"Ya aku tahu tapi kenapa kamu bisa berubah seperti ini?" Kali ini dia mulai melembutkan ada suaranya agar tidak membuat Melisa marah. Ia juga tidak ingin terlihat seperti emosi dan membuat sang istri curiga.Dian mulai ingin membuat Melisa kembali tunduk padanya telah bersikap baik dan lembut. Sayang saja pria itu tidak tahu jika istrinya sudah mengetahui semua keburukannya. "Tidak ada yang berubah, aja aku merasa defisit sekali perusahaanku sehingga sepertinya aku harus ikut turun tangan." Dian merasa lega karena Melisa sepertinya belum curiga padanya, iya berpikir seperti itu karena Mellisa kelihatan tenang dan tidak emosi."Dion, lebih baik kamu kembali ke ruangan. Ada hal yang ingin aku kerjakan."Mungkin jangan kembali ke ruangannya Dion akan menjadi lebih tenang, bergegas meninggalkan Melissa.***Bella hanya bergeming menatap Bu Siti yang bermain bersama Malika. Pikirannya kalut setelah ibu mertuanya pulang. Ucapan wanita tua itu kini terus menghantui pikirannya. "Apa benar
Melisa terkesiap mendengar ucapan Alvaro yang menurutnya tidak benar. Terlihat sang kakak malah seolah-olah tengah menggoda dirinya yang merasa kesal saat digoda olehnya."Tolong jangan menambah masalah, bikin kesel saja." Melisa membuang wajah saat Elvaro terlihat menertawakan dirinya.Bella menyenggol lengan sang suami karena melihat raut wajah Melisa yang sudah tidak enak dilihat."Jangan terus menggodanya," ucap Bella.Elvaro diam setelah disenggol oleh seorang istri, ia pun sudah melihat wajah Melisa mungkin ini berubah menjadi merah padam.Entah mengapa Melisa merasa aneh saat sang kakak menggodanya. Iya malah membayangkan wajah David yang menyebalkan itu saat sedang menggoda dirinya."Entah dapat berita dari mana sepulang dari luar kota dia menuduhku memiliki hubungan dengan David.""Lalu apa yang kamu jawab?" "Ya memang aku tidak ada apa-apa dengan David apa yang harus aku jawab. Bahkan, memberikan tender padamu karena ada David. Ya, sudah aku biarkan saja dia berpikir sepert
Elvaro kembali ke kamar dengan wajah penuh emosi karena kedatangan Dion yang seperti itu. Bella mencoba menenangkannya, paham emosi suaminya itu begitu memuncak saat adiknya tersakiti. "Sabar," ujar Bella menenangkan."Bagaimana bisa sabar, datang ke rumah kakak ipar hanya berada di luar memang dari dulu tidak punya otak."Begitu luapan emosi Elvaro pada Dion. Mereka memang tidak pernah cocok sejak dahulu. Menurut Elvaro, sangat menyebalkan selain parasit dia juga provokator.Hubungan dia dengan saat adikku merenggang karena suaminya Melisa. Dion selalu saja membuat sang adik berpikiran buruk tentang dirinya. Apalagi tentang perusahaan, mungkin Dion menanamkan tentang hal buruk padanya hingga Melisa seperti tidak percaya pada sang kakak."Lebih baik kita tidur, sepertinya kamu butuh istirahat, El.""Iya sepertinya pikiranku sudah buntu dan mumet." Bella pun ikut tertidur di samping sang suami, begitu cepat Elvaro memejamkan mata. Sementara, Bella belum bisa memejamkan mata. Ia menat
