Mata Elea terbelalak saat sudah berada di halaman super besar, mobil mewah berjejer dengan rapi, bukan hanya itu, beberapa orang berpakaian hitam juga berada di setiap sudut halaman.
Ini sudah malam, tetapi halaman rumah. Ah, tidak bisa dikatakan rumah karena ini sangat besar dan megah terlihat terang benderang dengan lampu yang Elea tidak tahu berapa harga listriknya."Jack, minta pengawal membawa barang Elea masuk, aku akan membawa Elea masuk," ucapnya berjalan lebih dulu dan diikuti Elea yang masih tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.Sesampainya di dalam mansion, Elea semakin takjub dibuatnya. 'Apakah aku bermimpi? Ini seperti di film yang pernah ku lihat,' batinnya masih memperhatikan setiap detail isi di dalam mansion utama keluarga Alvaro.Tidak lama, suara heel terdengar mendekat ke arah mereka, Elea melirik ke arah Aldrich yang tetap saja memasang wajah datar seperti biasanya."Sayang, akhirnya kamu kembali," ucap wanita paruh baya namun masih terlihat cantik dan sehat.Nyonya Vianka melerai pelukannya lalu melirik pada Elea yang masih mematung di antara mereka. "Dia siapa, Rich?" tanyanya pada sang anak. "Dia Eleanora, dia akan tinggal bersama Rich di mansion utara," kata Rich membawa Elea ke kamar yang sudah disediakan oleh pelayan.Nyonya Vianka menahan anaknya. Jelas ini hal yang harus diketahui lebih lanjut, "Eleanora? Kamu membawa wanita tinggal bersama? Kamu yakin?" "Ma, aku akan menikah dengan Elea, sesegera mungkin!" seru Aldrich tanpa basa-basi di hadapan sang ibu."Menikah? Kakak akan menikah dengannya? Kakak tidak salah memilih?" Rea tiba-tiba datang dan berdiri di sebelah Elea memperhatikan wanita yang bisa Rea perkirakan kalau mereka seusia.Rea melanjutkan. "Mama memang memintamu menikah, tetapi kenapa tidak berpikir lebih baik, Kak, dia--,""Rea, kau tidak ada hak mendikte siapapun, aku sudah memutuskan akan menikahi Elea, dan mama seharusnya bahagia dengan keputusan ini."Eleanora sampai menelan ludah kasar karena merasa tidak enak dengan perdebatan mereka. Ia melirik Aldrich yang masih saja terlihat tegang.'Oh, aku harus bagaimana sekarang?' batin Elea lagi.Ia mendengarkan semua yang wanita di sebelahnya ucapkan, kata-kata meremehkan masih bisa ia terima karena memang sudah sangat sering ia dengar."Jack, bawa kembali pakaian Elea ke mobil, kita ke mansion utara, sekarang!" Nyonya Vianka terkejut karena Rich yang langsung ingin kembali sebelum makan, langsung mencegah kedua anaknya bertengkar. "Rea, kembali ke kamarmu!" perintah sang ibu."Ma ...."Menghela napas pelan wanita yang masih terlihat cantik itu menahan lengan anaknya. "Rich, ini sudah malam, kamu sebaiknya menginap saja dulu, mama sudah menyiapkan makan malam untukmu dan bawa juga dia bersamamu," katanya tidak begitu mengingat nama Elea."Setelah makan malam, aku akan tetap kembali, Ma," katanya yang terpaksa harus ibunya angguki lagi.Nyonya Vianka meminta Rich dan juga Elea membersihkan diri dulu sebelum makan malam, sementara dia dan Rea yang tidak langsung ke kamarnya menyiapkan kembali makan malam yang sempat dimasukkan dalam lemari pendingin tadinya."Mama, jangan katakan kalau mama menyetujui keinginan Aldrich, wanita itu akan menggagalkan rencana kita, Ma," kata Rea duduk di kursi dan memperhatikan ibunya yang dengan cekatan menghangatkan kembali makan malam untuk kakaknya."Tenanglah, mama sedang berpikir," ujarnya meletakkan dua piring kosong juga dua gelas berisi air mineral