Bella menahan emosinya dengan ucapan Melani kali ini. Di hadapan semua orang mantan istri suaminya mencoba mempermalukan dirinya. Bella bukan wanita lemah seperti dulu, ia kini siap melawan siapapun yang ingin merusak rumah tangganya maksud Melani."Jangan mengarang cerita, anak yang kau kamu ini adalah anak Elvaro. Kamu pikir dengan mengatakan hal itu suamiku akan peduli dan lebih percaya dengan ucapan dari wanita yang berselingkuh di belakangnya."Wajah Melani mulai panik dengan setiap ucapan yang terlontar dari mulut Bella. Gimana bisa wanita kampung itu membuat dirinya tidak berkutik."Bahkan menunda punya anak dengan alasan karir padahal dirinya hanya ingin bebas bermain dengan pria manapun tanpa takut hamil dan tahu anak siapa yang akan ia kandung." Lagi Bella mulai mempermalukan Melani. Lagi Bella siapa yang memulai Ia yang harus menanggung semua resikonya.Elvaro meminta Bella untuk sabar dengan menggenggam tangannya. Sang suami meminta untuknya diam dan tidak meladeni setiap
Setelah mendapat ancaman dari suaminya, Deswita pun diam. Kali ini apa yang di katakan Ferdinand membuat wanita itu tidak berkutik. Ibu dari Elvaro itu bungkam seribu bahasa dan memilih masuk kamar. Terdengar suara pintu begitu keras hingga membuat telinga sang suami perih. Ferdinan hanya menggeleng melihat apa yang di lakukan oleh Deswita. Ia sudah sangat muak dan tidak bisa mentolerir semua perbuatannya. Hanya itu yang bisa ia lakukan, mengancam dengan cara itu yang bisa membuatnya diam dan bungkam. Ferdinand pun terduduk lesu membayangkan bagaimana nasib Elvaro kini. Dengan kaki yang lumpuh, apa bisa dia melakukan aktivitas, pikirnya. Pria itu mendesah, mungkin besok ia bisa berpikir jernih jika sudah beristirahat.Sementara, di kamar Deswita beberapa kali bergumam kesal kenapa bisa hanya karena Bella sang suami dan anaknya sampai membuat dirinya tersudut. Ia kali ini kalah dengan ancaman sang suami yang baginya adalah musibah dan perkara terbesar jika hal itu terjadi. "Lebih ba
“Bella, selamat ya, aduh kamu beruntung loh. Menikah dengan Pak Edo.” “Iya, mana kaya raya, ganteng. Paket komplit, beruntung deh kamu.” Bella tersenyum mendengar komentar-komentar para temannya di hari bahagia ini. Walau berasal dari keluarga sederhana, Bella memang merasa dirinya adalah salah satu wanita beruntung karena dicintai oleh pria yang kini menjadi suaminya. Ia menoleh pada Edo yang berdiri di sampingnya dan tersenyum makin lebar. Pria dengan kulit hitam manis itu tersenyum lalu mengelus pucuk rambutnya.“Sayang,” ujar Bella. Hatinya sangat bahagia.“Ya, Nyonya Edo?” Sahutan suaminya membuat Bella tersipu.Hubungan keduanya sangat harmonis, apalagi Edo yang sama sekali tidak mempermasalahkan latar belakang Bella yang hanya lulusan SMA dan hanya bekerja sebagai SPG obat di sebuah mal. Edo yang bekerja di sebuah perusahaan besar pun jatuh cinta pada kelembutan Bella.“Apakah kita langsung ke hotel setelah ini?” tanya Bella setelahnya. Mereka masih berdiri di podi
