“Sepertinya harus operasi, Bu Manda, Pak Raffael.”Sang dokter akhirnya harus datang bertugas di hari liburnya, karena sampai pukul 11 malam bukaan jalan lahir Manda tak kunjung bertambah. “Kalau tidak operasi kenapa, Dok?” tanya Manda khawatir. Ini pertama kalinya ia melakukan tindakan besar seperti operasi. “Adik bayinya sungsang di dalam. Untuk membetulkan lagi, waktunya tidak akan keburu karena air ketubannya sudah banyak keluar. Akan berbahaya buat bayinya, Bu.” Dokter berusaha meyakinkan Manda bahwa operasi c-section adalah jalan terbaik. Melihat Manda keberatan dengan tindakan operasi, Raffael meminta waktu sebentar untuk bicara dengan Manda. Sang dokter memberi waktu setengah jam untuk memberikan keputusan. Raffael meraih tangan Manda dan mengecupnya pelan. “Honey, apa yang kamu takutkan? Tenang saja, dokter ini kenalan Chin Han, jadi nggak akan melakukan hal jahat.”Manda merajuk. “Kata orang, kalau lahirin anak cesar, nggak bakal bisa disebut seorang ‘ibu’. Aku mau ja
“Raffael, apa kau sudah siapkan nama untuk putramu?” tanya Diana yang sedang mengusap layar ponselnya sejak tadi.Ia sedang membuka situs internet terkait nama-nama yang mungkin cocok bagi cucunya.“Rama? Raffael Manda.”Diana langsung berhenti menatap ponselnya dan memandang menantunya itu dengan tatapan tak setuju. “No! Cari nama lain!” Raffael menggaruk kepala belakangnya yang tak gatal. Baru kali ini ia mencari nama untuk bayinya, tapi ia tidak tahu bagaimana mencarinya. Biasanya, ia akan minta Regan atau Chang untuk mencari tahu sesuatu.Melihat Raffael bingung, Diana menunjukkan layar ponselnya. “Buka ponselmu dan cari di internet, ‘nama bayi laki-laki’. Nah coba kamu cari di sana.”Mendengar itu Raffael langsung mengerjakan tugas pertamanya sebagai seorang ayah. “Bagaimana kalau Reinhard?” tanya Rowan penuh semangat. Wajah Raffael berubah jijik. “Jangan, Pa. Itu nama iparku yang licik.” “Licik?! Seperti apa?” tanya Rowan, bersiap kalau-kalau orang yang disebut Raffael bisa
“Nggak masalah!” seru Diana memberi izin. Rowan mengangguk. “Nama Adinata bukan nama keluarga. Aku hanya menyamakan nama Manda dengan namaku.”Rowan menambahkan, “Tapi kalau mulai sekarang itu jadi nama keluarga, kurasa nggak ada ruginya.”Netra Raffael berkaca-kaca mendapat izin tersebut. Ia akan segera meminta Natasya mengurusnya nanti.Raffael Adinata. Bintang Adinata. Manda Adinata. “Apa boleh kita menikah bulan depan, Manda, Mama, Papa?” tanya Raffael yang tak ingin menunggu lama. “Ha?! Bulan depan?! Nggak akan cukup waktunya, Raffa,” ujar Manda tak setuju. “Lagian, badan aku masih gemuk!”Raffael terkekeh. “Soal waktu, kamu nggak usah khawatir. Tinggal datang duduk manis, Sayang.”Rowan mengangguk setuju. “Benar, sebaiknya diurus segera. Jadi, akta lahir Bintang nanti nama Raffael sudah ada.”Raffael merasa bahagia karena mendapat dukungan dari ayah mertua yang selama ini selalu menolaknya. Manda pun tak punya alasan lagi. Ia akan berusaha mengembalikan bentuk tubuhnya kemb
