"Hai Hana!" Elea berlari kecil ke arah resto dimana dulu iq bekerja. Tidak, sebenarnya Eleanora masih menjadi salah satu pekerja di sana, karena ia pergi sebelum mengundurkan diri."Elea, kau disini. Kemana saja kau dalam beberapa hari ini?" Hana menatap penampilan temannya, perubahan Elea tidak terlalu mencolok, tetapi Hana tahu bahwa ada yang berbeda dari temannya."Kau terlihat berubah, apa ya?" ucap Hana masih memperhatikan apa yang berubah. "Ah, sudah nanti saja aku memikirkannya, kau dicari oleh bos, aku khawatir kalau kau dipecat!" ungkap Hana mengenai bosnya selama beberapa hari ini."Aku datang memang ingin mengatakan sesuatu pada bos," ucap Elea duduk masih menampilkan senyum hangat seperti biasa."Apa?""Kau akan tahu nanti."Beberapa saat kemudian, pria berbadan tinggi besar dengan setelan memukau datang ke resto dimana Elea bekerja. Pria yang mengetahui kehadiran Elea itu langsung meminta karyawan terbaiknya untuk mengikutinya ke ruang kerja."Tunggu aku, ya!" katanya pad
"Sayang, aku sangat merindukanmu." Elea mematung di depan pintu yang tidak tertutup rapat. Bahkan ia bisa melihat dengan jelas apa yang wanita itu lakukan pada Julian--kekasihnya."Aku juga merindukanmu." Julian melepas pelukan wanita yang sedari tadi memeluknya dari belakang. Membawanya ke hadapannya dan menangkup wajah mulus di hadapannya, mengusap pelan dengan jempol dan mencium kelopak mata sang wanita.Elea yang menyaksikan itu mengepalkan tangan kuat. Sementara keduanya yang tidak menyadari itu masih terus melanjutkan percakapan mereka."Kamu tidak menemui Elea?""Jangan membahasanya. Aku juga tidak tahu dia dimana sekarang," jawab Julian acuh."Bagaimana kalau dia tahu hubungan kita?"Julian melerai pelukan mereka. "Aku tidak peduli. Dia tidak bisa memberikan keinginanku. Apakah aku masih bisa bertahan dengannya?"Elea yang tidak tahan langsung mendorong pintu dengan sedikit kasar."Julian ...."Seketika keduanya terkejut dan berbalik. Tidak hanya Julian, bahkan si wanita--Fera
Elea menoleh dan mendapati Jack yang sudah berdiri di ambang pintu dengan gaya kaku seperti biasanya."Tuan Jack, masuklah!" Elea memang sudah mengetahui Jack akan menemuinya, dan meminta asisten Aldrich itu untuk masuk saja seperti biasa.Jack masuk membawa paper bag di tangannya. Meletakkan itu diatas meja dekat di mana Elea duduk. "Ini dari Tuan. Nona diminta memakainya," ucapnya masih berdiri.Elea melirik sekilas dan kembali menghapus file-file tersisa di dalam ponselnya. "Heum terima kasih Tuan Jack," ujarnya masih memalingkan wajah tidak ingin Jack melihat mata bengkaknya."Nona, setengah jam lagi kita akan berangkat, tuan meminta Nona untuk segera bersiap!"Elea menahan jarinya. Ia menoleh pada Jack tidak peduli pria berkacamata itu melihat perubahan matanya. "Aku akan kembali dua hari lagi, Tuan," ucapnya dengan wajah sendu."Tapi Nona, Tuan--,""Aku akan katakan padanya, nanti. Aku ... aku hanya ingin sendiri dalam beberapa hari."Jack menghela napas. "Apakah karena pria yan
