Elvaro tidak pernah menduga jika masalah tentang Edo dan Bella akan mengusik pikirannya. Padahal ia memiliki segalanya bagaimana bisa dirinya harus takut kehilangan Bella.Dia bisa mendapatkan banyak wanita yang ia inginkan.Saat merebut Bella dari Edo. Namun kali ini ia merasa kalah iya sudah merasa jatuh cinta dan sulit melepaskan Bella. Tak rela rasanya jika sang istri harus kembali jatuh ke pelukan lelaki itu. Entahlah kali ini Elvaro tidak bisa melepaskan Bella. Jika Melanie dengan mudahnya ia lepaskan begitu saja, tetapi tidak dengan Bella batinnya menolak. Bahkan ia tidak percaya jika Bella berkhianat dan bersekongkol dengan mantan suaminya. Ya, hatinya terus bergejolak menolak hal tersebut. Bella bukan wanita seperti itu, Bella wanita pilihannya, kali ini dirinya tidak salah pilih. "Itu tidak mungkin," ujar Elvaro.Elvaro tidak menyangka jika ia akan bertemu dengan Edo kembali. Harusnya dulu ia menyingkirkan Edo dan memasukkannya ke dalam penjara. Maka hubungannya dan Bell
Elvaro masih menunggu kabar dari David, sayangnya kali ini asisten itu lama mendapatkan informasi perihal Edo, karena David harus keluar kota ada urusan yang tidak bisa ditinggalkan. Dirinya benar-benar tidak sabar untuk menunggu akan hal itu. Ingin segera membongkar drama Edo dan Bella yang menyita banyak pikirannya. Kesal ia, bimbang harus menunggu. Hidup dalam segala macam rasa curiga yang membelenggu. Ya, dirinya takkan membiarkan dibohongi kembali oleh seorang wanita. Cukup baginya perihal Melanie yang pertama tidak untuk kedua kalinya. Dahi Elvaro mengernyit, tak seperti biasa Bella tidak menyambutnya di depan pintu. Namun, ia tidak memedulikan perihal itu lagi pula dirinya sedang tidak ingin bertemu dengan Bella. Namun, seperti ada yang hilang, padahal dulu ia terbiasa pulang tanpa sambutan Bella. Mengapa sekarang terasa berbeda? Elvaro melangkah pelan, ia mulai melepaskan dasi yang dikenakan dan melipat kemeja panjangnya itu hingga siku. Tubuhnya cukup lelah. Kemacetan
Saat Melisa pulang ke rumah dia tidak menemukan Dion di rumahnya, ada Malika dengan asisten yang baru saja pulang dari kampung. Cinta itu mengambil ponsel di tasnya, ada sebuah pesan yang baru saja ia baca ternyata dari sang suami. "Sial, kenapa dia harus keluar kota lagi?" Alisa bergumam sendiri, dia emosi karena Dion tiba-tiba pergi ke luar kota. Melisa yakin suaminya pasti sudah menemui wanita itu. Sayangnya, detik ini dia belum menemukan titik terangnya.Dion kembali lolos dan Melisa kembali geram karena sama sekali tidak bisa menemukan akar dari masalahnya. Harusnya, ia terus mendekat pada sang suami. Hanya saja, ia merasa jijik jika membayangkan suaminya sedang tidur bersama wanita lain.Kembali dering ponselnya berbunyi, dia malas mengangkatnya. Namun ponsel itu terus berbunyi seolah-olah sedang terburu-buru.Merasa kesal ia melihat siapa yang menelponnya."David." Lihat nama asisten sang kakak di layar ponsel, Melisa pun langsung mengangkatnya."Iya, Vid. Ada apa?" tanya Mel
