"Kalian tunggulah sebentar. Aku akan menelpon." Daniel menoleh ke arah Melinda, membuat wanita itu menjauh. Sementara Anastasia, wanita itu terlihat berdiri canggung. Dia benar-benar tidak suka melihat kedekatan sang bos dengan sahabat kecilnya itu. "Kami akan menunggu, bukan begitu, Anastasia?" Anastasia kaget saat Melinda tiba mengandeng tangannya. Dengan tersenyum kikuk, "Ah, Iya." Daniel menatap kedua orang itu dengan aneh. Namun, dia mengedikkan bahunya tak acuh dan memilih untuk pergi menepi. Sementara di sisi Anastasia dan Melinda, mereka berdua saat ini bertukar senyum. "Daniel tampan ya?" tanya Melinda tiba-tiba membuat Anastasia membulatkan matanya kaget. Seutas senyum canggung yang dia singgung langsung memudar.Melinda yang melihat reaksi itu tertawa lucu. Tatapan matanya yang berkilauan terlihat indah di mata Anastasia. Sungguh, dia adalah satu-satunya wanita paling cantik yang Anastasia pernah temui. "Jawab yang jujur saja, Anastasia. Kalau dari pandanganku, Daniel
Pagi harinya, Anastasia melakukan rutinitas yang sama seperti seminggu terkahir ini. Yaitu, bangun jam 5 pagi, lalu kemudian menyiapkan segala keperluan mandi dari sang bos, hingga pakaian-pakaian yang akan dia gunakan. Setelah selesai menampung air hangat di bak mandi, wanita itu langsung keluar dari sana. Kedua mata hijau gelap kecoklatannya langsung tertuju ke arah ranjang, di sana terlihat Daniel masih berbaring dengan selimut yang masih membekap tubuh besarnya. "Tumben sekali dia belum bangun. Tapi, terserah juga sih. Nanti jika aku bangunkan, aku yang salah. Masa bodoh lah," gumam Anastasia memilih tak acuh. Dia yang masih terlihat berantakan bergegas keluar dari dalam kamar. Tidak lupa, dia juga membawa serta alat-alat mandinya untuk dia gunakan nanti di kamar mandi dapur. Kekesalan semalam masih bersarang di hati Anastasi. Tidak ada yang akan senang dicampakkan begitu termasuk dia. Makanya, mulai dari semalam, dia sudah berencana untuk tidak terlalu mengacuhkan Daniel. Ter
Anastasia menahan napas. Seperti sebuah kebiasaan, wanita itu sepertinya sudah kebal mendengar kata-kata merendahkan yang keluar dari mulut Daniel."Bicara!" perintah Daniel dengan suara serak dan tatapan mata abu-abu yang tajam. Anastasia memilih memalingkan wajah, dia tidak mau terlena dalam kondisi yang intim seperti ini. 'bagaimana ini? Aku harus tahan. Bagaimana pun aku sudah memutuskan untuk tidak bicara kepada laki-laki iblis ini,' batin Anastasia masih memegang teguh keputusan yang dia buat kemarin malam, saat dia kesal karena ditinggalkan begitu saja di pinggir jalan. "Oh, jadi masih tidak mau bicara ya." Daniel menjauh, membuat raut wajah Anastasia langsung berubah lega dan aliran napasnya terdengar cepat terengah-engah, "baiklah. Kalau begitu mulai detik ini, hak bicaramu di kantor ini akan aku ca-""Kau menyebalkan!" Anastasia menoleh dan kembali melihat wajah Daniel dengan sorot mata hijau gelap kecoklatan yang berani, "sudah puas?" imbuh wanita itu membuat Daniel menge
"Katakan! Kenapa ekspresimu tiba-tiba seperti itu? Memangnya perkataan ajakan saya tadi sangat-sangat sulit diolah oleh otak udangmu itu, hah?" Daniel berucap dengan sedikit ketus saat melihat mimik wajah Anastasia yang kebingungan seperti orang bodoh. Sementara di sisi Anastasia. Wanita itu langsung kelihatan panik. Dia bingung dan juga tidak mengerti dengan keadaan tiba-tiba ini, "Maaf, kita akan pergi sekarang?" tanyanya dengan sedikit gugup dan tatapan mata yang terlihat ragu. Daniel yang hanya memunculkan setengah tubuhnya di celah pintu itu, terlihat menghela napas. Otaknya sudah benar-benar capek. Dia butuh refreshing sesegera mungkin. "Tidak, mungkin Tahun depan, Nona Anastasia," jawab Daniel dengan ekspresi wajah yang jengah. Anastasia yang mendengar itu langsung menhan tawanya. Sungguh, serela humor yang sangat-sangat receh. Daniel yang melihat jelas itu benar-benar dibuat jengah, "Baiklah jika kamu tidak mau." Dengan tatapan mata yang kesal dan ekspresi wajah yang sudah
