelaskan.Nanda hanya tersenyum mendengar ucapan Sashi ke Bintang.“Oh … begitu. Daddy-mu di ruang kerja, biar mommy panggilin, kalian ke ruang keluarga saja dulu.” Bintang pergi memanggil suaminya setelah mengatakan hal itu.Sashi menggandeng Nanda, tentu saja sikap keduanya sangat berbeda dengan sebelumnya. Dulu Sashi tak peduli, sekarang tentunya sangat perhatian satu sama lain.Saat Sashi dan Nanda berjalan ke ruang keluarga, Aruna terlihat menuruni anak tangga. Gadis itu memperlambat langkah saat melihat Sashi dan Nanda.“Kamu mau ke mana?” tanya Sashi tetap bersikap baik ke sang adik, meski Aruna tak pernah bersikap baik kepadanya.Aruna membetulkan letak tali tas di p
“Melamun terus. Lama-lama kesambet setan.” Hanzel duduk di depan Aruna setelah selesai tampil. Dia menatap sepupunya itu sedang melamun sambil menyangga dagu. “Biar saja kesetanan, daripada waras tapi aku stres.” Aruna mengambil jus yang ada di hadapannya, kemudian mengaduknya sebelum meminumnya. “Kenapa lagi? Bumi lagi? Kalau ada masalah, bukankah sebaiknya dibicarakan. Ajak dia bicara, siapa tahu dapat solusi,” ujar Hanzel yang pusing sendiri melihat Aruna melamun dan sedih seperti itu. “Malas, ngomong sama pria itu kudu pakai otak, ga bisa pakai hati,” gerutu Aruna sebal. Hanzel tertawa mendengar Aruna yang sebal, lantas mengusap kepala adik sepupunya itu sambil berkata, “Ngomong itu pakai mulut, Runa. Mana ada pakai hati, ga bakal paham, ‘kan ga bisa telepati.” Hanzel gemas sampai mengusap kasar rambut Aruna hingga berantakan. “Hanz!” teriak Aruna sambil menepis tangan Hanzel. Di saat bersamaan, Clara masuk ke kafe itu hingga melihat Hanzel yang sedang mengusap kasar rambut
“Mommy lihat, Nanda sangat mencintaimu. Sikapnya juga manis kepadamu,” ujar Bintang ketika berada di meja makan menyiapkan makan malam.Sashi terkejut mendengar ucapan Bintang. Dia menoleh ke sang mommy, lantas tersenyum malu.“Begitulah,” balas Sashi. Dia tidak mungkin mengatakan kalau Nanda baru saja menyukainya.Bintang mendekat ke Sashi, lantas mengusap rambut putrinya itu dengan lembut.“Mommy senang melihatmu bahagia seperti ini. Kami juga lega saat tahu kalau kamu tidak salah pilih suami,” ujar Bintang sambil menatap penuh bahagia ke putrinya itu.Sashi menatap Bintang yang terus tersenyum, hingga kemudian bertanya, “Mommy bahagiakan melihatku bersama pria yang mencintaiku?”“Tentu saja mommy bahagia,” jawab Bintang, “padahal sebelumnya mommy sangat takut kamu tidak bahagia.”Sashi tersenyum lebar mendengar jawaban Bintang, hingga kemudian berkata, “Aku akan terus bahagia, karena itu Mommy juga harus selalu bahagia.”“Pasti. Kebahagiaan mommy ada pada kalian,” balas Bintang sam
“Baru pulang?”Clara terkejut mendengar suara ayahnya saat baru saja masuk rumah. Dia melihat Melvin yang duduk di ruang keluarga menatap dirinya.“Iya, Pa.” Clara menundukkan kepala melihat ayahnya itu.“Duduklah, papa mau bicara.” Melvin menggerakkan bola mata sebagai isyarat agar Clara duduk di sofa yang ada di sampingnya.Clara pun mengikuti perintah Melvin. Dia duduk di singel sofa, tapi berusaha bersikap biasa.“Papa pulang kapan?” tanya Clara sambil menatap ayahnya itu.“Kalau papa tidak pulang, kamu bisa bertingkah seenaknya, begitu?” tanya balik Melvin sambil memandang putrinya itu.Clara menggelengkan kepala mendengar pertanyaan Melvin, tak berani bersuara karena tatapan sang ayah membuat nyalinya menciut.“Apa yang diceritakan mamamu benar?” tanya Melvin setelah beberapa saat hanya melakukan kontak mata dengan putrinya itu.Clara meremas jemari mendengar pertanyaan Melvin, hingga kemudian memberanikan diri memandang ayahnya itu.“Tentang apa?” Clara berpura tak tahu maksud
