“Bagaimana?” tanya Raffael. Saat ini ia tengah bertemu dengan Camelia di sebuah kafe salah satu mall besar Yogyakarta. Wanita itu memutuskan untuk mengunjungi mereka. Lebih tepatnya membantu Manda mempersiapkan pernikahannya dengan Raffael. “Mom sama Dad janji nggak akan membuat keributan.” Camelia melaporkan reaksi Seria dan Adam. “Mereka bilang nggak mungkin mereka nggak datang ke acara pernikahan anak laki-laki mereka.”Kalau orang lain yang mendengar kalimat itu, mungkin mereka akan salah paham dan melabeli Raffael sebagai anak durhaka. Padahal mereka sangat menyayangi anak laki-lakinya. Namun, Raffael yang sudah tahu seperti apa pola pikir orang tuanya hanya bisa mendengus geli. “Mereka cuma nggak mau jadi bahan gunjingan orang. Pasti bakal malu kalau tahu mereka nggak kuundang,” tebak Raffael kesal. “Seharusnya mereka terima kasih sama Papa mertuaku.” Camelia mengangguk setuju. “Walau mereka terlihat menerima ini dan aku memberikan undangannya, jangan sampai kamu lengah, R
“Nggak normal?!” tanya Camelia lagi, bingung. Ia kemudian menambahkan. “Tapi suvenir yang dipakai di nikahanku dulu emas 5 gram. Dad malah minta 10 gram, tapi aku menolak.”Otak Manda seperti berasap menghitung jumlah nol yang dihasilkan dari perkalian harga emas dan jumlah tamu. “Mungkin kita bisa kasih sumpit atau apa yang punya arti gitu, Bu Camelia.”Camelia mengeluh. “Manda, berhenti panggil aku dengan sebutan bu. Kamu bisa mulai panggil aku Kak Amel.”Manda panik. Ia pun berseru, “Ha?! Mana mungkin?!”“Kenapa nggak mungkin?!” balas Camelia dengan wajah sedih.Raffael terkekeh geli. “Manda saja sudah denda berapa banyak karena susah sekali menghilangkan panggilan ‘pak’, padaku.”“Ayo, belajar!” tuntut Camelia. Manda berusaha memutar otak, mencari panggilan yang lebih sopan, tetapi dia hanya bisa menemukan satu. “Kak Camelia. Bagaimana?”Walau masih kurang puas, Camelia setuju kali ini. “Oke lah. Balik ke topik awal. Jadi, memangnya makna sumpit apa?”“Sumpit maknanya seperti t
“Apa ini cukup untuk menjadikannya tersangka?” Raffael menyerahkan sebuah rekaman pada kenalan pihak berwajib. Pria bertubuh kurus tinggi dengan hiasan bintang 1 di bahunya. “Cukup, Pak Raffael. Ini suara milik siapa kalau saya boleh tahu?”“Seria Indradjaya dan Catherine Soreim.”Mendengar nama keluarga Soreim, kelihatan sekali bahwa pria itu tidak berniat mencari perkara dengan mereka. “Baik, Pak Raffael. Saya akan minta anak buah saya mengaturnya.”Raffael pamit segera dan menyerahkan kasus selanjutnya pada pihak berwajib. Reinhart juga berjanji akan membantu mengurus hal itu. Seria dan Catherine tidak akan menduga bahwa Reinhart menempatkan pengintai di kediaman utama Indradjaya. Dan mereka berhasil merekam pembicaraan dua wanita itu saat sedang merencanakan untuk mencelakai Manda. “Kau tenang-tenang urus pernikahanmu, Raff. Aku akan minta anak buahku mengawasi.” Reinhart mengulang janjinya sebelum Raffael benar-benar pergi dari sana.Raffael mengangguk. “Manda nggak perlu t
