Setelah beberapa menit Elea berpikir akhirnya dia mengangguk. "Baik Tuan," katanya menyendok sedikit demi sedikit makanan yang masih tersisa di mangkoknya.
"Heum, istirahatlah, kita akan berangkat pagi besok."Menghela napas berat, Elea hanya menatap pasrah pada punggung lebar yang berlalu meninggalkan kamar.Dengan sangat hati-hati ia menyingkirkan mangkuk yang terlihat mahal ke atas nakas, meminum vitamin yang diberikan tadi, kemudian membaringkan tubuhnya dengan hati-hati."Apakah ini memang sudah benar? Aku tidak mengenalnya. Bagaimana kalau dia berniat menjualku di kota?" Mata yang mengantuk kembali terbuka. Elea membangunkan diri dengan paksa dengan kondisi tubuh yang masih lemah.Elea turun dari ranjang, mengenakan sandal bulu yang terasa nyaman di kakinya. Perlahan ia melangkah ke arah pintu, membukanya dan melongokkan kepala keluar."Dia kemana?" batinnya masih menoleh ke kiri dan kekanan. Elea keluar kamar, berjalan keluar dan melihat ke lantai bawah. Sangat sunyi.Menelan ludah kasar, ia berjalan ke arah anak tangga masih mencari keberadaan Aldrich yang tiba-tiba saja menghilang."Apakah ini rumahnya?" kembali ia menoleh kekanan kekiri, suasana begitu mencekam karena pemilik mematikan lampu di lantai bawah.Setiap langkah yang Elea telusuri tidak luput dari sepasang mata tajam yang sejak tadi memantaunya."Tuan ...." panggil Elea pelan.Gema suaranya semakin membuatnya bergidik ngeri. "Tu-tuan, kamu dimana?"Elea yang tengah takut langsung berjongkok menutup telinga saat mendengarkan suara benda terjatuh yang begitu nyaring."Ma-maafkan aku," ucapnya tergagap masih menunduk dan menutup telinga."Elea, berdirilah!"Elea mendongak, mata bundarnya semakin membulat saat menyadari lampu sudah menyala dan Aldrich berdiri di hadapannya seperti patung es yang--tampan.Gadis yang masih merasa pusing di kepalanya itu berdehem dan berdiri. "Aku mendengar ada sesuatu terjatuh," katanya panik menatap kebelakang."Ingin sesuatu? Katakan saja aku akan mengambilkannya untukmu," kata Aldrich masih menatap lurus pada Elea.Ingin mengatakan sesuatu tetapi takut. Akhirnya Elea menggeleng, ia berniat akan naik ke lantai atas kembali namun Aldrich menahannya.Elea menoleh dan menampilkan wajah sedikit ragu. "Ya, baiklah," katanya mengekori Aldrich dengan wajah lesu."Besok kita akan kembali ke kotaku, sesampainya di sana, kita akan langsung bertemu dengan ibuku," Elea mengangguk. "Dan aku berharap apapun yang ibuku katakan padamu, kamu harus melaporkannya padaku, mengerti?""Harus ya?""Apakah wajahku terlihat bercanda?"Setelah mengatakan itu, Aldrich bangkit dan meninggalkan Elea sendiri di tuang tamu.Belum beberapa menit duduk Elea yang masih pusing langsung berdiri dan berlari saat Aldrich mematikan kembali lampunya."Tuan, jangan tinggalkan aku." Elea menarik ujung baju Aldrich dan berjalan lebih dekat pada padanya."Nona ...." peringat Aldrich."Tidak, jangan katakan apapun dulu, aku takut," katanya menempel lebih dekat.Aldrich hanya menghela napas dan membiarkan Elea menempelnya sampai di lantai atas."Sekarang masuk ke kamarmu dan jangan keluar lagi!"Mengangguk kemudian menggeleng, Elea tidak tahan untuk tidak berucap. "Tuan, coba kamu periksa di bawah, sepertinya ada kucing atau tikus di sana," ujarnya melongok ngeri ke lantai bawah."Ada lagi?""Terima kasih." setelahnya Elea langung masuk kamar dan menutup pintu perlahan.Aldrich hanya diam mematung di depan pintu yang tertutup. Sementara di dalam kamar Elea masih terus menghubungi Julian yang seperti hilang di telan bumi."Sebenarnya dia kemana? Apa dia benar-benar menjebakku?"