untuk keduanya."Mama, Olivia adalah kekasihnya, bagaimana bisa Aldrich akan menikah dengan wanita lain, dan mama lihat wanita itu sepertinya dari kalangan bawah.""Heum, diamlah, nanti Aldrich dengar kamu bisa mendapat masalah," saran ibunya, Rea sudah sangat sering mendapatkan amarah kakaknya dan gadis berusia 20 tahun ini tetap saja tidak jera.Tidak lama, Rich dan Elea datang bersamaan, Rea berdiri dari duduknya kemudian mendekat ke arah dimana ibunya berdiri."Selamat malam, nyonya," sapa Elea tadi ia tidak sempat menyapa karena masih belum berani menyela."Heum, selamat malam, duduklah dan nikmati makan malamnya," kata nyonya Vianka.Elea tertegun saat Aldrich menarik kursi untuknya, begitupun dengan Rea yang menyadari kakaknya sudah berubah haluan."Nikmati makan malam kalian, mama dan Rea akan menunggu di ruang keluarga," tidak membutuhkan persetujuan, nyonya Vianka dan Rea meninggalkan keduanya, karena keduanya memang sudah selesai dengan makan malam mereka."Tuan, maafkan aku karena aku-,"Elea menelan lidah kasar karena melihat sorot mata Aldrich yang mengisyaratkan jangan berbicara. Elea hanya menghela napas pelan, ia menyendok sedikit nasi dan beberapa potong sayur tanpa kuah.Melihat itu Aldrich langsung mengambil alih sendok yang Elea pegang lalu menambahkan potongan daging ke ataa piring Elea."Eh jangan udang, aku alergi itu," kata Elea langsung menjauhkan piringnya saat Aldrich akan menambahkan udang di piringnya."Makan dengan baik, setelah ini kamu akan menjalani hidup lebih berat lagi," kata Aldrich mulai menyendokkan sup ke dalam mulutnya.Elea mencebik, selama ini hidupnya sudah sangat susah, apakah ada yang lebih susah lagi?Keduanya makan dalam diam juga dengan pikiran mereka masing-masing.Sementara itu di tempat berbeda seorang lelaki bertubuh tinggi sedang berdiri di depan kontrakan kekasihnya. Ia menelepon sejak beberapa menit yang lalu tetapi panggilannya tidak juga terjawab."Kemana dia?" katanya mengusap wajahnya kasar. Sementara wanita di sebelahnya hanya menghela napas dan merasa lelah sendiri."Sudah ku katakan Elea tidak di kontrakannya, dia diusir," Fera sangat kesal karena ucapannya diabaikan."Kau tidak tanya dia kemana? Kau temannya, Hana harusnya kau tahu kemana Elea!" Julian masih terus mencoba menghubungi Elea yang tetap tidak menjawab panggilannya."Kenapa menyalahkanku? Kau kekasihnya kan?" Julian mendengus, ia memasukkan kembali ponselnya ke dalam kantong kemudian berjalan ke arah mobil mereka. Fera yang di belakangnya hanya bersikap acuh sejak tadi."Sayang, sudahlah kita cari dia besok di tempat kerjanya, mungkin saja Hana tahu," bujuk Fera, dia lelah jika harus mengikuti kemana Julian akan pergi."Kita ke apartemenku, bagaimana?" ajak Julian yang langsung Fera angguki.Sepanjang jalan mereka ke apartemen Julian. Fera terus berdoa agar Elea tidak mereka temukan besok hari, dia ingin hidup beberapa hari tanpa Eleanora dan itu adalah impiannya.Sesampainya di apartemen Julian, Fera langsung saja menyiapkan diri seperti biasanya. Memanjakan Julian juga memberikan servis yang luar tidak akan Elea berikan padanya."Kau terlihat semakin cantik saja, Baby." Julian mendekat dan menerkam bibir ranum Fera, tidak membiarkan wanita yang selama ini bersamanya terlepas.Fera tidak bisa mengeluarkan sepatah katapun karena Julian begitu ganas menyerangnya. Hingga suara dering telepon membubarkan aksi keduanya.Napas Fera terengah, ia tengah sampai di puncak namun Julian melepaskannya dan berlalu dengan ponsel di telinga."Halo," Julian meminta Fera untuk tidak bersuara sementara dia akan berbicara."