“Apa?”Sashi mendadak merinding dengan pertanyaan Nanda yang terasa horor.Nanda melihat ekspresi wajah Sashi yang panik, hingga akhirnya mulai menggoda istrinya itu.“Kenapa ekspresi wajahmu begitu? Memangnya aku mau menelanmu?” tanya Nanda sambil memasang ekspresi wajah serius.“Bu-bukan,” jawab Sashi, “aku hanya bingung, kenapa kamu tanya aku capek atau ga.”Nanda menahan agar tidak tersenyum, lantas menyisir rambut Sashi dengan jemarinya.“Memangnya tanya karena perhatian ke istri tidak boleh?” Nanda semakin berusaha menggoda istrinya karena menggemaskan ketika panik.Sashi terlihat kikuk dan salah tingkah karena ucapan Nanda, hingga kemudian mencoba tersenyum agar tak semakin canggung.“Boleh, aku hanya sedang blank saja tadi,” ujar Sashi sambil memperlihatkan senyum yang dipaksakan.Nanda masih terus menahan tawa, sungguh tingkah Sashi saat ini begitu menggemaskan.“Blank, hm? Kenapa tiba-tiba blank? Apa yang sebenarnya sedang kamu pikirkan?” tanya Nanda sambil menekan pinggang
“Iya, Oma. Nanti beritahu Bibi saat pagi saja agar dia tak terlalu cemas. Hanz sekarang bersamaku di rumah, sementara dia akan menginap di sini dulu,” ujar Sashi saat bicara dengan neneknya.“Tapi dia baik-baik saja, kan?” tanya sang oma dari seberang panggilan.“Iya baik, Oma. Hanya sedikit lecet, takutnya kalau pulang, Bibi akan sangat syok,” jawab Sashi mendengar suara sang oma yang cemas.“Baiklah, jaga Hanzel, ya. Oma baru akan bilang ke maminya besok.”Sashi mengangguk-angguk mendengar ucapan sang oma, hingga akhirnya panggilan itu berakhir.Hanzel sejak tadi memperhatikan Sashi yang sedang bicara dengan sang oma, hingga kemudian bertanya, “Bagaimana, Kak?”“Oma akan menyampaikan ke mamimu besok, setidaknya malam ini dia tidak akan panik,” jawab Sashi, “kamu bisa tidur di kamar ini.”Hanzel meminta Sashi untuk tak memberitahukan masalah dirinya yang terluka, tapi itu mustahil karena bekas luka pasti akan terlihat.“Meski pagi, Mami pasti akan tetap histeris,” ujar Hanzel sambil
“Dia tampan sekali. Pipinya juga menggemaskan.” Rihana langsung menggendong cucu keduanya itu. Rihana, Bintang, dan para suami datang ke sana setelah satu minggu Sashi melahirkan. Mereka begitu bahagia mengetahui Sashi melahirkan dengan lancar. “Aku mau menggendongnya,” kata Bintang mengambil Archie dari gendongan Rihana. Sashi dan Nanda menatap para orang tua yang sangat bahagia. Mereka begitu bahagia melihat semuanya berkumpul di sana. “Siapa namanya?” tanya Bintang sambil menimang bayi Archie. “Archie Abimand Mahendra. Nanda ingin nama keluarga tersemat di namanya,” jawab Sashi. “Nama yang bagus,” puji Rihana sambil mengelus pipi Archie menggunakan telunjuk, membuat bayi mungil itu menggeliat geli. Bintang menatap cucu pertamanya itu. Melihat Archie yang sangat menggemaskan, membuat Bintang malah sedih. “Apa kamu akan balik ke Indonesia?” tanya Bintang sambil menatap Sashi. Semua orang pun terkejut hingga menatap Bintang, kemudian ke Sashi secara bergantian. Sashi bingung
Sashi baru saja keluar dari kamar mandi. Dia tiba-tiba merasakan perutnya sakit, membuat Sashi langsung berpegangan pada kusen pintu. “Agh, kenapa sakit?” Sashi memegangi perutnya yang besar. Kehamilan Sashi baru memasuki usia sembilan bulan. Dia menjalani hari dalam masa kehamilan dengan baik meski Nanda tak selalu ada di sampingnya. Pagi itu dia baru saja mencuci wajah, tapi perutnya tiba-tiba terasa mulas bahkan panas juga pinggangnya pegal. “Apa kamu mau keluar sekarang?” Sashi menahan sakit sambil mengusap perutnya. Sashi mengalami kontraksi, membuatnya tak sanggup berjalan hingga memilih langsung duduk di ranjang. Dia berulang kali mengatur napas karena kontraksi yang terjadi. “Anda sudah bangun?” Suara perawat pribadi yang selama beberapa bulan ini merawat dan menjaga Sashi masuk kamar. Dia terkejut karena melihat Sashi kesakitan. “Anda baik-baik saja?” tanya wanita itu langsung berlari menghampiri Sashi. “Sepertinya bayinya mau lahir,” jawab Sashi sambil menahan sakit