______Pagi hari nya, Aldrich sudah bersiap bersama Jack di lantai bawah. Mereka sudah menunggu sejak setengah jam yang lalu.Aldrich memanggil seorang pelayan wanita dan memintanya memanggil Eleanora di lantai atas."Baik Tuan," ucapnya menunduk kecil kemudian berlalu naik ke lantai atas.Di lantai atas, Elea yang sudah lama bersiap hanya duduk di pinggir ranjang karena kembali ragu dengan pilihannya.Suara ketukan pintu menyadarkannya dari lamunan, Elea bangkit dan berjalan malas ke arah pintu."Nona, tuan sudah menunggu Anda di lantai bawah," ucapnya memasang wajah tidak suka."Heum, aku akan turun, terima kasih," katanya setelah menghela napas pelan."Nona, ada hubungan apa dengan tuan?" langkah Elea terhenti, ia menoleh kebelakang dan melihat wajah sinis wanita yang mengenakan pakaian pelayan diatas lutut."Tanyakan saja pada tuanmu kalau kamu penasaran," ucapnya berdecak lalu kembali melanjutkan langkah. Namun, lagi-lagi suara si pelayan kembali menghentikan langkahnya. "Jangan bermimpi menjadi pasangan tuan, karena tuan tidak akan terpikat oleh wanita sepertimu," setelah mengatakan itu, ai pelayan berjalan lebih dulu meninggalkan Elea yang terpaku karena ucapannya."Apakah dia menyukai tuannya sendiri? Kenapa ucapannya sangat pedas?" geleng Elea menuruni tangga dengan bibir terus mendumal."Selamat pagi, Nona Eleanora," sapa Jack sedikit membungkuk saat Elea sudah berada di bawah tepat saat Aldrich dan Jack berjalan ke ruang makan."Selamat pagi, tu ... eh, Tuan yang menolongku kemarin, kan?"Jack menoleh menatap tuannya yang berjalan lebih dulu ke ruang makan. "Heum, senang bertemu dengan Anda Nona," katanya merasa tidak enak."Ada apa? Kenapa wajahmu terlihat tertekan, hutang--,""Jack, bawa nona Elea sarapan bersama," suara bariton sang tuan masih terdengar dengan jelas walau sudah jauh jaraknya."Nona, lebih baik kita sarapan dulu, tuan tidak suka menunggu," ucap Jack meminta Elea berjalan lebih dulu.Sampai di meja makan, Elea menatap tidak percaya dengan hidangan yang dia lihat, semuanya ada di atas meja."Duduk!"Elea langsung duduk, tidak memperhatikan wajah datar Aldrich adalah jalan terbaiknya."Siapa yang memasak sebanyak ini? Kalau di jual tentu akan sangat untung," gumamnya, tidak percaya bahwa dia akan dihidangkan makanan semewah ini.Aldrich berdehem, sebelum pria tampan itu mulai makanannya, ia menatap lurus pada Elea yang juga menatapnya."Aku tidak suka ada yang bicara saat di meja makan. Kamu harus mengingat itu dengan benar.""Heum baiklah, kamu ini semuanya tidak boleh," Wajah Jack sampai pucat karena jawaban sang Nona, bagaimana bisa dia menjawab seperti itu lada singa yang suka sekali menerkam."Eleanora!!""Baiklah tuan, aku akan mengingat semuanya. Aku tidak akan berbicara di meja makan, juga tidak akan bertanya banyak hal padamu," ucapnya dengan wajah menahan kesal.Aldrich meminta kedua orang disebelahnya untuk sarapan segera, Elea yang biasanya selalu berbicara sambil makan saat ini menjadi lemas menyuapi makanan pada mulutnya.Ketiganya makan dengan khidmat, Elea lebih cepat selesai karena sungguh dia tidak bernafsu jika tidak sambil mengulang cerita di hari yang lalu.Selesai dengan sarapan mereka, Aldrich berpesan pada para pekerja di apartemennya, kalau mereka sementara kembali diliburkan dan kembali bekerja bulan depannya."Di dalamnya ada uang saku kalian selama 2 bulan. Akan tetapi, aku minta kalian kembali bekerja di bulan pertama, mengerti?"Semua mengangguk