[Julian, kau kemana saja? Aku sudah seperti orang gila menghubungimu, tapi kau--,]"Tut ....Julian menatap ponselnya yang tiba-tiba saja gelap. "Kenapa dia mematikannya?"Elea membola saat Aldrich mengambil ponselnya dan langsung mematikannya di hadapan sang pemilik asli. "Tuan ponselku!" minta Elea karena dia senang akhirnya Julian bisa di hubungi kembali."Ini sudah malam, kamu harus segera istirahat, Nona Eleanora!" seru Aldrich."Tuan keka--," Elea menghembuskan napas pelan kemudian memberanikan diri untuk menatap Aldrich, ia melanjutkan, "Kekasihku, dia sudah bisa di hubungi, tolong beri aku waktu untuk bicara padanya," pintanya masih menatap nanar pada ponselnya yang di genggaman Aldrich.Mereka saat ini sudah berada di kediaman Aldrich, setelah makan malam Aldrich langsung membawa Elea kembali, tidak memedulikan permintaan ibunya."Hanya 10 menit, setelah itu tidurlah!"Mengangguk semangat Elea meraih kembali ponselnya dan menghubungi Julian setelah kepergian Aldrich.Dua menit berlalu dan ponsel Julian tidak bisa lagi dihubungi. "Kemana dia? Apakah dia marah? Ya ampun ini semua karena si tuan datar itu," kesal sekali Elea karena kembali kehilan
Karyawan butik berdecak, ingin mengatakan sesuatu tetapi sebuah mobil mewah telah terparkir di halaman butiknya..Elea menoleh karena melihat wajah terpaku si wanita. Gadis berusia 22 tahu itu menghela napas dan berjalan mendekat. "Tuan Jack, Anda di sini?" tanya Elea masih menampilkan senyumnya. "Tuan meminta saya membawa Anda kembali ke rumah," kata Jack masih memasang wajah ramah, asisten Aldrich itu melirik pada wanita yang masih terpaku dengan wajah terkejutnya."Nona, Sashi Matsuda." Si karyawan wanita menunduk hormat."Maafkan saya Tuan," katanya merasa ada yang salah dengan tatapan Jack padanya."Lain kali perlakukan pelanggan Anda dengan baik. Ingat, Anda bekerja disini karena siapa!" Shasi yang di ingatkan itu jelas saja merasa kesal namun tidak akan bisa melakukan apapun."Maafkan saya Tuan."Eleanora memperhatikan wajah karyawan butik tadi yang ia tahu bernama Sashi itu dari tag name di baju, merasa iba karena Jack ini tidak bisa menjaga ucapannya."Tuan, tidak mengapa, te
Beberapa saat hening, Elea masih menunggu jawaban dari Julian dari balik telepon. Ia hanya ingin tahu kenapa ia di panggil ke klub tetapi Julian tidak kesana malam itu."Julian?""[Heum, El, aku mencarimu, apakah kau ke klub?"Kening Elea mengkerut, jika Julian ke klub mencarinya, artinya ada yang menjebaknya. "Ya, bukankah kau yang memesankan minuman padaku, Julian?"Sekali lagi hening, suara derap langkah di belakang Elea membuat sang gadis berbalik dan sedikit menjauh agar Aldrich tidak mendengarkan percakapan mereka."[Minuman apa? Aku memang memintamu ke klub tapi belum memesankan minuman.]Jantung Elea berdegup kencang, artinya malam itu memang ada yang mengerjainya. Ada yang menyimpan sesuatu ke minumannya. Dan ia berakhir satu rumah dengan pria asing."Julian, kau tidak berbohong kan?" Elea bertanya dengan nada sedikit ragu. Tatapannya masih lurus pada Aldrich yang membelakanginya masih mematut diri di depan cermin."[Tentu saja sayang, ada apa sebenarnya? Minuman apa yang kau
