Share

3. Job Pertama

Author: Ekapacul07
last update Last Updated: 2024-02-05 01:15:44

'Buuug! Buggggh!'

Dua tinju melayang dengan cepat ke pipi Jeff tanpa ampun. Saking cepatnya pergerakan itu sampai senua orang tak menyadari, termasuk Jeff yang tubuhnya sampai terhuyung. 

"Sudah! Cukup! Hentikan!" hardik Oma Beth dengan suara melengking. 

Telinga Laura berdenging setiap mendengar Oma Beth berkata dengan melengking. Sepertinya sudah menjadi ciri khas wanita itu. Laura menatap kedua lelaki di sisi kanan dan kiri Oma Beth bergantian. Ia mencium aroma tidak harmonis di antara hubungan sedarah kedua lelaki itu. Sejenak Laura menjadi gamang, apakah ingin tetap lanjut atau batal saja. Ia khawatir mentalnya akan down jika melihat kedua lelaki itu sering berkelahi. Namun, si sisi lain ia benar-benar sedang butuh makanan untuk meng isi perutnya setiap hari. Jika harus mencari bos lain, Laura khawatir akan susah mendapatkannya sebab banyak orang tak mudah percaya pada orang asing. Mengambil pembantu dari yayasan saja, kerap banyak kejadian tidak mengenakkan seperti mencuri, atau yang lebih ekstrim lagi menculik, apalagi menerima orang sembarangan. Berpikir begitu, Laura meneguhkn tekadnya, mengabaikan perkelahian dua lelaki itu. 

Jeff tidak melawan karena khawatir jantung maminya kumat. Lagi pula, ia juga mengakui kesalahannya karena telah mengejek kakaknya. Sebenarnya ia berbicara fakta. Sejak bercerai, Rick memang tak menyukai wanita. Maksudnya, Jeff tak pernah melihat kakaknya berkencan dengan wanita lagi. Malam minggu atau malam libur hanya dihabiskan di dalam kamar saja, bercumbu dengan komputer. Jadi, mestinya kakaknya tidak perlu tersinggung dengan celetukannya tadi. Tapi, ah! Jeff tak ingin memperpanjang masalah ini. Lebih baik ia mengalihkan perhatian ke gadis di depannya. Walaupun tubuh gadis itu dibungkus piama longgar, tapi ia yakin gadis itu memiliki tubuh yang menggiurkan. Dada dan bokongnya tampak padat dan bundar. Apalagi jika mengenakan kaus dan celanan ketat. Jakun Jeff naik turun membayangkannya. 

"Baiklah, Lau, akan Oma lanjutkan. Mohon maaf atas keributan kecil tadi." Oma Beth menatap sedih ke gadis di depannya. 

"Bukan masalah berarti bagiku, Oma." Laura menyunggingkan senyum manis, semata-mata agar hati Oma Beth tenang. Ia tak menyadari, Jeff menikmati senyumnya tanpa kedip. 

"Terima kasih, Lau. Oma lanjutkan lagi. Untuk Jeff, tidak rewel dalam banyak hal. Tapi jeff seekor buaya darat...."

"Astaga, Mami! Bisakah berkata yang baik-baik saja tentangku?" potong Jeff dengan melayangkan tatapan protes.

"Jadi berhati-hatilah kamu jangan sampai termakan olehnya karena kamu cukup cantik." Oma Beth tak menggubris protes anak bungsunya. 

"Thank you, Oma." Laura tak besar kepala mendengar pujian tersebut sebab semua orang hampir melontarkan pujian yang sama. Karena itu, egonya terusik saat dikira pengemis oleh duda cerewet yang sedang menatapnya tak suka dari sisi kanan Oma Beth. 

Mata Jeff terbelalak mendengar ucapan maminya yang menyudutkannya. Baru saja ia hendak melancarkan protes, maminya sudah berkicau kembali. 

"Tapi lepas dari kekurangan anak-anak Oma, mereka adalah pria baik-baik...."

"Pria baik macam apa yang sering membawa wanita ke rumah padahal tidak terikat pernikahan?" Rick yang mengunci mulut setelah meninju adiknya, berkesempatan membalas ejekan Jeff. 

"Sirik lo?" balas Jeff dengan memiringkan bibir. 

"Sirik kok sama buaya!" Rick ikut memiringkan bibir. 