Setelah berteriak dengan tatapan mata yang nyalang dan rahang yang mengetat, laki-laki berkebangsaan Italia asli itu kembali melangkah masuk. Gerak kakinya begitu sangat cepat. Sementara di sisi Anastasia, wanita itu masih syok. Dia masih terduduk di lantai yang terasa sangat lembab. Ternyata dia terjatuh bukan karena langkahnya yang salah, tapi karena lantainya yang licin dan terdapat bekas tumpahan jus tomat. "Nona, maaf, Anda okey?" Seorang waiters laki-laki muda berhenti tepat di sebelah Anastasia, membuat wanita itu mendongak dan memperlihatkan ruat wajah kesakitannya. "Ah, aku baik-baik saja. Anda tidak perlu- ohhh, shit!" Anastasia yang tadinya hendak bangkit dengan membuat ekspresi wajah baik-baik saja kembali terduduk karena merasa ngilu di pergelangan kaki kanannya. "Nona, hati-hati. Sini aku-""Hey, menjauh darinya!" Baru saja si pelayan muda itu hendak merangkul Anastasia untuk membantu wanita itu berdiri, tiba-tiba gerakan itu tergantung di udara. Sementara di sisi A
"Kau memang bisa diandalkan, Julio. Terima kasih atas kabar baik yang kau bawa." Daniel memberikan sebuah pujian. Laki-laki itu terlihat mengulas sebuah senyum kecil untuk Julio yang menunduk."Senang bisa mendapatkan pujian dari Anda, Tuan. Tapi, keberhasilan saya juga didukung oleh bahan presentasi yang dibuat oleh, Nona Anastasia. Tanpa itu, Saya tidak mungkin membuat semua orang terkesan." Julio mengangkat pandangannya. Pertama-tama laki-laki itu melihat bangga kepada Daniel, lalu kemudian dia melihat ke arah Anastasia yang saat ini sedang duduk di kursi roda. Iya, setelah banyak melakukan pertimbangan, Daniel menyarankan untuk Anastasia menggunakan kursi roda saja. Hal itu dia lakukan untuk meminimalisir cedera yang di alami si wanita itu. "Memang kinerja Anda sangat bagus, Nona. Setelah Anda bergabung dengan perusahaan, peluang kita mendapatkan tanda tangan kerja sama semakin meningkat. Bukan begitu, Tuan Maximillan." Julio menoleh melihat ke arah Daniel. Laki-laki itu menyu
Anastasia menggeliat nikmat, merentangkan kedua tangannya ke udara dengan mata yang masih setengah terpejam. Akan tetapi, kenikmatan itu lenyap saat dia tidak senagaja menggerakkan kaki kanannya, membuat kedua matanya melotot dan mulutnya menjerit. "Anne, ada apa?" Daniel keluar dari dalam kamar mandi dengan gerak cepat dan eskpresi wajah yang panik. Rambutnya yang basah, terlihat menjatuhkan tetesan air, "semuanya baik?" tanyanya lagi sembari bergerak mendekat dengan hanya mengenakan handuk yang menutup area pinggang ke bawah. Anastasia yang mendapati itu langsung menganggukkan kepalanya, "Tidak apa-apa kok. Aku tadi tidak senagaja menggerakkannya dan membuat sedikit ngilu." cicit Anastasia dengan ekspresi wajah yang kesakitan. Daniel yang mendengar itu langsung menatap Anastasia dengan datar. Laki-laki itu bergerak membenarkan ikatan handuknya, lalu kemudian dia memposisikan dirinya untuk duduk di sebelah Anastasia yang sedang berbaring. "Aku bantu kamu duduk." Daniel merangkul
"Katakan! Kau bicara dengan siapa tadi? Terdengar sangat seru." Daniel yang berjalan mendekat ke arah ranjang bertanya. Setelah tiba di sana, laki-laki itu langsung memposisikan dirinya untuk duduk di sebelah Anastasia."Karli. Aku tadi bicara dengannya," jawab Anastasia dengan ekspresi wajah yang gugup, "kamu yang buat, kah?" imbuhnya pura-pura bertanya untuk mengalihkan obrolan saat melihat isi nampan yang di mana, di sana ada sepiring Pomodori col riso. Makanan yang terbuat dari campuran tomat, minyak zaitun, nasi, garam, dan merica. Cara pembuatan makanan ini sederhana. Kita hanya perlu memotong bagian atas tomat, mengeluarkan isi di dalamnya, lalu kemudian kita isi kembali dengan mencampurkan isi tomat yang dikeluarkan tadi dengan nasi, garam, merica, dan minyak zaitun. Setelah itu bagian atasnya kita tempel kembali, lalu kemudian masukkan ke dalam oven. Selain makanan itu, di nampan itu juga ada segelas air, sebutir obat, dan juga segulung perban steril, "Apa perban bisa di m