"Iya, tunggahkan semua berita itu sekarang juga. Baik di koran, majalah, dan semua sosial media. Aku minta hapus semuanya karena itu tidaklah benar." Daniel berbicara begitu dengan kasar. Setelah tadi dia meminta Anastasia kemari dengan lebih cepat, laki-laki itu langsung menghubungi perusahaan berita. Dia melakukan itu tentu karena ingin menghilangkan beritanya yang tiba-tiba viral. Dia tahu kalau ini akan terjadi, tapi dia tidak menyangka dampaknya akan separah ini. Akun media sosialnya semua diteror para followers. DM datang ratusan ribu, membuat Daniel benar-benar tidak nyaman. "Iya, nanti aku akan kirimkan video klarifikasi untukmu unggah ke situasi media sosial. Tapi, aku minta kau hentikan percetakan beritaku itu dulu, lalu ganti dengan fakta yang sudah aku kirimkan kepadamu. Jangan sampai aku mendatangi perusahaan kecilmu itu." Setelah mengatakan itu, Daniel langsung memutus sambungan teleponnya. Wajah laki-laki itu terlihat biasa saja. Kepanikan tidak terlalu terlihat di
"Mama butuh penjelasan untuk semua ini sekarang juga, Nak!" Dia, Carmella Jolanda Maximillan, orang tua dari Daniel Alex Maximillan menuntut sebuah penjelasan. Segala majalah, koran, dan bahkan ponselnya yang mencangkup tentang anaknya yang memiliki kekasih dia letakkan di atas meja kerja."Semua ini beneran, bukan? Kamu dengan wanita yang ada di depan tadi sepasang kekasih, 'kan?" tanya wanita paruh baya berusia 45 tahun itu dengan nada bicara yang terdengar menuntut. Carmella wanita paruh baya yang cantik, punya rambut cokelat keemasan dengan kulit putih yang indah. Untuk wajahnya, dia terlihat seperti seorang ibu-ibu paruh baya pada umumnya. Bedanya, badan Carmella masih langsing dengan didukung pakaian modis khas nyonya besar dari keluarga kelas elit. "Aku dengan dia tidak ada hubungan apa-apa, Mama. Nona Anastasia hanyalah asisten pribadiku." Daniel menjawab sekenanya. Ekspresi wajah laki-laki terlihat santai dan terkesan acuh tak acuh. "Hah, sungguh? Jika kalian tidak punya
"Eh, Karlina, Julio!" Anastasia kaget saat wanita itu bergerak membuka pintu ruang divisi perancang. Kedua matanya terbelalak kaget, "Maaf, aku akan-""Tidak-tidak, aku sudah selesai di sini. Aku permisi." Julio memotong perkataan Anastasia. Dia dengan raut wajah malu langsung beranjak pergi dari dalam ruangan itu. Anastasia yang tercengang langsung sadar saat tubuh Julio yang lewat menyenggol sedikit bahunya. Tanpa menunggu lama, wanita itu tentu langsung bergerak untuk masuk dengan panik. Saat ini dia melihat Karlina sedang terengah-engah dengan ekspresi wajah yang marah. "Karli, kamu oke?" tanya Anastasia dengan kedua tangan memegangi pundak dari Karlina.Sementara di sisi Karlina, wanita itu tidak menjawab. Dia memilih untuk menenangkan dirinya dari rasa marah yang dia dapatkan dari Julio tadi. Wanita itu bergerak menarik satu kursi untuk dia duduki. Anastasia ikut melakukan itu. Dia menarik kursi, mendudukinya, dan langsung kembali melihat ke arah Karlina dengan khawatir. "K
