"Eh, Karlina, Julio!" Anastasia kaget saat wanita itu bergerak membuka pintu ruang divisi perancang. Kedua matanya terbelalak kaget, "Maaf, aku akan-""Tidak-tidak, aku sudah selesai di sini. Aku permisi." Julio memotong perkataan Anastasia. Dia dengan raut wajah malu langsung beranjak pergi dari dalam ruangan itu. Anastasia yang tercengang langsung sadar saat tubuh Julio yang lewat menyenggol sedikit bahunya. Tanpa menunggu lama, wanita itu tentu langsung bergerak untuk masuk dengan panik. Saat ini dia melihat Karlina sedang terengah-engah dengan ekspresi wajah yang marah. "Karli, kamu oke?" tanya Anastasia dengan kedua tangan memegangi pundak dari Karlina.Sementara di sisi Karlina, wanita itu tidak menjawab. Dia memilih untuk menenangkan dirinya dari rasa marah yang dia dapatkan dari Julio tadi. Wanita itu bergerak menarik satu kursi untuk dia duduki. Anastasia ikut melakukan itu. Dia menarik kursi, mendudukinya, dan langsung kembali melihat ke arah Karlina dengan khawatir. "K
"Halo, Nona! Apa yang coba kamu lakukan di sana?" Anastasia spontan mengernyitkan keningnya. Satu tangannya yang sudah membuka pintu mobil, tertahan untuk memegangnya agar tetap terbuka. Daniel yang mendapati ekspresi itu langsung terlihat kesal. Dia yang posisinya juga sudah membuka pintu mobil bagian kemudi, tertahan di luar. "Ke depan! Duduk dan temani aku di depan!" Satu tangannya terangkat. Dia mengacungkan jari telunjuknya, lalu kemudian menggerak-gerakkannya meminta Anastasia pindah ke depan. Anastasia paham. Dia langsung bergerak menutup kasar pintu mobil belakang di sisi kanan, lalu kemudian pindah membuka pintu mobil bagian depan. Tanpa bicara, wanita itu masuk dengan mimik wajah yang terkesan tidak suka. Daniel yang melihat itu, ikut bergerak masuk, "Memangnya kamu kira aku ini sopir hingga kamu ingin duduk di belakang seperti itu," omelnya dengan tangan bergerak sibuk menggunakan sabuk pengaman. "Sebelum kita sampai di sana, aku ingin tekankan kepadamu satu hal. Jaga
"Oh My Goddess, Danielll! Akhirnya kamu sampai juga, Nak." Benar. Suara nyaring penuh kebahagiaan itu keluar dari dalam mulut Nyonya besar dari keluarga Maximillan, Nyonya Carmella atau Mama dari si Iblis Daniel Alex Maximillan. Mendengar itu Anastasi menunduk malu. Kedua tangannya saling bertaut karena dia tiba-tiba merasa agak sedikit gugup. "Angkat kepalamu, Anne. Ingat apa yang aku katakan tadi. Buat wajah seramah mungkin." Daniel berbisik dengan wajah datar yang khas miliknya. Ternyata tidak di rumah tidak di kantor, wajah laki-laki itu memang begitu. Sangat jarang mengeluarkan ekspresi. 'kenapa aku harus terseret di situasi sulit begini juga sih. Apa lagi tadi katanya rumah ini adalah rumah neraka. Apa orang-orang yang tinggal di sini pemarah semua?' batin Anastasia takut dan masih kepikiran dengan kata-kata Daniel di dalam mobil tadi. Akan tetapi, biar begitu dia tetap menegakkan kepalanya. Anastasia menyunggingkan sebuah senyum saat sosok cantik nan modis seorang
"Ah jadi itu benar?" Bukannya mendapatkan jawaban, Anastasia malah mendapatkan pertanyaan kaget dari Tuan beser Maximilian, "jadi, tadi sebelum kamu ke sini, Bosmu itu sudah mengajarimu cara menjawab untuk membelanya?" imbuhnya dengan satu alis mengernyit penasaran. "Oh, Daniel, kenapa kamu menyiksa bawahanmu? Sudah tidak memberi dia makan, kamu malah meminta dia untuk menyembunyikan faktanya? Owh, bagus Daniel, bagus sekali." Anastasia yang mendengar itu semakin panik. Tawa yang tadinya dia keluarkan, langsung tidak berbekas lagi. Iya, saat duduk pertama kali di sini, dia langsung dibuat tertawa oleh tingkah laku dari Tuan Imanuel dan Nyonya Carmella. Namun, semuanya pudar saat dia merasa pancaran aura hitam terlihat menyelimuti Daniel yang duduk di sebelahnya, 'tenang Anastasia, sekarang buat dirimu selamat dari amarah Daniel,' batin wanita itu panik. "Nyonya Carmella, begini. Maksud Saya, Tuan-""Ayolah Anastasi, kamu tidak perlu terlalu berusaha keras. Semua keluarga sudah tah