Elvaro mencoba tenang saat bertemu dengan Edo. Mantan suami Bella itu kini berada di hadapannya dengan menggandeng bos tempat di mana dia bekerja. Sementara, Edo sama sekali tidak kaget melihat Elvaro karena dia sudah tahu jika akan berhadapan dengan pria itu. Terlihat Edo begitu tenang, tapi menyimpan dendam. Ia masih tidak terima dengan perlakuan Elvaro yang meminta Bella sebagai jaminan hutangnya. "Senang bisa bertemu dengan Anda kembali Tuan El," ucap Edo. Tuan El hanya menatap tajam mantan suami sang istri. Ia pun menyimpan amarah karena saat itu begitu sulit untuk meminta tanda tangan pria itu untuk melepaskan Bella. David pun paham sepertinya sang tuan tidak suka dengan Edo. Pria itu setengah berbisik pada bosnya. "Biasa saja melihat pria itu, apa ada yang tidak aku ketahui?" tanya David. Elvaro memilih untuk tidak menjawab, melihat saingannya saja sudah memuakkan. Lalu ada Farel bos Edo yang kini siap menjadi lawan seimbang. Pengusaha muda yang kini sedang naik daun di k
"Aku tidak menakuti-nakutimu. Aku hanya ingin kamu berpikir kritis. Dion licik, kamu harus lebih cerdik," papar Bella. Ya, sebagai wanita ia cukup mengerti perasaan Melissa. Walaupun keduanya tidak pernah akur, tetapi Bella tidak mau kemalangan menimpa adik iparnya tersebut. Melissa pun berpikir ada benarnya ucapan Bella. Ia harus mngesampingkan egonya karena tidak suka dengan kakak ipar itu, tetapi semua uucapan Bella ada benarnya.Wanita itu melirik ke arah Bella sekilas, wajahnya masih memperlihatkan keangkuhan. Ia tak mau dikasihani oleh kakak iparnya itu. Melisa masih saja gengsi, ia tidak mau terlihat memuji akal dari Bella. Tanpa banyak berkata, ia malah masuk ke kamar.Bu Siti menghampiri Bella, ia juga sejak tadi mendengarkan pembicaraan wanita itu. Dirinya kagum akan sosok sang majikan begitu bijaksana dalam memberikan sebuah nasihat. Masih peduli padahal Melissa sudah cukup kejam kepadanya. "Sabar, Non, sikap Non Melissa memang seperti itu keras kepala, gengsinya seting
"Kamu, ke kamar saja lebih dulu. Aku ingin menemui Melissa," ujar Elvaro. Bella mengangguk. Tak perlu bertanya apa yang ingin dilakukan suaminya itu ia sudah tahu. Bahagia, dibalik sikapnya yang seperti itu memiliki rasa peduli yang tinggi. Lucu, dulu mengapa dirinya begitu takut melihat wajah Elvaro. "Iya, ini mau ngambil air minum dulu," ujar Bella. Elvaro tersenyum, ia mengelus pipi wanita itu. Keduanya saling bertatapan. "Aku ke kamar, Melissa, ya," ujar Elvaro kembali. "Iya, El," sahut Bella. Bella hanya berharap jika segala macam masalah segera menemukan jalan keluar. Ia kasihan terhadap suaminya yang masih harus terus berpikir untuk masalah yang adiknya hadapi. Elvaro memang tak pernah rukun dengan adiknya, tetapi lelaki itu masih tetap peduli terhadap saudaranya tersebut. Bella mengisi gelas itu, lalu segera melangkah menuju kamarnya. Waktunya beristirahat, tubuhnya pun sudah lelah. Ia ingin segera tidur. Tadi juga dirinya sempat bercerita soal Melissa yang ikut datang
Hari libur kali ini Elvaro tidak pergi ke mana-mana. Pria itu menghampiri bu Siti yang sedang menyiram bunga di taman. Ada hal yang ingin dirinya tanyakan pada wanita itu. Karena bu Siti sering ikut pergi bersama dengan Bella. "Pagi, Bu," ujar Elvaro. Ia merenggangkan otot-otot sembari menikmati udara pagi. Pikirannya tak secerah mentari hari ini. Otaknya masih penuh dengan berbagai prasangka. Rasa curiga pun masih hinggap di hatinya. Entah lah sekarang dirinya tidak bisa mempercayai orang dengan penuh. Ia harus berhati-hati dengan siapa pun juga. Masalah Melissa, masalah Edo membuat hatinya tak tenang. Takut jika dirinya kembali terkhianati lagi oleh wanita yang menjadi pendampingnya. Hati manusia memang tidak ada yang mengetahuinya. Ia juga tak ingin jika adik dan keponakannya kembali lagi pada lelaki licik itu. Ia selalu menanyakan perkembangan Dion kepada sang adik. Dirinya tidak boleh lengah sedikit pun. "Pagi Tuan, mau pergi jogging Tuan?" tanya Bu Siti. Ya, biasanya Elvar