“Hon, kalau lelah, kita bisa minta MC tutup jalan dulu.” Raffael berbisik melihat Manda terlihat lemas di sebelahnya. Sudah satu jam sejak dimulainya resepsi pernikahan mereka malam hari. Dan baru kali ini Manda melihat lautan manusia dengan berbagai bahasa.Ruangan dengan kapasitas 2000 orang itu benar-benar hampir penuh. Kemungkinan yang datang lebih dari 2000.Ia sadar, kalau suaminya tidak hanya punya kenalan di Indonesia. Ada yang berbahasa Inggris, ada juga yang dari Jepang. Tak sedikit yang berparas Italia.“Ide bagus. Aku mau ngemil aja, Raff.”Sekejap, Chang sudah datang membawakan puding dan beberapa potong buah segar. Sang bodyguard bahkan membawakan porsi untuk bridesmaid yang sedang merajuk.“Aku nggak punya job! Semua pekerjaanku diambil Chang dan Regan,” keluh Yuike.Manda terkekeh. “Seenggaknya kau duduk di pelaminan. Kali aja ada yang ngelirik kamu.”Yuike mendengus. “Ha! Kalau cowok Italia bisa bahasa Indonesia, aku mau deh!” Tidak berapa lama setelah Yuike berkata
“Bro! Stay dulu dong!”Beberapa tamu Raffael dari luar negeri tak mengizinkannya kembali ke kamar. Padahal acara resepsi sudah selesai. Ia bahkan meminta Yuike untuk menemani Manda dulu ke kamar karena masih banyak tamu yang jauh-jauh datang ingin bertemu dengannya. “Hey! Ini sudah lebih dari satu jam saya menemani kalian. Benar-benar. Kalian dan minuman keras selalu saja menyusahkan!” ledek Raffael menggunakan bahasa inggris. Mereka tergelak, tapi tak juga melepaskan Raffael.Sementara itu, Manda yang sudah tiba lebih dulu di kamar bersama Yuike mulai menyadari bahwa pernikahan itu akan membawanya menuju malam pertama. “Ke. Apa yang dilakukan orang saat malam pertama?”Yuike melirik sahabatnya dengan wajah super datar. “Main catur.”“Serius! Maksudku, apa aku harus mandi dulu atau aku—”“Kalian kan sudah pernah! Begituan!” tukas Yuike memotong ucapan Manda.Manda mendesis kesal. “Ish! Itu kan saat aku mabuk! Mana tahu apa yang kulakukan. Aku nggak ingat. Bisa jadi aku dalam kondi
Manda terdiam di pinggir tempat tidur kamar hotel. Yuike baru saja pamit dengan alasan mengantuk. ‘Aku yakin dia pasti ketemuan sama Trevor,’ batin Manda dengan wajah cemberut. Kalau tidak ada Trevor, pasti Yuike tidak akan secepat ini meninggalkannya. Setengah jam lebih sedikit, sahabatnya itu di sana sebelum akhirnya pamit dengan gelisah.“Apa aku mandi saja ya?” keluh Manda. “Apa aku harus melakukan seperti yang dibilang Ike tadi?”Gaun nikah mewah yang dikenakannya tidak membuatnya tak nyaman. Ia bisa saja menggunakan baju itu sambil merebahkan diri. “Tapi aku kayak nungguin banget nggak sih kalau nggak ganti baju?” Lagi-lagi ia tak tahu mana yang harus dipilih.Frustasi, Manda akhirnya memilih untuk membuka gaunnya dan mandi. Namun, baru saja ia akan melepas gaun, kain penutup kepalanya tersangkut entah di mana, di belakang punggungnya.“Astaga! Kenapa sih aku tuh!” keluh Manda mencoba meraih bagian belakangnya. Tetapi ketika ia bergerak sedikit saja, terdengar suara sepert
“Mm ….”Raffael merasakan gerakan dalam dekapannya. Alih-alih membiarkan, pria yang terpuaskan semalam itu mengeratkan pelukannya. “Tidur lagi, Hon.”Suara berat Raffael membuat Manda tersadar. Kini mereka sudah sah menjadi suami dan istri. Dan semalam ia benar-benar dimanjakan oleh Raffael. Bahkan pria itu membersihkan tubuhnya. Tak seperti saat pertama kali mereka melakukannya dulu.“Apa kita nggak akan pulang hari ini? Kemungkinan ASI-ku sudah menipis di rumah.”Mendengar alasan itu, Raffael langsung terbangun. “Kau benar. Bintang masih butuh ASI.”Dengan segera, ia membantu Manda untuk memompa ASI lagi sebelum mereka bersiap pulang. “Ayo, Hon. Mandi.”Dahi Manda berkerut. “Eng … aku mandi sendiri kan maksudnya?”“Kenapa harus sendiri kalau sudah berdua?” Cengiran Raffael tetap tak bisa menutupi hasrat membara dalam matanya. Pria itu menghampirinya dengan senyuman terlebar yang pernah ia tunjukkan.Manda melipat bibirnya, menahan tawa. Semalam ia bisa merasakan kenikmatan palin
