“Cih! Nggak tahu malu!” keluh Naiara kesal. “Apa dia deketin kakak karena butuh ketenaran?”“Well, yeah. Semua artis wanita seperti itu, kan?” Senyuman di wajah Bintang membuat Naiara semakin kesal. Dahinya berkerut ketika melontarkan keheranannya. “Tapi kau nggak keberatan, Kak?”Bintang terkejut dengan pertanyaan itu. Selama ini, itu juga yang menahan diri untuk membuka hati. Ia tak suka dimanfaatkan oleh artis-artis perempuan itu. Yang mendekatinya hanya demi ketenaran. Tapi pertanyaan Naiara membuatnya sadar. “Benar. Aku nggak keberatan kalau itu Adelia.”Dia bahkan langsung mengurus semua masalah Adelia dan menariknya ke RAFTEN tanpa berpikir panjang.Netra Naiara mendelik, tak percaya pengakuan itu keluar dari mulut pria yang sudah membuatnya jatuh cinta.Gadis malang itu hampir menangis, tetapi untungnya pesanan mereka datang. Naiara memutuskan untuk fokus pada makanannya. Ia juga tak bisa menyalahkan Bintang atas semua jawaban itu, karena yang lebih dulu mengangkat topik pa
“Aku cuma akan lihat dari jauh. Kau nggak boleh ganggu.” Bintang mengingatkan.Naiara mengangguk mantap. Tangannya masih melingkar manja di lengan Bintang. “Aku nggak bakal ke mana-mana juga.”Bintang menggelengkan kepala, heran dengan sikap manja putri tunggal Damian yang tetap muncul walau sudah menerima penolakan tak tersirat darinya. Namun, ia lega karena Naiara tetap dekat dengannya. Ia juga tak ingin kehilangan perempuan yang sudah ia anggap sebagai keluarga.Mereka segera kembali ke dalam mal. Naiara mengikuti ke mana Bintang melangkah. Menurut informasi dari Tiara, hari ini ada syuting saat membeli bahan makanan di mall. Hari ini para peserta variety show akan membuat makan mewah. Jadi, mereka pasti akan berbelanja di supermarket dalam mall.Berpikir ulang, Bintang merasa akan menjadi pertanyaan jika ia tiba-tiba ada di lokasi syuting. Ia memutuskan untuk menciptakan alasan. “Yara, sekalian belanja. Ambil keranjang.”Mendengar kata ‘belanja’, Naiara pun langsung melepaskan r
“Bint, Mama rasa Yara yang terbaik buat kamu, Nak.” Setelah acara kencan dengan Naiara kemarin, Manda tiba-tiba berkunjung ke apartemen Bintang keesokan paginya.Manda pasti sudah paham, bahwa putranya itu takkan pulang walau hari ini adalah akhir minggu.“Terbaik buat mama, bukan berarti terbaik buatku, Ma.” Bintang tersenyum tenang mengomentari ucapan sang ibu. Memang, dari segi orang tua, kedua pihak sudah sangat mengenal. Sayang, tidak ada perasaan seperti itu dari Bintang. Ia tak pernah melihat Naiara sebagai pilihan cinta.“Kalau Mama mau maksa Bintang nikah, bisa. Tapi, memangnya Mama nggak ingat dulu saat Mama nikah sama Papa?”Manda terdiam. Ia teringat betapa sakitnya ketika Raffael menikahi wanita lain di hari pernikahannya. Bukan karena kemauan suaminya juga, tetapi karena rencana orang tua yang tidak memperhitungkan perasaan sang anak.“Mama cuma mau nimang cucu,” gerutu Manda pada akhirnya.Bintang terkekeh. Sejujurnya, ia tak pernah membayangkan akan memiliki keluarg