"Halo, Nona! Apa yang coba kamu lakukan di sana?" Anastasia spontan mengernyitkan keningnya. Satu tangannya yang sudah membuka pintu mobil, tertahan untuk memegangnya agar tetap terbuka. Daniel yang mendapati ekspresi itu langsung terlihat kesal. Dia yang posisinya juga sudah membuka pintu mobil bagian kemudi, tertahan di luar. "Ke depan! Duduk dan temani aku di depan!" Satu tangannya terangkat. Dia mengacungkan jari telunjuknya, lalu kemudian menggerak-gerakkannya meminta Anastasia pindah ke depan. Anastasia paham. Dia langsung bergerak menutup kasar pintu mobil belakang di sisi kanan, lalu kemudian pindah membuka pintu mobil bagian depan. Tanpa bicara, wanita itu masuk dengan mimik wajah yang terkesan tidak suka. Daniel yang melihat itu, ikut bergerak masuk, "Memangnya kamu kira aku ini sopir hingga kamu ingin duduk di belakang seperti itu," omelnya dengan tangan bergerak sibuk menggunakan sabuk pengaman. "Sebelum kita sampai di sana, aku ingin tekankan kepadamu satu hal. Jaga
"Oh My Goddess, Danielll! Akhirnya kamu sampai juga, Nak." Benar. Suara nyaring penuh kebahagiaan itu keluar dari dalam mulut Nyonya besar dari keluarga Maximillan, Nyonya Carmella atau Mama dari si Iblis Daniel Alex Maximillan. Mendengar itu Anastasi menunduk malu. Kedua tangannya saling bertaut karena dia tiba-tiba merasa agak sedikit gugup. "Angkat kepalamu, Anne. Ingat apa yang aku katakan tadi. Buat wajah seramah mungkin." Daniel berbisik dengan wajah datar yang khas miliknya. Ternyata tidak di rumah tidak di kantor, wajah laki-laki itu memang begitu. Sangat jarang mengeluarkan ekspresi. 'kenapa aku harus terseret di situasi sulit begini juga sih. Apa lagi tadi katanya rumah ini adalah rumah neraka. Apa orang-orang yang tinggal di sini pemarah semua?' batin Anastasia takut dan masih kepikiran dengan kata-kata Daniel di dalam mobil tadi. Akan tetapi, biar begitu dia tetap menegakkan kepalanya. Anastasia menyunggingkan sebuah senyum saat sosok cantik nan modis seorang
"Ah jadi itu benar?" Bukannya mendapatkan jawaban, Anastasia malah mendapatkan pertanyaan kaget dari Tuan beser Maximilian, "jadi, tadi sebelum kamu ke sini, Bosmu itu sudah mengajarimu cara menjawab untuk membelanya?" imbuhnya dengan satu alis mengernyit penasaran. "Oh, Daniel, kenapa kamu menyiksa bawahanmu? Sudah tidak memberi dia makan, kamu malah meminta dia untuk menyembunyikan faktanya? Owh, bagus Daniel, bagus sekali." Anastasia yang mendengar itu semakin panik. Tawa yang tadinya dia keluarkan, langsung tidak berbekas lagi. Iya, saat duduk pertama kali di sini, dia langsung dibuat tertawa oleh tingkah laku dari Tuan Imanuel dan Nyonya Carmella. Namun, semuanya pudar saat dia merasa pancaran aura hitam terlihat menyelimuti Daniel yang duduk di sebelahnya, 'tenang Anastasia, sekarang buat dirimu selamat dari amarah Daniel,' batin wanita itu panik. "Nyonya Carmella, begini. Maksud Saya, Tuan-""Ayolah Anastasi, kamu tidak perlu terlalu berusaha keras. Semua keluarga sudah tah
"Kalian tunggulah sebentar. Aku akan menelpon." Daniel menoleh ke arah Melinda, membuat wanita itu menjauh. Sementara Anastasia, wanita itu terlihat berdiri canggung. Dia benar-benar tidak suka melihat kedekatan sang bos dengan sahabat kecilnya itu. "Kami akan menunggu, bukan begitu, Anastasia?" Anastasia kaget saat Melinda tiba mengandeng tangannya. Dengan tersenyum kikuk, "Ah, Iya." Daniel menatap kedua orang itu dengan aneh. Namun, dia mengedikkan bahunya tak acuh dan memilih untuk pergi menepi. Sementara di sisi Anastasia dan Melinda, mereka berdua saat ini bertukar senyum. "Daniel tampan ya?" tanya Melinda tiba-tiba membuat Anastasia membulatkan matanya kaget. Seutas senyum canggung yang dia singgung langsung memudar.Melinda yang melihat reaksi itu tertawa lucu. Tatapan matanya yang berkilauan terlihat indah di mata Anastasia. Sungguh, dia adalah satu-satunya wanita paling cantik yang Anastasia pernah temui. "Jawab yang jujur saja, Anastasia. Kalau dari pandanganku, Daniel