“Kalian mau ngintip?” ledek Raffael yang terlihat lebih rileks sekarang ketika bicara dengan kakaknya. “What the— Damn!” pekik Camelia dari ujung sambungan telepon. “Siapa juga yang mau lihat kamu! Aku jagain Bintang! Kami rencana pergi liburan.”Raffael tergelak mendengar ocehan Camelia. Ia tak melihat ide yang ditawarkan sang kakak buruk.“Oke. Aku bicara sama Manda dulu.” Raffael menjauhkan ponselnya kemudian berkata dengan suara pelan pada Manda.“Hon, Camelia mau ikut bulan madu. Dia yang jagain Bintang. Gimana?”Manda cukup kaget mendengarnya. Ia menimbang beberapa saat kemudian menjawab, “Kalau 5 bulan lagi, bagaimana? Setidaknya, Bintang sudah mulai makan-makanan lain di samping ASI.”Raffael mengangguk. Ia kembali mendekatkan ponselnya dan memberitahu usulan dari Manda. “Sure. 5 bulan lagi.” Camelia setuju. Ia kemudian menambahkan, “Aku akan urus liburan kita. Kau tinggal tunggu detailnya saja nanti dari Lyn.”“Ha?” Raffael sedikit tak percaya kalau sang kakak berencana me
“Belum juga keluar suamimu, Nda?” tanya Diana. Manda menggeleng. Raut wajahnya terlihat sangat khawatir. Suaminya itu hanya mengatakan ia ada rapat malam, tetapi hati Manda tak percaya dengan ucapan Raffael.Tak bisa dibohongi. Wajah Raffael hari ini terlihat sangat tidak tenang. Seolah ada hal yang mengganggunya, tetapi tidak bisa ia utarakan. Selama bekerja dengannya, Manda tahu, tidak pernah Raffael punya jadwal untuk rapat malam hari. Jangankan malam, siang saja kalau bisa akan ia hindari. “Menurut Mama, apa ada hal buruk yang terjadi?” tanya Manda khawatir. “Hal buruk? Yang seperti apa maksudmu, Nak?”Manda mengangkat bahu. “Mungkin dia dapat ancaman dari orang tuanya? Atau malah dia diganggu Catherine Soreim itu? Atau apa? Aku sama sekali nggak bisa menebak.”Diana menghela napas panjang. Ia juga tak setuju putrinya dibiarkan dalam area buta seperti ini, tetapi ia yakin, menantunya itu pasti punya alasan. “Mama rasa, kamu harus jelaskan ke Raffa, Nak. Tidak ada untungnya ka
“Alana?” Raffael mengkonfirmasi nama orang yang dirujuk dalam ucapan Chin Han. “Yes, Raff. Dia dijadwalkan keluar jam 3 sore,” tambah Chin Han. “Kau sebaiknya bersiap. Aku yakin dia akan cari kamu, Raff.”Sekejap, penyesalan memenuhi hati Raffael. Baru kemarin ia mengumumkan pernikahannya dengan Manda. Bahkan wajah Manda terpampang di salah satu media cetak. Bukan hanya foto Manda, tetapi foto saat semua keluarga merayakan ulang tahunnya kemarin. Otaknya berpikir cepat dan berkata, “Han, tolong urus penarikan koran yang ada hubungannya sama berita kemarin.”“Ok!”Di Surabaya mungkin takkan terlalu banyak penerbit yang memberitakan kejadian itu, tetapi penerbit besar pasti mencetaknya. Tanpa peduli sambungan mereka sudah terputus atau belum, Raffael berbalik mencari Tiara. “Pak? Ada yang ketinggalan?” tanya Tiara saat berpapasan dengan Raffael di pintu ruang rapat. Wajah Raffael terlihat tegang. Ia kemudian me“Ra! Minta semua penerbit koran menarik lagi korannya.”“Ha?! Mana bis
