“Sekarang kamu sudah lega? Hubunganmu dengan Aruna pun tampaknya sudah sanga baik,” ujar Nanda sambil memeluk Sashi yang baru saja berganti pakaian.Sashi menghela napas lega, lantas melirik Nanda yang meletakkan dagu di pundaknya.“Ya, aku lega. Setidaknya Mommy baik-baik saja, lalu hubunganku dengan Aruna membaik karena masalah kita,” balas Sashi sambil mengusap lengan kekar yang melingkar di pinggang.Nanda melepas pelukan, lantas memutar tubuh Sashi agar menghadap ke arahnya.“Sekarang kita fokus dengan rumah tangga kita,” ucap Nanda sambil menyingkirkan rambut Sashi yang sedikit berantakan.“Aku mau fokus melukis dan menjadi dokter,” balas Sashi menyangkal ucapan Nanda.Nanda terkejut hingga menatap Sashi dengan rasa tidak percaya.“Aku nomor berapa?” tanya pria itu sambil menatap penuh harap.Sashi berhitung dengan jari, kemudian menjawab, “Empat.”“Tidak bisa, aku mau nomor satu. Kamu harus memberiku nomor satu.” Nanda meraih pinggang Sashi, lantas sedikit meraba-raba hingga me
“Nanda, bangun.”Sashi sangat terkejut saat melihat matahari sudah tinggi hingga menelusup masuk kamar mereka.“Bentar, aku masih mengantuk.” Nanda tak mau bangun, tapi malah semakin mempererat pelukan di pinggang istrinya.Sashi mencebik melihat Nanda tak mau bangun. Semalam suaminya itu mengajak bercinta tak ingat waktu, hingga akhirnya sekarang mereka bangun kesiangan.“Nanda, kita nanti terlambat ke perusahaan,” ujar Sashi lagi berusaha untuk membangunkan Nanda.“Kenapa kamu cemas sekali? Padahal suamimu ini petinggi di perusahaan dan mertuamu pemilik perusahaan,” ujar Nanda dengan santainya.Nanda bangun dan menegakkan setengah badan untuk bisa melihat istrinya.Sashi berbaring terlentang, menatap Nanda yang kini memandangnya.“Bukan masalah perusahaan siapa. Kerja ya kerja, jangan pakai alasan perusahaanmu atau perusahaan Papa. Bangun, kita harus ke kantor.” Sashi memukul lengan suaminya agar menyingkir dari atas tubuhnya.Nanda tersenyum melihat tingkah istrinya. Dia pun mengec
Ansel berdiri bersandar bodi depan mobil. Dia terus melihat ke ponsel, membaca pesan yang diterimanya beberapa saat lalu.[Ada hal yang ingin kusampaikan, bisa kita bertemu?]Ansel membaca pesan dari Aruna, kini dia menunggu gadis itu datang di tempat yang sudah dijanjikan.Tidak lama kemudian, mobil Aruna sampai di tempat Ansel berada. Ansel pun langsung berdiri tegap, menunggu Aruna turun dari mobil dan menghampirinya.“Maaf aku terkena macet di jalan,” ucap Aruna begitu sampai di hadapan Ansel.Ansel tersenyum melihat Aruna, padahal sejak tadi dia terus gelisah dan cemas karena gadis itu mengirim pesan untuk bertemu, tidak seperti biasanya yang langsung menghubungi.“Kamu ingin menyampaikan apa sampai meminta bertemu langsung?” tanya Ansel sambil memandang Aruna.Aruna menatap lekat wajah Ansel, hingga menarik napas panjang lantas menghela perlahan sebelum menyampaikan apa yang ingin diucapkan.“Ans, Bumi mengatakan sesuatu kepadamu?” tanya Aruna.Ansel cukup terkejut mendengar per
“Kuenya sudah siap?”Clara baru saja sampai dapur dan langsung menanyakan kue pesanannya.“Sudah, Non. Sudah dingin juga,” kata pembantu yang memasak pesananan Clara.“Ya sudah, taruh wadah. Mau aku bawa sekarang,” kata Clara lagi.Pembantu itu langsung mengambil wadah bersih, kemudian memasukkan kue ke wadah.Rihana melihat Clara yang sudah berpakaian rapi di dapur sedang mengawasi pembantu.“Lagi ngapain?” tanya Rihana yang penasaran. Dia berjalan mendekat ke Clara dan pembantu.Clara sangat terkejut mendengar suara Rihana. Dia menoleh dan melihat sang mama yang menghampiri.Rihana melongok ke kotak yang ada di meja, lantas menatap Clara yang sedikit menunduk.“Buat siapa? Kok ditaruh wadah?” tanya Rihana yang penasaran.Clara gelagapan mendengar pertanyaan Rihana, sedangkan pembantu hanya diam saja.“Oh … itu buat teman kok, Ma. Tadi kita janjian mau makan bareng di kampus,” jawab Clara sambil melebarkan senyum untuk meyakinkan sang mama.Rihana awalnya sedikit curiga, tapi kemudia