“Pa, Manda sudah selesai. Raff, kamu mau gendong anak kamu nggak?” Diana tiba-tiba muncul dari balik pintu setelah 15 menit. Rowan beranjak dari sana kembali ke dalam ruang perawatan, tetapi Raffael terdiam. Sejak tadi ia menahan air mata haru ketika mendapat restu pribadi dari Rowan. Dan sekarang, ia ingin menikmati rasa bahagia itu lebih lama lagi. “Bahagia sekali.” Diana kini gantian yang berdiri di samping Raffael. Saat tadi hendak keluar, ia mengurungkan niatnya karena mendengar sang suami berbicara hati ke hati dengan Raffael. Raffael terkekeh singkat. “Mm.”Ia mengingat bagaimana hatinya terus mengecil setiap kali Rowan menolak kehadirannya. Walau semua berpikir Raffael pria yang angkuh dan tak tahu menilai kondisi, semua itu ia tahan dalam hatinya. Dan sekarang, kebahagiaan itu melebihi semua harta yang pernah ia miliki. Seberharga itu lah Manda baginya. Kalau tidak bertemu Manda malam itu, mungkin hari ini ia tidak punya niat melawan keinginan orang tuanya dan menikah
Ha! Ha! Ha!Raffael tergelak melihat apa yang tertulis di kertas hasil tes DNA itu. Rowan, Diana dan Yuike bergantian saling bertatapan, heran karena Raffael tertawa seperti orang kurang waras.Angka-angka pada hasil tes tersebut menyatakan bahwa probabilitas Raffael sebagai ayah biologis Bintang adalah 0%.“Pa, Ma. Kalau itu benar sekalipun, aku nggak akan melepaskan Manda.” Raffael berjanji. “Dan lagi, aku percaya Bintang anakku. Biar kumintakan foto kakekku.”Rowan mengangguk setuju.Pikir Rowan, ‘Bintang juga nggak ada mirip miripnya sama Julius. Apa ada yang campur tangan dengan hasil tes ini?’Tak sadar Rowan menatap istrinya sambil membatin, ‘Aku seperti ada di drama-drama yang istriku tonton.’Sementara itu, Manda mulai tak sabaran dan memanggil Raffael beberapa kali. Namun, karena Raffael sedang keluar ruangan untuk menghubungi seseorang, Diana yang datang memenuhi panggilan Manda. “Sebentar, Sayang. Pacarmu lagi keluar kamar.”Manda mengerucutkan bibirnya. “Apa di meja ada
“Lihat ini!” seru Diana. Ia memperlihatkan foto yang disebar Raffael padanya dan juga Rowan semalam pada Manda. Foto masa kecil kakek Raffael benar-benar seperti memperlihatkan masa depan Bintang. “Kau nggak perlu lagi tes DNA, Nak.” Diana menambahkan. Sejak Manda bangun pagi, yang ia tanyakan hanyalah Raffael dan hasil tes DNA putra mereka. Bukannya Manda tak percaya bahwa Bintang adalah anaknya dengan Raffael, tapi memang seperti itulah sang sekretaris Manda Adinata. Ia tidak suka hidup dalam ketidakpastian. Kalau ia bisa bersiap dari sekarang, kenapa harus menunggu nanti setelah ada masalah. Manda baru saja akan memprotes ucapan Diana lagi, tetapi Raffael datang dan mengibaskan amplop putih di tangannya. “Hon, ini hasil tesnya. Terjamin keasliannya.”Dengan segera Manda mengeluarkan isi amplop itu dan meluruskan kertasnya. Ia mengambil video dan berkata, “Ini tes DNA Bintang. Dokter bilang kalau Raffael adalah ayah biologis dari Bintang.”Setelah itu, ia memasukkan kertasnya
Tiga hari berlalu setelah Manda keluar dari rumah sakit.Pertanyaan Rowan siang itu di mobil, tidak mendapat jawaban memuaskan. Karena Raffael belum mendapatkan bukti kuat terkait keterlibatan Catherine dalam masalah pemalsuan data tes DNA.“Julius sudah mengaku kalau semua itu rencananya. Tapi Catherine menjadi pihak yang mendukung terlaksananya semua rencana Julius. Transferan yang diterima Julius jelas dari salah satu staf keluarga Soreim.”Rowan menatap Raffael, menunggu reaksi menantunya itu. “Nggak akan mudah menjerat Catherine. Dia pasti melakukan segala cara supaya nggak mengotori tangannya sendiri.”Rowan mengerutkan seluruh wajahnya. “Kejam sekali.”Calon suami Manda itu mengangguk setuju. “Bagi mereka hal biasa mengorbankan anak buah, Pa. Aku akan cari alasan lain untuk menjeratnya.”Detik berikutnya, bahasan Raffael berubah ceria. Karena tiba-tiba ia mengeluarkan setumpuk kertas berwarna peach di atas meja. Rowan dan istrinya menyipitkan mata, mencoba menebak apa yang di