Tuan El menoleh ke sumber suara. Wanita tua dengan baju asisten rumah tangga itu sudah berada di belakang Tuan El dengan wajah kebingungan. “Dia Bella, tolong gantikan baju untuknya, Bu!” titah Tuan El.“Baik, Tuan. Saya akan gantikan,” ujar Bu Siti. Ia tak berani banyak bertanya pada sang Tuan tentang wanita cantik yang dibawanya. Bu Siti mengikuti perintah sang tuan, menggantikan baju Bella. Wanita tua itu begitu terpesona dengan kulit bersih Bella. Ia yakin jika wanita di hadapannya adalah wanita spesial bagi Tuannya.Setelah itu Bu Siti kembali menemui Tuan El.“Tuan, sudah saya gantikan baju. Ada lagi?” tanya Bu Siti.“Tolong rahasiakan ini, saya mau Bu Siti mengurus Bella di sini. Selama saya tidaklah ada, tolong jangan biarkan dia pergi atau ke luar dari tempat ini.”“Baik Tuan.”Tian El kembali masuk kamar Bella. Ia duduk di sofa menunggu wanita itu bangun. Lalu, ia pun terlelap di sofa tanpa bantal. ***Keesokan paginya, Tuan El terbangun. Namun, Bella masih tert
“Kalian berdua sama saja!” Bella masih saja emosi jika membayangkan dirinya kini menjadi tahanan Tuan El. Pria arogan yang sesuka hati menggunakan tubuhnya untuk di nikmati. Bella menatap bengis Tuan El, tapi pria itu sedikit melunak saat melihat luka gores yang sengaja di buat Bella. “Tangan indah ini cukup sekali saja kau lukai, jangan sekali lagi mencoba menggores di bagian tubuh mana pun. Aku tidak suka hal itu. “ Bella memalingkan wajah, ia tak peduli dengan apa yang di katakan Tuan El. Ia sangat membenci pria itu. Apalagi saat dengan nafsu El menyentuhnya. Tuan El mengambil piring yang berisi bubur di meja, lalu menyiapkan untuk Bella makan. Dengan tangannya, pria itu pun membalikkan wajah Bella. “Makan, atau kau akan kurus dan tak berisi.” “Enggak ma—“ Belum selesai bicara, Tuan El sudah menyuapkan bubur itu ke mulut Bella. “Di buang, saya buat rumah sakit ini tidak beroperasi karena buat makan tidak enak buat kamu.” Terpaksa Bella memakan bubur itu walau mulutn
“Nona, percaya saja pada Tuan El, saat Tuan El datang membawa Nina Bella, Tuan meminta saya menggantikan pakaian Nona. Saya pastikan tidak ada yang terjadi dengan diri Nona Bella.”Bella masih menatap tidak percaya pada kedua orang di hadapannya. Jiwanya masih sedikit terguncang dengan apa yang diterimanya. Percaya pada orang pun baginya sangat sulit, apalagi dengan Tuan El.“Masa Nona tidak bisa membedakan, bagaimana rasanya jika memang sudah tersentuh oleh Tuan El. Misal, ada rasa nyeri di bagian kewanitaan Nona. Bercak darah atau sulit berjalan,” tambah Bu Siti.Apa yang di katakan Bu Siti membuat Bella mencoba merasa-rasa apa ada yang sakit di sekujur tubuhnya atau tidak. Namun, yang ia rasakan adalah rasa sakit di hati saja, bukan di bagian tubuhnya. Bella kembali menatap Tuan El, pria itu tak kalah bengis menatap dirinya. Tuduhan Bella membuat pria itu menyesal kenapa tak menyentuhnya saja.“Masih mau menuduhku?” Tuan El meninggikan suara. Bella hanya menunduk karena tak
Mendengar bentakan dari sang tuan, Bella pun menunduk. Pria itu kembali memanggil Bu Siti. Wanita tua itu pun sigap dan sudah berada di hadapan Tuan El.“Bu, apa mau ikut ke mal untuk membeli beberapa baju untuk Bella?” tanya Tuan El pada Bu Siti. “Capek, Tuan. Saya di sini saja.”“Baiklah.”Tuan El langsung menghampiri Bella, ia mengajak untuk membeli beberapa stel baju juga sepatu. Lalu, ia pun akan membelikan beberapa keperluan yang akan di gunakan Bella. Seperti ponsel atau beberapa keperluan wanita.Bella tidak bisa menolak, ia pun mengikuti langkah sang tuan. Walau merasa malas, tak ada pilihan lagi karena dirinya kini sedang menjadi tahanan pria bernama Elvaro.***Di sebuah pusat perbelanjaan, Bella menatap takjub kota besar yang memiliki banyak toko baju ternama. Ia pun terkesiap melihat harga yang tertera di baju itu. Saat melihatnya ia kembali menyimpan di tempat semula. “Ambil saja yang kau mau, tak usah seperti orang miskin. Aku bisa membeli semua baju di sini j