Elvaro tidak pernah menduga jika masalah tentang Edo dan Bella akan mengusik pikirannya. Padahal ia memiliki segalanya bagaimana bisa dirinya harus takut kehilangan Bella.Dia bisa mendapatkan banyak wanita yang ia inginkan.Saat merebut Bella dari Edo. Namun kali ini ia merasa kalah iya sudah merasa jatuh cinta dan sulit melepaskan Bella. Tak rela rasanya jika sang istri harus kembali jatuh ke pelukan lelaki itu. Entahlah kali ini Elvaro tidak bisa melepaskan Bella. Jika Melanie dengan mudahnya ia lepaskan begitu saja, tetapi tidak dengan Bella batinnya menolak. Bahkan ia tidak percaya jika Bella berkhianat dan bersekongkol dengan mantan suaminya. Ya, hatinya terus bergejolak menolak hal tersebut. Bella bukan wanita seperti itu, Bella wanita pilihannya, kali ini dirinya tidak salah pilih. "Itu tidak mungkin," ujar Elvaro.Elvaro tidak menyangka jika ia akan bertemu dengan Edo kembali. Harusnya dulu ia menyingkirkan Edo dan memasukkannya ke dalam penjara. Maka hubungannya dan Bell
Setelah mendapat ancaman dari suaminya, Deswita pun diam. Kali ini apa yang di katakan Ferdinand membuat wanita itu tidak berkutik. Ibu dari Elvaro itu bungkam seribu bahasa dan memilih masuk kamar. Terdengar suara pintu begitu keras hingga membuat telinga sang suami perih. Ferdinan hanya menggeleng melihat apa yang di lakukan oleh Deswita. Ia sudah sangat muak dan tidak bisa mentolerir semua perbuatannya. Hanya itu yang bisa ia lakukan, mengancam dengan cara itu yang bisa membuatnya diam dan bungkam. Ferdinand pun terduduk lesu membayangkan bagaimana nasib Elvaro kini. Dengan kaki yang lumpuh, apa bisa dia melakukan aktivitas, pikirnya. Pria itu mendesah, mungkin besok ia bisa berpikir jernih jika sudah beristirahat.Sementara, di kamar Deswita beberapa kali bergumam kesal kenapa bisa hanya karena Bella sang suami dan anaknya sampai membuat dirinya tersudut. Ia kali ini kalah dengan ancaman sang suami yang baginya adalah musibah dan perkara terbesar jika hal itu terjadi. "Lebih ba
Bella menahan emosinya dengan ucapan Melani kali ini. Di hadapan semua orang mantan istri suaminya mencoba mempermalukan dirinya. Bella bukan wanita lemah seperti dulu, ia kini siap melawan siapapun yang ingin merusak rumah tangganya maksud Melani."Jangan mengarang cerita, anak yang kau kamu ini adalah anak Elvaro. Kamu pikir dengan mengatakan hal itu suamiku akan peduli dan lebih percaya dengan ucapan dari wanita yang berselingkuh di belakangnya."Wajah Melani mulai panik dengan setiap ucapan yang terlontar dari mulut Bella. Gimana bisa wanita kampung itu membuat dirinya tidak berkutik."Bahkan menunda punya anak dengan alasan karir padahal dirinya hanya ingin bebas bermain dengan pria manapun tanpa takut hamil dan tahu anak siapa yang akan ia kandung." Lagi Bella mulai mempermalukan Melani. Lagi Bella siapa yang memulai Ia yang harus menanggung semua resikonya.Elvaro meminta Bella untuk sabar dengan menggenggam tangannya. Sang suami meminta untuknya diam dan tidak meladeni setiap