Pagi harinya, Anastasia melakukan rutinitas yang sama seperti seminggu terkahir ini. Yaitu, bangun jam 5 pagi, lalu kemudian menyiapkan segala keperluan mandi dari sang bos, hingga pakaian-pakaian yang akan dia gunakan. Setelah selesai menampung air hangat di bak mandi, wanita itu langsung keluar dari sana. Kedua mata hijau gelap kecoklatannya langsung tertuju ke arah ranjang, di sana terlihat Daniel masih berbaring dengan selimut yang masih membekap tubuh besarnya. "Tumben sekali dia belum bangun. Tapi, terserah juga sih. Nanti jika aku bangunkan, aku yang salah. Masa bodoh lah," gumam Anastasia memilih tak acuh. Dia yang masih terlihat berantakan bergegas keluar dari dalam kamar. Tidak lupa, dia juga membawa serta alat-alat mandinya untuk dia gunakan nanti di kamar mandi dapur. Kekesalan semalam masih bersarang di hati Anastasi. Tidak ada yang akan senang dicampakkan begitu termasuk dia. Makanya, mulai dari semalam, dia sudah berencana untuk tidak terlalu mengacuhkan Daniel. Ter
"Saya masih belum menemukan wanita yang cocok, Tuan Maximillan." Suara mendayu-dayu yang seringkali dia keluarkan untuk bicara dengan seseorang, terdengar berubah tegas. Laki-laki itu pun berdiri dengan tegap. "Klise sekali," ujar Daniel dengan senyum meremehkan. Arly tidak sanggup menegakkan pandangan. Dia lebih memilih untuk menunduk. Sungguh, ini kali pertama dia dipanggil dan ditanyakan tentang perihal kinerja, "apa segini saja kinerja yang bisa kau berikan kepada perusahaan ini, Arly?" imbuhnya dan Arly masih diam. Dia geming dengan butiran-butiran keringat yang mengucur deras."Tuan, maaf karena mungkin saya akan terdengar lancang, tapi bisa tidak Anda memberikan gambaran tentang seseorang yang ingin Anda jadikan model yang mengenakan gaun rancangan Anda, Tuan." Dengan membisikkan sebuah kata-kata bermakna berani di dalam dirinya, Arly langsung mengutarakan keinginan yang dari dua Minggu lalu sudah muncul. Sementara di sisi Daniel, laki-laki itu langsung berpikir sejenak. Soro
"Nona Anastasia, kamu pergi ke lantai tiga dan minta Arly untuk datang ke ruanganku segera!" Daniel langsung memberikan perintah kepada Anastasia. Anastasia yang mendengar itu menganggukkan kepalanya, "Siap, Tuan!" Wanita itu berjalan ke depan untuk memencet tombol lift ekslusif agar pintu terbelah. Daniel menganggukkan kepalanya, "Minta dia ke ruanganku. Ada sesuatu hal yang harus aku bahas dengannya." Setelah mengatakan itu, laki-laki itu langsung pergi masuk ke dalam lift, "aku akan menunggu lima menit," imbuhnya dengan tersenyum. Daniel bergerak memencet tombol lift di dalam, membuat pintu bening itu kembali tertutup rapat.Anastasia merapikan rambutnya dan dia tanpa berlama-lama langsung berpindah ke lift umum yang di mana, di sana ada banyak sekali jenis orangnya. ***Lantai tiga, area pemotretan "Mentang-mentang mereka model, terus mereka seenaknya melihatku dengan sebelah mata. Aku Jambak tahu rasa mereka. Begini-begini aku itu juga tidak kalah cantik juga kok dari mereka.
