Elea mendongak dengan mata sedikit menyipit, pandangannya kabur dan hawa panas sudah mulai menjalar dalam tubuhnya."Tuan, bisakah Anda membawaku pulang?" ucapnya pada seseorang yang berdiri menjulang di hadapannya, wanginya memabukkan semakin membuat hawa panas dalam tubuh Elea meningkat.Elea terlihat berusaha berdiri, gaun hitam yang dikenakannya terlihat sangat cocok untuk usia sekitar 20 tahunan jika di perkirakan.Sempoyongan, rambutnya bahkan sudah tidak terlihat rapi, Elea mendekat dan memegang tangan si pria tinggi dengan kacamata sebagai pelengkapnya"Tuan, tolonglah, tubuhku terasa panas dan aku ingin pulang," terus rengeknya, dia tidak bisa lagi menahan diri dan langsung mendekatkan tubuhnya pada pria asing yang tetap berdiri seperti patung di hadapannya."Tuan, aku--," Jack mundur saat isyarat tangan ia terima dari sang tuan, sebagai tanda bahwa Jack harus pergi.Dengan sedikit paksaan, Elea terdorong ke belakang. "Kenapa mendorongku! Aku ingin--," lagi-lagi lidahnya kel
"Tidak, apakah Julian melakukan ini padaku?" Ia menggeleng kuat, tidak mungkin Julian menjebaknya naik ke atas ranjang dengan cara yang keji."Aku tidak akan memaafkan pria itu, bagaimana bisa dia menjebakku seperti ini," geramnya, tubuhnya rasanya remuk, kepalanya pusing dan dia sudah tidak ada harganya sekarang.Suara langkah kaki membuatnya waspada. Elea beringsut, menutup diri dengan selimut dan akan menyemburkan lava nya.Akan tetapi, ia tertegun saat mencium wangi yang sama saat malam tadi, wangi yang memabukkan, matanya menangkap ujung sepatu hitam mengkilat sudah berada di ujung ranjang."Bangunlah, dan bersihkan dirimu," suara bariton yang tidak di kenalnya, Elea mengangkat wajah dan baru bisa melihat dengan jelas siapa pria yang semalam bersamanya, pria dengan wangi memabukkan."Kamu siapa? Kenapa aku berada disini?" Masih mengeratkan selimutnya, ia tampak ragu ingin berteriak karena tatapan intimidasi pria itu membuatnya tidak berkutik.Aldrich menyeringai, "Kita bisa bicara
Menggeleng kuat, "Tidak, jangan lakukan itu. Aku akan sangat malu, dan juga ... kekasihku, dia ... pasti akan memutuskan hubungan kami," menunduk, begitu khawatir. Eleanora yakin ada yang mencampur minumannya dengan sesuatu malam itu."Baiklah kalau begitu, kamu tanda tangani kertasnya, sore nanti kamu ikut bersamaku." Aldrich memberikan pulpen lain yang terselip di kantong jasnya. Ia memberikan setelah membuka tutupnya."Itu, apakah tidak ada cara lain?""Menurutmu, ada cara lain untuk mengembalikan harga diriku?"Mata Elea membola, harga diri bagaimana maksudnya? Jelas yang rugi adalah dirinya disini."Harga diri kita," ralatnya, "Lagipula, kamu sendiri tahu, aku dalam pengaruh obat, kenapa tidak menghindar? Kalau di pikir, akulah korbannya.""Haruskah aku menghindar? Bagaimana kalau kamu melampiaskannya dengan pria lain?"Menelan ludah susah payah, Elea kembali mengangkat wajah, "Bagaimana dengan pekerjaanku? Aku baru saja mendapatkannya dengan susah payah, lagi aku memiliki banyak
Aldrich mengangkat wajah, menatap sang ibu yang sudah terlihat jauh lebih baik dari sebelumnya. "Aku senang mama sudah terlihat sehat," ucapnya, kemudian memandang yang lain, "Apakah kita sudah bisa sarapan sekarang?"Mengangguk serempak seperti sudah melakukan latihan sebelumnya. "Kak, kamu membuat kami takut, ayolah sekali saja jangan kaku," kata Rea mengambil sendok dan langsung mengaduk sup ayam miliknya.Semua orang menoleh pada Rea, kemudian menoleh lagi pada Aldrich, pria satu ini memang sulit sekali ditaklukkan."Sudah, ayo kita mulai sarapannya," ujar nyonya Vianka akhirnya yang yang langsung disetujui oleh mereka semua.Seperti biasa, tidak ada suara di meja makan, semuanya merasa tegang dan tertekan.Selesai dengan sarapan mereka, semua keluarga yang lain sudah berdiri dan meninggalkan ruang makan, menyisakan ibu dan anak yang masih betah disana."Olivia adalah gadis yang baik, Rich."Menghela napas pelan. Pria dengan wajah gagah itu menatap ibunya lamat, "Aku akan mengatak