Bella tak habis ucapkan syukur saat melihat dua garis merah dalam tespek itu. Ia pun langsung keluar pada gue sama dokter dengan wajah semringah."Bagaimana hasilnya Bu, ya dari wajah Ibu ada sebuah kebahagiaan yang terpancar," tebak sang dokter."Iya Dok, bersyukur dua garis merah dalam tespek ini.""Kalau gitu kita cek ya Bu, silahkan tiduran dibantu oleh suster kita lihat lewat USG ya."Dibantu oleh suster Bella pun mengikuti apa yang dikatakan Dokter. Setelah diperiksa bila pun kembali mendengar penjelasan dokter. Usia kandungannya memasuki lima Minggu. "Saya berikan vitamin untuk ibu, kurangi aktivitas berat terutama berhubungan dengan suami karena kandungan Ibu masih sangat lemah. Di takutkan mengalami keguguran.""Baik Dok."Bella keluar dari ruangan dokter kandungan langsung ke farmasi untuk mengambil obat. Dia tidak hati bersyukur, ia akan mengabari suaminya sudah berada di rumah. "Aku harus ke swalayan juga, buah baik untuk ibu hamil, begitu juga susu hamil seperti aku h
Tangis Melissa terhenti saat mendengar ucapan David. Wanita itu melirik sinis, bagaimana bisa dirinya sedang terluka sedangkan pria itu malah mengajak bercanda. "Ini enggak lucu! Kamu tahu aku sedang terluka, kamu masih bisa bicara itu hah? Di mana si hati kamu?" "Aku hanya ingin menghibur agar kamu tidak terlarut dalam kesedihan yang seharusnya enggak kamu tangisi." "Jadi aku harus apa?" Tiba-tiba Melisa kembali menagis dan memukul-mukul tubuh David sebagai pelampiasan karena Dion. David membiarkan Melisa terus memukulinya agar tenang."Kenapa harus aku yang mengalami kegagalan. Aku begitu percaya pada dia, balasannya apa?"Lagi tangis itu terdengar di telinga David. Dia kembali mencoba membuatnya tenang. Lebih baik ia mengajaknya pulang dari pada terus menangis dan membuatnya pusing.Sementara itu, Dion mencoba menelepon Mellisa. Namun, sang istri tidak akan menjawabnya karena memang sudah tak mau di ganggu. "Mas, sudahlah. Bukannya kamu mau kalau berpisah dengan istri kamu it
Sejak dalam perjalanan, semakin saja gelisah. Ia mencoba berpikir tenang, tapi bagaimana pun hatinya tidak akan bisa tenang. Sesampainya di rumah Bella langsung masuk dan menghampiri Bu Siti. Ia tidak melihat mobil Elvaro yang sudah terparkir, sepertinya sang suami belum juga sampai. "Tuan belum sampai?" tanya Bella."Belum, Nyonya. Tapi, tadi Tuan telepon. Dia menayangkan soal Nyonya Bella, pas Bu Siti bilang ke rumah sakit nada suara tuan tinggi"Bella yakin sudah pasti jika Ibu mertuanya sudah memberi tahu semua yang terjadi saat pertemuan mereka. Apapun yang terjadi nanti, Bella akan menerima semuanya dengan lapang dada. tidak mudah menjelaskan pada Elvaro, apalagi sang suami sedang emosi. Hal ini tidak mudah meyakinkan sang suami jika tidak ada yang terjadi sesuatu antara dirinya dan Edo."Aduh Ibu jadi gak enak sama Nyonya. Harusnya ibunya ke rumah sakit," ujar Bu Siti merasa bersalah."Ini bukan kesalahan Bu Siti," ucap Bella.Bella kemudian menceritakan apa yang sedang t
Mendengar ucapan Deswita, Bu Siti merasa tidak baik-baik saja hatinya. Apalagi yang merasakan juga apa yang dirasakan Bella, sudah pasti sangat terluka. Wajah Bella terlihat sangat pucat, ia merasa sedih bercampur kecewa melihat perubahan sang suami. "Dia wanita kampung, mau di dandani atau di rubah seperti apapun tetap akan menjadi wanita kampung. Tidak akan pernah menjadi Nyonya besar."Bella bangkit dia mencoba berdiri dengan tegap, tubuhnya terasa sangat lemah tapi ia mencoba untuk kuat demi harga dirinya di hadapan ibu mertua dan suaminya."Aku tidak pernah meminta menjadi Nyonya, tapi sebuah keadaan yang memaksa aku untuk datang ke sini dan menjadi Nyonya. Mungkin harusnya aku sadar diri, karena wanita seperti aku memang tidak pantas untuk Tuan Elvaro."Cukup kesabaran Bela, ia tidak sudi dihina terus-menerus. Hanya sekarang sebuah kesalahpahaman, sang suami sama sekali tidak ingin mendengar ia menjelaskan penjelasannya.Baginya, untuk apa tetap di situ jika tidak ada sebuah k