“Pak Bintang?!” Wajah Adelia terlihat pucat dan panik menerima kedatangan Bintang di apartemennya. Ia sadar, berita skandal yang mendadak muncul sudah menyulitkan pria yang banyak menolongnya itu. “Lia. Kamu sehat?” tanya bintang. Ia melangkah masuk melewati sang gadis pemilik apartemen. Reaksi Bintang yang terlihat santai dan normal membuat Adelia semakin merasa bersalah.Netranya panas dan air mata mulai mengalir perlahan. “Pak, saya minta maaf—” “Lia,” potong Bintang, melempar senyum menenangkan. “Nggak ada yang perlu kamu mintai maaf.”“Tapi, Pak—”Ucapan Adelia kembali terpotong saat Bintang menepuk sofa di sebelahnya. “Saya mau bahas sesuatu sama kamu.”Adelia terdiam. Ia tidak tahu, apa maksud Bintang menepuk sisi sofa yang dekat dengannya adalah meminta untuk duduk di sana? ‘Emang aku boleh duduk deket kayak gitu sama bosku?’ batin Adelia menimbang. Ia kemudian memutuskan untuk duduk di sofa satu seat. Masih dekat dengan Bintang, tetapi setidaknya, tidak sampai bersentuh
‘Astaga! Jantung aku mau copot!’ Adelia membatin, panik. Ia menatap pantulan dirinya di kamar ganti. Ingatan beberapa jam sebelum ia terperangkap di ruang kecil itu kembali terbayang. Pada akhirnya, Adelia menuruti keinginan sang CEO. Menjadi kekasihnya selama 3 hari.Dan saat ini, ia tengah berakting sebagai seorang kekasih yang bersemangat saat pacarnya berniat memborong seisi mall.‘Mana harus manggil nama doang. Gimana kalau aku salah?!’ pekiknya tanpa suara, lalu berbalik menghadap pintu.Setelah beberapa kali melakukan tarik-buang napas untuk mempersiapkan diri berakting, Adelia akhirnya membuka pintu kamar ganti dan mencari Bintang. Ia harus menunjukkan gaun yang dipilih sang CEO untuknya. Hati sang gadis bergetar melihat pria sempurna itu menunggu dengan sabar di salah satu sofa. “Bintang!”Yang dipanggil terkejut mendengar nama itu meluncur dari gadis yang tengah ditaksirnya.Ia tersenyum. Senang bisa merasakan hati yang berbunga hanya karena suara lembut itu menyebut nam
“Kau nggak mengajak pacarmu?” Damian menatap Bintang dengan pandangan penuh rasa tak percaya. Walau ia sudah melabeli Adelia sebagai ‘pacar Bintang’, tetap saja ia tak mudah percaya. Ia hanya mencoba mengeruk kebenaran di balik kebersamaan Bintang dan artis perempuan yang wajahnya mulai beredar di acara televisi. Tak mengelak dari label itu, Bintang tersenyum dan berkata, “Lia harus pulang mengurus sesuatu, Uncle. Kapan-kapan aku akan perkenalkan kalian secara resmi.”Damian terlihat tak setuju, bahwa label itu diakui oleh Bintang. Namun, ia tak punya hak melarang. “Jadi, kalian benar-benar punya hubungan khusus?” tanya Damian yang akhirnya menyerah di bawah rasa penasaran. “Apa maksudmu dengan resmi? Kau berencana menikahinya?”Dahi Bintang berkerut naik. “Tentu saja! Aku menjalin hubungan dengan memikirkan pernikahan di antara kami.”Damian terdiam. Memutar otak bagaimana menaikkan topik mengenai putrinya yang juga berpotensi menjadi pasangan Bintang.Melihat pria tua itu kesulit
“What?!”Bintang yang baru saja terbangun karena dering ponsel kini melompat dari kasur, kaget mendengar ucapan Alexa, adik satu-satunya itu. “Lah! Kok kaget sih?! Bukannya Kak Bintang sendiri yang bilang sama Uncle Damian, kalau udah punya pacar?!” tukas Alexa, mulai mengendus ketidakjujuran sang kakak.Ditanya begitu, Bintang kalang kabut. Ia baru saja bangun dan otaknya belum panas.“Erm … maksudku, ehm! Kau tahu kan dia siapa?” Bintang mencoba memancing, seberapa jauh mereka tahu soal keberadaan wanita yang berlabel ‘pacar’ ini. “Nggak tahu lah!” keluh Alexa. “Makanya Papa suruh Kak Bintang ajak, buat liburan bareng. Sekalian perkenalan.”Bintang menghembuskan napas panjang selagi ia duduk di pinggiran kasurnya. “Dengar, Lex. Bisa nggak kau tolong kakakmu ini?”“Apa?” Suara Alexa terdengar tak setuju, karena ia tahu apa yang mungkin ada di balik pengakuan ‘sudah punya pacar’ itu. “Kau bohong soal punya pacar? Hm?”Tebakan Alexa membuat Bintang terkejut. Apa yang disebutkan Alexa
