Kenzie tidak langsung menjawab, malah menatap Keisha cukup lama. Tentu itu membuat Keisha semakin kesal dan mulai mencubit paha pria itu.
Barulah setelah itu, Kenzie menjawab sambil terkekeh. “Iya.”
Keisha langsung beralih ke arah ponsel dan menatap Reyhan canggung. “Tuhkan, Bang Rey denger, hehehe!”
Lalu, karena takut Reyhan menginterogasinya, Keisha buru-buru mengakhiri panggilan. “Nanti telepon lagi, ya, Bang! Dah! Aku mau lanjut ngerjain tugas dulu!”
Tut!
Sambungan diputuskan Keisha sepihak. Ia membuang napasnya, lalu menatap Kenzie dengan kesal. Kenapa pria ini suka sekali membuatnya panik tiba-tiba?!
“Belum bilang sama Rey?” tanya Kenzie tiba-tiba.
“Abang kan tau sifat Bang Rey gimana? Mana mungkin dia setuju-setuju aja sama pernikahan ini apalagi kalo tau alasan kita nikah?” decak Keisha. “Emangnya Abang mau dia terbang sekarang, balik ke Indo, cuma buat gebukin Bang Kenzie?”
Kenzie hanya mengangguk-angguk.
“Aku aja bilang ke Ibu supaya Bang Rey jangan dikasih tau dulu.” Keisha kembali menatap ke depan dan berkata dengan nada cemasnya. “Aku takut… Aku takut Bang Rey marah….”
Kenzie lagi-lagi mengangguk, lalu mengusap kepala Keisha dengan lembut. “Kamu nggak perlu khawatir. Selama saya ada di samping kamu, kamu akan baik-baik aja.”
Keisha masih merengut kesal, tapi hatinya perlahan tenang setelah mendengar kalimat Kenzie. Tak dipungkiri juga kalau hatinya kembali berdebar saat Kenzie mengusap kepalanya dengan lembut seperti ini.
***
Tiga hari kemudian.
Sudah dari pagi, Ibu menyuruh Keisha untuk fitting baju di butik teman ibunya. Hari pernikahan semakin dekat, tapi perempuan itu masih setengah hati menjalani serangkaian persiapan. Kalau bisa, ia berharap Kenzie saja yang fitting untuk gaun pernikahannya nanti.
Keisha sudah memberikan banyak alasan untuk menunda proses fitting baju itu. Namun, ibunya tetap bersikeras menyuruh Keisha ke sana. Ia bahkan terus menelepon walaupun Keisha masih di kampus.
“Bu, Keisha masih di kampus. Besok aja, deh, pas libur,” ucap Keisha malas sambil berjalan gontai di koridor.
“Ah, besok… besok. Mau besok kapan? Dari kemarin ngomongnya besok mulu! Udah, sana cepetan. Mumpung lagi di kampus juga. Tinggal ke ruangannya Kenzie, bareng deh ke sananya,” cerocos Ibu dari seberang telepon, membuat telinga Keisha langsung panas.
“Astaga, Bu… Ngomongnya udah kayak kereta, panjang banget.”
“Dengerin orangtua lagi ngomong, Keisha!” kali ini, Ibu membentaknya, sampai Keisha menjauhkan ponsel dari telinga. “Ibu udah janji pokoknya sama temen Ibu. Kamu jangan sampe nggak dateng. Ngerti?”
Keisha menghela napas gusar.
“Ngerti nggak? Jawab Ibu,” desak sang ibu.
“Iya… iya…,” balas Keisha pasrah.
Keisha memutuskan panggilan sambil mendumal kesal. Dengan ogah-ogahan ia beralih ke ruang chat Kenzie, dan mengabarkan pria itu.
[Bang, Ibu nyuruh fitting baju. Aku tunggu di parkiran.]
Tidak ada ucapan manis, tidak ada emoticon hati, Keisha hanya mengirimkan pesan seadanya. Begitulah tipikal Keisha. Ia tidak mau Kenzie besar kepala karena perempuan semanis dirinya selalu berdebar ketika berbalas pesan dengannya.
“Ke mana sih Bang Kenzie? Giliran aku yang nge-chat, dia balesnya lama. Kalo dia nge-chat, aku balesnya harus cepet. Nggak adil!” gerutu Keisha karena chat-nya belum juga dibaca padahal sudah menunggu hampir sepuluh menit.
Keisha bukan orang yang sabar, jadi dengan pikiran yang grasak-grusuk, ia berjalan menuju ruang dosen. Kebetulan juga keadaan kampus mulai sepi karena kelas sudah banyak yang selesai. Paling hanya ada beberapa mahasiswa yang melakukan kegiatan di pelataran, yang mana jauh dari gedung para dosen.