Setelah masuk ke ruangan Elvaro, keduanya tidak saling bicara dalam beberapa menit. Tidak ada kata yang keluar dari mulut mereka berdua. Hanya hembusan nafas David yang begitu panjang. "Apa ada yang saya tidak tahu Tuan?" tanya David memberanikan diri.Akhirnya Elvaro menatap David yang sedang berada di hadapannya. Tidak mengerti mengapa asisten itu bisa datang di saat seperti ini padahal Ia sama sekali tidak menghubunginya.Seharusnya David masih berada di Bogor, tapi pria itu malah gini berada di hadapannya dan bertanya seolah-olah dia tahu sesuatu."Kenapa kamu ada di sini? Bukankah kamu sudah menjalani proyek di Bogor?" tanya Elvaro dengan nada tegas.David menceritakan apa yang sedang terjadi. Bagaimana bisa dia bisa datang ke sini dan juga tentang perselingkuhan Dion yang tiba-tiba saja terbongkar karena ketidaksengajaan mereka bertemu. Sesuatu yang sedang ia jalankan juga adalah perintah untuk mencari tahu tentang Dion. David merasa bersalah karena tidak mencari tahu lebih da
Setelah mendapat ancaman dari suaminya, Deswita pun diam. Kali ini apa yang di katakan Ferdinand membuat wanita itu tidak berkutik. Ibu dari Elvaro itu bungkam seribu bahasa dan memilih masuk kamar. Terdengar suara pintu begitu keras hingga membuat telinga sang suami perih. Ferdinan hanya menggeleng melihat apa yang di lakukan oleh Deswita. Ia sudah sangat muak dan tidak bisa mentolerir semua perbuatannya. Hanya itu yang bisa ia lakukan, mengancam dengan cara itu yang bisa membuatnya diam dan bungkam. Ferdinand pun terduduk lesu membayangkan bagaimana nasib Elvaro kini. Dengan kaki yang lumpuh, apa bisa dia melakukan aktivitas, pikirnya. Pria itu mendesah, mungkin besok ia bisa berpikir jernih jika sudah beristirahat.Sementara, di kamar Deswita beberapa kali bergumam kesal kenapa bisa hanya karena Bella sang suami dan anaknya sampai membuat dirinya tersudut. Ia kali ini kalah dengan ancaman sang suami yang baginya adalah musibah dan perkara terbesar jika hal itu terjadi. "Lebih ba
Bella menahan emosinya dengan ucapan Melani kali ini. Di hadapan semua orang mantan istri suaminya mencoba mempermalukan dirinya. Bella bukan wanita lemah seperti dulu, ia kini siap melawan siapapun yang ingin merusak rumah tangganya maksud Melani."Jangan mengarang cerita, anak yang kau kamu ini adalah anak Elvaro. Kamu pikir dengan mengatakan hal itu suamiku akan peduli dan lebih percaya dengan ucapan dari wanita yang berselingkuh di belakangnya."Wajah Melani mulai panik dengan setiap ucapan yang terlontar dari mulut Bella. Gimana bisa wanita kampung itu membuat dirinya tidak berkutik."Bahkan menunda punya anak dengan alasan karir padahal dirinya hanya ingin bebas bermain dengan pria manapun tanpa takut hamil dan tahu anak siapa yang akan ia kandung." Lagi Bella mulai mempermalukan Melani. Lagi Bella siapa yang memulai Ia yang harus menanggung semua resikonya.Elvaro meminta Bella untuk sabar dengan menggenggam tangannya. Sang suami meminta untuknya diam dan tidak meladeni setiap
