Sampai di apartemennya, Julian melempar semua yang bisa dijangkau oleh tangannya. Napas nya terengah hebat. Emosinya memuncak. "Tidak mungkin, aku tidak akan percaya carita murahan ini," katanya memejamkan mata menahan sakit akibat pukulan membabi buta preman-preman tadi."Aku akan menemukan siapa dalangnya, aku akan membuatnya menyesal karena sudah memfitnah Eleanora. Ya, aku akan membuat siapapun itu menyesal karena luka-luka yang kudapatkan."Julian masuk ke dalam kamar dengan tertatih, semakin marah karena tidak menemukan Fera di dalam kamar. Istrinya itu sudah berani melakukan ancaman murahan kepadanya.Julian meraih ponselnya dan menekan nomor yang dia hafal. "Kamu dimana? Kalau sore ini kamu tidak ada di apartemen maka kita lebih baik bercerai," ucapnya sebelum membuang ponselnya di kasur dan mengerang marah."Wanita sialan, seenaknya dia mau mengatur hidupku," umpatnya marah menahan rasa sakit di sekujur tubuhnya."Hah! Eleanora, apakah kamu memang yang melakukannya? Apakah se
Elea menahan napas, deru napasnya memburu, dia ingin lari dari situasi ini tetapi kakinya lemas. Aldrich menyeringai karena tahu Elea sudah tidak bisa berkutik.Tangan kekarnya menarik pelan tubuh sang istri, menempelkannya dengan tubuh mereka berdua hingga napas hangat itu menyapu wajah putihnya."Rich ... apa yang kamu lakukan?" ucapnya terbata menahan diri agar terjatuh. Aroma Aldrich selalu membuatnya tak berdaya."Aku hanya rindu, apakah salah?" bisiknya dengan suara serak.Elea yang sejak tadi tidak bisa tahan dengan aroma tubuh suaminya, menggeleng. Sejujurnya sudah lama ia menginginkan sebuah pelukan tetapi takut jika Aldrich menolaknya."Kalau begitu, apakah aku bisa memelukmu, Baby?" pertanyaan yang seharusnya tidak Aladrich tanyakan. Karena Elea tentu malu menjawabnya."Elea, boleh ya? Aku merindukanmu sudah lama, memandangmu setiap malam membuatku tidak tahan, tetapi karena menghargaimu, aku--,""Peluk saja, kenapa meminta izin," ucapnya sedikit ketus tetapi dengan wajah m
Elea terbangun dengan tubuh remuk redam, bayangan bagaimana mereka semalam bercinta membuat wajahnya memerah dan panas.Setelah merentangkan tubuh dan tangannya perlahan, Ia menyapu seluruh ruangan dan tidak menemukan Aldrich, suaminya. "Apa dia sudah berangkat kerja?" gumamnya lalu menoleh pada box bayi yang sudah kosong. Tidak ingin berpikir macam-macam, Elea lantas turun dan memeriksa dengan benar.“Di mana Calix, putraku?” gumamnya menoleh ke segala arah, mungkin saja ada Aldrich duduk di sofa atau di balkon bersama putranya."Tidak ada!" Jantungnya berdegup.kencang, tidak menunggu lama, Elea langsung berlari keluar, tanpa alas kaki menuruni tangga."Rich, kamu dimana?" teriaknya karena tidak melihat siapapun berlalu lalang di lantai bawah."Nyonya, tolong hati-hati," seorang pelayan dengan cepat menahan tubuh sang nyonya yang hampir terjatuh karena menginjak ujung gaunnya. Elea terengah. "Ah, terima kasih. Bi, di mana tuan?" tanya nya dengan napas masih terengah."Tuan berada di
"Katakan, apa yang membuatmu kembali menemuiku, Olivia?" Aldrich masih duduk dengan tenang, menatap lurus pada mantan kekasihnya yang berulang kali mengkhianati dirinya."Rich, kenapa kamu begitu cepat berubah? Aku pernah menjadi bagian darimu, apakah rasa itu sudah hilang?" ibanya tetap mengharapkan dekapan sang mantan."Setelah kamu mencoba membodohiku berulang kali? Kamu tidak menghargaiku yang berusaha menerimamu, Olivia," sarkasnya menolak mengingat semua kebodohan yang pernah dia lakukan."Sudah aku katakan, aku menyesal."Rich berdiri dari duduknya, membelakangi Olivia yang tidak juga mengerti situasi mereka. Sementara wanita itu juga ikut berdiri dan memeluk Rich dari belakang."Jangan melepasnya, Rich. Aku merindukan wangi tubuhmu. Aku ... tidak bisa melupakan bahwa kamu pernah memelukku begitu erat," katanya semakin mengeratkan pelukannya. Olivia membenamkan wajahnya, menghirup seluruh wangi parfum Aldrich yang selalu membuatnya lupa diri."Lepaskan Olivia! Aku tidak ingin i