“Hehehe… Pak Kenzie bisa aja….”
Langkah Keisha terhenti ketika mendengar suara wanita manja yang memanggil nama Kenzie. Keisha melambatkan langkahnya, lalu mengintip dari balik tembok.
Di depan ruang dosen, ia mendapati Kenzie sedang bersama seorang wanita.
“Eh?” Ia memicingkan mata untuk melihat lebih jelas.
Wanita itu adalah Olive, seorang dosen jurusan Seni Tari yang masih muda dan terkenal cantik. Banyak pria yang mendekatinya, termasuk para mahasiswa. Bahkan Keisha dengar, beberapa temannya berebut mengambil kelas Olive.
“Mereka tuh emang sedeket itu ya? Baru tau,” Keisha mendengus. “Mana ketawa mulu lagi.”
Keisha melihat Olive tidak berhenti tersenyum, dan Kenzie menanggapinya dengan senyum tipis. Itu membuat Keisha semakin jengkel. Kepalanya mulai berdenyut karena emosi.
“Lama banget ngobrolnya, sih! Kayak lagi rapat semesteran aja!” gerutu Keisha lagi. Kakinya mulai menghentak-hentak lantai.
Lalu, mata Keisha membulat tiba-tiba ketika melihat Olive menyentuh lengan atas Kenzie dan mengusapnya dengan gerakan turun. Ia merasakan gejolak aneh sampai meremas tali tasnya. Jantungnya berdetak cepat, tapi bukan rasa yang menyenangkan.
‘Ih, kok aku kayak mau lempar kursi taman, ya?! Itu berdua kenapa gak selesai-selesai?! Kenapa pake sentuh-sentuh segala?!’
Entah setan apa yang merasuki Keisha, sampai membuat perempuan itu keluar dari balik tembok dan mendekati dua orang itu. Langkahnya semakin mantap ketika melihat Olive sekali lagi menyentuh Kenzie.
‘Enak aja nyentuh-nyentuh calon suami orang!’
Keisha berdeham pelan ketika berada di dekat Kenzie dan Olive. “Sore, Bu, Pak.”
Kenzie dan Olive sontak menoleh. Hidung Keisha sudah berkedut, ingin mendengus di depan wajah wanita itu. Namun, sekuat mungkin ia menahannya.
“Ada apa, ya?” tanya Olive. Gaya bicaranya berbeda sekali dari ketika mengobrol dengan Kenzie.
“Ada yang mau saya tanyain sama Pak Kenzie perihal tugas yang kemarin Bapak kasih,” ujar perempuan itu, melirik Kenzie dengan mengode lewat tatapan matanya
Untungnya, Kenzie cepat paham. Pria tersenyum ke arahnya, lalu menoleh pada Olive sejenak. “Besok saya kirim file-nya ya, Bu. Terima kasih sudah mengingatkan. Saya permisi.”
Olive tampak tidak rela Kenzie pergi. Namun, sebelum wanita gatal itu kembali berulah, Kenzie ternyata bergerak lebih cepat.
“Ayo, Kei. Kita bahas di sana saja,” ucap Kenzie sambil menunjuk sembarang arah, lalu melangkah pergi.
Keisha menunduk sedikit pada Olive sebelum mengekori Kenzie. Ia tersenyum tipis, penuh rasa puas melihat wajah kesal Olive.
Wanita itu boleh saja menggoda pria yang lain, tapi tidak boleh dengan calon suaminya.
Kenzie berjalan di depan Keisha tanpa berbicara banyak, membuat perempuan itu melirik sinis sambil berdecak.
‘Gak ada minta maaf, gak ada apa-apa. Ini cowok dingin banget sih?! Gak lihat apa aku lagi kesel gara-gara tuh dosen?’