Hanya deheman yang Elea terima, setelahnya Jack benar-benar meninggalkan lokasi tempat Elea berdiri mematung dengan pikirannya.Seseorang menepuk pundak Elea dengan keras, "Dia siapa?" tanyanya dengan memandang arah yang sama dengan Eleanora."Bukan siapa-siapa," cengengesan menggaruk tengkuknya, menghela napas pelan, ia masuk kembali ke dalam resto dan meminta maaf atas ketidaknyaman yang terjadi karena ulahnya."Maafkan aku," ucapnya membungkuk pada seluruh pengunjung resto.Hanya beberapa saja di antara mereka yang merespon selebihnya menganggap itu hal biasa, sehingga tidak perlu dibesarkan."Kamu kenal dengan pria tadi?" Teman wanita Elea menyenggol punggungnya pelan seperti menggoda."Sepertinya aku pernah melihatnya," jawabnya, tidak mengatakan kebenaran yang lebih."Dia tampan, tubuhnya besar dan berotot, oh ... pasti sangat hangat dalam pelukannya," katanya membayangkan tubuh kekar Jack yang di yakininya hangat."Jangan terlalu banyak menghayalkan pria, otakmu bisa bermasalah.
Setelah beberapa menit Elea berpikir akhirnya dia mengangguk. "Baik Tuan," katanya menyendok sedikit demi sedikit makanan yang masih tersisa di mangkoknya."Heum, istirahatlah, kita akan berangkat pagi besok."Menghela napas berat, Elea hanya menatap pasrah pada punggung lebar yang berlalu meninggalkan kamar.Dengan sangat hati-hati ia menyingkirkan mangkuk yang terlihat mahal ke atas nakas, meminum vitamin yang diberikan tadi, kemudian membaringkan tubuhnya dengan hati-hati."Apakah ini memang sudah benar? Aku tidak mengenalnya. Bagaimana kalau dia berniat menjualku di kota?" Mata yang mengantuk kembali terbuka. Elea membangunkan diri dengan paksa dengan kondisi tubuh yang masih lemah.Elea turun dari ranjang, mengenakan sandal bulu yang terasa nyaman di kakinya. Perlahan ia melangkah ke arah pintu, membukanya dan melongokkan kepala keluar."Dia kemana?" batinnya masih menoleh ke kiri dan kekanan. Elea keluar kamar, berjalan keluar dan melihat ke lantai bawah. Sangat sunyi.Menelan l
Mata Elea terbelalak saat sudah berada di halaman super besar, mobil mewah berjejer dengan rapi, bukan hanya itu, beberapa orang berpakaian hitam juga berada di setiap sudut halaman.Ini sudah malam, tetapi halaman rumah. Ah, tidak bisa dikatakan rumah karena ini sangat besar dan megah terlihat terang benderang dengan lampu yang Elea tidak tahu berapa harga listriknya."Jack, minta pengawal membawa barang Elea masuk, aku akan membawa Elea masuk," ucapnya berjalan lebih dulu dan diikuti Elea yang masih tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.Sesampainya di dalam mansion, Elea semakin takjub dibuatnya. 'Apakah aku bermimpi? Ini seperti di film yang pernah ku lihat,' batinnya masih memperhatikan setiap detail isi di dalam mansion utama keluarga Alvaro.Tidak lama, suara heel terdengar mendekat ke arah mereka, Elea melirik ke arah Aldrich yang tetap saja memasang wajah datar seperti biasanya."Sayang, akhirnya kamu kembali," ucap wanita paruh baya namun masih terlihat cantik dan sehat.