serempak, mendapatkan upah 2x lipat jelas saja mereka senang. Tuannya walaupun sangat irit berbicara namun sangat loyal dalam berbagi."Kalian bisa kembali sekarang juga," katanya lagi membubarkan semuanya. Sementara Elea yang tidak percaya dengan apa yang dilihatnya merasa tergiur."Tuan, apakah masih ada lowongan? Aku juga bisa bekerja," katanya melupakan niat awal mereka."Jack, bawa koper nona Elea ke mobil, kita berangkat sekarang!""Ya ampun pria itu ...." Jack membawa turun koper Elea dan meminta sang nona untuk mengikutinya. Sekali lagi Jack mengatakan bahwa tuannya tidak suka menunggu."Aku juga tidak suka menunggu," kesal Elea.Mata Elea terbelalak saat sudah berada di halaman super besar, mobil mewah berjejer dengan rapi, bukan hanya itu, beberapa orang berpakaian hitam juga berada di setiap sudut halaman.Ini sudah malam, tetapi halaman rumah. Ah, tidak bisa dikatakan rumah karena ini sangat besar dan megah terlihat terang benderang dengan lampu yang Elea tidak tahu berapa harga listriknya."Jack, minta pengawal membawa barang Elea masuk, aku akan membawa Elea masuk," ucapnya berjalan lebih dulu dan diikuti Elea yang masih tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.Sesampainya di dalam mansion, Elea semakin takjub dibuatnya. 'Apakah aku bermimpi? Ini seperti di film yang pernah ku lihat,' batinnya masih memperhatikan setiap detail isi di dalam mansion utama keluarga Alvaro.Tidak lama, suara heel terdengar mendekat ke arah mereka, Elea melirik ke arah Aldrich yang tetap saja memasang wajah datar seperti biasanya."Sayang, akhirnya kamu kembali," ucap wanita paruh baya namun masih terlihat cantik dan sehat.
Elea membola saat Aldrich mengambil ponselnya dan langsung mematikannya di hadapan sang pemilik asli. "Tuan ponselku!" minta Elea karena dia senang akhirnya Julian bisa di hubungi kembali."Ini sudah malam, kamu harus segera istirahat, Nona Eleanora!" seru Aldrich."Tuan keka--," Elea menghembuskan napas pelan kemudian memberanikan diri untuk menatap Aldrich, ia melanjutkan, "Kekasihku, dia sudah bisa di hubungi, tolong beri aku waktu untuk bicara padanya," pintanya masih menatap nanar pada ponselnya yang di genggaman Aldrich.Mereka saat ini sudah berada di kediaman Aldrich, setelah makan malam Aldrich langsung membawa Elea kembali, tidak memedulikan permintaan ibunya."Hanya 10 menit, setelah itu tidurlah!"Mengangguk semangat Elea meraih kembali ponselnya dan menghubungi Julian setelah kepergian Aldrich.Dua menit berlalu dan ponsel Julian tidak bisa lagi dihubungi. "Kemana dia? Apakah dia marah? Ya ampun ini semua karena si tuan datar itu," kesal sekali Elea karena kembali kehilan
Karyawan butik berdecak, ingin mengatakan sesuatu tetapi sebuah mobil mewah telah terparkir di halaman butiknya..Elea menoleh karena melihat wajah terpaku si wanita. Gadis berusia 22 tahu itu menghela napas dan berjalan mendekat. "Tuan Jack, Anda di sini?" tanya Elea masih menampilkan senyumnya. "Tuan meminta saya membawa Anda kembali ke rumah," kata Jack masih memasang wajah ramah, asisten Aldrich itu melirik pada wanita yang masih terpaku dengan wajah terkejutnya."Nona, Sashi Matsuda." Si karyawan wanita menunduk hormat."Maafkan saya Tuan," katanya merasa ada yang salah dengan tatapan Jack padanya."Lain kali perlakukan pelanggan Anda dengan baik. Ingat, Anda bekerja disini karena siapa!" Shasi yang di ingatkan itu jelas saja merasa kesal namun tidak akan bisa melakukan apapun."Maafkan saya Tuan."Eleanora memperhatikan wajah karyawan butik tadi yang ia tahu bernama Sashi itu dari tag name di baju, merasa iba karena Jack ini tidak bisa menjaga ucapannya."Tuan, tidak mengapa, te