Tengah malam karena kelelahan di jalan, Elea tertidur di dalam mobil. Jack tentu tidak akan berani membangunkan apalagi menyentuh sedikitpun ujung pakaian calon istri tuannya.Beberapa menit berlalu, untung saja tuannya bisa segera datang setelah mendapatkan informasi. Jack tidak perlu berlama-lama berdiri di sebelah mobil menunggui Eleanora yang meringkuk di dalam mobil."Kau bisa kembali ke kamarmu!" Jack yang memang lelah langsung melangkah menjauh setelah membungkuk kecil dan berterima kasih.Aldrich langsung mengangkat Elea dalam gendongannya, membawanya naik ke lantai atas di mana kamar mereka berada. Kamar Aldrich dan kamar Eleanora bersebelahan.Sampai di kamar Elea. Aldrich meletakkanya dengan perlahan, menarik selimut hingga sebatas dada kemudian sebelah tangannya mengusap pelan pucuk kepala Elea.______Tidak menunggu suasana hati Eleanora membaik, Aldrich tetap pada rencananya--menikahi Eleanora. Hari ini bertepatan dengan hari kamis 2026 Aldrich dan Eleanora sudah sah m
Keesokan harinya, Elea terbangun dari tidurnya. Semalam setelah menghabiskan makanannya, ia langsung tertidur karena kelelahan."Ya ampun sudah jam 10 pagi?" Pekiknya melotot, ia sudah siang dan tidak ada yang membangunkannya.Ia melirik pakaiannya yang sudah terganti, ia semakin terkejut dan memeluk diri sambil mendengus. "Dia suka sekali mengganti pakaianku. Dasar pria mesum!" Teriaknya sekuat tenaga di akhir katanya.Aldrich yang baru keluar dari kamar mandi langsung berhenti dan menoleh pada Elea yang seperti orang kesurupan. Berteriak dan Aldrich tahu umpatan itu untuknya."Sudah berani meriakiku?" "Elea menelan ludah susah payah dan menggeleng. "Tuan, kau yang mengganti pakaianku?" tanya Elea hati-hati."Kenapa? Kau istriku!"Elea mencebik. "Lain kali jangan melakukannya. Aku tidak suka," ujarnya melengos membuang muka malu.Aldrich hanya menatapnya datar, tidak menyanggupi atau apapun. Pria berlesung pipi itu menghela napas pelan. "Maafkan aku, semalam aku melihat kalau kau ke
Rea langsung berbalik dengan tubuh menegang, suara bariton sang kakak membuatnya nyalinya menipis. Ia yang tadinya terbawa emosi pada Elea mendadak menjadi berbeda."Kak, kau kembali?" ucapnya gugup salah tingkah. Kemudian menampilkan senyum seperti tidak terjadi apapun.Sementara Elea hanya menatap heran pada Rea yang sudah menghinanya. Mendadak wanita itu menjadi lembut."Eleanora, masuk ke kamar dan jangan keluar sebelum aku datang!""Adikmu menghinaku, dia juga mengatakan keadaan ayahku, aku--,""Eleanora masuk ke kamarmu!" bentak Aldrich.Eleanora langsung terdiam, ia menatap marah pada Aldrich yang menurutnya sangat keterlaluan.Sementara itu, Rea hanya mendengus kasar, ia menghembuskan napas pelan dan memberanikan diri menatap Aldrich. "Kak aku tidak bersalah, istrimu menamparku, aku akan adukan ini pada mama!" Rea melangkah dari hadapan Aldrich, ia ingin kembali sebelum masalah semakin besar. Namun, suara bariton kakaknya menghentikan langkah gugupnya."Masuk ke ruang kerjaku!