Pagi harinya, setelah sarapan bersama, Aldrich dan Jack sudah akan berangkat ke kantor saat perancang gaun dan dan pemilik perhiasan datang ke mansionnya."Jack, kau berangkat lebih awal aku akan menyusul," Jack mengangguk. Ia membungkuk sedikit dan melangkah pergi.Sementara itu, Aldrich masuk kembali ke dalam mansion, mendapati Elea yang masih tertegun dengan banyaknya gaun mewah berdiri di hadapannya."Kamu pilih yang menurutmu baik, hari ini kamu harus menyelesaikan semuanya!" Aldrich duduk di sofa, menyimpan ponsel di meja dan bersedekap menatap tajam pada Elea.Elea mengerucutkan bibir. Melihat semua gaun mewah yang sebenarnya tidak bisa dipilih karena semuanya sangat mewah.Elea memperhatikan semuanya dengan perasaan kagum, ia memegang kain yang begitu halus dan lembut."Semuanya sangat cantik dan mewah. Aku tidak bisa memilih," katanya dengan wajah terkagum."Nona Sashi, coba ambilkan yang disebelah Anda, biarkan Elea mencobanya," Elea menoleh pada gaun merah muda pastel, ter
Ke esokan harinya, Elea dan Jack sudah akan bersiap untuk ke kota sebelah-kota dimana Aldrich bertemu dengan Eleanora pertama kali.Aldrich sementara membenarkan dasinya di depan kaca dan lagi-lagi Elea berjalan ke arah depan sang pemuda."Tuan, biar aku membantumu," ucapnya menepis tangan Aldrich dengan sedikit kuat. Aldrich hanya menghela napas pelan saking pelannya bahkan Elea yang di hadapannya tidak merasakannya."Ingat, jangan berpikir kabur, keamanan keluargamu bersamaku.""Jangan terus mengancam Tuan. Aku mengerti, aku kesana hanya untuk menjelaskan pada Julian saja," katanya dengan nada sedikit ragu."Nah, sekarang Tuan sudah terlihat semakin baik," ucapnya yakin.Aldrich menatap hasil dari jemari lentik milik calon istrinya. 'Dia merusak tatanannya," batin Aldrich tetapi ia mengangguk menunjukkan bahwa kerja keras Elea memang memuaskan.Menghela napas pelan. "Jack minta beberapa orang menjaga Elea sesampainya di sana!" Aldrich berjalan ke arah Jack, di ikuti oleh Elea di bel
"Hai Hana!" Elea berlari kecil ke arah resto dimana dulu iq bekerja. Tidak, sebenarnya Eleanora masih menjadi salah satu pekerja di sana, karena ia pergi sebelum mengundurkan diri."Elea, kau disini. Kemana saja kau dalam beberapa hari ini?" Hana menatap penampilan temannya, perubahan Elea tidak terlalu mencolok, tetapi Hana tahu bahwa ada yang berbeda dari temannya."Kau terlihat berubah, apa ya?" ucap Hana masih memperhatikan apa yang berubah. "Ah, sudah nanti saja aku memikirkannya, kau dicari oleh bos, aku khawatir kalau kau dipecat!" ungkap Hana mengenai bosnya selama beberapa hari ini."Aku datang memang ingin mengatakan sesuatu pada bos," ucap Elea duduk masih menampilkan senyum hangat seperti biasa."Apa?""Kau akan tahu nanti."Beberapa saat kemudian, pria berbadan tinggi besar dengan setelan memukau datang ke resto dimana Elea bekerja. Pria yang mengetahui kehadiran Elea itu langsung meminta karyawan terbaiknya untuk mengikutinya ke ruang kerja."Tunggu aku, ya!" katanya pad
"Sayang, aku sangat merindukanmu." Elea mematung di depan pintu yang tidak tertutup rapat. Bahkan ia bisa melihat dengan jelas apa yang wanita itu lakukan pada Julian--kekasihnya."Aku juga merindukanmu." Julian melepas pelukan wanita yang sedari tadi memeluknya dari belakang. Membawanya ke hadapannya dan menangkup wajah mulus di hadapannya, mengusap pelan dengan jempol dan mencium kelopak mata sang wanita.Elea yang menyaksikan itu mengepalkan tangan kuat. Sementara keduanya yang tidak menyadari itu masih terus melanjutkan percakapan mereka."Kamu tidak menemui Elea?""Jangan membahasanya. Aku juga tidak tahu dia dimana sekarang," jawab Julian acuh."Bagaimana kalau dia tahu hubungan kita?"Julian melerai pelukan mereka. "Aku tidak peduli. Dia tidak bisa memberikan keinginanku. Apakah aku masih bisa bertahan dengannya?"Elea yang tidak tahan langsung mendorong pintu dengan sedikit kasar."Julian ...."Seketika keduanya terkejut dan berbalik. Tidak hanya Julian, bahkan si wanita--Fera