Hampir saja tawa Laura meledak mendengar balasan ejekan tersebut. Rupanya duda cerewet itu bisa berkelakar juga. 

"Jika kalian ingin berkelahi, carilah tempat lain. Jangan ganggu Mami!" bentak Oma Beth menggelegar. 

Hampir saja Laura menutup telinga karena tidak kuat mendengar suara melengking itu, tapi tentu saja tak ia lakukan karena Oma Beth bisa tersinggung. 

"Aku ingin berenang." Jeff baru saja hendak memutar tubuh tatkala maminya berkata. 

"Tidak ada yang pergi sebelum mengisii perut dengan nasi goreng buatan Mami! Lagi pula, apakah kamu tidak ingat bahwa nanti jadwal Cla les renang?"

Ucapan itu amat tegas sehingga kedua lelaki yang berdiri di sebelahnya tidak ada yang melayangkan protes. 

"Lau, bisakah Oma tinggal sebentar? Oma mau menyiapkan sarapan untuk mereka." 

"Biar kubantu,  Oma." Laura menawarkan diri secara tulus, tapi ia tak memungkiri juga di sisi llain hatinya mengharap imbalan sepiring nasi atau roti, lumayan untuk mengganjal perutnya jadi ia bisa berhemat dengan uang sepuluh ribu di dompetnya. 

"Hah? Apa?" Sebelah alis Rick meninggi. Ia maju beberapa langkah dan menatap jijik ke Laura. "Dengan keadaan kacau begini macam pengemis kamu mau menyiapkan peralatan makan kami?"

"Rick!" bentak Oma Beth. "Kembali ke kamar!" perintah Oma Beth tegas, tapi Rick bergeming dan tatapan jijiknya ke Laura tak mengendur sedikit pun. 

"Jangan hiraukan dia, Lau. Aku tidak masalah dengan penampilanmu, bahkan kamu belum mandi sekalipun, kamu tetap cantik." Jeff bermaksud membela Laura, tapi dibumbui rayuan gombal. 

Alih-alih senang dibela, Laura malah mencebik jijik. 

"Buaya memang doyan semua jenis makanan, bahkan yang bau busuk sekalipun." Rick menoleh dan memberi ekspresi seperti orang ingin meluah. 

Jeff baru saja hendak membalas olokan kakaknya, tapi Oma Beth langsung memelototi mereka berdua. 

"Kalian berdua kembalilah ke kamar, Mami dan Lau mau menyiapkan sarapan dulu!" Oma Beth memandang kedua anaknya bergantian. 

"Oke, Mi." Angguk Jeff yang segera melangkah ke kamar. 

Sementara Rick, menoleh ke Laura kembali. "Bersihkan badanmu dan rapikan rambutmu yang seperti sarang tawon itu, baru pegang pekerjaan!" Usai berkata begitu, Rick memutar tubuh dan melangkah ke kamarnya. 

Di tempatnya berdiri, Laura melayangkan tatapan marah ke Rick sampai punggung pria itu hilang dari pandangannya. Tinjunya terkepal dan ia tak peduli Oma Beth melihat kepalan tangannya. Sungguh, ia ingin menghajar mulut duda cerewet itu. 

"Itulah alasan mengapa banyak asisten rumah tangga tidak betah di sini, Lau. Yang kamu terima tadi belum seberapa. Rick akan menyerocos sepanjang matanya masih terbuka jika ada hal-hal yang tak ia suka. Maka di awal Oma bilang, semoga mentalmu kuat. Tapi kalo kamu mau berhenti kapan saja, Oma tak ada hak untuk melarangmu pergi. Sama seperti mereka yang pada tidak kuat bekerja di sini."

Suara Oma Beth terdengar pasrah, menumbuhkan prihatin di hati Laura. Setelah menerima perlakuan tidak enak dari Rick, tentu saja ia sangat memahami mengapa tak ada yang betah bekerja di sini. Ia pun jika tidak karena terpaksa, tak sudi rasanya bertemu dengan pria cerewet bermulut pedas itu. 

"Siap, Oma. Semoga saja aku betah di sini. Apakah aku harus pakai baju bagus dulu baru kembali lagi ke sini?" Laura meminta pendapat Oma Beth. 

"Torak usah, Nak." Oma Beth menggeleng. "Piamamu yang mahal menutupi penampilanmu yang kacau." Kekeh Oma Beth terkekeh. Lantas ia mengajak Laura ke dapur. 