Tuan El begitu kesal menghadapi Bella yang sangat keras kepala. Bagaimana bisa ia bisa tertarik dengan wanita yang sepeti ini pikirnya. Bella masih menantang dengan netra hampir keluar. Begitu kesal dan entah bisa berbuat apa, Tuan El menarik leher Bella hingga bertatapan langsung, tapi ia kembali melepaskannya. Bella kembali berontak lalu menjauh di pojok pintu mobil dengan menatap jalanan. Air mata kembali deras mengalir. Melihat hal itu, Tuan El kembali mengacak-acak rambutnya. Dia benci melihat wanita menangis. “Apa tidak bisa kamu jangan selalu menggunakan air mata saat seperti ini, hah?” “Hanya itu yang bisa aku lakukan sebagai tahanan Tuan. Berontak pun, Tuan akan melakukan hal tak seronok. Rasanya, aku jijik saat Tuan menyentuhku!” Tatapan penuh kebencian begitu terlihat di sorot mata Bella saat menatap Tuan El. Bibir tipis itu bergetar saat mulai bicara. Benar katanya, tidak ada hal yang bisa dilakukannya selain menangisi takdirnya sebagai boneka pria kasar di sampingnya.
Setelah mendapat ancaman dari suaminya, Deswita pun diam. Kali ini apa yang di katakan Ferdinand membuat wanita itu tidak berkutik. Ibu dari Elvaro itu bungkam seribu bahasa dan memilih masuk kamar. Terdengar suara pintu begitu keras hingga membuat telinga sang suami perih. Ferdinan hanya menggeleng melihat apa yang di lakukan oleh Deswita. Ia sudah sangat muak dan tidak bisa mentolerir semua perbuatannya. Hanya itu yang bisa ia lakukan, mengancam dengan cara itu yang bisa membuatnya diam dan bungkam. Ferdinand pun terduduk lesu membayangkan bagaimana nasib Elvaro kini. Dengan kaki yang lumpuh, apa bisa dia melakukan aktivitas, pikirnya. Pria itu mendesah, mungkin besok ia bisa berpikir jernih jika sudah beristirahat.Sementara, di kamar Deswita beberapa kali bergumam kesal kenapa bisa hanya karena Bella sang suami dan anaknya sampai membuat dirinya tersudut. Ia kali ini kalah dengan ancaman sang suami yang baginya adalah musibah dan perkara terbesar jika hal itu terjadi. "Lebih ba
Bella menahan emosinya dengan ucapan Melani kali ini. Di hadapan semua orang mantan istri suaminya mencoba mempermalukan dirinya. Bella bukan wanita lemah seperti dulu, ia kini siap melawan siapapun yang ingin merusak rumah tangganya maksud Melani."Jangan mengarang cerita, anak yang kau kamu ini adalah anak Elvaro. Kamu pikir dengan mengatakan hal itu suamiku akan peduli dan lebih percaya dengan ucapan dari wanita yang berselingkuh di belakangnya."Wajah Melani mulai panik dengan setiap ucapan yang terlontar dari mulut Bella. Gimana bisa wanita kampung itu membuat dirinya tidak berkutik."Bahkan menunda punya anak dengan alasan karir padahal dirinya hanya ingin bebas bermain dengan pria manapun tanpa takut hamil dan tahu anak siapa yang akan ia kandung." Lagi Bella mulai mempermalukan Melani. Lagi Bella siapa yang memulai Ia yang harus menanggung semua resikonya.Elvaro meminta Bella untuk sabar dengan menggenggam tangannya. Sang suami meminta untuknya diam dan tidak meladeni setiap