Elea membola saat Aldrich mengambil ponselnya dan langsung mematikannya di hadapan sang pemilik asli. "Tuan ponselku!" minta Elea karena dia senang akhirnya Julian bisa di hubungi kembali."Ini sudah malam, kamu harus segera istirahat, Nona Eleanora!" seru Aldrich."Tuan keka--," Elea menghembuskan napas pelan kemudian memberanikan diri untuk menatap Aldrich, ia melanjutkan, "Kekasihku, dia sudah bisa di hubungi, tolong beri aku waktu untuk bicara padanya," pintanya masih menatap nanar pada ponselnya yang di genggaman Aldrich.Mereka saat ini sudah berada di kediaman Aldrich, setelah makan malam Aldrich langsung membawa Elea kembali, tidak memedulikan permintaan ibunya."Hanya 10 menit, setelah itu tidurlah!"Mengangguk semangat Elea meraih kembali ponselnya dan menghubungi Julian setelah kepergian Aldrich.Dua menit berlalu dan ponsel Julian tidak bisa lagi dihubungi. "Kemana dia? Apakah dia marah? Ya ampun ini semua karena si tuan datar itu," kesal sekali Elea karena kembali kehilan
"Mama, kapan kita berlayar?" tanya Calix mendongak ke arah ramping kanan.Elea berpikir lalu menatap suaminya sekilas dan berkata, "Kita tunggu Papa tidak sibuk, baru berlayar," jawabnya sekenanya.Calix mengerucutkan bibir, ia mendongak ke arah samping di mana sang ayah tengah berdiri menatap ibunya. Anak itu lantas berucap setelah mengatur napas dengan baik, "Papa, kapan Papa tidak sibuk?"Aldrich tersenyum cerah, hubungan ini adalah hubungan yang sangat ia sukai. Beberapa bulan lalu, setelah sang istri menanyakan bagaimana rupa tunangannya, hubungan mereka kembali tenggang tetapi tidak membuat mereka sampai bertengkar hebat. Memang tidak mudah membujuk Eleanora yang masih terluka, tetapi tidak ada yang tidak mungkin selama merayu dan membujuk dengan keras. Dan Aldrich berhasil membuktikan bahwa dia bisa mempertahankan rumah tangganya."Bagaimana kalau Minggu depan?" Calix mengetuk-ngetuk kepala tanda berpikir dan itu sangat menggemaskan bagi Eleanora. Tidak lama, Calix mengangguk
Elea terpaku, ia yang berniat akan mengambil air minum untuknya dan Rich tidak sengaja mendengarkan ucapan Reanita dan ibu mertuanya. Ada rasa yang tidak enak di dalam hati, sesuatu yang membuat hatinya sesak dan itu karena ucapan yang mungkin saja tidak benar.Nyonya Anita melirik anaknya agar Rea tidak melanjutkan kembali ucapannya. Tetapi, Reanita tidak juga menyadari apa yang ibunya maksud."Aku benarkan, Ma. Eleanora terlihat mirip dari bentuk tubuh. Ya, walaupun kita sama-sama tahu keduanya berbeda, hanya tubuhnya saja yang terlihat mirip," ujar Reanita belum juga sadar."Bahkan gaun pernikahan yang Eleanora pakai adalah gaun yang memang kakak siapkan untuk pernikahan kakak dengan--""Reanita diam!" pekik nyonya Anita karena Rea tidak juga menghentikan ucapannya sejak tadi.Rea sampai terkejut karena ibunya yang tiba-tiba berteriak, semakin terkejut saat tahu Eleanora sudah berdiri di dekat pintu mendengarkan ucapannya yang mana.Rea berdiri, begitupun dengan nyonya Anita. Kedua