"Stok bawang goreng habis. Kami tidak biasa makan nasi goreng tanpa bawang goreng. Jadi, tolong iriskan lima siung bawang merah ya. Jangan lupa dicuci bersih dulu setelah dikupas."

"Siap, Oma," sahut Laura penuh semangat. Jadi mengiris bawang merah adalah job pertamanya. Ah, mengiris bawang pasti sangat mudah, pikir Laura sambil mengambil bawang dari tempat yang ditunjukkan Oma Beth tadi. Di samping tempat bunbu, terdapat tempat pisau-pisau berjejer. Dengan cekatan, bak seorang yang telah berpengalaman kerja menjadi pembantu, Laura mengupas bawang merah tersebut. Sementara itu, Oma Beth menghidupkan kompor kembali untuk menggoreng telur setengah matang sebelum menyiapkan sarapan untuk Rick yang berbeds sendiri. 

Selesai mencuci bawang, Laura mengambil talenan yang menggantung di rak piring tanpa pintu. Ia beruntung, semua barang yang dibutuhkan, tampak di depan matanya jadi ia tak mesti banyak bertanya. Penuh semangat Laura mengiris bawang. Namun, belum juga habis satu siung, matanya sudah perih sekali. Saking perihnya ia sampai menangis. Tapi karena malu, ia menangis tanpa suara. Matanya dipejamkan karena tak kuat menahan rasa pedih. 

"Aduh!" teriak Laura saat tiba-tiba merasa perih di jarinya. Sontak ia membuka mata. Ujung jari telunjuknya mengeluarkan darah segar membuatnya syok. 

"Astaga, Lau. Kamu tidak berhati-hati. Diamlah dulu, akan Oma obati." Oma Beth mematikan kompor dan mengambil perban tipis dan obat luka cair di kotak putih khusus menaruh obat-obatan yang berada di sisi kulkas empat pintu. 

"Apakah jariku perlu operasi, Oma?" Laura meringis sambil menatap jarinya yang terus mengucurkan darah tanpa henti. Air matanya sudah banjir karena tak kuat menahan nyeri. Di saat begini, tiba-tiba ia rindu pelukan maminya. 

Senyum tipis menghias bibir Oma Beth mendengar pertanyaan konyol itu. Baru saja ia hendak menyahut, Rick yang tiba-tiba muncul di dapur, menyambar, "Ya. Oeprasi besar. Mesti dibius dulu, terus koma tiga jam baru jarimu disayat sampe putus tus tus!" Rick mempraktikkan mengiris jarinya sendiri dengan tangan satunya. Pria itu sebenarnya berniat ke kamar mandi yang letaknya di sisi kiri dapur. Untuk ke sana sebenarnya tak perlu melewati dapur, tapi saat melewati pintu dapur, ia mendengar pertanyaan pembantu baru itu dengan jelas. 

***

Related chapters

  • Terjebak Hasrat Duda Cerewet    4. Dua Monyet Tampan

    Bola mata Laura hampir mencelot ke luar mendengar ucapan duda cerewet yang masih berdiri di pintu yang menghubungkan dapur dan ruang makan. Kengerian terlukis di wajahnya. Kristal-kristal bening berkumpul cepat di matanya. Namun, baru saja kristal itu akan pecah, terdengar hardikan Oma Beth. "Jangan mengada-ada kamu, Rick!" Mata tua Oma Beth memelotot lebar ke anak sulungnya, lalu menoleh ke Laura. "Jangan hiraukan omongannya. Lukamu sama sekali tidak mengkhawatirkan. Hanya dibersihkan dengan alkohol lalu diperban. Oma akan mengobati lukamu." Sebelum Oma Beth menuju kotak obat, ia memelotot ke anaknya lagi yang masih berdiri di pintu. "Sarapan belum siap, kembalilah ke kamar."Rick mendengkus kesal. "Perutku sudah berisik, Mami. Mengapa malah mengurus pembantu macam pengemis itu?"Oma Beth melontarkan kata kasar. "Jika masih banyak bicara, wajan panas itu akan memukul mulutmu!"Rick langsung kabur ke kamar mandi. Maminya hampir tak pernah asal bicara, jadi kata-kata yang keluar dari