Dua jam perjalanan, mereka akhirnya sampai di rumah. Bella menatap sekeliling halaman tempat di mana lima bulan lalu ia meninggalkannya. Sembari tersenyum, Bella menggenggam tangan sang suami lalu mendorong kursi rodanya masuk. Sekian lama akhirnya Bella sadar jika dirinya begitu merindukan rumah itu. Begitu pun dengan sang suami. Mereka pernah salah paham, tapi kini semua telah berlalu. Bella bersama Elvaro masuk ke kamar, dia tidak menyangka akan kembali ke kamarnya. Setelah itu ia mulai merapikan pakaiannya. Lalu, menghampiri sang suami yang kini duduk memperhatikannya dirinya."Kamu bahagia?" tanya Elvaro."Aku sangat bahagia apalagi bisa kembali bersama kamu dan merasa dicintai saat sedang hamil.""Kondisiku seperti ini tidak bisa berjalan," ujar Elvaro terlihat murung.Bella menggenggam tangan sang suami, dirinya tidak tega melihat Elvaro bersedih sepeti itu. Ia menyesal karena ulah Edo telah membuat Elvaro menderita.Bella mencoba menyajikan sang suami untuk tetap bersabar. Y
Walau masih sangat gengsi, Sinta pun menemui Bella di kamar. Ia pun langsung mengajak Bella berbicara empat mata. Memang harusnya dirinya ikut senang dengan permasalahan Bella yang sudah selesai. Bella pun sedikit canggung dengan kondisi keduanya setelah pertengkaran di rumah sakit kemarin."Aku tahu kalau semua yang terjadi salah. Aku pun mau mengakui jika memang selama ini aku begitu egois mementingkan perasaan sendiri dari pada kamu dan Mas Bagas."Sinta menatap kembali Bella yang masih bergeming di hadapannya. Apa yang terjadi kemarin sebenarnya masih membuat dirinya kecewa. Hanya saja, Bella sadar jika tidak usah memperpanjang masalah karena ia tahu sebenarnya Sinta itu orang baik.Sebenarnya tidak terpikirkan oleh Bella jika majikannya itu akan datang dan meminta maaf. "Sekali lagi aku meminta maaf, jika kamu tidak berkenan, setidaknya aku sudah meminta maaf." "Nyonya, sebelum itu aku pun mau meminta maaf. Aku paham apa yang di pikirkan oleh nyonya, hanya saja aku juga memili
Sementara, di ruangan tidak jauh dari ruang Elvaro, Sinta sedikit kecewa karena sang suami mengizinkan Bella untuk menemui sang suami. Ia mesti nggak rela ketika Bella kembali pada Elvaro."Kamu tidak bisa seperti itu, biarkan Bella bahagia. Kamu harusnya berusaha bagaimana bisa membahagiakan aku. Sadar Sin, tidak ada yang mustahil di hidup ini. Kamu dan anak kita akan sehat sampai lahir." Bagas berusaha tidak emosi saat bicara dengan Sinta yang sedang merajuk.Sinta membuang wajahnya, kecewa dengan apa yang dikatakan oleh Bagas suaminya. Kenapa harus ada Elvaro kembali ke hidup Bella pikirnya. Bagas pun tidak mengambil pusing, ia telah menemui sang dokter kondisi istri sudah lebih baik dan diperbolehkan untuk pulang. Dirinya tinggal menunggu Bella kembali agar membantunya berkemas.Bella sudah berjanji sebelum ia kembali pada sang suami dirinya akan menyelesaikan semua dengan baik bersama Sinta. Hanya saja mungkin sang istri belum bisa menerima dengan baik. "Kita akan pulang hari i
Dengan perasaan berdebar Bella bertahan di belakang David. Hingga David menyingkir dari ambang pintu, semua orang yang berada di dalam ruangan langsung tertuju pada Bella.Bella terpaku beberapa saat di ambang pintu. Tubuhnya memang berdiri tegak, tetapi rasanya seperti sedang berdiri tanpa tulang. Persendiannya seolah-olah hilang. Jika tidak bertahan, mungkin wanita itu akan jatuh melorot ke lantai.Tatapan Bella langsung tertuju pada seseorang yang terbaring lemah di atas ranjang. Dan sebaliknya, hingga mereka beradu pandang untuk beberapa saat. Rasa haru dan bahagia bercampur menjadi satu saat itu. Saat matanya kembali menatap laki-laki yang sangat dia sayang. Dia tidak menyangka jika akhirnya dia berada sedekat itu dengan sang suami. Sementara itu, di dalam ruangan tersebut, dua orang yang menemani Elvaro juga terkejut melihat kedatangan Bella yang sangat tiba-tiba.Mellisa dan Bu Siti saling pandang tidak percaya jika Bella kini ada di hadapan mereka. Bu Siti terutama, asisten r