‘RAFTEN, Memecat Sejumlah Artis dan Staf!’Adalah berita yang terpampang di halaman terdepan semua media yang beredar di ibukota. Dan setelah membaca setiap kolom berita, semua akan tahu apa yang sudah dilakukan mereka hingga pantas mendapatkan pemecatan.Kutipan Raffael pun tertuang di sana. ‘Penilaian ulang akan dilakukan. Sebagai seorang talent, RAFTEN tidak butuh mereka yang ahli dalam bidang akting tetapi nol dalam etika.’Kali ini, Manda juga tidak akan merasa kasihan lagi. Karena apa yang dilakukan sudah kelewat batas sebagai seorang manusia. Namun, karena ini juga, Diana dan Rowan jadi tahu apa yang terjadi pada putri mereka kemarin. “Astaga! Nggak perlu lah anggap kamu istri bos. Kita sama-sama manusia kenapa nggak bisa lebih lembut sedikit ya,” keluh Diana sambil memeluk Manda. “Jadi, ponselmu rusak, Nak?” tanya Rowan.Manda mengangguk, tetapi langsung menambahkan, “Raffa sudah belikan baru dan sudah atur semua sama seperti ponsel lamaku.”Rowan mengangguk. “Syukurlah, Ra
“Hon—”“Diam di dalam dulu. Aku mau ganti baju!” Setelah tenang, Manda mengunci Raffael di ruang rapat kecil, di dekat ruang kerjanya. Istri sang CEO itu memutuskan untuk tak peduli dengan apa yang sudah terjadi dan menyuruh Raffael berlatih menampilkan wajah terkejutnya saat nanti ia mendapatkan kejutan.“Baiklah ….” Raffael menyerah. Baginya yang terpenting saat ini Manda sudah terlihat lebih riang. Ia tak menyangka, istrinya bukan tipe wanita lemah yang bisa diinjak sembarangan. Padahal lawannya banyak dan ia kewalahan membuktikan statusnya sebagai istri sang CEO.‘Kurasa, aku harus membuat pengumuman dan memasang video pernikahanku segera. Supaya tidak ada kejadian seperti ini lagi,’ tekad Raffael dalam hatinya.Kemudian, diam-diam ia meminta Tiara membukakan pintu ruang rapat itu. Lebih baik ia segera mengurus para pembuat onar.“Pak, sebenarnya ada apa?” tanya Tiara. Ia berdiri di samping Raffael yang tengah menunggu lift. “Saya belum tahu cerita detailnya. Tapi saya sudah
Tak punya pilihan, Manda segera melayangkan tas besarnya ke arah satpam tersebut. Namun sayang, pintu lift sudah tertutup lagi.“Ibu ini! Malah mukul yang berwajib!”Satpam yang terkena pukulan pun langsung protes dan langsung mencengkram tangan Manda untuk memborgolnya. Namun, sebelum borgol itu menyentuh tangan Manda, suara Raffael menggelegar dari pintu lobi. Seperti biasa pagi tadi ia bangun dan menghubungi sang istri, tetapi tidak tersambung sama sekali. Takut terjadi sesuatu, Regan pun ia perintahkan untuk mencari tahu. Secepat kilat Raffael datang ke kantor karena mendapat bocoran dari Chang bahwa Manda pergi ke kantornya. Itu pun setelah Regan mengatakan bahwa ponsel majikan perempuan mereka tidak bisa dihubungi. Dan kondisi Manda yang tengah menghajar satpam kantor menjadi pemandangan pertama di mata Raffael. “Regan! Tangkap mereka semua!” bentak Raffael membuat semua orang yang ada di sana, termasuk mereka yang menonton ketakutan. Regan segera menggiring semua orang ke
“Ma, aku titip Bintang ya,” bisik Manda pada Diana yang masih setengah tidur. Diana mengangguk paham, kemudian melanjutkan tidurnya di kamar Manda, di rumah mereka yang ada di Jakarta. Bintang masih terlelap di dalam boks bayinya. “Aku pergi dulu.”Manda segera menutup pintu kamarnya dan bergegas keluar dari rumah menuju mobil. Chang dan Tara sudah berada di depan untuk mengantar. Sebelum pergi, Manda menjelaskan tugas mereka. “Chang, nanti tolong jagain Bintang dulu. Aku sama Tara ke RAFTEN, sekitar jam 8 atau 9 Tara jemput kalian.”“Siap, Madam!”Pagi masih belum penuh, tapi Manda harus segera menuju kantor Raffael karena ia sudah mengatur jadwal dengan Rara bahwa hari ini ia harus tiba di kantor pukul 7 pagi untuk mengatur berbagai hal. Berangkat pukul setengah 6 pun tak membuat Manda datang tepat waktu. Ia terlambat 5 menit. “Tara, kamu balik ke rumah ya,” perintah Manda. “Jemput Mama, Papa sama Bintang.”“Baik, Nyonya.”Sepeninggalan Tara, Manda pun berbalik untuk memasuki g