    Last Updated : 2024-02-05
  • Terjebak Hasrat Duda Cerewet    5. Duda Cerewet

    Tak hanya Laura yang terkejut, Rick juga amat terperanjat. Cutil itu hampir mengenai telapak kakinya jika ia tidak refleks mengangkat kakinya di detik-detik cutil itu melayang ke arahnya. Napas Laura dan Rick belum juga normal, ketika terdengar ancaman Oma Beth. "Dalam hitungan kedua kamu tidak pergi, siap-siap kepalamu akan diselimuti nasi goreng panas!" Oma Beth berkata sambil mengangkat kuali panas. Sebenarnya tidak terlalu panas sebab api menyala sangat kecil agar nasi goreng tidak gosong. Walau begitu, tentu saja bisa membuat kulit wajah melepuh jika diselimuti nasi goreng tersebut. Tidak sampai menunggu maminya menghitung, Rick sudah menyeret langkah seribu menuju kamar. "Berani kamu kembali dengan mulutmu yang cerewet, maka sarapan pagi ini dengan air putih saja!" teriak Oma Beth sebelum bayangan Rick hilang dari pandangan. Setelah tak melihat punggung anaknya lagi, Oma Beth menaruh wajannya kembali, lalu menenangkan napasnya yang tersengal-sengal, baru menaruh nasi goreng

    Last Updated : 2024-02-05
  • Terjebak Hasrat Duda Cerewet    6. Capeknya Jadi Pembantu

    Darah Laura benar-benar sudah mendidih. Tinjunya terkepal dan ingin ia layangkan ke mulut cerewet bin pedas itu. Namun, mengingat akan nasibnya yang bakal kelaparan pada beberapa hari ke depan, Laura menahan emosi setengah mati. Hanya dadanya saja yang naik turun menahan muntab. "Baguslah kalo Tuan Rasa ck gak nafsu dengan saya, jadi saya bisa bekerja dengan aman." Setelah mengumpulkan kekuatan dan mengabaikan sakit hati, akhirnya Laura bisa bicara dengan intonasi santai, bahkan bibirnya membirai senyum tipis. Lalu ia menerobos ke dalam kamar, melewati pria itu begitu saja. Tanpa bertanya lagi, Laura segera membuka sarung bantal dan guling dan melempar begitu saja ke lantai membuat mata Rick yang masih berdiri tegak di situ membeliak lebar. "Heh! Kok maen lempar aja kamu! Harga seprai ini mahal tau. Kamu kira macam harga seprai kamu yang dapat beli obralan di pasar, hah?" bentak Rick berkacak pinggang. Tanpa menyahut, Laura memungut kembali seprai-seprai yang ia lempar tadi, melipa

    Last Updated : 2024-02-20
  • Terjebak Hasrat Duda Cerewet    1. Rencana Buruk

    Laura terbangun karena perutnya merintih lapar. Ia duduk seraya memegang perut yang terasa perih. "Duh, laper banget gue. Terakhir diisi nasi uduk semalam, pagi tadi cuma aer putih doang," gumamnya lirih. Ya, sudah seminggu ini ia irit makan. Klimaksnya adalah kemarin karena sisa uang di dompetnya hanya dua puluh lima ribu. Tadinya ia ingin membaginya untuk tiga hari. Kemarin pagi ia sarapan cuma air putih segelas, lalu dibawa tidur. Siangnya ia membeli mi instan dan sisanya untuk sampo saset. Semuanya habis lima ribu. Semalam, ia mengisi perut dengan nasi uduk tanpa telur dan tanpa gorengan, maka bisa seharga sepuluh ribu saja. Laura meraih dompetnya yang tergeletak di sisi bantal dan membukanya. Tangannya menarik selembar uang sepuluh ribu, satu-satunya penghuni dompet berbahan kulit yang ia beli di Singapura sewaktu keluarganya berlibur ke sana. Mata Laura menatap duit di tangannya dengan nanar. "Kalo duit ini habis, terus gue harus makan apa?" Laura menaruh duit itu ke kasur.