Mata Elvaro terbuka setelah beberapa jam beristirahat. Pria itu mencoba menggerakkan tangan dan kakinya, rasa lemas masih dirasakan. Dia mencoba mengenali tempat sekeliling juga mengingat-ingat apa yang sebelumnya dia lakukan, hingga akhirnya perlahan memori ingatannya kembali. Elvaro melirik ke arah Mellisa dan David yang duduk di sofa. Saat sadar Elvaro sudah siuman keduanya segera beranjak menghampirinya. Mereka sangat senang terutama Mellisa. "Ada yang Tuan inginkan?" tanya David siaga. "Aku cuma mau ketemu Bella," jawab Elvaro. David terkesiap, tapi dia segera bersikap biasa. Padahal mereka saat ini ada di bawah atap yang sama, tapi David tak berani mengatakan yang sebenarnya jika Bella ada juga di rumah sakit ini. Ini karena Bella yang terus bilang belum siap. "Kita lanjutkan pencarian kalau Kakak sudah pulih!" Mellisa yang menjawab. Matanya menatap tajam ke arah kakaknya itu, mencebik kesal sebab kakaknya itu tampak tak peduli dengan kondisinya sendiri. "Benar, Tuan. Anda
Bella ke luar dari ruangan tempat Sinta dirawat. Dia segera mencari keberadaan Bagas. Untungnya pria itu belum terlalu jauh. Di tempatnya Bella bisa melihat ke arah mana pria itu berjalan. Dengan langkah kaki yang lebar, Bella segera mengejarnya. Hingga jarak mereka beberapa meter saja, Bella lekas memanggilnya."Tuan Bagas!" panggilnya.Bagas menoleh. Dia terkejut melihat Bella ngos-ngosan."Ada apa, Bella?" tanya Bagas seraya mengajak wanita itu duduk di kursi yang tersedia sepanjang koridor.Bella mengatur napas untuk beberapa saat. Dia tadi memang setengah berlari demi mengejar tuannya itu. Dan saat ini terlihat sekali dia kesulitan bernapas hingga menyulitkannya untuk bicara."Tuan mau ke mana?" tanya Bella kemudian dengan napas yang masih tersengal-sengal."Entahlah. Aku ingin mencari angin segar," jawab Bagas. Dia masih merasakan emosi yang tadi sempat meluap di ruang rawat istrinya."Tapi, sebaiknya Tuan temani saja Nyonya. Dia lebih membutuhkan Tuan saat ini," ungkap Bella. "
Saat itu Bella beranjak mencoba pergi sementara Sinta di tempatnya kebingungan. Ingin mencegah tapi tak kuasa. Hingga Bella nyaris benar-benar pergi, seseorang masuk membuka pintu. Tak lain dia adalah Bagas.Bagas menautkan kedua alisnya, merasa heran dengan atmosfer yang dia rasakan. Terasa canggung dan penuh emosi pada kedua wanita yang kini tengah menatapnya. Bagas pun akhirnya bertanya pada keduanya."Apa yang terjadi?" Bagas menatap heran Bella dan Sinta secara bergantian.Sinta segera tersenyum menyambut kedatangan suaminya. Dia merentangkan tangannya seakan-akan sudah menunggu suaminya itu sejak tadi."Hai, Sayang! Dari mana saja?"Sinta mengabaikan pertanyaan suaminya itu. Dia mencoba mengalihkan pembicaraan. Namun, Bagas tampak tak mudah terpedaya begitu saja. Dia tak menanggapi sambutan istrinya dan masih memasang wajah yang bertanya-tanya."Kami sedang bersitegang. Aku tak menyangka kalian mengecewakanku," ujar Bella tiba-tiba.Sinta langsung tercekat. Dia benar-benar tak p