Kembali beberapa hari yang lalu, tepatnya saat malam di mana Anastasia dicampakkan begitu saja oleh Daniel. Setelah laki-laki itu menurunkan sang asisten pribadi, dia langsung melajukan mobilnya membelah jalan pinggir kota Milan. "Kamu kenapa tega begitu kepada Anastasia, Daniel?" Suara imut Melinda langsung terdengar berkomentar. Ekspresi wajah tidak percaya bercampur dengan kesal langsung terlihat di wajah wanita itu. Daniel yang mendengar itu terlihat tidak terlalu acuh. Dia memilih untuk terus melajukan mobilnya dengan raut wajah yang serius. "Dia seorang wanita loh. Kenapa sikapmu selalu saja begitu?" Daniel masih bungkam dan dia memilih untuk memutar stir mobilnya untuk berbelok ke kanan. Bahkan wajahnya terlihat berpaling dari pandangan tajam mata biru Melinda. "Pantas saja kamu tidak pernah bisa punya-punya pacar. Sikapmu aja terlihat tidak begitu peduli kepada orang lain begitu." Melinda memilih mengakhiri omelannya. Kepalanya yang tadi menoleh melihat ke arah Daniel mem
Tepat di jam 11 siang, Anastasia dan Daniel kembali ke Mansion. Saat ini mereka berdua sedang duduk lesehan di depan perapian yang ada di sebelah ruang televisi. Ada begitu banyak tumpukan barang di depan mereka dan Anastasia terlihat sedang mengecek semua barang-barang yang beberapa jam lalu dia borong di pusat belanja. Sementara Daniel, laki-laki itu hanya duduk bersila di atas karpet kulit harimau. Kedua matanya sedari tadi memperhatikan gerak gerik Anastasia.Di pandangannya, ekspresi wanita itu tidak punya perubahan sama sekali. Dia dari awal membeli barang-barang itu selalu terlihat ceria. Bisa Daniel bilang kalau tadi pagi adalah hari paling ceria yang Anastasia perlihatkan setelah pindah dan tinggal dengannya di sini. "Apa barang segitu cukup dengan adik-adikmu?" tanya Daniel menyeletuk, membuat Anastasia mengangkat pandangan ke arahnya. Wanita itu menyunggingkan senyum, "Ini lebih dari cukup, Daniel. Malahan aku lihat-lihat ini terlalu banyak tahu." Daniel mengernyitkan k
Terhitung sudah masuk hari kedua Anastasia sakit di pergelangan kaki. Saat ini dia dan Daniel sedang berjalan dengan dirinya yang duduk di kursi roda di koridor rumah sakit.Mereka ke sana untuk bertemu dengan dokter yang menangani kaki Anastasia tempo hari yang lalu. Kata dokter, kondisi pergelangan kaki wanita itu sudah lumayan membaik. Bahkan tadi Daniel disanjung di dalam sana. "Kalau begitu aku nanti akan mengantarmu pulang dulu, lalu kemudian aku pergi untuk belanja Mingguan sendiri." Di tengah-tengah perjalanan menuju pintu utama rumah sakit. Anastasia yang mendengar itu jelas langsung mendongak, "aku ikut boleh?" tanya Anastasia dengan sorot mata yang penuh dengan harapan. Padahal, dia belum mendapatkan perintah untuk bicara, tapi wanita itu sudah berani mengambil suara. "Kakimu masih dalam masa pemulihan, Anne. Aku tidak mau nanti terjadi apa-apa dan justru membuat keadaanmu semakin parah. Besok Senin tumpukan pekerjaan sudah menunggu kita. Aku akan usahakan kamu bisa puli