“Maaf, aku benar-benar minta maaf.”Sashi panik hingga meminta maaf berulang kali. Dia juga mengambil tisu untuk membantu membersihkan.“Tidak apa, aku baik-baik saja,” ucap pria yang ditabrak Sashi.Sashi tetap saja panik hingga membantu membersihkan jas dengan tisu.“Aku akan mengganti jas Anda jika rusak,” kata Sashi karena merasa pria itu pasti kepanasan terkena kopi panas.Pria itu hanya tersenyum kemudian mencoba menghentikan apa yang dilakukan Sashi.“Aku baik-baik saja, kamu tidak perlu cemas,” ujar pria itu terlihat tenang.Sashi memandang pria itu. Pria yang ditemuinya di pameran juga pria yang memborong semua lukisannya.Sashi terlihat sangat menyesal karena tidak memperhatikan belakangnya hingga menabrak pria itu.“Aku akan mengganti kopimu,” ujar pria itu kemudian meminta barista membuatkan kopi sama untuk Sashi.“Tidak, Anda tidak usah menggantinya. Aku yang salah,” ujar Sashi semakin merasa tidak enak.“Aku yang salah karena muncul secara tiba-tiba, aku juga tadi sambil
“Mama minta aku antar ini,” kata Aruna sambil memberikan makan siang untuk Sashi.Sashi memperhatikan paper bag berisi makanan yang dibawa Aruna, hingga kemudian bertanya, “Dari Mommy atau kamu yang beli sendiri?”Aruna terkejut mendengar pertanyaan Sashi. Tampaknya sang kakak sudah tahu kalau makanan itu bukan Bintang yang mengirim. Aruna hanya bisa menggaruk kepala tak gatal karena malu.“Terima kasih karena sudah peduli kepadaku,” ucap Sashi sambil mengusap kepala Aruna.Aruna menatap sang kakak. Sashi tak pernah berubah dalam bersikap, meski Aruna pernah jahat nyatanya sang kakak tetap saja menyayanginya.“Aku hanya ingin hubungan kita semakin membaik,” ujar Aruna menjelaskan maksud dirinya mengirim makanan meski mengatasnamakan Bintang.Sashi kini mengusap pipi Aruna, kemudian membalas, “Asal kamu sudah mau menerimaku, tidak usah berusaha terlalu keras karena hubungan kita akan baik saat kamu tak membenciku.”Aruna langsung melebarkan senyum mendengar ucapan Sashi. Dia pun mengan
Rihana mendengar suara berisik di dapur. Dia pun segera pergi untuk melihat karena takut terjadi sesuatu di dapur. Hingga saat baru saja sampai di pintu dapur, Rihana melongo melihat apa yang terjadi.“Kamu sedang apa?” tanya Rihana melihat penampilan putrinya sedikit belepotan.Pembantu yang ada di sana langsung menunduk karena takut Rihana marah sebab dia tidak melarang Clara yang melakukan pekerjaan dapur.Clara terkejut melihat sang mama datang, hingga kemudian mengusap pipi dengan punggung tangan sampai membuat tepung yang menempel di tangan pindah ke pipi.“Aku hanya ingin belajar membuat kue,” jawab Clara.Rihana cukup terkejut mendengar jawaban Clara, dia tak menyangka jika putrinya mau memasak, padahal bermimpi Clara mau memasak saja tidak pernah.“Buat kue? Sejak kapan kamu tertarik ingin membuat kue?” tanya Rihana masih setengah tak percaya.Clara terlihat berpikir, hingga kemudian menjawab, “Sejak tadi siang.”Rihana semakin merasa aneh, tapi jika memang Clara mau belajar
“Kenapa belum istirahat?”Sashi terkejut ketika mendengar suara Nanda. Dia menoleh dan melihat pria itu sedang berjalan mendekat ke arahnya.“Sebentar, aku menyelesaikan ini dulu. Ada pameran di luar negeri satu bulan lagi, asistenku di sana memintaku mengirim lukisan,” ujar Sashi kemudian kembali menghadap ke lukisannya.Nanda berdiri di belakang Sashi, melihat istrinya sedang memoleskan warna di atas kanvas yang sudah memiliki gambar indah.“Kamu masih menyelesaikan lukisanku?” tanya Nanda memandang gambar yang dibuat istrinya.Sashi berhenti memoleskan kuas di kanvas, lantas menengok ke suaminya yang berdiri di belakangnya.“Ish … pede sekali,” cibir Sashi meski itu benar.Nanda sedikit membungkuk, lantas bicara tepat di samping wajah Sashi.“Memangnya punggung siapa yang lebar dan sangat indah itu kalau bukan punggungku. Kamu juga pasti terpukau, kan?” Nanda malah menggoda istrinya karena sejak awal diam-diam menggambar dirinya.Sashi mengulum bibir mendengar ucapan Nanda, lantas