Kenzie masuk ke mobilnya lebih dulu, lalu diikuti Keisha. Ia hanya diam setelah pintu ditutup. Padahal, ia mau Kenzie sedikit peka kalau dirinya sedang kesal. Keisha terus menggerutu dalam hati, sampai sebuah sentuhan ringan ia rasakan di ujung kelingking tangannya. “Kenapa, sih?” pekik Keisha jengkel. “Ya aneh aja kamu diam dari tadi,” jawab Kenzie enteng. Keisha berdecak, tapi tetap malas menatap pria itu. Ia bahkan sengaja menaikan dagunya. “Buka tuh HP. Aku chat dari tadi nggak dibales, malah asyik ngobrol sama Bu Olive. Aku dimarahin Ibu dari kemarin disuruh ke butik buat fitting baju. Abang mah enak, nggak bakal kena omel. Tapi aku yang dicecer abis-abisan kalo gak nurut.” Keisha mengembuskan napasnya kesal karena teringat bayang Kenzie dan Olive mengobrol tadi. “Abang juga ngapain sih ngobrol sama Bu Olive? Pas kampus udah sepi lagi. Abang mau emangnya jadi sasaran gosip anak-anak kalo mereka dilihat berduaan sama Bu Olive di tempat sepi?” Keisha berbicara tanpa jeda ka
Keisha jadi menelan air ludahnya susah payah ketika Kenzie mendekat. Pria itu berdiri tepat di hadapannya, hanya berjarak sekitar lima senti saja. Keisha juga bisa mencium parfum bergamot yang manis dari pria itu. Tangan Kenzie terulur ke belakang leher Keisha, membuat perempuan itu menutup matanya rapat-rapat. Padahal gaun ini menutupi sebagian pundaknya, tapi entah kenapa Keisha bisa merasakan sentuhan ringan dari Kenzie. 'Gila! Gila! Gila! Jantung... Tolong jangan ribut dong! Kalau Bang Kenzie denger gimanaaaa!' hati Keisha mulai ugal-ugalan. "Hm...." Keisha bisa mendengar suara rendah Kenzie di telinganya. "Cocok," ucap Kenzie kemudian. “Harganya cocok.” Tepat setelah itu, Kenzie pergi meninggalkan Keisha begitu saja, membuat Keisha membuka mataya secepat kita. Ternyata pria itu hanya ingin melihat tag harga yang ada di belakang gaun Keisha. Perempuan itu melongo tidak percaya. Mulutnya sampai terbuka setengah dan tangannya lemas di sisi tubuhnya. Ia tidak bisa berkata-kat
Keisha membuang napas panjangnya ketika kata-kata Reyhan kemarin kembali terputar di otaknya. Sejak itu, perasaan Keisha selalu cemas. Ia tidak bisa berbohong terus-terusan pada Reyhan. Mau bagaimana pun, Reyhan adalah abang yang paling ia sayang. Keisha tidak sampai hati kalau harus mengecewakan Reyhan karena sikapnya saat ini. “Kei!” Keisha tersentak ketika merasakan seseorang menyenggol lengannya. Ia menoleh. Ah… ia lupa kalau sedang bersama dua sahabatnya di kantin. “Ngelamun apa, sih? Itu dari tadi ada telepon.” Cindy menunjuk layar ponselnya yang menunjukkan tulisan ‘Bang Kenzie is calling…’ Keisha mengerjap. Ia sampai tidak sadar kalau ponselnya bunyi sejak tadi. “Halo, Bang?” jawab Keisha cepat, khawatir teman-temannya semakin curiga. “Cepet ke parkiran,” suara dalam Kenzie menyapa Keisha dengan renyah, membuat jantung perempuan itu entah kenapa langsung berdebar lebih cepat. “Hah? Harus banget?!” untuk menutupi kegugupannya, Keisha memekik. “Iya.” Keisha berdecak pe
Pria itu masih pada posisinya, begitu pun Keisha. Tidak ada dari keduanya yang bergerak menjauh atau memberikan jarak. Dengan debaran jantungnya, Keisha menatap bola mata Kenzie bergantian, lalu turun ke hidung dan bibir laki-laki itu. Jari telunjuk Kenzie yang masih berada di ujung hidung Keisha, perlahan turun ke bibir perempuan itu. Darah Keisha berdesir. ‘Gila! Gila! Gila! Aku beneran gila!’ Terbawa suasana, Keisha menutup matanya perlahan, bukannya mendorong Kenzie. Kepalanya sudah berisik, menduga apa yang akan terjadi berikutnya. ‘Ini Bang Kenzie mau cium aku kan? Kita mau ciuman kan? Ini ciuman pertama kita kan?’ “Kamu… suka rumahnya?” suara berat Kenzie kembali terdengar, bersamaan dengan jari dinginnya yang menjauh dari bibir Keisha. Keisha kembali membuka matanya. Ia melihat Kenzie sudah mundur selangkah, memberi jarak dirinya dengan Keisha. Pipi Keisha merona, malu dengan pikiran kotornya beberapa saat lalu. Mau dipikirkan beberapa kali pun, ciuman itu tidak m