Dua jam perjalanan, mereka akhirnya sampai di rumah. Bella menatap sekeliling halaman tempat di mana lima bulan lalu ia meninggalkannya. Sembari tersenyum, Bella menggenggam tangan sang suami lalu mendorong kursi rodanya masuk. Sekian lama akhirnya Bella sadar jika dirinya begitu merindukan rumah itu. Begitu pun dengan sang suami. Mereka pernah salah paham, tapi kini semua telah berlalu. Bella bersama Elvaro masuk ke kamar, dia tidak menyangka akan kembali ke kamarnya. Setelah itu ia mulai merapikan pakaiannya. Lalu, menghampiri sang suami yang kini duduk memperhatikannya dirinya."Kamu bahagia?" tanya Elvaro."Aku sangat bahagia apalagi bisa kembali bersama kamu dan merasa dicintai saat sedang hamil.""Kondisiku seperti ini tidak bisa berjalan," ujar Elvaro terlihat murung.Bella menggenggam tangan sang suami, dirinya tidak tega melihat Elvaro bersedih sepeti itu. Ia menyesal karena ulah Edo telah membuat Elvaro menderita.Bella mencoba menyajikan sang suami untuk tetap bersabar. Y
Walau masih sangat gengsi, Sinta pun menemui Bella di kamar. Ia pun langsung mengajak Bella berbicara empat mata. Memang harusnya dirinya ikut senang dengan permasalahan Bella yang sudah selesai. Bella pun sedikit canggung dengan kondisi keduanya setelah pertengkaran di rumah sakit kemarin."Aku tahu kalau semua yang terjadi salah. Aku pun mau mengakui jika memang selama ini aku begitu egois mementingkan perasaan sendiri dari pada kamu dan Mas Bagas."Sinta menatap kembali Bella yang masih bergeming di hadapannya. Apa yang terjadi kemarin sebenarnya masih membuat dirinya kecewa. Hanya saja, Bella sadar jika tidak usah memperpanjang masalah karena ia tahu sebenarnya Sinta itu orang baik.Sebenarnya tidak terpikirkan oleh Bella jika majikannya itu akan datang dan meminta maaf. "Sekali lagi aku meminta maaf, jika kamu tidak berkenan, setidaknya aku sudah meminta maaf." "Nyonya, sebelum itu aku pun mau meminta maaf. Aku paham apa yang di pikirkan oleh nyonya, hanya saja aku juga memili
Sementara, di ruangan tidak jauh dari ruang Elvaro, Sinta sedikit kecewa karena sang suami mengizinkan Bella untuk menemui sang suami. Ia mesti nggak rela ketika Bella kembali pada Elvaro."Kamu tidak bisa seperti itu, biarkan Bella bahagia. Kamu harusnya berusaha bagaimana bisa membahagiakan aku. Sadar Sin, tidak ada yang mustahil di hidup ini. Kamu dan anak kita akan sehat sampai lahir." Bagas berusaha tidak emosi saat bicara dengan Sinta yang sedang merajuk.Sinta membuang wajahnya, kecewa dengan apa yang dikatakan oleh Bagas suaminya. Kenapa harus ada Elvaro kembali ke hidup Bella pikirnya. Bagas pun tidak mengambil pusing, ia telah menemui sang dokter kondisi istri sudah lebih baik dan diperbolehkan untuk pulang. Dirinya tinggal menunggu Bella kembali agar membantunya berkemas.Bella sudah berjanji sebelum ia kembali pada sang suami dirinya akan menyelesaikan semua dengan baik bersama Sinta. Hanya saja mungkin sang istri belum bisa menerima dengan baik. "Kita akan pulang hari i
Dengan perasaan berdebar Bella bertahan di belakang David. Hingga David menyingkir dari ambang pintu, semua orang yang berada di dalam ruangan langsung tertuju pada Bella.Bella terpaku beberapa saat di ambang pintu. Tubuhnya memang berdiri tegak, tetapi rasanya seperti sedang berdiri tanpa tulang. Persendiannya seolah-olah hilang. Jika tidak bertahan, mungkin wanita itu akan jatuh melorot ke lantai.Tatapan Bella langsung tertuju pada seseorang yang terbaring lemah di atas ranjang. Dan sebaliknya, hingga mereka beradu pandang untuk beberapa saat. Rasa haru dan bahagia bercampur menjadi satu saat itu. Saat matanya kembali menatap laki-laki yang sangat dia sayang. Dia tidak menyangka jika akhirnya dia berada sedekat itu dengan sang suami. Sementara itu, di dalam ruangan tersebut, dua orang yang menemani Elvaro juga terkejut melihat kedatangan Bella yang sangat tiba-tiba.Mellisa dan Bu Siti saling pandang tidak percaya jika Bella kini ada di hadapan mereka. Bu Siti terutama, asisten r