    Last Updated : 2024-02-05
  • Terjebak Hasrat Duda Cerewet    2. Perkenalan

    Mata Laura terbeliak lebar mendengar ucapan itu. 'Apa katanya barusan? Memangnya tampang gue ini kayak pengemis....'Laura tak melanjutkan pikirannya karena pintu hampir tertutup. Teringat dengan tujuannya ke sini, kakinya bergerak refleks menahan pintu itu yang sedikit lagi hampir tertutup. "Heh, apa lo bilang? Mata lo picek ya sampe gak bisa bedain pengemis dengan gue? Lo buta harga sampe gak tau berapa harga piama yang gue pake ini? Apa mata lo katarak?" sembur Laura berapi-api. Emosinya terpantik karena pria itu telah menghinanya serendah itu. Adakah profesi yang lebih hina dari pengemis? Tidak ada! Karena itu Laura ingin sekali menelan pria di depannya hidup-hidup. Ia tak peduli nata pria itu berkedut kaget. Otot-otot di wajah tampan itu tampak tertarik emosi. Mungkin tak menyangka Laura akan mengaum dengan tatapan menyala-nyala. Kegaduhan itu rupanya mengusik Oma Beth yang sedang memasak nasi goreng untuk sarapan. Wanita itu melangkah cepat ke arah pintu karena penasaran dengan

    Last Updated : 2024-02-05

Latest chapter

  • Terjebak Hasrat Duda Cerewet    6. Capeknya Jadi Pembantu

    Darah Laura benar-benar sudah mendidih. Tinjunya terkepal dan ingin ia layangkan ke mulut cerewet bin pedas itu. Namun, mengingat akan nasibnya yang bakal kelaparan pada beberapa hari ke depan, Laura menahan emosi setengah mati. Hanya dadanya saja yang naik turun menahan muntab. "Baguslah kalo Tuan Rasa ck gak nafsu dengan saya, jadi saya bisa bekerja dengan aman." Setelah mengumpulkan kekuatan dan mengabaikan sakit hati, akhirnya Laura bisa bicara dengan intonasi santai, bahkan bibirnya membirai senyum tipis. Lalu ia menerobos ke dalam kamar, melewati pria itu begitu saja. Tanpa bertanya lagi, Laura segera membuka sarung bantal dan guling dan melempar begitu saja ke lantai membuat mata Rick yang masih berdiri tegak di situ membeliak lebar. "Heh! Kok maen lempar aja kamu! Harga seprai ini mahal tau. Kamu kira macam harga seprai kamu yang dapat beli obralan di pasar, hah?" bentak Rick berkacak pinggang. Tanpa menyahut, Laura memungut kembali seprai-seprai yang ia lempar tadi, melipa

  • Terjebak Hasrat Duda Cerewet    5. Duda Cerewet

    Tak hanya Laura yang terkejut, Rick juga amat terperanjat. Cutil itu hampir mengenai telapak kakinya jika ia tidak refleks mengangkat kakinya di detik-detik cutil itu melayang ke arahnya. Napas Laura dan Rick belum juga normal, ketika terdengar ancaman Oma Beth. "Dalam hitungan kedua kamu tidak pergi, siap-siap kepalamu akan diselimuti nasi goreng panas!" Oma Beth berkata sambil mengangkat kuali panas. Sebenarnya tidak terlalu panas sebab api menyala sangat kecil agar nasi goreng tidak gosong. Walau begitu, tentu saja bisa membuat kulit wajah melepuh jika diselimuti nasi goreng tersebut. Tidak sampai menunggu maminya menghitung, Rick sudah menyeret langkah seribu menuju kamar. "Berani kamu kembali dengan mulutmu yang cerewet, maka sarapan pagi ini dengan air putih saja!" teriak Oma Beth sebelum bayangan Rick hilang dari pandangan. Setelah tak melihat punggung anaknya lagi, Oma Beth menaruh wajannya kembali, lalu menenangkan napasnya yang tersengal-sengal, baru menaruh nasi goreng

  • Terjebak Hasrat Duda Cerewet    4. Dua Monyet Tampan

    Bola mata Laura hampir mencelot ke luar mendengar ucapan duda cerewet yang masih berdiri di pintu yang menghubungkan dapur dan ruang makan. Kengerian terlukis di wajahnya. Kristal-kristal bening berkumpul cepat di matanya. Namun, baru saja kristal itu akan pecah, terdengar hardikan Oma Beth. "Jangan mengada-ada kamu, Rick!" Mata tua Oma Beth memelotot lebar ke anak sulungnya, lalu menoleh ke Laura. "Jangan hiraukan omongannya. Lukamu sama sekali tidak mengkhawatirkan. Hanya dibersihkan dengan alkohol lalu diperban. Oma akan mengobati lukamu." Sebelum Oma Beth menuju kotak obat, ia memelotot ke anaknya lagi yang masih berdiri di pintu. "Sarapan belum siap, kembalilah ke kamar."Rick mendengkus kesal. "Perutku sudah berisik, Mami. Mengapa malah mengurus pembantu macam pengemis itu?"Oma Beth melontarkan kata kasar. "Jika masih banyak bicara, wajan panas itu akan memukul mulutmu!"Rick langsung kabur ke kamar mandi. Maminya hampir tak pernah asal bicara, jadi kata-kata yang keluar dari