Elea menoleh dan mendapati Jack yang sudah berdiri di ambang pintu dengan gaya kaku seperti biasanya."Tuan Jack, masuklah!" Elea memang sudah mengetahui Jack akan menemuinya, dan meminta asisten Aldrich itu untuk masuk saja seperti biasa.Jack masuk membawa paper bag di tangannya. Meletakkan itu diatas meja dekat di mana Elea duduk. "Ini dari Tuan. Nona diminta memakainya," ucapnya masih berdiri.Elea melirik sekilas dan kembali menghapus file-file tersisa di dalam ponselnya. "Heum terima kasih Tuan Jack," ujarnya masih memalingkan wajah tidak ingin Jack melihat mata bengkaknya."Nona, setengah jam lagi kita akan berangkat, tuan meminta Nona untuk segera bersiap!"Elea menahan jarinya. Ia menoleh pada Jack tidak peduli pria berkacamata itu melihat perubahan matanya. "Aku akan kembali dua hari lagi, Tuan," ucapnya dengan wajah sendu."Tapi Nona, Tuan--,""Aku akan katakan padanya, nanti. Aku ... aku hanya ingin sendiri dalam beberapa hari."Jack menghela napas. "Apakah karena pria yan
"Mama, kapan kita berlayar?" tanya Calix mendongak ke arah ramping kanan.Elea berpikir lalu menatap suaminya sekilas dan berkata, "Kita tunggu Papa tidak sibuk, baru berlayar," jawabnya sekenanya.Calix mengerucutkan bibir, ia mendongak ke arah samping di mana sang ayah tengah berdiri menatap ibunya. Anak itu lantas berucap setelah mengatur napas dengan baik, "Papa, kapan Papa tidak sibuk?"Aldrich tersenyum cerah, hubungan ini adalah hubungan yang sangat ia sukai. Beberapa bulan lalu, setelah sang istri menanyakan bagaimana rupa tunangannya, hubungan mereka kembali tenggang tetapi tidak membuat mereka sampai bertengkar hebat. Memang tidak mudah membujuk Eleanora yang masih terluka, tetapi tidak ada yang tidak mungkin selama merayu dan membujuk dengan keras. Dan Aldrich berhasil membuktikan bahwa dia bisa mempertahankan rumah tangganya."Bagaimana kalau Minggu depan?" Calix mengetuk-ngetuk kepala tanda berpikir dan itu sangat menggemaskan bagi Eleanora. Tidak lama, Calix mengangguk
Elea terpaku, ia yang berniat akan mengambil air minum untuknya dan Rich tidak sengaja mendengarkan ucapan Reanita dan ibu mertuanya. Ada rasa yang tidak enak di dalam hati, sesuatu yang membuat hatinya sesak dan itu karena ucapan yang mungkin saja tidak benar.Nyonya Anita melirik anaknya agar Rea tidak melanjutkan kembali ucapannya. Tetapi, Reanita tidak juga menyadari apa yang ibunya maksud."Aku benarkan, Ma. Eleanora terlihat mirip dari bentuk tubuh. Ya, walaupun kita sama-sama tahu keduanya berbeda, hanya tubuhnya saja yang terlihat mirip," ujar Reanita belum juga sadar."Bahkan gaun pernikahan yang Eleanora pakai adalah gaun yang memang kakak siapkan untuk pernikahan kakak dengan--""Reanita diam!" pekik nyonya Anita karena Rea tidak juga menghentikan ucapannya sejak tadi.Rea sampai terkejut karena ibunya yang tiba-tiba berteriak, semakin terkejut saat tahu Eleanora sudah berdiri di dekat pintu mendengarkan ucapannya yang mana.Rea berdiri, begitupun dengan nyonya Anita. Kedua