Dua jam perjalanan, mereka akhirnya sampai di rumah. Bella menatap sekeliling halaman tempat di mana lima bulan lalu ia meninggalkannya. Sembari tersenyum, Bella menggenggam tangan sang suami lalu mendorong kursi rodanya masuk. Sekian lama akhirnya Bella sadar jika dirinya begitu merindukan rumah itu. Begitu pun dengan sang suami. Mereka pernah salah paham, tapi kini semua telah berlalu. Bella bersama Elvaro masuk ke kamar, dia tidak menyangka akan kembali ke kamarnya. Setelah itu ia mulai merapikan pakaiannya. Lalu, menghampiri sang suami yang kini duduk memperhatikannya dirinya."Kamu bahagia?" tanya Elvaro."Aku sangat bahagia apalagi bisa kembali bersama kamu dan merasa dicintai saat sedang hamil.""Kondisiku seperti ini tidak bisa berjalan," ujar Elvaro terlihat murung.Bella menggenggam tangan sang suami, dirinya tidak tega melihat Elvaro bersedih sepeti itu. Ia menyesal karena ulah Edo telah membuat Elvaro menderita.Bella mencoba menyajikan sang suami untuk tetap bersabar. Y
Walau masih sangat gengsi, Sinta pun menemui Bella di kamar. Ia pun langsung mengajak Bella berbicara empat mata. Memang harusnya dirinya ikut senang dengan permasalahan Bella yang sudah selesai. Bella pun sedikit canggung dengan kondisi keduanya setelah pertengkaran di rumah sakit kemarin."Aku tahu kalau semua yang terjadi salah. Aku pun mau mengakui jika memang selama ini aku begitu egois mementingkan perasaan sendiri dari pada kamu dan Mas Bagas."Sinta menatap kembali Bella yang masih bergeming di hadapannya. Apa yang terjadi kemarin sebenarnya masih membuat dirinya kecewa. Hanya saja, Bella sadar jika tidak usah memperpanjang masalah karena ia tahu sebenarnya Sinta itu orang baik.Sebenarnya tidak terpikirkan oleh Bella jika majikannya itu akan datang dan meminta maaf. "Sekali lagi aku meminta maaf, jika kamu tidak berkenan, setidaknya aku sudah meminta maaf." "Nyonya, sebelum itu aku pun mau meminta maaf. Aku paham apa yang di pikirkan oleh nyonya, hanya saja aku juga memili
Sementara, di ruangan tidak jauh dari ruang Elvaro, Sinta sedikit kecewa karena sang suami mengizinkan Bella untuk menemui sang suami. Ia mesti nggak rela ketika Bella kembali pada Elvaro."Kamu tidak bisa seperti itu, biarkan Bella bahagia. Kamu harusnya berusaha bagaimana bisa membahagiakan aku. Sadar Sin, tidak ada yang mustahil di hidup ini. Kamu dan anak kita akan sehat sampai lahir." Bagas berusaha tidak emosi saat bicara dengan Sinta yang sedang merajuk.Sinta membuang wajahnya, kecewa dengan apa yang dikatakan oleh Bagas suaminya. Kenapa harus ada Elvaro kembali ke hidup Bella pikirnya. Bagas pun tidak mengambil pusing, ia telah menemui sang dokter kondisi istri sudah lebih baik dan diperbolehkan untuk pulang. Dirinya tinggal menunggu Bella kembali agar membantunya berkemas.Bella sudah berjanji sebelum ia kembali pada sang suami dirinya akan menyelesaikan semua dengan baik bersama Sinta. Hanya saja mungkin sang istri belum bisa menerima dengan baik. "Kita akan pulang hari i
Dengan perasaan berdebar Bella bertahan di belakang David. Hingga David menyingkir dari ambang pintu, semua orang yang berada di dalam ruangan langsung tertuju pada Bella.Bella terpaku beberapa saat di ambang pintu. Tubuhnya memang berdiri tegak, tetapi rasanya seperti sedang berdiri tanpa tulang. Persendiannya seolah-olah hilang. Jika tidak bertahan, mungkin wanita itu akan jatuh melorot ke lantai.Tatapan Bella langsung tertuju pada seseorang yang terbaring lemah di atas ranjang. Dan sebaliknya, hingga mereka beradu pandang untuk beberapa saat. Rasa haru dan bahagia bercampur menjadi satu saat itu. Saat matanya kembali menatap laki-laki yang sangat dia sayang. Dia tidak menyangka jika akhirnya dia berada sedekat itu dengan sang suami. Sementara itu, di dalam ruangan tersebut, dua orang yang menemani Elvaro juga terkejut melihat kedatangan Bella yang sangat tiba-tiba.Mellisa dan Bu Siti saling pandang tidak percaya jika Bella kini ada di hadapan mereka. Bu Siti terutama, asisten r