Beberapa saat hening, Elea masih menunggu jawaban dari Julian dari balik telepon. Ia hanya ingin tahu kenapa ia di panggil ke klub tetapi Julian tidak kesana malam itu."Julian?""[Heum, El, aku mencarimu, apakah kau ke klub?"Kening Elea mengkerut, jika Julian ke klub mencarinya, artinya ada yang menjebaknya. "Ya, bukankah kau yang memesankan minuman padaku, Julian?"Sekali lagi hening, suara derap langkah di belakang Elea membuat sang gadis berbalik dan sedikit menjauh agar Aldrich tidak mendengarkan percakapan mereka."[Minuman apa? Aku memang memintamu ke klub tapi belum memesankan minuman.]Jantung Elea berdegup kencang, artinya malam itu memang ada yang mengerjainya. Ada yang menyimpan sesuatu ke minumannya. Dan ia berakhir satu rumah dengan pria asing."Julian, kau tidak berbohong kan?" Elea bertanya dengan nada sedikit ragu. Tatapannya masih lurus pada Aldrich yang membelakanginya masih mematut diri di depan cermin."[Tentu saja sayang, ada apa sebenarnya? Minuman apa yang kau
Pagi harinya, setelah sarapan bersama, Aldrich dan Jack sudah akan berangkat ke kantor saat perancang gaun dan dan pemilik perhiasan datang ke mansionnya."Jack, kau berangkat lebih awal aku akan menyusul," Jack mengangguk. Ia membungkuk sedikit dan melangkah pergi.Sementara itu, Aldrich masuk kembali ke dalam mansion, mendapati Elea yang masih tertegun dengan banyaknya gaun mewah berdiri di hadapannya."Kamu pilih yang menurutmu baik, hari ini kamu harus menyelesaikan semuanya!" Aldrich duduk di sofa, menyimpan ponsel di meja dan bersedekap menatap tajam pada Elea.Elea mengerucutkan bibir. Melihat semua gaun mewah yang sebenarnya tidak bisa dipilih karena semuanya sangat mewah.Elea memperhatikan semuanya dengan perasaan kagum, ia memegang kain yang begitu halus dan lembut."Semuanya sangat cantik dan mewah. Aku tidak bisa memilih," katanya dengan wajah terkagum."Nona Sashi, coba ambilkan yang disebelah Anda, biarkan Elea mencobanya," Elea menoleh pada gaun merah muda pastel, ter
Ke esokan harinya, Elea dan Jack sudah akan bersiap untuk ke kota sebelah-kota dimana Aldrich bertemu dengan Eleanora pertama kali.Aldrich sementara membenarkan dasinya di depan kaca dan lagi-lagi Elea berjalan ke arah depan sang pemuda."Tuan, biar aku membantumu," ucapnya menepis tangan Aldrich dengan sedikit kuat. Aldrich hanya menghela napas pelan saking pelannya bahkan Elea yang di hadapannya tidak merasakannya."Ingat, jangan berpikir kabur, keamanan keluargamu bersamaku.""Jangan terus mengancam Tuan. Aku mengerti, aku kesana hanya untuk menjelaskan pada Julian saja," katanya dengan nada sedikit ragu."Nah, sekarang Tuan sudah terlihat semakin baik," ucapnya yakin.Aldrich menatap hasil dari jemari lentik milik calon istrinya. 'Dia merusak tatanannya," batin Aldrich tetapi ia mengangguk menunjukkan bahwa kerja keras Elea memang memuaskan.Menghela napas pelan. "Jack minta beberapa orang menjaga Elea sesampainya di sana!" Aldrich berjalan ke arah Jack, di ikuti oleh Elea di bel