“Bagaimana?” tanya Raffael. Saat ini ia tengah bertemu dengan Camelia di sebuah kafe salah satu mall besar Yogyakarta. Wanita itu memutuskan untuk mengunjungi mereka. Lebih tepatnya membantu Manda mempersiapkan pernikahannya dengan Raffael. “Mom sama Dad janji nggak akan membuat keributan.” Camelia melaporkan reaksi Seria dan Adam. “Mereka bilang nggak mungkin mereka nggak datang ke acara pernikahan anak laki-laki mereka.”Kalau orang lain yang mendengar kalimat itu, mungkin mereka akan salah paham dan melabeli Raffael sebagai anak durhaka. Padahal mereka sangat menyayangi anak laki-lakinya. Namun, Raffael yang sudah tahu seperti apa pola pikir orang tuanya hanya bisa mendengus geli. “Mereka cuma nggak mau jadi bahan gunjingan orang. Pasti bakal malu kalau tahu mereka nggak kuundang,” tebak Raffael kesal. “Seharusnya mereka terima kasih sama Papa mertuaku.” Camelia mengangguk setuju. “Walau mereka terlihat menerima ini dan aku memberikan undangannya, jangan sampai kamu lengah, R
“Belum juga keluar suamimu, Nda?” tanya Diana. Manda menggeleng. Raut wajahnya terlihat sangat khawatir. Suaminya itu hanya mengatakan ia ada rapat malam, tetapi hati Manda tak percaya dengan ucapan Raffael.Tak bisa dibohongi. Wajah Raffael hari ini terlihat sangat tidak tenang. Seolah ada hal yang mengganggunya, tetapi tidak bisa ia utarakan. Selama bekerja dengannya, Manda tahu, tidak pernah Raffael punya jadwal untuk rapat malam hari. Jangankan malam, siang saja kalau bisa akan ia hindari. “Menurut Mama, apa ada hal buruk yang terjadi?” tanya Manda khawatir. “Hal buruk? Yang seperti apa maksudmu, Nak?”Manda mengangkat bahu. “Mungkin dia dapat ancaman dari orang tuanya? Atau malah dia diganggu Catherine Soreim itu? Atau apa? Aku sama sekali nggak bisa menebak.”Diana menghela napas panjang. Ia juga tak setuju putrinya dibiarkan dalam area buta seperti ini, tetapi ia yakin, menantunya itu pasti punya alasan. “Mama rasa, kamu harus jelaskan ke Raffa, Nak. Tidak ada untungnya ka
“Alana?” Raffael mengkonfirmasi nama orang yang dirujuk dalam ucapan Chin Han. “Yes, Raff. Dia dijadwalkan keluar jam 3 sore,” tambah Chin Han. “Kau sebaiknya bersiap. Aku yakin dia akan cari kamu, Raff.”Sekejap, penyesalan memenuhi hati Raffael. Baru kemarin ia mengumumkan pernikahannya dengan Manda. Bahkan wajah Manda terpampang di salah satu media cetak. Bukan hanya foto Manda, tetapi foto saat semua keluarga merayakan ulang tahunnya kemarin. Otaknya berpikir cepat dan berkata, “Han, tolong urus penarikan koran yang ada hubungannya sama berita kemarin.”“Ok!”Di Surabaya mungkin takkan terlalu banyak penerbit yang memberitakan kejadian itu, tetapi penerbit besar pasti mencetaknya. Tanpa peduli sambungan mereka sudah terputus atau belum, Raffael berbalik mencari Tiara. “Pak? Ada yang ketinggalan?” tanya Tiara saat berpapasan dengan Raffael di pintu ruang rapat. Wajah Raffael terlihat tegang. Ia kemudian me“Ra! Minta semua penerbit koran menarik lagi korannya.”“Ha?! Mana bis