"Kenapa tiba-tiba berhenti?" tanya Anastasia saat melihat tatapan mata Daniel terpaku melihat ke wajahnya. Anastasia tersenyum, wanita itu menghadap ke depan, "Ternyata Melinda seseorang yang berbakat. Padahal, kesan pertamaku kepadanya itu, dia seperti gadis manja yang malas bekerja dan lebih memilih menjadi penikmat-" "Lupakan, lebih baik kita segera ke danau buatan sebelum telat."Daniel menyudahi obrolan tentang wanita bernama Melinda itu. Ekspresi wajahnya pun terlihat kembali datar. Dia mendorong kursi roda Anastasia melewati jalanan setapak berpavling blok yang sisi-sisinya dihiasi semak-semak belukar yang terpotong berbentuk kotak rapi. Tidak memerlukan waktu lama, di sebuah kursi panjang yang menghadap jauh ke depan, ke arah danau buatan yang berair tenang. Ukuran danau itu lumayan luas, dia dibentuk melingkar dengan sisi kiri yang dihias sebuah pohon pinus yang daunnya sudah tidak terlihat lagi. Di ujung depan danau, terdapat sebuah jembatan kayu kecil dengan di ujung je
"Katakan! Kau bicara dengan siapa tadi? Terdengar sangat seru." Daniel yang berjalan mendekat ke arah ranjang bertanya. Setelah tiba di sana, laki-laki itu langsung memposisikan dirinya untuk duduk di sebelah Anastasia."Karli. Aku tadi bicara dengannya," jawab Anastasia dengan ekspresi wajah yang gugup, "kamu yang buat, kah?" imbuhnya pura-pura bertanya untuk mengalihkan obrolan saat melihat isi nampan yang di mana, di sana ada sepiring Pomodori col riso. Makanan yang terbuat dari campuran tomat, minyak zaitun, nasi, garam, dan merica. Cara pembuatan makanan ini sederhana. Kita hanya perlu memotong bagian atas tomat, mengeluarkan isi di dalamnya, lalu kemudian kita isi kembali dengan mencampurkan isi tomat yang dikeluarkan tadi dengan nasi, garam, merica, dan minyak zaitun. Setelah itu bagian atasnya kita tempel kembali, lalu kemudian masukkan ke dalam oven. Selain makanan itu, di nampan itu juga ada segelas air, sebutir obat, dan juga segulung perban steril, "Apa perban bisa di m
Anastasia menggeliat nikmat, merentangkan kedua tangannya ke udara dengan mata yang masih setengah terpejam. Akan tetapi, kenikmatan itu lenyap saat dia tidak senagaja menggerakkan kaki kanannya, membuat kedua matanya melotot dan mulutnya menjerit. "Anne, ada apa?" Daniel keluar dari dalam kamar mandi dengan gerak cepat dan eskpresi wajah yang panik. Rambutnya yang basah, terlihat menjatuhkan tetesan air, "semuanya baik?" tanyanya lagi sembari bergerak mendekat dengan hanya mengenakan handuk yang menutup area pinggang ke bawah. Anastasia yang mendapati itu langsung menganggukkan kepalanya, "Tidak apa-apa kok. Aku tadi tidak senagaja menggerakkannya dan membuat sedikit ngilu." cicit Anastasia dengan ekspresi wajah yang kesakitan. Daniel yang mendengar itu langsung menatap Anastasia dengan datar. Laki-laki itu bergerak membenarkan ikatan handuknya, lalu kemudian dia memposisikan dirinya untuk duduk di sebelah Anastasia yang sedang berbaring. "Aku bantu kamu duduk." Daniel merangkul
"Kau memang bisa diandalkan, Julio. Terima kasih atas kabar baik yang kau bawa." Daniel memberikan sebuah pujian. Laki-laki itu terlihat mengulas sebuah senyum kecil untuk Julio yang menunduk."Senang bisa mendapatkan pujian dari Anda, Tuan. Tapi, keberhasilan saya juga didukung oleh bahan presentasi yang dibuat oleh, Nona Anastasia. Tanpa itu, Saya tidak mungkin membuat semua orang terkesan." Julio mengangkat pandangannya. Pertama-tama laki-laki itu melihat bangga kepada Daniel, lalu kemudian dia melihat ke arah Anastasia yang saat ini sedang duduk di kursi roda. Iya, setelah banyak melakukan pertimbangan, Daniel menyarankan untuk Anastasia menggunakan kursi roda saja. Hal itu dia lakukan untuk meminimalisir cedera yang di alami si wanita itu. "Memang kinerja Anda sangat bagus, Nona. Setelah Anda bergabung dengan perusahaan, peluang kita mendapatkan tanda tangan kerja sama semakin meningkat. Bukan begitu, Tuan Maximillan." Julio menoleh melihat ke arah Daniel. Laki-laki itu menyu