Eleanora menggenggam tangan Reanita lembut, ibu Calix itu merasa senang karena merasa bahwa Rea sudah benar-benar berubah."Tidak, aku tidak pernah marah padamu Rea," ucap Eleanora pada saudara iparnya. Elea kembali melanjutkan, "Maafkan aku juga yang pernah melakukan kesalahan, jujur aku tidak ada niat melakukan itu," sambungnya.Rea merasa lega, semua beban dalam hatinya seolah menguar begitu saja setelah mendengar ucapan Eleanora yang tidak mempermasalahkan permasalahan mereka.Keduanya terus bercerita layaknya temannya yang sudah lama bersama. Eleanora menceritakan kisah hidupnya yang malang pada Reanita yang langsung terkejut karena Eleanora benar-benar sangat tangguh.Yang tidak mereka berdua sadari adalah, nyonya Anita sedang berdiri di dekat pintu, mendengarkan semua yang anak dan menantunya ucapkan. Hatinya juga ikut lega karena Eleanora mau memaafkan Reanita yang sudah keterlaluan selama ini.Karena tidak ingin mengganggu ketenangan keduanya, nyonya Reanita memutuskan untuk
Aldrich menyeringai, menatap pada Olivia yang terlihat semakin gugup, "katakan padaku Olivia kenapa kau tega lakukan ini padaku?" tanya Aldrich masih menikmati kegugupan Olivia."Rich, aku bisa jelaskan, tolong lepaskan aku dulu," mohonnya masih dengan wajah pucat."Kamu bahkan tega membuatnya menyerahkan diri pada Julian, di mana perasaanmu Olivia? Kau pendosa," ujar Aldrich dengan gigi gemeretak. Dia tidak bisa membayangkan bagaimana sakitnya tunangannya saat itu. Dan wanita di hadapannya adalah dalangnya."Aku mencintaimu Rich, aku tidak ingin ada wanita lain dekat denganmu," aku Olivia dengan tubuh gemetar.Menurutnya hanya dia saja yang pantas bersama Aldrich karena mereka setara, sementara tunangannya dan Eleanora sama-sama dari wanita kelas bawah yang tidak cocok dengan Aldrich sama sekali.Berulang kali Olivia meminta dengan baik agar tunangan Aldrich mundur, tetapi wanita itu terus bersikeras bertahan walau sebenarnya Olivia tahu, dia juga menginginkan Julian.Olivia hanya in
Aldrich mendekati sang istri dan memeluknya dari belakang. "Calix di bawah bersama Mama dan juga Rea."Mata Elea terbelalak dan langsung melepas diri ingin turun ke bawah tetapi Aldrich mencegahnya. Pria itu menahan tubuh istrinya dan menatapnya dalam."Jangan khawatir, Rea tidak akan membawa Calix pergi jauh lagi. Ada mama yang menjaga. Lagipula kamu harus segera bersiap karena kota akan pergi dua jam lagi."Mengerutkan kening tidak mengerti. "Pergi? Kita akan kemana?" tanya Elea masih memikirkan Calix di bawah sana."Aku ingin menebus kesalahanku. Aku ingin kamu, mama dan jga Rea memiliki waktu bersama," jelas Aldrich.Semakin bingung dan tidak mengerti, apalagi saat Aldrich mengatakan mereka bertiga akan pergi bersama. Eleanora tahu kalau ibu mertuanya sudah menerimanya kembali, tetapi bagaimana jika mereka kembali berubah dan membuatnya tersisih."Apa kamu ikut bersama kamu?" Mengangguk pasti, cukup membuat hati Eleanora lega, setidaknya jika Aldrich ikut, maka semua pasti akan b
Keduanya saling menumpahkan rasa rindu. Elea menumpahkan semua kekesalannya, mengatakan semua yang terjadi hingga terus merasa curiga dan sakit hati.Aldrich terdiam, dia mencerna juga mencoba mencari tahu siapa yang sebenarnya mengirim foto-foto pada sang istri."Aku sangat takut kalau kamu meninggalkan aku, sayang," kata Aldrich memeluk istrinya erat.Saat ini keduanya sedang duduk di sofa, dengan Eleanora yang berada di atas pangkuan sang suami. Bahkan jubah mandi Elea sudah terlihat berantakan walaupun keduanya tidak melakukan apa pun."Aku belum menemukan tempat bersembunyi yang tidak kamu ketahui. Bukankah selama ini kamu selalu menemukanku?" canda Eleanora membuat Aldrich terkekeh kecil.Mengangguk bangga, Aldrich melerai pelukan mereka, menatap wajah istrinya yang kemarin sempat dia lukai. "Apa rasanya sakit?" tanya nya mengusap wajah sang istri. Ia tahu itu pasti sangat sakit tapi dia ingin mendengar jawaban sang istri.Eleanora menggeleng pelan. "Tidak, melihatmu mengkhawati