‘RAFTEN, Memecat Sejumlah Artis dan Staf!’Adalah berita yang terpampang di halaman terdepan semua media yang beredar di ibukota. Dan setelah membaca setiap kolom berita, semua akan tahu apa yang sudah dilakukan mereka hingga pantas mendapatkan pemecatan.Kutipan Raffael pun tertuang di sana. ‘Penilaian ulang akan dilakukan. Sebagai seorang talent, RAFTEN tidak butuh mereka yang ahli dalam bidang akting tetapi nol dalam etika.’Kali ini, Manda juga tidak akan merasa kasihan lagi. Karena apa yang dilakukan sudah kelewat batas sebagai seorang manusia. Namun, karena ini juga, Diana dan Rowan jadi tahu apa yang terjadi pada putri mereka kemarin. “Astaga! Nggak perlu lah anggap kamu istri bos. Kita sama-sama manusia kenapa nggak bisa lebih lembut sedikit ya,” keluh Diana sambil memeluk Manda. “Jadi, ponselmu rusak, Nak?” tanya Rowan.Manda mengangguk, tetapi langsung menambahkan, “Raffa sudah belikan baru dan sudah atur semua sama seperti ponsel lamaku.”Rowan mengangguk. “Syukurlah, Ra
“Hon—”“Diam di dalam dulu. Aku mau ganti baju!” Setelah tenang, Manda mengunci Raffael di ruang rapat kecil, di dekat ruang kerjanya. Istri sang CEO itu memutuskan untuk tak peduli dengan apa yang sudah terjadi dan menyuruh Raffael berlatih menampilkan wajah terkejutnya saat nanti ia mendapatkan kejutan.“Baiklah ….” Raffael menyerah. Baginya yang terpenting saat ini Manda sudah terlihat lebih riang. Ia tak menyangka, istrinya bukan tipe wanita lemah yang bisa diinjak sembarangan. Padahal lawannya banyak dan ia kewalahan membuktikan statusnya sebagai istri sang CEO.‘Kurasa, aku harus membuat pengumuman dan memasang video pernikahanku segera. Supaya tidak ada kejadian seperti ini lagi,’ tekad Raffael dalam hatinya.Kemudian, diam-diam ia meminta Tiara membukakan pintu ruang rapat itu. Lebih baik ia segera mengurus para pembuat onar.“Pak, sebenarnya ada apa?” tanya Tiara. Ia berdiri di samping Raffael yang tengah menunggu lift. “Saya belum tahu cerita detailnya. Tapi saya sudah
Tak punya pilihan, Manda segera melayangkan tas besarnya ke arah satpam tersebut. Namun sayang, pintu lift sudah tertutup lagi.“Ibu ini! Malah mukul yang berwajib!”Satpam yang terkena pukulan pun langsung protes dan langsung mencengkram tangan Manda untuk memborgolnya. Namun, sebelum borgol itu menyentuh tangan Manda, suara Raffael menggelegar dari pintu lobi. Seperti biasa pagi tadi ia bangun dan menghubungi sang istri, tetapi tidak tersambung sama sekali. Takut terjadi sesuatu, Regan pun ia perintahkan untuk mencari tahu. Secepat kilat Raffael datang ke kantor karena mendapat bocoran dari Chang bahwa Manda pergi ke kantornya. Itu pun setelah Regan mengatakan bahwa ponsel majikan perempuan mereka tidak bisa dihubungi. Dan kondisi Manda yang tengah menghajar satpam kantor menjadi pemandangan pertama di mata Raffael. “Regan! Tangkap mereka semua!” bentak Raffael membuat semua orang yang ada di sana, termasuk mereka yang menonton ketakutan. Regan segera menggiring semua orang ke
“Ma, aku titip Bintang ya,” bisik Manda pada Diana yang masih setengah tidur. Diana mengangguk paham, kemudian melanjutkan tidurnya di kamar Manda, di rumah mereka yang ada di Jakarta. Bintang masih terlelap di dalam boks bayinya. “Aku pergi dulu.”Manda segera menutup pintu kamarnya dan bergegas keluar dari rumah menuju mobil. Chang dan Tara sudah berada di depan untuk mengantar. Sebelum pergi, Manda menjelaskan tugas mereka. “Chang, nanti tolong jagain Bintang dulu. Aku sama Tara ke RAFTEN, sekitar jam 8 atau 9 Tara jemput kalian.”“Siap, Madam!”Pagi masih belum penuh, tapi Manda harus segera menuju kantor Raffael karena ia sudah mengatur jadwal dengan Rara bahwa hari ini ia harus tiba di kantor pukul 7 pagi untuk mengatur berbagai hal. Berangkat pukul setengah 6 pun tak membuat Manda datang tepat waktu. Ia terlambat 5 menit. “Tara, kamu balik ke rumah ya,” perintah Manda. “Jemput Mama, Papa sama Bintang.”“Baik, Nyonya.”Sepeninggalan Tara, Manda pun berbalik untuk memasuki g