"Hai Hana!" Elea berlari kecil ke arah resto dimana dulu iq bekerja. Tidak, sebenarnya Eleanora masih menjadi salah satu pekerja di sana, karena ia pergi sebelum mengundurkan diri."Elea, kau disini. Kemana saja kau dalam beberapa hari ini?" Hana menatap penampilan temannya, perubahan Elea tidak terlalu mencolok, tetapi Hana tahu bahwa ada yang berbeda dari temannya."Kau terlihat berubah, apa ya?" ucap Hana masih memperhatikan apa yang berubah. "Ah, sudah nanti saja aku memikirkannya, kau dicari oleh bos, aku khawatir kalau kau dipecat!" ungkap Hana mengenai bosnya selama beberapa hari ini."Aku datang memang ingin mengatakan sesuatu pada bos," ucap Elea duduk masih menampilkan senyum hangat seperti biasa."Apa?""Kau akan tahu nanti."Beberapa saat kemudian, pria berbadan tinggi besar dengan setelan memukau datang ke resto dimana Elea bekerja. Pria yang mengetahui kehadiran Elea itu langsung meminta karyawan terbaiknya untuk mengikutinya ke ruang kerja."Tunggu aku, ya!" katanya pad
"Sayang, aku sangat merindukanmu." Elea mematung di depan pintu yang tidak tertutup rapat. Bahkan ia bisa melihat dengan jelas apa yang wanita itu lakukan pada Julian--kekasihnya."Aku juga merindukanmu." Julian melepas pelukan wanita yang sedari tadi memeluknya dari belakang. Membawanya ke hadapannya dan menangkup wajah mulus di hadapannya, mengusap pelan dengan jempol dan mencium kelopak mata sang wanita.Elea yang menyaksikan itu mengepalkan tangan kuat. Sementara keduanya yang tidak menyadari itu masih terus melanjutkan percakapan mereka."Kamu tidak menemui Elea?""Jangan membahasanya. Aku juga tidak tahu dia dimana sekarang," jawab Julian acuh."Bagaimana kalau dia tahu hubungan kita?"Julian melerai pelukan mereka. "Aku tidak peduli. Dia tidak bisa memberikan keinginanku. Apakah aku masih bisa bertahan dengannya?"Elea yang tidak tahan langsung mendorong pintu dengan sedikit kasar."Julian ...."Seketika keduanya terkejut dan berbalik. Tidak hanya Julian, bahkan si wanita--Fera
"Mama, kapan kita berlayar?" tanya Calix mendongak ke arah ramping kanan.Elea berpikir lalu menatap suaminya sekilas dan berkata, "Kita tunggu Papa tidak sibuk, baru berlayar," jawabnya sekenanya.Calix mengerucutkan bibir, ia mendongak ke arah samping di mana sang ayah tengah berdiri menatap ibunya. Anak itu lantas berucap setelah mengatur napas dengan baik, "Papa, kapan Papa tidak sibuk?"Aldrich tersenyum cerah, hubungan ini adalah hubungan yang sangat ia sukai. Beberapa bulan lalu, setelah sang istri menanyakan bagaimana rupa tunangannya, hubungan mereka kembali tenggang tetapi tidak membuat mereka sampai bertengkar hebat. Memang tidak mudah membujuk Eleanora yang masih terluka, tetapi tidak ada yang tidak mungkin selama merayu dan membujuk dengan keras. Dan Aldrich berhasil membuktikan bahwa dia bisa mempertahankan rumah tangganya."Bagaimana kalau Minggu depan?" Calix mengetuk-ngetuk kepala tanda berpikir dan itu sangat menggemaskan bagi Eleanora. Tidak lama, Calix mengangguk
Elea terpaku, ia yang berniat akan mengambil air minum untuknya dan Rich tidak sengaja mendengarkan ucapan Reanita dan ibu mertuanya. Ada rasa yang tidak enak di dalam hati, sesuatu yang membuat hatinya sesak dan itu karena ucapan yang mungkin saja tidak benar.Nyonya Anita melirik anaknya agar Rea tidak melanjutkan kembali ucapannya. Tetapi, Reanita tidak juga menyadari apa yang ibunya maksud."Aku benarkan, Ma. Eleanora terlihat mirip dari bentuk tubuh. Ya, walaupun kita sama-sama tahu keduanya berbeda, hanya tubuhnya saja yang terlihat mirip," ujar Reanita belum juga sadar."Bahkan gaun pernikahan yang Eleanora pakai adalah gaun yang memang kakak siapkan untuk pernikahan kakak dengan--""Reanita diam!" pekik nyonya Anita karena Rea tidak juga menghentikan ucapannya sejak tadi.Rea sampai terkejut karena ibunya yang tiba-tiba berteriak, semakin terkejut saat tahu Eleanora sudah berdiri di dekat pintu mendengarkan ucapannya yang mana.Rea berdiri, begitupun dengan nyonya Anita. Kedua