“Sudah, Pa.”Bintang menjawab singkat. Ia baru akan melanjutkan ucapannya, tetapi Manda datang dengan dua piring nasi goreng. Untuknya dan untuk ayahnya. “Sudah. Makan dulu, baru bahas urusan lain.” Manda melirik Bintang, seolah memberi isyarat kalau ia sudah tahu isi percakapannya dengan Alexa pagi tadi.“Wah! Nasi goreng favorit, Honey! Thanks!” seru Raffael sambil merangkul pinggang istrinya. “Ayo, ayo! Makan dulu.”Sepanjang makan, topik pembicaraan beralih pada urusan kantor. Raffael memuji Bintang yang sudah mulai mengurangi hobinya membuat skandal. Namun, hingga saat ini, kedua orang tuanya itu masih menganggap Bintang sebagai playboy yang sudah meniduri banyak perempuan. Karena tidak menyebabkan kisruh berkepanjangan, Raffael dan Manda memutuskan untuk mengubur semua itu. “Kalau kau sudah yakin dengan perempuan yang membuatmu jatuh cinta, sebaiknya kau segera menikah, Bint.” Raffael mulai mengembalikan topik pembicaraan saat makanan di piring sudah hampir habis. “Papa ngga
“Oh! Lex, aku cari kamu. Ayo, ikut!”Bintang mengambil kesempatan untuk lepas dari Kanya. Ia segera pamit, menggeret adik perempuannya bersama. “Kau dikerjai si Kanya?” tanya Alexa setelah mereka cukup jauh dari target pembicaraan.Bintang menggeleng. “Sepertinya dia nggak suka dengan Lia dan membuat skandal untuk menghancurkan karir Lia sebelum debut.”Alexa mengerutkan dahi. “Kukira sasaran Kanya si Luna. Dia sering banget dipanggil Kanya sebelum latihan mulai. Dan pagi ini Luna kena marah karena suaranya tiba-tiba hilang.”Kali ini dahi Bintang yang berkerut tak mengerti. “Kenapa kau diam saja? Kanya sepertinya bukan perempuan yang baik, Lex. Hati-hati.”Alexa mendengus geli. “Siapa yang berani denganku?!”“Jadi, ini yang kemarin kakak tanyain ke aku? Skandal itu disengaja oleh Kanya?” Alexa kembali bertanya. Kepala Bintang bergerak naik-turun. “Kebetulan aku melihatnya.”Mereka terdiam sesaat, sebelum akhirnya Bintang memutuskan untuk pergi menemui Dennis. “Kau juga hati-hati. A
“Aku nggak peduli.” Bintang membalas pertanyaan Adelia dengan pernyataan keras kepala. “Kita bisa menyembunyikan pernikahan ini, untuk sementara.”“Buat apa?” tanya Adelia tak mengerti. “Kalau aku menikah, aku ingin bisa menceritakannya pada semua orang.”Mendengar itu Bintang tak bisa berkelit. Ia tak menyangkal. Mungkin dirinya yang paling sulit untuk menyembunyikan hubungan mereka. Bahkan sejak awal, dirinya lah yang tak bisa menahan diri untuk mengumbar kedekatannya dengan Adelia. “Tapi kalau tunangan, kurasa aman. Gimana?” usul Adelia yang merasa bersalah setelah pertanyaannya tadi. Bagaimanapun, saat ini, seorang CEO besar melamarnya. Dia, yang hanyalah seorang gadis biasa.Namun, Bintang menolak usulannya. “Aku ingin menikahimu karena aku mau semalam-malamnya kamu pulang, aku ada di rumah.”Wajah Adelia bersemu merah. Sebuah senyum tak sadar terbentuk di sana. “Hanya karena alasan itu?” gumamnya tak percaya.“Itu bukan ‘hanya’, My dear.” Bintang memeluk tubuh sang kekasih er