  • Terjebak Hasrat Duda Cerewet    3. Job Pertama

    'Buuug! Buggggh!'Dua tinju melayang dengan cepat ke pipi Jeff tanpa ampun. Saking cepatnya pergerakan itu sampai senua orang tak menyadari, termasuk Jeff yang tubuhnya sampai terhuyung. "Sudah! Cukup! Hentikan!" hardik Oma Beth dengan suara melengking. Telinga Laura berdenging setiap mendengar Oma Beth berkata dengan melengking. Sepertinya sudah menjadi ciri khas wanita itu. Laura menatap kedua lelaki di sisi kanan dan kiri Oma Beth bergantian. Ia mencium aroma tidak harmonis di antara hubungan sedarah kedua lelaki itu. Sejenak Laura menjadi gamang, apakah ingin tetap lanjut atau batal saja. Ia khawatir mentalnya akan down jika melihat kedua lelaki itu sering berkelahi. Namun, si sisi lain ia benar-benar sedang butuh makanan untuk meng isi perutnya setiap hari. Jika harus mencari bos lain, Laura khawatir akan susah mendapatkannya sebab banyak orang tak mudah percaya pada orang asing. Mengambil pembantu dari yayasan saja, kerap banyak kejadian tidak mengenakkan seperti mencuri, atau

  • Terjebak Hasrat Duda Cerewet    2. Perkenalan

    Mata Laura terbeliak lebar mendengar ucapan itu. 'Apa katanya barusan? Memangnya tampang gue ini kayak pengemis....'Laura tak melanjutkan pikirannya karena pintu hampir tertutup. Teringat dengan tujuannya ke sini, kakinya bergerak refleks menahan pintu itu yang sedikit lagi hampir tertutup. "Heh, apa lo bilang? Mata lo picek ya sampe gak bisa bedain pengemis dengan gue? Lo buta harga sampe gak tau berapa harga piama yang gue pake ini? Apa mata lo katarak?" sembur Laura berapi-api. Emosinya terpantik karena pria itu telah menghinanya serendah itu. Adakah profesi yang lebih hina dari pengemis? Tidak ada! Karena itu Laura ingin sekali menelan pria di depannya hidup-hidup. Ia tak peduli nata pria itu berkedut kaget. Otot-otot di wajah tampan itu tampak tertarik emosi. Mungkin tak menyangka Laura akan mengaum dengan tatapan menyala-nyala. Kegaduhan itu rupanya mengusik Oma Beth yang sedang memasak nasi goreng untuk sarapan. Wanita itu melangkah cepat ke arah pintu karena penasaran dengan

  • Terjebak Hasrat Duda Cerewet    1. Rencana Buruk

    Laura terbangun karena perutnya merintih lapar. Ia duduk seraya memegang perut yang terasa perih. "Duh, laper banget gue. Terakhir diisi nasi uduk semalam, pagi tadi cuma aer putih doang," gumamnya lirih. Ya, sudah seminggu ini ia irit makan. Klimaksnya adalah kemarin karena sisa uang di dompetnya hanya dua puluh lima ribu. Tadinya ia ingin membaginya untuk tiga hari. Kemarin pagi ia sarapan cuma air putih segelas, lalu dibawa tidur. Siangnya ia membeli mi instan dan sisanya untuk sampo saset. Semuanya habis lima ribu. Semalam, ia mengisi perut dengan nasi uduk tanpa telur dan tanpa gorengan, maka bisa seharga sepuluh ribu saja. Laura meraih dompetnya yang tergeletak di sisi bantal dan membukanya. Tangannya menarik selembar uang sepuluh ribu, satu-satunya penghuni dompet berbahan kulit yang ia beli di Singapura sewaktu keluarganya berlibur ke sana. Mata Laura menatap duit di tangannya dengan nanar. "Kalo duit ini habis, terus gue harus makan apa?" Laura menaruh duit itu ke kasur.

DMCA.com Protection Status