Nyonya Anita menggeleng pelan, langkah kaki putrinya semakin membuatnya terluka. Apalagi, tadi dia menampar Rea begitu keras.Dengan langlah pelannya, ia meraih ponsel miliknya dan menelpon putranya--Aldrich. Memberitahu untuk menjaga Rea yang terlihat marah saat meninggalkan rumah.Nyonya Anita menjelaskan semuanya, menjelaskan apa yang membuat putrinya sampai salah paham. Ya, tidak ada yang bisa dia lakukan. Ia sudah berjanji akan terbuka pada sang putra. Jika ingin hubungan mereka kembali membaik.Setelahnya, wanita yang pernah melahirkan dua kali itu, masuk ke dalam kamarnya kembali, membuka sebuah laci kecil di dekat ranjang besarnya. Sebuah foto lama yang disimpan selama ini. Ada begitu banyak kenangan, tetapi terpaksa dia lupakan demi ketentraman anaknya. Dia adalah ayah dari Aldrich, suami tercintanya yang ia khianati dengan ayah Reanita. Jika mengingat itu, nyonya Anita merasa menyesal, dia terlalu mengikuti nafsunya yahg padanujuhgnya dia tidak bahagia."Rea, maafkan mama s
Eleanora turun ke lantai bawah setelah mematikan anaknya tertidur dengan nyaman di kamar. Dia juga sudah rapi dan siap menerima tamu yang tiba-tiba saja memutuskan menemuinya."Hai, Elea ...." sapa seorang wanita dengan ciri yang tadi pelayannya sebutkan. Wanita itu lantas berdiri saat menyadari kehadiran dirinya."Hai, duduklah!"Niat hati ingin memeluk seperti biasa, si wanita hanya tersenyum kecut karena Elea seperti menghindarinya. Ia duduk dengan pandangan mengedar ke segala arah. Takjub."Rumahmu sangat mewah, El. Ruang tamu ini saja, lebih besar dari tempat tinggalku," gumam Hana tidak berhenti berdecak karena kemewahan yang Elea miliki.Minuman dan cemilan datang, Hana kembali berdecak kagum karena cangkir untuk teh saja, bisa dihargai setara gajinya bekerja selama setahun di resto."Kamu sangat bahagia sekarang. Tidak hanya rumah mewah dan segala isinya. Memiliki anak tampan juga suami kaya raya membuatmu melupakan kami, El," kata Hana meraih cangkir teh miliknya. Menyesapnya
"Biarkan mereka menyelesaikan masalah mereka sendiri. Keputusan untuk menikah, adalah keputusan mereka sayang," kata Aldrich lembut, dia kembali menambahkan. "Dan aku rasa mereka mendapat karma, mereka berdua ingin membuatmu menderita karena pernikahan itu, dan see, mereka yang menderita, iya, kan?""Ya, kamu benar. Mereka berdua dengan sengaja membuatmu sakit hati, pada saat itu. Dan sekarang, mereka akan bercerai, sangat disayangkan.""Ya sudah, jangan membahas orang lain lagi. Jika mereka memang saling mencintai, mereka tidak akan bercerai, itu saja."Elea menyandarkan kepala di pundak suaminya, memejamkan mata dan menikmati momen indah ini untuk beberapa waktu."Rich, boleh aku tanya sesuatu padamu?"Aldrich menoleh dan menunduk menatap sang istri. "Ya, katakan saja apa itu. Aku akan menjawabnya," jawab Aldrich."Mantan kekasihmu sebelum nona Olivia, kemana dia?"Setelah beberapa saat terdiam Aldrich mengangguk dan mengecup kening Elea lembut. "Kamu ingin bertemu dengannya?"Elea
Beberapa menit kemudian, mobil yang ditumpangi Aldrich dan Eleanora sampai di sebuah kawasan asri, sejenak Elea bingung karena ia tahu kawasan apa yang ia datangi.Ia menoleh pada Aldrich yang terdiam dengan pandangan lurus kedepan. Kemudian kembali menatap ke depan karena mobil yang mereka tumpangi sudah berhenti."Rich, kita--,""Ayo turun, aku akan memperkenalkanmu dengannya," kata Aldrich dengan mimik yang susah diartikan. Sejenak Elea merasa bersalah dengan keputusannya kemarin."Sayang, ayo!"Elea menurunkan kaki perlahan, jantungnya berdebar hebat saat Aldrich membawanya ke salah satu makam yang bernama belakang nama Aldrich di sana.Eleanora menoleh pada suaminya, ia melihat ada raut wajah sedih terlihat dengan nyata. Aldrich meraih tangan Elea dan mengajaknya duduk bersama. "Dia adalah tunanganku," akunya langsung menggetarkan hati Eleanora. "Dia meninggalkanku karena kesalahan yang seharusnya tidak aku lakukan," sambung Aldrich.Eleanora mengingat apa saja pernah Julian kat