Eleanora menggenggam tangan Reanita lembut, ibu Calix itu merasa senang karena merasa bahwa Rea sudah benar-benar berubah."Tidak, aku tidak pernah marah padamu Rea," ucap Eleanora pada saudara iparnya. Elea kembali melanjutkan, "Maafkan aku juga yang pernah melakukan kesalahan, jujur aku tidak ada niat melakukan itu," sambungnya.Rea merasa lega, semua beban dalam hatinya seolah menguar begitu saja setelah mendengar ucapan Eleanora yang tidak mempermasalahkan permasalahan mereka.Keduanya terus bercerita layaknya temannya yang sudah lama bersama. Eleanora menceritakan kisah hidupnya yang malang pada Reanita yang langsung terkejut karena Eleanora benar-benar sangat tangguh.Yang tidak mereka berdua sadari adalah, nyonya Anita sedang berdiri di dekat pintu, mendengarkan semua yang anak dan menantunya ucapkan. Hatinya juga ikut lega karena Eleanora mau memaafkan Reanita yang sudah keterlaluan selama ini.Karena tidak ingin mengganggu ketenangan keduanya, nyonya Reanita memutuskan untuk
Aldrich menyeringai, menatap pada Olivia yang terlihat semakin gugup, "katakan padaku Olivia kenapa kau tega lakukan ini padaku?" tanya Aldrich masih menikmati kegugupan Olivia."Rich, aku bisa jelaskan, tolong lepaskan aku dulu," mohonnya masih dengan wajah pucat."Kamu bahkan tega membuatnya menyerahkan diri pada Julian, di mana perasaanmu Olivia? Kau pendosa," ujar Aldrich dengan gigi gemeretak. Dia tidak bisa membayangkan bagaimana sakitnya tunangannya saat itu. Dan wanita di hadapannya adalah dalangnya."Aku mencintaimu Rich, aku tidak ingin ada wanita lain dekat denganmu," aku Olivia dengan tubuh gemetar.Menurutnya hanya dia saja yang pantas bersama Aldrich karena mereka setara, sementara tunangannya dan Eleanora sama-sama dari wanita kelas bawah yang tidak cocok dengan Aldrich sama sekali.Berulang kali Olivia meminta dengan baik agar tunangan Aldrich mundur, tetapi wanita itu terus bersikeras bertahan walau sebenarnya Olivia tahu, dia juga menginginkan Julian.Olivia hanya in
Aldrich mendekati sang istri dan memeluknya dari belakang. "Calix di bawah bersama Mama dan juga Rea."Mata Elea terbelalak dan langsung melepas diri ingin turun ke bawah tetapi Aldrich mencegahnya. Pria itu menahan tubuh istrinya dan menatapnya dalam."Jangan khawatir, Rea tidak akan membawa Calix pergi jauh lagi. Ada mama yang menjaga. Lagipula kamu harus segera bersiap karena kota akan pergi dua jam lagi."Mengerutkan kening tidak mengerti. "Pergi? Kita akan kemana?" tanya Elea masih memikirkan Calix di bawah sana."Aku ingin menebus kesalahanku. Aku ingin kamu, mama dan jga Rea memiliki waktu bersama," jelas Aldrich.Semakin bingung dan tidak mengerti, apalagi saat Aldrich mengatakan mereka bertiga akan pergi bersama. Eleanora tahu kalau ibu mertuanya sudah menerimanya kembali, tetapi bagaimana jika mereka kembali berubah dan membuatnya tersisih."Apa kamu ikut bersama kamu?" Mengangguk pasti, cukup membuat hati Eleanora lega, setidaknya jika Aldrich ikut, maka semua pasti akan b