“Kenapa kamu ke sini lagi?” Bumi melotot ke Winnie yang kembali datang ke kafenya. Dia sepertinya sedikit tak senang dengan Winnie yang sangat cerewet. “Apa? Aku mau jajan, kenapa kamu galak sekali? Ingat, Om. Tidak boleh galak-galak, nanti cepat tua,” balas Winnie tak takut sama sekali meski Bumi memasang wajah garang. “Kalau mau beli makanan atau minuman di sini, take away jangan makan di sini,” ucap Bumi karena sebelumnya Winnie begitu cerewet bertanya soal seseorang yang menemuinya waktu itu. Padahal jika dipikir, Winnie tak ada hubungan dengan Bumi, tapi kenapa gadis itu bertanya seolah sedang menginterogasi. Selama beberapa bulan ini, Winnie memang sering datang ke kafe Bumi meski tidak tiap hari. Bukannya senang mendapat pelanggan tetap, Bumi malah kesal karena sikap Winnie cerewet dan penasaran dengan apa pun yang dilihat di kafe itu.Baru saja Winnie ingin membalas ucapan Bumi. Tiba-tiba beberapa anak berseragam masuk ke kafe dan langsung menatap Winnie. “Eh, kamu di sin
“Kamu benar-benar tidak apa-apa jika aku balik ke indo?” tanya Nanda sambil membelai rambut Sashi dengan lembut. Nanda sudah beberapa hari di sana. Dia harus kembali ke Indonesia untuk mengurus pekerjaan, tapi Nanda juga masih berat jika harus meninggalkan Sashi. “Iya, tidak apa-apa. Lagian aku juga baik-baik saja, bahkan tidak mengalami morning sickness. Jadi kamu jangan cemas,” jawab Sashi. Sebenarnya bukan masalah takut Sashi sakit atau mengalami kendala saat menjaga kesehatan. Dia hanya tak bisa jauh dari istrinya yang sedang hamil, Nanda seperti perlu terus berada di sisi istrinya itu. Saat keduanya masih berbincang, tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu dari luar. Nanda pun memilih membuka pintu, hingga melihat pelayan rumah berdiri di hadapannya. “Ada apa?” tanya Nanda. “Nyonya besar datang bersama yang lain, Tuan.” Pelayan itu menyampaikan kedatangan Rihana. “Mama datang? Baiklah, aku akan segera turun,” kata Nanda lantas kembali masuk menghampiri Sashi. “Ada apa?” t
“Kamu benar-benar tidak apa?” tanya Sashi saat melihat Nanda sedang berganti pakaian.Nanda menoleh saat mendengar pertanyaan Sashi. Dia lantas mendekat ke Sashi yang duduk di ranjang.“Apanya tidak apa, hm?” tanya balik Nanda lantas duduk di samping Sashi.Sashi sepertinya masih takut jika Nanda belum bisa menerima jika dirinya hamil, meski tadi sudah berkata tidak apa-apa.“Kamu tidak apa-apa kalai aku hamil?” tanya Sashi memastikan.Nanda memulas senyum mendengar pertanyaan Sashi. Dia lantas mengusap lembut rambut istrinya itu.“Tentu saja tidak apa-apa. Aku malah bahagia karena akhirnya kamu bisa hamil. Mungkin dulu aku belum siap karena takut kamu sakit, tapi sekarang berbeda karena yang terpenting bagiku sekarang kamu bahagia,” jawab Nanda sambil tersenyum begitu tulus dan penuh kasih sayang.Sashi menautkan jemari mereka, lantas menyandarkan kepala di pundak Nanda.“Aku janji akan selalu sehat dan menjaga bayi kita dengan baik,” ucap Sashi agar Nanda tak perlu cemas.Nanda ters