Mata Elvaro terbuka setelah beberapa jam beristirahat. Pria itu mencoba menggerakkan tangan dan kakinya, rasa lemas masih dirasakan. Dia mencoba mengenali tempat sekeliling juga mengingat-ingat apa yang sebelumnya dia lakukan, hingga akhirnya perlahan memori ingatannya kembali. Elvaro melirik ke arah Mellisa dan David yang duduk di sofa. Saat sadar Elvaro sudah siuman keduanya segera beranjak menghampirinya. Mereka sangat senang terutama Mellisa. "Ada yang Tuan inginkan?" tanya David siaga. "Aku cuma mau ketemu Bella," jawab Elvaro. David terkesiap, tapi dia segera bersikap biasa. Padahal mereka saat ini ada di bawah atap yang sama, tapi David tak berani mengatakan yang sebenarnya jika Bella ada juga di rumah sakit ini. Ini karena Bella yang terus bilang belum siap. "Kita lanjutkan pencarian kalau Kakak sudah pulih!" Mellisa yang menjawab. Matanya menatap tajam ke arah kakaknya itu, mencebik kesal sebab kakaknya itu tampak tak peduli dengan kondisinya sendiri. "Benar, Tuan. Anda
Bella ke luar dari ruangan tempat Sinta dirawat. Dia segera mencari keberadaan Bagas. Untungnya pria itu belum terlalu jauh. Di tempatnya Bella bisa melihat ke arah mana pria itu berjalan. Dengan langkah kaki yang lebar, Bella segera mengejarnya. Hingga jarak mereka beberapa meter saja, Bella lekas memanggilnya."Tuan Bagas!" panggilnya.Bagas menoleh. Dia terkejut melihat Bella ngos-ngosan."Ada apa, Bella?" tanya Bagas seraya mengajak wanita itu duduk di kursi yang tersedia sepanjang koridor.Bella mengatur napas untuk beberapa saat. Dia tadi memang setengah berlari demi mengejar tuannya itu. Dan saat ini terlihat sekali dia kesulitan bernapas hingga menyulitkannya untuk bicara."Tuan mau ke mana?" tanya Bella kemudian dengan napas yang masih tersengal-sengal."Entahlah. Aku ingin mencari angin segar," jawab Bagas. Dia masih merasakan emosi yang tadi sempat meluap di ruang rawat istrinya."Tapi, sebaiknya Tuan temani saja Nyonya. Dia lebih membutuhkan Tuan saat ini," ungkap Bella. "
Saat itu Bella beranjak mencoba pergi sementara Sinta di tempatnya kebingungan. Ingin mencegah tapi tak kuasa. Hingga Bella nyaris benar-benar pergi, seseorang masuk membuka pintu. Tak lain dia adalah Bagas.Bagas menautkan kedua alisnya, merasa heran dengan atmosfer yang dia rasakan. Terasa canggung dan penuh emosi pada kedua wanita yang kini tengah menatapnya. Bagas pun akhirnya bertanya pada keduanya."Apa yang terjadi?" Bagas menatap heran Bella dan Sinta secara bergantian.Sinta segera tersenyum menyambut kedatangan suaminya. Dia merentangkan tangannya seakan-akan sudah menunggu suaminya itu sejak tadi."Hai, Sayang! Dari mana saja?"Sinta mengabaikan pertanyaan suaminya itu. Dia mencoba mengalihkan pembicaraan. Namun, Bagas tampak tak mudah terpedaya begitu saja. Dia tak menanggapi sambutan istrinya dan masih memasang wajah yang bertanya-tanya."Kami sedang bersitegang. Aku tak menyangka kalian mengecewakanku," ujar Bella tiba-tiba.Sinta langsung tercekat. Dia benar-benar tak p