Eleanora menggenggam tangan Reanita lembut, ibu Calix itu merasa senang karena merasa bahwa Rea sudah benar-benar berubah."Tidak, aku tidak pernah marah padamu Rea," ucap Eleanora pada saudara iparnya. Elea kembali melanjutkan, "Maafkan aku juga yang pernah melakukan kesalahan, jujur aku tidak ada niat melakukan itu," sambungnya.Rea merasa lega, semua beban dalam hatinya seolah menguar begitu saja setelah mendengar ucapan Eleanora yang tidak mempermasalahkan permasalahan mereka.Keduanya terus bercerita layaknya temannya yang sudah lama bersama. Eleanora menceritakan kisah hidupnya yang malang pada Reanita yang langsung terkejut karena Eleanora benar-benar sangat tangguh.Yang tidak mereka berdua sadari adalah, nyonya Anita sedang berdiri di dekat pintu, mendengarkan semua yang anak dan menantunya ucapkan. Hatinya juga ikut lega karena Eleanora mau memaafkan Reanita yang sudah keterlaluan selama ini.Karena tidak ingin mengganggu ketenangan keduanya, nyonya Reanita memutuskan untuk
Aldrich menyeringai, menatap pada Olivia yang terlihat semakin gugup, "katakan padaku Olivia kenapa kau tega lakukan ini padaku?" tanya Aldrich masih menikmati kegugupan Olivia."Rich, aku bisa jelaskan, tolong lepaskan aku dulu," mohonnya masih dengan wajah pucat."Kamu bahkan tega membuatnya menyerahkan diri pada Julian, di mana perasaanmu Olivia? Kau pendosa," ujar Aldrich dengan gigi gemeretak. Dia tidak bisa membayangkan bagaimana sakitnya tunangannya saat itu. Dan wanita di hadapannya adalah dalangnya."Aku mencintaimu Rich, aku tidak ingin ada wanita lain dekat denganmu," aku Olivia dengan tubuh gemetar.Menurutnya hanya dia saja yang pantas bersama Aldrich karena mereka setara, sementara tunangannya dan Eleanora sama-sama dari wanita kelas bawah yang tidak cocok dengan Aldrich sama sekali.Berulang kali Olivia meminta dengan baik agar tunangan Aldrich mundur, tetapi wanita itu terus bersikeras bertahan walau sebenarnya Olivia tahu, dia juga menginginkan Julian.Olivia hanya in
Aldrich mendekati sang istri dan memeluknya dari belakang. "Calix di bawah bersama Mama dan juga Rea."Mata Elea terbelalak dan langsung melepas diri ingin turun ke bawah tetapi Aldrich mencegahnya. Pria itu menahan tubuh istrinya dan menatapnya dalam."Jangan khawatir, Rea tidak akan membawa Calix pergi jauh lagi. Ada mama yang menjaga. Lagipula kamu harus segera bersiap karena kota akan pergi dua jam lagi."Mengerutkan kening tidak mengerti. "Pergi? Kita akan kemana?" tanya Elea masih memikirkan Calix di bawah sana."Aku ingin menebus kesalahanku. Aku ingin kamu, mama dan jga Rea memiliki waktu bersama," jelas Aldrich.Semakin bingung dan tidak mengerti, apalagi saat Aldrich mengatakan mereka bertiga akan pergi bersama. Eleanora tahu kalau ibu mertuanya sudah menerimanya kembali, tetapi bagaimana jika mereka kembali berubah dan membuatnya tersisih."Apa kamu ikut bersama kamu?" Mengangguk pasti, cukup membuat hati Eleanora lega, setidaknya jika Aldrich ikut, maka semua pasti akan b
Keduanya saling menumpahkan rasa rindu. Elea menumpahkan semua kekesalannya, mengatakan semua yang terjadi hingga terus merasa curiga dan sakit hati.Aldrich terdiam, dia mencerna juga mencoba mencari tahu siapa yang sebenarnya mengirim foto-foto pada sang istri."Aku sangat takut kalau kamu meninggalkan aku, sayang," kata Aldrich memeluk istrinya erat.Saat ini keduanya sedang duduk di sofa, dengan Eleanora yang berada di atas pangkuan sang suami. Bahkan jubah mandi Elea sudah terlihat berantakan walaupun keduanya tidak melakukan apa pun."Aku belum menemukan tempat bersembunyi yang tidak kamu ketahui. Bukankah selama ini kamu selalu menemukanku?" canda Eleanora membuat Aldrich terkekeh kecil.Mengangguk bangga, Aldrich melerai pelukan mereka, menatap wajah istrinya yang kemarin sempat dia lukai. "Apa rasanya sakit?" tanya nya mengusap wajah sang istri. Ia tahu itu pasti sangat sakit tapi dia ingin mendengar jawaban sang istri.Eleanora menggeleng pelan. "Tidak, melihatmu mengkhawati