"Tuan, boleh aku bertanya?" Eleanora membawa secangkir kopi dan meletakkannya di atas meja kerja Rich. Sudah beberapa minggu sejak kedatangan Olivia ke kediaman Aldrich. Pria itu semakin jarang saja bersuara dan itu membuat Elea seperti sendiri."Heum. Tanyakan saja, apa itu!""Wanita yang datang saat itu, apakah dia kekasihmu?" tanyanya hati-hati.Aldrich meletakkan pulpennya, membuka kaca mata kerjanya dan menatap lamat Eleanora yang duduk di hadapannya."Olivia. Namanya Olivia.""Apakah nona Olivia kekasihmu?"Berdehem sambil mengangguk kecil. Aldrich berdiri dari duduknya dan berpindah tempat ke sofa. Elea juga mengikutinya kemudian duduk di hadapan pria yang ia kira akan menjualnya saat itu."Dia sangat cantik, kulitnya sangat halus. Kalian terlihat sangat cocok bersama," ujarnya memperhatikan Aldrich dengan seksama. Pria yang sudah menjadi suaminya ini memang tidak memiliki cela sedikitpun."Apakah pantas seorang istri mengatakan itu untuk suaminya? Kau tidak cemburu?""Eh?" Ele
"Tuan, menjauhlah. Jangan membuat kami melakukan sesuatu yang tidak Anda bayangkan," kata salah seorang penjaga Eleanora."Siapa bos kalian sebenarnya? Apakah pria tua bangka?" Julian menyeringai remeh, ia menatap Elea yang memunggunginya lalu berkata. "Sebegitu frustasinya kah kau Elea sampai menjadi simpanan pria tua?"Elea mengepalkan tangan. Ia berbalik dan menatap tajam pada Julian. "Setidaknya, dia jauh lebih baik darimu, Julian Matthew!"Julian yang geram disebut namanya secara jelas ingin melakukan sesuatu pada mantan kekasihnya. Akan tetapi tangannya lebih dulu dipelintir oleh pria berbadan besar kebanggan Aldrich."Sudah ku peringatkan Tuan. Jangan melakukan apapun pada nyonya kami, atau kalian berdua akan kami buang dari lantai atas," ujarnya dengan mata melotot.Fera yang ketakutan lebih dulu menarik tangan Julian dan menjauh. Ia tidak akan menyiakan hidupnya hanya untuk Eleanora yang tidak jelas."Sayang, sudah biarkan saja Eleanora. Aku tidak ingin mati karena berurusan
"Mama, kapan kita berlayar?" tanya Calix mendongak ke arah ramping kanan.Elea berpikir lalu menatap suaminya sekilas dan berkata, "Kita tunggu Papa tidak sibuk, baru berlayar," jawabnya sekenanya.Calix mengerucutkan bibir, ia mendongak ke arah samping di mana sang ayah tengah berdiri menatap ibunya. Anak itu lantas berucap setelah mengatur napas dengan baik, "Papa, kapan Papa tidak sibuk?"Aldrich tersenyum cerah, hubungan ini adalah hubungan yang sangat ia sukai. Beberapa bulan lalu, setelah sang istri menanyakan bagaimana rupa tunangannya, hubungan mereka kembali tenggang tetapi tidak membuat mereka sampai bertengkar hebat. Memang tidak mudah membujuk Eleanora yang masih terluka, tetapi tidak ada yang tidak mungkin selama merayu dan membujuk dengan keras. Dan Aldrich berhasil membuktikan bahwa dia bisa mempertahankan rumah tangganya."Bagaimana kalau Minggu depan?" Calix mengetuk-ngetuk kepala tanda berpikir dan itu sangat menggemaskan bagi Eleanora. Tidak lama, Calix mengangguk
Elea terpaku, ia yang berniat akan mengambil air minum untuknya dan Rich tidak sengaja mendengarkan ucapan Reanita dan ibu mertuanya. Ada rasa yang tidak enak di dalam hati, sesuatu yang membuat hatinya sesak dan itu karena ucapan yang mungkin saja tidak benar.Nyonya Anita melirik anaknya agar Rea tidak melanjutkan kembali ucapannya. Tetapi, Reanita tidak juga menyadari apa yang ibunya maksud."Aku benarkan, Ma. Eleanora terlihat mirip dari bentuk tubuh. Ya, walaupun kita sama-sama tahu keduanya berbeda, hanya tubuhnya saja yang terlihat mirip," ujar Reanita belum juga sadar."Bahkan gaun pernikahan yang Eleanora pakai adalah gaun yang memang kakak siapkan untuk pernikahan kakak dengan--""Reanita diam!" pekik nyonya Anita karena Rea tidak juga menghentikan ucapannya sejak tadi.Rea sampai terkejut karena ibunya yang tiba-tiba berteriak, semakin terkejut saat tahu Eleanora sudah berdiri di dekat pintu mendengarkan ucapannya yang mana.Rea berdiri, begitupun dengan nyonya Anita. Kedua