"Kalian tunggulah sebentar. Aku akan menelpon." Daniel menoleh ke arah Melinda, membuat wanita itu menjauh. Sementara Anastasia, wanita itu terlihat berdiri canggung. Dia benar-benar tidak suka melihat kedekatan sang bos dengan sahabat kecilnya itu. "Kami akan menunggu, bukan begitu, Anastasia?" Anastasia kaget saat Melinda tiba mengandeng tangannya. Dengan tersenyum kikuk, "Ah, Iya." Daniel menatap kedua orang itu dengan aneh. Namun, dia mengedikkan bahunya tak acuh dan memilih untuk pergi menepi. Sementara di sisi Anastasia dan Melinda, mereka berdua saat ini bertukar senyum. "Daniel tampan ya?" tanya Melinda tiba-tiba membuat Anastasia membulatkan matanya kaget. Seutas senyum canggung yang dia singgung langsung memudar.Melinda yang melihat reaksi itu tertawa lucu. Tatapan matanya yang berkilauan terlihat indah di mata Anastasia. Sungguh, dia adalah satu-satunya wanita paling cantik yang Anastasia pernah temui. "Jawab yang jujur saja, Anastasia. Kalau dari pandanganku, Daniel
Pagi harinya, Anastasia melakukan rutinitas yang sama seperti seminggu terkahir ini. Yaitu, bangun jam 5 pagi, lalu kemudian menyiapkan segala keperluan mandi dari sang bos, hingga pakaian-pakaian yang akan dia gunakan. Setelah selesai menampung air hangat di bak mandi, wanita itu langsung keluar dari sana. Kedua mata hijau gelap kecoklatannya langsung tertuju ke arah ranjang, di sana terlihat Daniel masih berbaring dengan selimut yang masih membekap tubuh besarnya. "Tumben sekali dia belum bangun. Tapi, terserah juga sih. Nanti jika aku bangunkan, aku yang salah. Masa bodoh lah," gumam Anastasia memilih tak acuh. Dia yang masih terlihat berantakan bergegas keluar dari dalam kamar. Tidak lupa, dia juga membawa serta alat-alat mandinya untuk dia gunakan nanti di kamar mandi dapur. Kekesalan semalam masih bersarang di hati Anastasi. Tidak ada yang akan senang dicampakkan begitu termasuk dia. Makanya, mulai dari semalam, dia sudah berencana untuk tidak terlalu mengacuhkan Daniel. Ter
Anastasia menahan napas. Seperti sebuah kebiasaan, wanita itu sepertinya sudah kebal mendengar kata-kata merendahkan yang keluar dari mulut Daniel."Bicara!" perintah Daniel dengan suara serak dan tatapan mata abu-abu yang tajam. Anastasia memilih memalingkan wajah, dia tidak mau terlena dalam kondisi yang intim seperti ini. 'bagaimana ini? Aku harus tahan. Bagaimana pun aku sudah memutuskan untuk tidak bicara kepada laki-laki iblis ini,' batin Anastasia masih memegang teguh keputusan yang dia buat kemarin malam, saat dia kesal karena ditinggalkan begitu saja di pinggir jalan. "Oh, jadi masih tidak mau bicara ya." Daniel menjauh, membuat raut wajah Anastasia langsung berubah lega dan aliran napasnya terdengar cepat terengah-engah, "baiklah. Kalau begitu mulai detik ini, hak bicaramu di kantor ini akan aku ca-""Kau menyebalkan!" Anastasia menoleh dan kembali melihat wajah Daniel dengan sorot mata hijau gelap kecoklatan yang berani, "sudah puas?" imbuh wanita itu membuat Daniel menge
"Katakan! Kenapa ekspresimu tiba-tiba seperti itu? Memangnya perkataan ajakan saya tadi sangat-sangat sulit diolah oleh otak udangmu itu, hah?" Daniel berucap dengan sedikit ketus saat melihat mimik wajah Anastasia yang kebingungan seperti orang bodoh. Sementara di sisi Anastasia. Wanita itu langsung kelihatan panik. Dia bingung dan juga tidak mengerti dengan keadaan tiba-tiba ini, "Maaf, kita akan pergi sekarang?" tanyanya dengan sedikit gugup dan tatapan mata yang terlihat ragu. Daniel yang hanya memunculkan setengah tubuhnya di celah pintu itu, terlihat menghela napas. Otaknya sudah benar-benar capek. Dia butuh refreshing sesegera mungkin. "Tidak, mungkin Tahun depan, Nona Anastasia," jawab Daniel dengan ekspresi wajah yang jengah. Anastasia yang mendengar itu langsung menhan tawanya. Sungguh, serela humor yang sangat-sangat receh. Daniel yang melihat jelas itu benar-benar dibuat jengah, "Baiklah jika kamu tidak mau." Dengan tatapan mata yang kesal dan ekspresi wajah yang sudah