Pagi ini, kampus dihebohkan dengan cuitan yang bermula dari media sosial. Semua mahasiswa sibuk membicarakan dosen mereka yang kerap kepergok check in di banyak tempat. Herannya, walaupun sudah sering ditemukan bukti-bukti foto dosen itu, Kenzie tidak pernah dikeluarkan dari kampus. Tuduhan itu tidak berdasar, menurut pihak kampus. Dan selagi tidak mengganggu kegiatan mengajar di kampus, Kenzie masih dinyatakan aman. Namun, kali ini berbeda. Keisha yang sedang berada di kantin bersama dengan Naura dan Cindy, tak bisa menyembunyikan rasa cemasnya. “Itu foto kamu sama Pak Kenzie, kan?” tanya Naura dengan suara pelan sembari menyedot es jeruknya. “Pas lagi di Bali?” sambung Cindy.Keisha mengangguk lemas. “Aku takut banget.”Sebenarnya foto itu diambil tidak begitu jelas, hanya saja bentuk tubuh Kenzie yang menonjol, jadi bisa dikenali dalam sekilas. Sedangkan Keisha—atau mahasiswa yang kepergok sedang bersama Kenzie—terhalang tubuh tinggi pria itu. “Ya udah santai, muka kamu juga g
"Bang, ayo buka bajunya... udah nggak sabar, nih." "Nggak." "Sekali aja, Bang." "Saya bilang nggak!" Keisha mendelik karena tangannya yang sudah berada di kancing kemeja Kenzie ditahan oleh pria tersebut. "Ih! Bang Kenzie 'kan harus tanggung jawab udah bikin aku begini!" "Kenapa jadi saya yang harus tanggung jawab?" balas Kenzie dengan wajah dingin dan alis tertaut. Bola mata Keisha berputar. "Ya gara-gara Abang kasih tugas gambar dada pria, aku jadi kerepotan cari model! Makanya, Abang yang harus tanggung jawab jadi model aku!" Kenzie yang mendengar hal itu mendengus, dia malah membalas, “Loh, tugas juga tugas kamu, tanggung jawab kamu. Nggak ada urusan sama pemberi tugas dong.” Rasanya, Keisha ingin mencakar wajah tampannya itu. Kalau bukan karena Kenzie, memangnya dia kira dia akan melakukan semua hal ini?! Kenzie adalah tetangga sekaligus dosen gambar bentuk di kelas Keisha. Beberapa waktu lalu, dia memberikan tugas kepada murid-muridnya untuk menggambar dada pria, termas
Setelah kepergok dalam kesalahpahaman tadi, Keisha dan Kenzie segera dibawa oleh Ibu ke ruang tamu. Wanita paruh baya tersebut kemudian memanggil Ayah dan anak keduanya—Aldi, untuk ikut dalam proses interogasi terhadap dua sejoli di hadapannya saat ini. Tidak lupa juga Mama Yunita, mamanya Kenzie, yang langsung dijemput Aldi dari rumah sebelah. Ya, mereka ini memang tinggal tetanggaan. “Sumpah, Bu! Ini tuh cuma salah paham aja," rengek Keisha dengan wajahnya yang memerah padam, menahan tangis karena takut dituduh telah berbuat hal yang tidak senonoh. "Apa yang Ibu liat tuh, nggak seperti apa yang ada dipikiran Ibu sekarang!" lanjut Keisha. Kenzie sendiri, duduk dengan tatapan datar, mencoba untuk tetap tenang. Sementara Keisha tampak gelisah di sampingnya, sesekali melemparkan pandangan takut ke arah orang-orang di sekelilingnya. "Gimana Ibu nggak mikir yang aneh-aneh, kalau posisi Kenzie itu lagi dalam keadaan telanjang, Kei," sergah Ibu menepis ucapan Keisha. “Setengah doang,
Meledak. Mungkin itulah gambaran yang paling pas untuk perasaan Keisha sekarang. Ia begitu marah karena Kenzie malah menyanggupi keinginan Ayah untuk menikahinya. Padahal jelas-jelas jika di antara mereka berdua itu hanyalah kesalahpahaman saja. Setelah keluarga mereka memutuskan untuk menikahkan keduanya, dan masing-masing lanjut pergi dengan kesibukan mereka, Keisha memberanikan diri untuk menemui Kenzie di rumahnya. "GIMANA SIH, BANG?!" jerit Keisha sambil melempar bantal ke arah tubuh Kenzie yang tengah duduk santai di atas tempat tidurnya. "Kenapa main iya-iya aja pas mereka nyaranin buat kita nikah?!" lanjut Keisha dengan masih bernada tinggi. "Udah nggak waras, ya?!" Berkali-kali memukul Kenzie untuk melampiaskan amarah, Keisha yang berujung lelah akhirnya memutuskan untuk membaringkan tubuh di atas kasur Kenzie. "Udah habis baterainya?" Sudut bibir kanan Kenzie terangkat membentuk senyum seringai. "Masih mau mukulin saya lagi?" "MASIH!" semprot Keisha, tapi kemudian dia