Nanda masuk ke ruang USG, hingga melihat Sashi yang berbaring dan kini sedang diperiksa.“Bagaimana kondisi istri saya?” tanya Nanda saat sudah masuk ke ruangan itu.Sashi terkejut hingga tatapannya tertuju ke Nanda yang baru saja datang.“Kamu datang.” Sashi terlihat senang melihat Nanda di sana.Nanda mendekat dengan ekspresi wajah cemas, lantas memandang ke monitor yang baru saja diperhatikan oleh dokter.“Sebenarnya istri saya kenapa, Dok?” tanya Nanda.Dokter itu tersenyum sambil meletakkan alat USG, hingga kemudian menjawab, “Selamat, istri Anda hamil.”Nanda tertegun tak percaya mendengar ucapan selamat dari dokter itu. Dia sampai memandang Sashi dengan rasa tak percaya.Sashi sendiri hanya tersenyum karena tadi sudah memberitahu kalau dirinya hamil, kini usia kandungan Sashi pun baru enam minggu.“Hamil? Serius hamil? Bukan penyakit?” tanya Nanda memastikan dengan sedikit rasa tidak percaya.Sashi meraih tangan Nanda yang dekat dengannya, lantas menautkan jemari mereka.“Iya,
Satu tahun berlalu. Sashi masih setia menemani Aruna di luar negeri, Nanda sendiri datang setiap seminggu sekali, lantas tinggal beberapa hari sebelum kembali ke Indonesia.Sashi sendiri mulai lega karena akhirnya Aruna bisa menyesuaikan diri dan kini sudah memiliki beberapa teman di kampus barunya.“Bagaimana kuliahmu hari ini?” tanya Sashi saat melihat Aruna baru saja pulang.“Menyenangkan,” jawab Aruna sambil melebarkan senyum.“Mommy tadi telepon, tanya apa kamu masih suka murung-murungan, kujawab tidak karena kamu sudah baik-baik saja,” ucap Sashi.Aruna tersenyum tipis mendengar ucapan Sashi. Meski dia terlihat baik-baik saja, tapi tetap saja sudah satu tahun belum bisa melupakan Ansel.“Jika nanti sudah lulus, aku ingin kerja di sini saja. Di sini lebih enak, meski pergaulan di sini berbeda dengan di Indonesia, tapi aku sudah berusaha menjaga batasan,” ujar Aruna.Sashi sangat terkejut mendengar ucapan Aruna. Dia lantas membalas, “Apa kamu tidak ingin meneruskan perusahaan Dadd
“Bagaimana dengan Runa?” tanya Nanda saat menemui Sashi di kamar. Mereka sudah ada di sana sebulan. Aruna sendiri belum keluar dari rumah sama sekali sejak sebulan ini. “Masih sama. Hanya di kamar, duduk di teras, atau jalan-jalan,” jawab Sashi yang sedih mengetahui Aruna tak seperti dulu dan lebih banyak murungnya. Nanda menghela napas, mereka sudah berusaha membuat Aruna bersemangat, soal Aruna mau bangkit atau tidak, semua harus dari diri sendirinya. “Kalian tidak apa-apa jika aku tinggal? Aku tidak tega melihatmu sedih melihat Aruna seperti itu,” ucap Nanda sambil mengusap rambut Sashi. Nanda masih harus bolak-balik mengurus pekerjaan, sehingga dia pun tidak bisa setiap saat ada di sana. “Kamu tenang saja, aku baik-baik saja di sini. Soal Runa, aku akan berusaha mengajaknya jalan-jalan mencari suasana baru. Dia juga seharusnya sudah mulai mengurus perpindahan kuliahnya, tapi dia belum bersemangat,” balas Sashi. Sashi mencoba memahami posisi suaminya yang tak bisa terus berad
Aruna memandangi kamar yang akan ditinggalkannya. Dia sudah memantapkan hati untuk pergi karena benar-benar tak bisa melupakan Ansel begitu saja jika masih di kota itu. Baginya Ansel adalah cinta pertama yang tak bisa dilupakan. Meski dulu awalnya dia menyukai Bumi, tapi kenyataannya Ansellah yang menduduki hatinya pertama kali. “Kamu sudah siap?” tanya Sashi yang menghampiri Aruna di kamar. Aruna menatap Sashi, lantas menganggukkan kepala. Dia mengambil tas dan jaketnya, lantas menarik koper yang ada di dekat ranjang. Setelah mengurus visa tinggal terbatas dan pasport, akhirnya Aruna akan pergi ke Amerika untuk belajar sekalian menenangkan diri. Namun, tentunya Aruna akan pergi bersama keluarga, lalu nantinya akan tinggal bersama Sashi dan Nanda sesuai kesepakatan, meski Nanda akan bolak-balik karena urusan pekerjaan. Bintang menatap Aruna yang baru saja menuruni anak tangga bersama Sashi. Bintang tak kuasa melihat kedua putrinya akan pergi dan tinggal jauh darinya. Sopir yang