Keisha sebenarnya tidak ingin termakan dengan kata-kata dan perlakuan Kenzie karena pria itu sendiri yang bilang padanya, kalau pernikahan ini adalah pernikahan kontrak. Pernikahan pura-pura. Kenzie tidak mungkin sungguhan menyukai Keisha yang usianya terpaut jauh 6 tahun. Bagi Kenzie, Keisha pasti hanya seorang bocah yang mungkin sedang laki-laki itu manfaatkan. Namun, kenapa kehangatan bibirnya terus terasa sampai sekarang? Bahkan setelah acara berakhir, dan seluruh tubuhnya terasa sangat lelah, hanya ciuman Kenzie yang terus teringat di benaknya. Seharian ini, Keisha hampir tidak bisa duduk dengan tenang karena sibuk menyalami para tamu undangan. Kebanyakan dari mereka adalah teman-teman dan kerabat orangtua Keisha dan Kenzie. Setelah makan malam bersama, mama Kenzie dan keluarganya izin pulang, sedangkan Kenzie akan menginap di rumah Keisha sesuai permintaan ibu Keisha. ‘Wait?! Jadi, gue harus tidur sekamar sama dia?!’ Keisha baru teringat fakta itu kala melihat Kenzie iku
"Yang bener aja! TURUN!"Kenzie yang tengah duduk bersandar sambil bermain ponsel, hanya melirik sekilas Keisha yang tengah bersungut-sungut. Tanpa sepatah kata pun, Kenzie malah memilih kembali fokus ke layar ponselnya, alih-alih menuruti perintah Keisha untuk beranjak dari kasur."Turuuuun!" seru Keisha sambil mendorong tubuh Kenzie dengan keras. "Ini wilayah aku!""Siapa cepat dia dapat, Keisha." Kenzie tak bergeser sedikitpun."Ya kali, mana ada kayak gitu! Cepetan turun!""Enggak.""Turun!""Enggak, Keisha.""Turun sendiri ... atau aku cium!"“Oke, boleh.”Keisha merasa seperti dunianya tiba-tiba berputar cepat. Ia membeku, tidak pernah membayangkan bahwa Kenzie akan menanggapi ancamannya dengan begitu tenang dan bahkan mengiakan. Hatinya berdebar-debar saat mencoba memahami apa yang sebenarnya terjadi. Bagaimana mungkin, Kenzie yang selalu melihatnya sebagai anak kecil, justru mau diciumnya tanpa merasa risih?"Kok, Abang malah ngeiya–"Ucapan Keisha terhenti saat tubuhnya did
Selama 20 tahun hidup, baru kali ini Keisha tidur dalam keadaan senyaman ini. Ia merasakan embusan napas hangat menerpa wajahnya. Sebuah aroma yang membuatnya betah berlama-lama dalam keadaan seperti itu.Keisha semakin menenggelamkan kepalanya ke dalam bantal hangat itu. Ia bisa merasakan benda yang keras juga lembut dalam waktu bersamaan. Perlahan, ia membuka mata, ingin tahu bantal seperti apa yang tengah dipeluknya saat ini.Hal pertama yang ia lihat adalah sebuah dada bidang di depan matanya. Lalu, ia pun menaikkan pandangan dan melihat wajah Kenzie yang masih tertidur. Bagai disambar petir, jantung Keisha seperti berhenti berdetak. Seluruh tubuhnya menegang, bahkan untuk bergeser saja, ia tidak bisa.‘HAH?! K-kok, manusia ini ada di sini?! Bukannya semalem dia tidur di… sofa….’Di saat otaknya masih memproses apa yang terjadi semalam tadi, tiba-tiba Kenzie membuka matanya. Sontak, wajah Keisha semakin pucat. Apalagi ketika pria itu tersenyum dengan santainya.“Selamat pagi, Is
‘Hm… bau nasi goreng Ibu….’Seketika, Keisha lupa dengan obrolannya dengan Kenzie sesaat sampai di meja makan. Hidangan sarapan sudah tersaji di sana. Langsung saja gadis itu melepaskan ujung kaus Kenzie, dan melesat ke kursinya. Sementara itu, Kenzie hanya menaikkan pundaknya dan mengekor Keisha. Ia duduk di sebelah Keisha, yang sudah siap dengan peralatan makannya.“Bu, saya izin membawa Keisha ke rumah saya di Jagakarsa hari ini,” ujar Kenzie tiba-tiba, saat Keisha baru saja meneguk air putih di depannya.Bruuh!Gadis itu pun menyemburkan air itu, lalu terbatuk-batuk sendiri. Tenggorokan dan hidungnya terasa panas sekarang karena air itu salah masuk saluran. Tanpa sadar, ia pun menepuk-nepuk paha Kenzie yang duduk di sebelahnya karena kesal.Namun sepertinya, pria itu salah paham dan malah mengusap-usap punggung Keisha dan menyodorkan tisu. Karena dalam keadaan panik, Keisha menerima saja tisu itu untuk melap mulut dan hidungnya.“Jorok, dih!” komentar Aldi, yang duduk di depan Ke