“Bos, Regan mengitrogasiku. Sepertinya Bos Raffael mencari Anda.”Black melapor pada Bintang, tepat di saat ia yakin kalau Adelia sudah masuk ke kamar mandi hotel. Ini adalah hari kedua Bintang dan Adelia berada di hotel. Seharian kemarin mereka menikmati renang dan layanan spa dari hotel itu. Dan pagi ini, seperti yang sudah ia perkirakan akan terjadi. Foto dirinya melangkah keluar dari apartemen para artis RAFTEN sambil merangkul seorang perempuan tak dikenal, menghiasi halaman depan media berita artis ibukota.Tentu saja, Raffael dan Manda akan marah besar, mengira bahwa putranya berselingkuh di belakang Adelia. “Mereka pikir Anda membalas dendam atas skandal Nona Adelia.”“Ah ….” Bintang terkekeh geli dengan tebakan orang tuanya. “Aku mematikan ponselku. Kau saja yang beritahu mereka kalau foto itu adalah fotoku dengan Lia.”Black mengangguk. “Baik, Bos.”“Tapi, jangan kasih tahu kami di hotel ini,” tambah Bintang, mengingatkan. “Aku dan Lia sedang liburan.”“Siap, Bos!”Sege
Ha! Ha! Ha! “Pertanyaan dari mana itu?” Bintang tergelak mendengar kenyataan bahwa Adelia tak merasakan cintanya.CEO RAFTEN bahkan tak bisa menyalahkan siapapun kecuali dirinya, karena sudah membuat Adelia bertanya demikian. Cinta yang ia berikan sepertinya tidak nyata. Seperti apa kata sang ibunda. Hambar.“Kau nggak tahu saja, tiap malam aku datang ke sini. Tapi kau nggak pernah ada.”Netra Adelia membulat kaget. “Bohong! Aku nggak pernah ketemu kamu! Nggak pernah ada tanda-tanda kamu mengunjungi apartemenku.”Bintang mengecup bibir sang kekasih, singkat. Kemudian berkata, “Aku malas kalau harus mengakui perbuatanku. Jadi, terserah kamu percaya atau nggak. Aku nggak masalah, Lia.”Melihat Bintang tidak bersikeras membuktikan ucapannya, Adelia memutuskan untuk percaya. “Terus, kenapa kau ke apartemenku nggak bilang-bilang?” tanyanya heran. Bibir Bintang bergerak ke kanan lalu ke kiri, menimbang apa juga yang membuatnya datang ke apartemen Adelia.“Awalnya mau kasih kejutan. Tapi
‘... dia nangis karena sudah lama nggak bisa ketemu kamu, Kak.’Ucapan Alexa tadi kembali terngiang di telinga Bintang, walau sambungan telepon sudah terputus sejak tadi. Senyuman lebar tak bisa ia tahan. ‘Kurasa aku terlalu percaya pada hubungan kami. Percaya bahwa kami mengerti satu sama lain, tanpa perlu banyak interaksi.’“Ternyata aku salah,” keluhnya menyimpulkan apa yang terjadi. Dengan cepat ia mengirim pesan pada Tiara, sekretarisnya. To Tiara:Besok saya libur satu minggu. Jangan cari saya!Pesan terkirim!Kemudian ia juga mengirim pesan yang sama pada Theo, tetapi terkait Adelia. To Theo:Besok Adelia libur 3 hari. Jangan cari dia!Pesan terkirim!Bintang mematikan ponselnya dan juga Adelia begitu saja dan mulai fokus mengurus sang kekasih. Ia menggulung lengan kemejanya dan mulai menyeka bagian tubuh Adelia yang terlihat. Malam itu ia memutuskan untuk menemani sang kekasih, tidur di ranjang yang sama.‘Ah … sebaiknya aku juga ganti saja itu!’*** Keesokan paginya, Ad
‘Kalau diingat-ingat … aku terakhir lihat Lia dari jendela pintu ruang latihan. 3 minggu lalu, kalau nggak salah.’Bintang menatap lurus tanpa berkedip. Pandangannya kosong, sementara ia menggenggam gelas wine di tangannya. Ia sedang duduk di sofa apartemen sang kekasih. Masih terdiam, pikirannya kembali mengingat hari itu. ‘Setelah itu, aku pergi dinas. Dennis bilang kalau Lia sangat bersemangat siap debut.’“Nggak ada yang salah dengan kami. Kurasa.”Pria yang tengah bingung dengan komentar ibu dan rekan kerjanya itu kembali menghela napas panjang. Ia tak tahu apa yang membuat hubungannya dicap hambar. Sejauh mereka belum menikah, jelas tidak ada yang bisa mereka lakukan selain pergi kencan. Sesekali berciuman atau tidur di kasur yang sama. “Apa aku harusnya menikahi Lia?” Lagi, ia berbicara dengan diri sendiri. “Tapi dia sedang bersiap debut. Bagaimana kalau langsung hamil dan merusak karirnya?”Sudah pukul 11 malam dan Adelia tak juga tiba di rumah. Mungkin penantian Bintang ma