“Raffa, tunjukkan wajahmu sebentar saja!” Manda menyeret Raffael kembali ke meja makan di resort yang mereka sewa. Tentu saja, walau mereka bersenang-senang dengan pantai, Manda tidak lupa tugasnya mengingatkan Raffael jika ada rapat penting yang butuh kehadirannya. “Hanya satu ini lagi, Raffa,” bujuknya, melihat wajah cemberut sang suami. “Benar hanya satu ini lagi?” tanya Raffael mengerutkan dahi, seakan tak percaya. Manda mendengus. “Aku bukan kamu yang bilang sekali ini saja tapi bohong!”Mendengar itu Raffael tergelak. Ia akhirnya menurut dan duduk di depan laptop untuk mengikuti rapat. “Rapat harus selesai dalam 15 menit,” perintah Raffael tegas. “Beritahu saya apa saja masalah yang butuh penanganan!”Manda hanya bisa menggelengkan kepala, heran dengan CEO satu itu. Ia membiarkan Raffael dengan pekerjaannya dan menyusul Camelia yang tengah menikmati air laut di pinggiran pantai bersama dua anaknya. “Mau kerja dia?” tanya Camelia sambil terkekeh melihat adiknya tetap dipaks
“Astaga, Ra. Jadi, bos kamu kabur ini?” tanya Manda panik.Ia sedang menunggu Raffael keluar dari kamar mandinya pagi ini, ketika melihat pendar biru menyala lama dari layar ponsel sang suami.Ketika diintip, ternyata sekretarisnya yang menelepon. Takut ada hal penting, Manda menggunakan kebebasannya untuk mengusap layar ponsel ke atas. Menerima panggilan telepon itu. “Pak Raffael, apa Bapak sudah bangun? Saya sudah menunggu di lobi.”“Ra. Raffa lagi di Jogja. Apa kamu nggak diberitahu?”Spontan Manda mendengar suara seruan panik dari sang sekretaris. Hatinya merasa kasihan mendengar bahwa tidak seharusnya Raffael bisa meninggalkan kantor selama satu minggu ke depan. “Saya harus gimana, Bu Manda?” keluh Tiara dengan suara lemas. “Menurut kamu, ada pertemuan yang sangat penting sampai tidak bisa ditunda nggak?” Manda mencoba membantu sekretaris muda itu untuk mengejek jadwal si bos yang menyebalkan itu. ‘Kenapa juga aku bisa nikah sama dia. Tapi dulu dia nggak sesulit ini dihadapi.
“Hon?”Raffael menghubunginya via panggilan video karena pesannya tak dibalas oleh Manda. Ia terkekeh melihat wajah sang istri yang tengah tersipu malu. “Ah … aku jadi ingin pulang. Kau membuatku gemas.”Manda membuang muka. Ia kesal karena jadi lemah dengan semua kata-kata Raffael yang seperti itu. Setelah mengkondisikan wajahnya, Manda pun kembali menatap layar. “Kamu nggak bisa tarik keputusan kamu soal artis itu?” tanya Manda, berharap Raffael lebih manusiawi. Namun, Raffael menggeleng. “Nggak. Tapi aku sudah meminta salah satu sutradara menjadikannya pemeran utama film layar lebar. Kau nggak perlu khawatir. Aku menyerahkannya ke rumah produksi lain.”Manda terlihat lega mendengar kalau Raffael tidak memecatnya dan menjadikan wanita itu kehilangan pekerjaan. Sederhananya, ia hanya memindahkan artis itu ke perusahaan entertainment lain. “Kalau begitu, aku lebih tenang.”Bersamaan dengan itu, ketukan di pintu kamar Manda mengejutkan Bintang dan dirinya. Diana masuk perlahan dan