“Raffa, tunjukkan wajahmu sebentar saja!” Manda menyeret Raffael kembali ke meja makan di resort yang mereka sewa. Tentu saja, walau mereka bersenang-senang dengan pantai, Manda tidak lupa tugasnya mengingatkan Raffael jika ada rapat penting yang butuh kehadirannya. “Hanya satu ini lagi, Raffa,” bujuknya, melihat wajah cemberut sang suami. “Benar hanya satu ini lagi?” tanya Raffael mengerutkan dahi, seakan tak percaya. Manda mendengus. “Aku bukan kamu yang bilang sekali ini saja tapi bohong!”Mendengar itu Raffael tergelak. Ia akhirnya menurut dan duduk di depan laptop untuk mengikuti rapat. “Rapat harus selesai dalam 15 menit,” perintah Raffael tegas. “Beritahu saya apa saja masalah yang butuh penanganan!”Manda hanya bisa menggelengkan kepala, heran dengan CEO satu itu. Ia membiarkan Raffael dengan pekerjaannya dan menyusul Camelia yang tengah menikmati air laut di pinggiran pantai bersama dua anaknya. “Mau kerja dia?” tanya Camelia sambil terkekeh melihat adiknya tetap dipaks
“Astaga, Ra. Jadi, bos kamu kabur ini?” tanya Manda panik.Ia sedang menunggu Raffael keluar dari kamar mandinya pagi ini, ketika melihat pendar biru menyala lama dari layar ponsel sang suami.Ketika diintip, ternyata sekretarisnya yang menelepon. Takut ada hal penting, Manda menggunakan kebebasannya untuk mengusap layar ponsel ke atas. Menerima panggilan telepon itu. “Pak Raffael, apa Bapak sudah bangun? Saya sudah menunggu di lobi.”“Ra. Raffa lagi di Jogja. Apa kamu nggak diberitahu?”Spontan Manda mendengar suara seruan panik dari sang sekretaris. Hatinya merasa kasihan mendengar bahwa tidak seharusnya Raffael bisa meninggalkan kantor selama satu minggu ke depan. “Saya harus gimana, Bu Manda?” keluh Tiara dengan suara lemas. “Menurut kamu, ada pertemuan yang sangat penting sampai tidak bisa ditunda nggak?” Manda mencoba membantu sekretaris muda itu untuk mengejek jadwal si bos yang menyebalkan itu. ‘Kenapa juga aku bisa nikah sama dia. Tapi dulu dia nggak sesulit ini dihadapi.
“Hon?”Raffael menghubunginya via panggilan video karena pesannya tak dibalas oleh Manda. Ia terkekeh melihat wajah sang istri yang tengah tersipu malu. “Ah … aku jadi ingin pulang. Kau membuatku gemas.”Manda membuang muka. Ia kesal karena jadi lemah dengan semua kata-kata Raffael yang seperti itu. Setelah mengkondisikan wajahnya, Manda pun kembali menatap layar. “Kamu nggak bisa tarik keputusan kamu soal artis itu?” tanya Manda, berharap Raffael lebih manusiawi. Namun, Raffael menggeleng. “Nggak. Tapi aku sudah meminta salah satu sutradara menjadikannya pemeran utama film layar lebar. Kau nggak perlu khawatir. Aku menyerahkannya ke rumah produksi lain.”Manda terlihat lega mendengar kalau Raffael tidak memecatnya dan menjadikan wanita itu kehilangan pekerjaan. Sederhananya, ia hanya memindahkan artis itu ke perusahaan entertainment lain. “Kalau begitu, aku lebih tenang.”Bersamaan dengan itu, ketukan di pintu kamar Manda mengejutkan Bintang dan dirinya. Diana masuk perlahan dan