“Dia tidur sambil berendam.”Bintang menggelengkan kepala, heran dengan kelakuan absurd sang kekasih kecilnya. Sekarang ia tidak tahu harus berbuat apa untuk mengangkat tubuh Adelia tanpa melihat. “Lia.” Bintang mencoba membangunkannya. “Adelia!”Dengkuran halus malah menjadi jawaban dari panggilan itu. Membuat Bintang mulai kehabisan akal setelah beberapa kali mencoba membangunkannya. Ia memutuskan untuk mengambil handuk dan menutupi tubuh gadis itu setelah berhasil mengangkatnya dengan menutup mata. Setelah bekerja keras, Bintang pun berhasil membaringkannya di tempat tidur. Namun, sampai di sana, Adelia malah terbangun. “Kenapa kau baru bangun sekarang, hm?” keluh Bintang. “Kau mengerjaiku ya?”Adelia mengerjapkan netranya beberapa kali, kemudian tersadar bahwa ia sudah ada di kasurnya, masih dengan tubuh yang basah. “Astaga! Apa aku ketiduran?”Melihat dari respon Adelia, Bintang tahu kalau gadis itu pasti kelelahan setelah beberapa minggu terus berlatih dan hanya bisa tidur 2
“Jadi … saya mau kamu coba ke musik. Gimana, Adel?”Sesuai permintaan Bintang, Dennis memanggil Adelia untuk membicarakan masa depan karirnya sebagai artis.Wajah Adelia terlihat memerah. Pandangannya penuh harap. Menjadi penyanyi adalah impian terdalamnya, tetapi ia tak mau dirinya yang memilih. Ia ingin orang lain mengatakan kalau dirinya pantas menjadi penyanyi. Sayang, gadis pemalu itu tak berniat menyombongkan suara cantiknya.“Ba–bagaimana kalau suara saya tidak sesuai keinginan perusahaan, Pak Dennis?” Dennis tergelak sesaat kemudian berkata, “Tidak ada hal demikian, kecuali kau buta nada, Adel. Kau mau coba?”Adelia terdiam. Ia sangat ingin mencobanya dan mengetahui sampai di mana kemampuan itu membawanya. Belum juga Adelia menjawab, suara ketukan di pintu menghentikan percakapan mereka. Nana—sekretaris Dennis mengantar tamu untuk sang direktur. “Pak, Madam Inggrid sudah tiba.”Wajah Dennis berbinar mendengarnya. “Oh! Kebetulan! Suruh masuk, Na.”Nana membuka jalan dan mem
“Ab—eh?!” Netra Adelia yang setengah terbuka tadi bertemu pandang dengan Bintang yang baru saja akan membilas rambut. Bintang tersenyum lembut. “Eh … kau mau mandi denganku, Lia?”“Pa—Pa–Pak Bintang?!” pekik Adelia, menutupi matanya.Menyadari kalau ternyata ia sedang berada di rumah Bintang membuatnya langsung panik dan kembali ke lantai 3. “Astaga!” Adelia membanting tubuhnya, tengkurap di atas kasur. “Apa yang kulakukan barusan?!”Ia mencoba menghilangkan rekaman ingatan mengenai tubuh atletis Bintang yang jarang terdeteksi di balik jas kerjanya, tetapi sia-sia. Karena hanya gambaran itu lah yang kini memenuhi pikiran Adelia. Semakin matanya tertutup, semakin sadar kalau ia melihat semuanya. Setelah menenangkan diri, Adelia mulai duduk di pinggir kasur dan mengamati tempat itu. “Aneh bentuk kamarnya. Naik ke atas begini. Di bawah ada kasur juga dan kayaknya tadi masih ada tangga turun ke lantai 1.”Ia mencoba mengingat-ingat kantor Bintang yang berada di apartemen, tetapi tak