Aldrich dan Olivia terkejut saat mendengar suara benda jatuh dari arah belakang. Dan semakin terkejut saat melihat siapa yang berada di depan pintu dengan makanan yang bercecer karena terjatuh. Olivia menjauh, sedang Aldrich mendekat ke arah seseorang yang saat ini berdiri mematung tanpa ekspresi apa pun. "Eleanora, kamu di sini? Ayo masuklah!" Aldrich begitu gugup walaupun dia tidak melakukan kesalahan tetapi wajah Elea cukup menggambarkan hal buruk akan terjadi. Elea menepis tangan suaminya keras. "Jangan sentuh kan tanganmu!" "Sudah jangan lagi kamu jelaskan apa pun. Aku sudah mendengar dan melihat semuanya, lagi," katanya menatap Olivia yang terlihat biasa saja. Eleanora menatap ke arah suaminya, rasa sesak yang semakin menambah kesaktiannya selama ini membuatnya mual dan kecewa. Aldrich baru saja menuduhnya melakukan hal buruk pada Olivia dan sekarang dia melihat suaminya di sentuh oleh wanita itu, ini sangat menyedihkan. "Elea, ini tidak seperti yang kamu kira," Ol
Reanita menggeleng, ia menangis dengan lutut sudah bertumpu di atas lantai. "Kakak maafkan aku. Aku bersalah karena sudah banyak bersalah padamu selama ini," Isak Rea menunduk."Berdiri Rea!"Menggeleng dengan lemah, Rea tidak berani mengangkat wajah, ia malu tetapi dia tidak akan menambah kerusakan lagi. Ini sudah cukup. Ia sudah mendapatkan kemarahan kakaknya. Jika dia kembali melakukan kesalahan bisa saja Aldrich tidak akan mengakuinya adik selamanya."Maafkan Rea, Kak" "Selama ini Kakak membenciku hanya karena ayah kita berbeda. Di sekolah aku selalu menjadi ejekan karena Kakak tidak pernah peduli padaku," ucap Rea dalam tangisnya, terdengar pilu dan menyayat hati."Aku semakin cemburu ketika kakak bertunangan, apa lagi, ruangan kakak tidak menyukaiku dan mengatakan aku anak haram."Hancur hati Anita, ia tidak tahu jika anak gadisnya sudah menderita sejak lama. Ia mengira Rea tidak memendam apa pun karena begitu ceria dan terbuka.Rea melanjutkan. "Hanya Olivia yang menerimaku, d
Elea berdehem dan melanjutkan pekerjaannya. Saat ini, dia hanya ingin Calix dan ayahnya saling dekat. Mungkin dengan dia kembali ke rumah, Aldrich bisa meluangkan waktu lebih banyak pada sang putra."Sore nanti, kita ke rumah Mama, aku ingin kita menginap beberapa hari karena Mama kurang sehat."Lagi-lagi Eleanora berdehem. Ia memang berniat membawakan kue untuk ibu mertuanya, setidaknya jika bersama Aldrich dia tidak akan mendapatkan hinaan seperti sebelumnya.••••••Sementara itu, di tempat berbeda, Nyonya Anita terus mengetuk pintu Rea, anak gadisnya sudah beberapa hari tidak keluar kamar dengan alasan lelah."Rea! Kamu ada masalah apa sayang?" tanya nyonya Anita lebih keras. Tidak biasanya Rea mengurung diri selama ini."Ada yang membuatmu tersinggung?" Kembali nyonya Anita melanjutkan. "Eleanora membuatmu sakit hati lagi?"Rea membuka pintu karena ibunya sekali lagi menyalahkan Eleanora. Gadis itu terlihat sangat kacau dengan wajah dan mata yang bengkak.Sudah berapa lama Rea men