Keduanya saling menumpahkan rasa rindu. Elea menumpahkan semua kekesalannya, mengatakan semua yang terjadi hingga terus merasa curiga dan sakit hati.Aldrich terdiam, dia mencerna juga mencoba mencari tahu siapa yang sebenarnya mengirim foto-foto pada sang istri."Aku sangat takut kalau kamu meninggalkan aku, sayang," kata Aldrich memeluk istrinya erat.Saat ini keduanya sedang duduk di sofa, dengan Eleanora yang berada di atas pangkuan sang suami. Bahkan jubah mandi Elea sudah terlihat berantakan walaupun keduanya tidak melakukan apa pun."Aku belum menemukan tempat bersembunyi yang tidak kamu ketahui. Bukankah selama ini kamu selalu menemukanku?" canda Eleanora membuat Aldrich terkekeh kecil.Mengangguk bangga, Aldrich melerai pelukan mereka, menatap wajah istrinya yang kemarin sempat dia lukai. "Apa rasanya sakit?" tanya nya mengusap wajah sang istri. Ia tahu itu pasti sangat sakit tapi dia ingin mendengar jawaban sang istri.Eleanora menggeleng pelan. "Tidak, melihatmu mengkhawati
Aldrich dan Olivia terkejut saat mendengar suara benda jatuh dari arah belakang. Dan semakin terkejut saat melihat siapa yang berada di depan pintu dengan makanan yang bercecer karena terjatuh. Olivia menjauh, sedang Aldrich mendekat ke arah seseorang yang saat ini berdiri mematung tanpa ekspresi apa pun. "Eleanora, kamu di sini? Ayo masuklah!" Aldrich begitu gugup walaupun dia tidak melakukan kesalahan tetapi wajah Elea cukup menggambarkan hal buruk akan terjadi. Elea menepis tangan suaminya keras. "Jangan sentuh kan tanganmu!" "Sudah jangan lagi kamu jelaskan apa pun. Aku sudah mendengar dan melihat semuanya, lagi," katanya menatap Olivia yang terlihat biasa saja. Eleanora menatap ke arah suaminya, rasa sesak yang semakin menambah kesaktiannya selama ini membuatnya mual dan kecewa. Aldrich baru saja menuduhnya melakukan hal buruk pada Olivia dan sekarang dia melihat suaminya di sentuh oleh wanita itu, ini sangat menyedihkan. "Elea, ini tidak seperti yang kamu kira," Ol
Reanita menggeleng, ia menangis dengan lutut sudah bertumpu di atas lantai. "Kakak maafkan aku. Aku bersalah karena sudah banyak bersalah padamu selama ini," Isak Rea menunduk."Berdiri Rea!"Menggeleng dengan lemah, Rea tidak berani mengangkat wajah, ia malu tetapi dia tidak akan menambah kerusakan lagi. Ini sudah cukup. Ia sudah mendapatkan kemarahan kakaknya. Jika dia kembali melakukan kesalahan bisa saja Aldrich tidak akan mengakuinya adik selamanya."Maafkan Rea, Kak" "Selama ini Kakak membenciku hanya karena ayah kita berbeda. Di sekolah aku selalu menjadi ejekan karena Kakak tidak pernah peduli padaku," ucap Rea dalam tangisnya, terdengar pilu dan menyayat hati."Aku semakin cemburu ketika kakak bertunangan, apa lagi, ruangan kakak tidak menyukaiku dan mengatakan aku anak haram."Hancur hati Anita, ia tidak tahu jika anak gadisnya sudah menderita sejak lama. Ia mengira Rea tidak memendam apa pun karena begitu ceria dan terbuka.Rea melanjutkan. "Hanya Olivia yang menerimaku, d
Elea berdehem dan melanjutkan pekerjaannya. Saat ini, dia hanya ingin Calix dan ayahnya saling dekat. Mungkin dengan dia kembali ke rumah, Aldrich bisa meluangkan waktu lebih banyak pada sang putra."Sore nanti, kita ke rumah Mama, aku ingin kita menginap beberapa hari karena Mama kurang sehat."Lagi-lagi Eleanora berdehem. Ia memang berniat membawakan kue untuk ibu mertuanya, setidaknya jika bersama Aldrich dia tidak akan mendapatkan hinaan seperti sebelumnya.••••••Sementara itu, di tempat berbeda, Nyonya Anita terus mengetuk pintu Rea, anak gadisnya sudah beberapa hari tidak keluar kamar dengan alasan lelah."Rea! Kamu ada masalah apa sayang?" tanya nyonya Anita lebih keras. Tidak biasanya Rea mengurung diri selama ini."Ada yang membuatmu tersinggung?" Kembali nyonya Anita melanjutkan. "Eleanora membuatmu sakit hati lagi?"Rea membuka pintu karena ibunya sekali lagi menyalahkan Eleanora. Gadis itu terlihat sangat kacau dengan wajah dan mata yang bengkak.Sudah berapa lama Rea men