Aldrich dan Olivia terkejut saat mendengar suara benda jatuh dari arah belakang. Dan semakin terkejut saat melihat siapa yang berada di depan pintu dengan makanan yang bercecer karena terjatuh. Olivia menjauh, sedang Aldrich mendekat ke arah seseorang yang saat ini berdiri mematung tanpa ekspresi apa pun. "Eleanora, kamu di sini? Ayo masuklah!" Aldrich begitu gugup walaupun dia tidak melakukan kesalahan tetapi wajah Elea cukup menggambarkan hal buruk akan terjadi. Elea menepis tangan suaminya keras. "Jangan sentuh kan tanganmu!" "Sudah jangan lagi kamu jelaskan apa pun. Aku sudah mendengar dan melihat semuanya, lagi," katanya menatap Olivia yang terlihat biasa saja. Eleanora menatap ke arah suaminya, rasa sesak yang semakin menambah kesaktiannya selama ini membuatnya mual dan kecewa. Aldrich baru saja menuduhnya melakukan hal buruk pada Olivia dan sekarang dia melihat suaminya di sentuh oleh wanita itu, ini sangat menyedihkan. "Elea, ini tidak seperti yang kamu kira," Ol
Reanita menggeleng, ia menangis dengan lutut sudah bertumpu di atas lantai. "Kakak maafkan aku. Aku bersalah karena sudah banyak bersalah padamu selama ini," Isak Rea menunduk."Berdiri Rea!"Menggeleng dengan lemah, Rea tidak berani mengangkat wajah, ia malu tetapi dia tidak akan menambah kerusakan lagi. Ini sudah cukup. Ia sudah mendapatkan kemarahan kakaknya. Jika dia kembali melakukan kesalahan bisa saja Aldrich tidak akan mengakuinya adik selamanya."Maafkan Rea, Kak" "Selama ini Kakak membenciku hanya karena ayah kita berbeda. Di sekolah aku selalu menjadi ejekan karena Kakak tidak pernah peduli padaku," ucap Rea dalam tangisnya, terdengar pilu dan menyayat hati."Aku semakin cemburu ketika kakak bertunangan, apa lagi, ruangan kakak tidak menyukaiku dan mengatakan aku anak haram."Hancur hati Anita, ia tidak tahu jika anak gadisnya sudah menderita sejak lama. Ia mengira Rea tidak memendam apa pun karena begitu ceria dan terbuka.Rea melanjutkan. "Hanya Olivia yang menerimaku, d
Elea berdehem dan melanjutkan pekerjaannya. Saat ini, dia hanya ingin Calix dan ayahnya saling dekat. Mungkin dengan dia kembali ke rumah, Aldrich bisa meluangkan waktu lebih banyak pada sang putra."Sore nanti, kita ke rumah Mama, aku ingin kita menginap beberapa hari karena Mama kurang sehat."Lagi-lagi Eleanora berdehem. Ia memang berniat membawakan kue untuk ibu mertuanya, setidaknya jika bersama Aldrich dia tidak akan mendapatkan hinaan seperti sebelumnya.••••••Sementara itu, di tempat berbeda, Nyonya Anita terus mengetuk pintu Rea, anak gadisnya sudah beberapa hari tidak keluar kamar dengan alasan lelah."Rea! Kamu ada masalah apa sayang?" tanya nyonya Anita lebih keras. Tidak biasanya Rea mengurung diri selama ini."Ada yang membuatmu tersinggung?" Kembali nyonya Anita melanjutkan. "Eleanora membuatmu sakit hati lagi?"Rea membuka pintu karena ibunya sekali lagi menyalahkan Eleanora. Gadis itu terlihat sangat kacau dengan wajah dan mata yang bengkak.Sudah berapa lama Rea men