Eleanora menggenggam tangan Reanita lembut, ibu Calix itu merasa senang karena merasa bahwa Rea sudah benar-benar berubah."Tidak, aku tidak pernah marah padamu Rea," ucap Eleanora pada saudara iparnya. Elea kembali melanjutkan, "Maafkan aku juga yang pernah melakukan kesalahan, jujur aku tidak ada niat melakukan itu," sambungnya.Rea merasa lega, semua beban dalam hatinya seolah menguar begitu saja setelah mendengar ucapan Eleanora yang tidak mempermasalahkan permasalahan mereka.Keduanya terus bercerita layaknya temannya yang sudah lama bersama. Eleanora menceritakan kisah hidupnya yang malang pada Reanita yang langsung terkejut karena Eleanora benar-benar sangat tangguh.Yang tidak mereka berdua sadari adalah, nyonya Anita sedang berdiri di dekat pintu, mendengarkan semua yang anak dan menantunya ucapkan. Hatinya juga ikut lega karena Eleanora mau memaafkan Reanita yang sudah keterlaluan selama ini.Karena tidak ingin mengganggu ketenangan keduanya, nyonya Reanita memutuskan untuk
Aldrich menyeringai, menatap pada Olivia yang terlihat semakin gugup, "katakan padaku Olivia kenapa kau tega lakukan ini padaku?" tanya Aldrich masih menikmati kegugupan Olivia."Rich, aku bisa jelaskan, tolong lepaskan aku dulu," mohonnya masih dengan wajah pucat."Kamu bahkan tega membuatnya menyerahkan diri pada Julian, di mana perasaanmu Olivia? Kau pendosa," ujar Aldrich dengan gigi gemeretak. Dia tidak bisa membayangkan bagaimana sakitnya tunangannya saat itu. Dan wanita di hadapannya adalah dalangnya."Aku mencintaimu Rich, aku tidak ingin ada wanita lain dekat denganmu," aku Olivia dengan tubuh gemetar.Menurutnya hanya dia saja yang pantas bersama Aldrich karena mereka setara, sementara tunangannya dan Eleanora sama-sama dari wanita kelas bawah yang tidak cocok dengan Aldrich sama sekali.Berulang kali Olivia meminta dengan baik agar tunangan Aldrich mundur, tetapi wanita itu terus bersikeras bertahan walau sebenarnya Olivia tahu, dia juga menginginkan Julian.Olivia hanya in
Aldrich mendekati sang istri dan memeluknya dari belakang. "Calix di bawah bersama Mama dan juga Rea."Mata Elea terbelalak dan langsung melepas diri ingin turun ke bawah tetapi Aldrich mencegahnya. Pria itu menahan tubuh istrinya dan menatapnya dalam."Jangan khawatir, Rea tidak akan membawa Calix pergi jauh lagi. Ada mama yang menjaga. Lagipula kamu harus segera bersiap karena kota akan pergi dua jam lagi."Mengerutkan kening tidak mengerti. "Pergi? Kita akan kemana?" tanya Elea masih memikirkan Calix di bawah sana."Aku ingin menebus kesalahanku. Aku ingin kamu, mama dan jga Rea memiliki waktu bersama," jelas Aldrich.Semakin bingung dan tidak mengerti, apalagi saat Aldrich mengatakan mereka bertiga akan pergi bersama. Eleanora tahu kalau ibu mertuanya sudah menerimanya kembali, tetapi bagaimana jika mereka kembali berubah dan membuatnya tersisih."Apa kamu ikut bersama kamu?" Mengangguk pasti, cukup membuat hati Eleanora lega, setidaknya jika Aldrich ikut, maka semua pasti akan b