"Kawin kontrak?" ucap Keisha ketika ia membaca judulnya. "Maksudnya?" "Baca dulu sampai selesai baru bertanya." Keisha melirik Kenzie sambil mengambil surat itu. Ia bisa melihat Kenzie diam-diam tersenyum menyeringai. Wajahnya seolah tengah menyiratkan suatu hal yang mencurigakan, dan tentu saja membuat penasaran. “Abang nggak lagi kerjain aku, kan?” tanya Keisha penuh kecurigaan. Namun, Kenzie hanya menghela napas. “Baca, Keisha.” Keisha mendengus dan mulai membaca isi kontrak itu secara detail. Dahinya terus berkerut di setiap kalimat yang dibacanya. Memang tidak aneh, tapi kenapa dia merasa sedang dipermainkan Kenzie di sini. Perjanjian Pernikahan Kontrak Keisha - Kenzie. Pernikahan ini hanya berupa status semata. Oleh karena itu kedua belah pihak harus berakting di depan kedua orang tua. Tidak diperkenankan melakukan skinship jika salah satu di antara mereka tidak menginginkannya. Mereka juga bebas melakukan apa pun termasuk berpacaran, dengan catatan harus dilakukan s
Baru dua hari yang lalu Keisha menyesali dengan keputusan gila yang ia buat, hari ini sang ibu semakin membuatnya menyesal. Pagi-pagi sekali, Keisha dibangunkan oleh sang ibu karena kedatangan Kenzie di rumahnya. Hari ini ia memang ada kelas, tapi tidak biasanya laki-laki itu menjemput Keisha di rumah. Ralat. Bukan tidak biasanya, tapi tidak pernah! “Aneh banget, nih, orang tiba-tiba jemput,” gerutu Keisha ketika ia bersiap-siap. Kalau bukan karena dipaksa Ibu, Keisha mana mau semobil dengan Kenzie. Apa kata warga kampus nanti kalau tiba-tiba ia terlihat keluar dari mobil dosen dingin ini? Keisha bahkan menyembunyikan fakta kalau mereka bertetangga dan Kenzie adalah sahabat Reyhan, kakak pertamanya. Sibuk dengan pemikiran aneh dan ketakutannya, Keisha sampai tidak menyadari kalau mereka sudah memasuki area kampus. Ia baru sadar ketika mobil Kenzie melewati halte bus di depan Fakultas Seni. Keisha refleks berteriak, “Eh, Bang! Stop, stop! Sampe sini aja.” Keisha buru-buru melepa
“Baris kedua dari belakang.” Tiba-tiba, Kenzie menunjuk Keisha dan kedua temannya yang sontak menjadi pusat perhatian satu kelas. Pikiran Keisha yang beberapa detik lalu masih mengawang pun dipaksa masuk kembali. Ia merasakan Cindy terus menyenggol lengannya. “Ya, tiga mahasiswi di sana. Apa kalian sudah mengerti materi yang saya jelaskan hari ini?” lanjut Kenzie. “S-sudah, Pak,” Keisha menjawab refleks saking terkejutnya. “Kalau sudah, coba terangkan di depan,” sahutnya tegas seraya memberikan spidol papan tulis kepada Keisha. “Eh….” Keisha menelan ludahnya gugup. “M-maksudnya belum, Pak.” Kenzie menghela napasnya kasar dan mengetuk papan tulis dengan jarinya sebanyak dua kali. “Saya diam sejak tadi, bukan berarti saya tidak mendengar,” sambungnya membuat Keisha dan dua temannya menutup mulut rapat-rapat. “Dengarkan baik-baik kalau tidak mau ada tugas tambahan untuk kalian.” “I-iya, Pak,” jawab ketiganya dengan wajah pucat. Keisha berdecak. Sia-sia saja debaran jantungnya tad
Kenzie tidak langsung menjawab, malah menatap Keisha cukup lama. Tentu itu membuat Keisha semakin kesal dan mulai mencubit paha pria itu. Barulah setelah itu, Kenzie menjawab sambil terkekeh. “Iya.” Keisha langsung beralih ke arah ponsel dan menatap Reyhan canggung. “Tuhkan, Bang Rey denger, hehehe!” Lalu, karena takut Reyhan menginterogasinya, Keisha buru-buru mengakhiri panggilan. “Nanti telepon lagi, ya, Bang! Dah! Aku mau lanjut ngerjain tugas dulu!” Tut! Sambungan diputuskan Keisha sepihak. Ia membuang napasnya, lalu menatap Kenzie dengan kesal. Kenapa pria ini suka sekali membuatnya panik tiba-tiba?! “Belum bilang sama Rey?” tanya Kenzie tiba-tiba. “Abang kan tau sifat Bang Rey gimana? Mana mungkin dia setuju-setuju aja sama pernikahan ini apalagi kalo tau alasan kita nikah?” decak Keisha. “Emangnya Abang mau dia terbang sekarang, balik ke Indo, cuma buat gebukin Bang Kenzie?” Kenzie hanya mengangguk-angguk. “Aku aja bilang ke Ibu supaya Bang Rey jangan dikasih tau dulu