Mata Elvaro terbuka setelah beberapa jam beristirahat. Pria itu mencoba menggerakkan tangan dan kakinya, rasa lemas masih dirasakan. Dia mencoba mengenali tempat sekeliling juga mengingat-ingat apa yang sebelumnya dia lakukan, hingga akhirnya perlahan memori ingatannya kembali. Elvaro melirik ke arah Mellisa dan David yang duduk di sofa. Saat sadar Elvaro sudah siuman keduanya segera beranjak menghampirinya. Mereka sangat senang terutama Mellisa. "Ada yang Tuan inginkan?" tanya David siaga. "Aku cuma mau ketemu Bella," jawab Elvaro. David terkesiap, tapi dia segera bersikap biasa. Padahal mereka saat ini ada di bawah atap yang sama, tapi David tak berani mengatakan yang sebenarnya jika Bella ada juga di rumah sakit ini. Ini karena Bella yang terus bilang belum siap. "Kita lanjutkan pencarian kalau Kakak sudah pulih!" Mellisa yang menjawab. Matanya menatap tajam ke arah kakaknya itu, mencebik kesal sebab kakaknya itu tampak tak peduli dengan kondisinya sendiri. "Benar, Tuan. Anda
Bella ke luar dari ruangan tempat Sinta dirawat. Dia segera mencari keberadaan Bagas. Untungnya pria itu belum terlalu jauh. Di tempatnya Bella bisa melihat ke arah mana pria itu berjalan. Dengan langkah kaki yang lebar, Bella segera mengejarnya. Hingga jarak mereka beberapa meter saja, Bella lekas memanggilnya."Tuan Bagas!" panggilnya.Bagas menoleh. Dia terkejut melihat Bella ngos-ngosan."Ada apa, Bella?" tanya Bagas seraya mengajak wanita itu duduk di kursi yang tersedia sepanjang koridor.Bella mengatur napas untuk beberapa saat. Dia tadi memang setengah berlari demi mengejar tuannya itu. Dan saat ini terlihat sekali dia kesulitan bernapas hingga menyulitkannya untuk bicara."Tuan mau ke mana?" tanya Bella kemudian dengan napas yang masih tersengal-sengal."Entahlah. Aku ingin mencari angin segar," jawab Bagas. Dia masih merasakan emosi yang tadi sempat meluap di ruang rawat istrinya."Tapi, sebaiknya Tuan temani saja Nyonya. Dia lebih membutuhkan Tuan saat ini," ungkap Bella. "
Saat itu Bella beranjak mencoba pergi sementara Sinta di tempatnya kebingungan. Ingin mencegah tapi tak kuasa. Hingga Bella nyaris benar-benar pergi, seseorang masuk membuka pintu. Tak lain dia adalah Bagas.Bagas menautkan kedua alisnya, merasa heran dengan atmosfer yang dia rasakan. Terasa canggung dan penuh emosi pada kedua wanita yang kini tengah menatapnya. Bagas pun akhirnya bertanya pada keduanya."Apa yang terjadi?" Bagas menatap heran Bella dan Sinta secara bergantian.Sinta segera tersenyum menyambut kedatangan suaminya. Dia merentangkan tangannya seakan-akan sudah menunggu suaminya itu sejak tadi."Hai, Sayang! Dari mana saja?"Sinta mengabaikan pertanyaan suaminya itu. Dia mencoba mengalihkan pembicaraan. Namun, Bagas tampak tak mudah terpedaya begitu saja. Dia tak menanggapi sambutan istrinya dan masih memasang wajah yang bertanya-tanya."Kami sedang bersitegang. Aku tak menyangka kalian mengecewakanku," ujar Bella tiba-tiba.Sinta langsung tercekat. Dia benar-benar tak p