Keduanya saling menumpahkan rasa rindu. Elea menumpahkan semua kekesalannya, mengatakan semua yang terjadi hingga terus merasa curiga dan sakit hati.Aldrich terdiam, dia mencerna juga mencoba mencari tahu siapa yang sebenarnya mengirim foto-foto pada sang istri."Aku sangat takut kalau kamu meninggalkan aku, sayang," kata Aldrich memeluk istrinya erat.Saat ini keduanya sedang duduk di sofa, dengan Eleanora yang berada di atas pangkuan sang suami. Bahkan jubah mandi Elea sudah terlihat berantakan walaupun keduanya tidak melakukan apa pun."Aku belum menemukan tempat bersembunyi yang tidak kamu ketahui. Bukankah selama ini kamu selalu menemukanku?" canda Eleanora membuat Aldrich terkekeh kecil.Mengangguk bangga, Aldrich melerai pelukan mereka, menatap wajah istrinya yang kemarin sempat dia lukai. "Apa rasanya sakit?" tanya nya mengusap wajah sang istri. Ia tahu itu pasti sangat sakit tapi dia ingin mendengar jawaban sang istri.Eleanora menggeleng pelan. "Tidak, melihatmu mengkhawati
Aldrich dan Olivia terkejut saat mendengar suara benda jatuh dari arah belakang. Dan semakin terkejut saat melihat siapa yang berada di depan pintu dengan makanan yang bercecer karena terjatuh. Olivia menjauh, sedang Aldrich mendekat ke arah seseorang yang saat ini berdiri mematung tanpa ekspresi apa pun. "Eleanora, kamu di sini? Ayo masuklah!" Aldrich begitu gugup walaupun dia tidak melakukan kesalahan tetapi wajah Elea cukup menggambarkan hal buruk akan terjadi. Elea menepis tangan suaminya keras. "Jangan sentuh kan tanganmu!" "Sudah jangan lagi kamu jelaskan apa pun. Aku sudah mendengar dan melihat semuanya, lagi," katanya menatap Olivia yang terlihat biasa saja. Eleanora menatap ke arah suaminya, rasa sesak yang semakin menambah kesaktiannya selama ini membuatnya mual dan kecewa. Aldrich baru saja menuduhnya melakukan hal buruk pada Olivia dan sekarang dia melihat suaminya di sentuh oleh wanita itu, ini sangat menyedihkan. "Elea, ini tidak seperti yang kamu kira," Ol
Reanita menggeleng, ia menangis dengan lutut sudah bertumpu di atas lantai. "Kakak maafkan aku. Aku bersalah karena sudah banyak bersalah padamu selama ini," Isak Rea menunduk."Berdiri Rea!"Menggeleng dengan lemah, Rea tidak berani mengangkat wajah, ia malu tetapi dia tidak akan menambah kerusakan lagi. Ini sudah cukup. Ia sudah mendapatkan kemarahan kakaknya. Jika dia kembali melakukan kesalahan bisa saja Aldrich tidak akan mengakuinya adik selamanya."Maafkan Rea, Kak" "Selama ini Kakak membenciku hanya karena ayah kita berbeda. Di sekolah aku selalu menjadi ejekan karena Kakak tidak pernah peduli padaku," ucap Rea dalam tangisnya, terdengar pilu dan menyayat hati."Aku semakin cemburu ketika kakak bertunangan, apa lagi, ruangan kakak tidak menyukaiku dan mengatakan aku anak haram."Hancur hati Anita, ia tidak tahu jika anak gadisnya sudah menderita sejak lama. Ia mengira Rea tidak memendam apa pun karena begitu ceria dan terbuka.Rea melanjutkan. "Hanya Olivia yang menerimaku, d
Elea berdehem dan melanjutkan pekerjaannya. Saat ini, dia hanya ingin Calix dan ayahnya saling dekat. Mungkin dengan dia kembali ke rumah, Aldrich bisa meluangkan waktu lebih banyak pada sang putra."Sore nanti, kita ke rumah Mama, aku ingin kita menginap beberapa hari karena Mama kurang sehat."Lagi-lagi Eleanora berdehem. Ia memang berniat membawakan kue untuk ibu mertuanya, setidaknya jika bersama Aldrich dia tidak akan mendapatkan hinaan seperti sebelumnya.••••••Sementara itu, di tempat berbeda, Nyonya Anita terus mengetuk pintu Rea, anak gadisnya sudah beberapa hari tidak keluar kamar dengan alasan lelah."Rea! Kamu ada masalah apa sayang?" tanya nyonya Anita lebih keras. Tidak biasanya Rea mengurung diri selama ini."Ada yang membuatmu tersinggung?" Kembali nyonya Anita melanjutkan. "Eleanora membuatmu sakit hati lagi?"Rea membuka pintu karena ibunya sekali lagi menyalahkan Eleanora. Gadis itu terlihat sangat kacau dengan wajah dan mata yang bengkak.Sudah berapa lama Rea men