Tangis Melissa terhenti saat mendengar ucapan David. Wanita itu melirik sinis, bagaimana bisa dirinya sedang terluka sedangkan pria itu malah mengajak bercanda. "Ini enggak lucu! Kamu tahu aku sedang terluka, kamu masih bisa bicara itu hah? Di mana si hati kamu?" "Aku hanya ingin menghibur agar kamu tidak terlarut dalam kesedihan yang seharusnya enggak kamu tangisi." "Jadi aku harus apa?" Tiba-tiba Melisa kembali menagis dan memukul-mukul tubuh David sebagai pelampiasan karena Dion. David membiarkan Melisa terus memukulinya agar tenang."Kenapa harus aku yang mengalami kegagalan. Aku begitu percaya pada dia, balasannya apa?"Lagi tangis itu terdengar di telinga David. Dia kembali mencoba membuatnya tenang. Lebih baik ia mengajaknya pulang dari pada terus menangis dan membuatnya pusing.Sementara itu, Dion mencoba menelepon Mellisa. Namun, sang istri tidak akan menjawabnya karena memang sudah tak mau di ganggu. "Mas, sudahlah. Bukannya kamu mau kalau berpisah dengan istri kamu it
Sejak dalam perjalanan, semakin saja gelisah. Ia mencoba berpikir tenang, tapi bagaimana pun hatinya tidak akan bisa tenang. Sesampainya di rumah Bella langsung masuk dan menghampiri Bu Siti. Ia tidak melihat mobil Elvaro yang sudah terparkir, sepertinya sang suami belum juga sampai. "Tuan belum sampai?" tanya Bella."Belum, Nyonya. Tapi, tadi Tuan telepon. Dia menayangkan soal Nyonya Bella, pas Bu Siti bilang ke rumah sakit nada suara tuan tinggi"Bella yakin sudah pasti jika Ibu mertuanya sudah memberi tahu semua yang terjadi saat pertemuan mereka. Apapun yang terjadi nanti, Bella akan menerima semuanya dengan lapang dada. tidak mudah menjelaskan pada Elvaro, apalagi sang suami sedang emosi. Hal ini tidak mudah meyakinkan sang suami jika tidak ada yang terjadi sesuatu antara dirinya dan Edo."Aduh Ibu jadi gak enak sama Nyonya. Harusnya ibunya ke rumah sakit," ujar Bu Siti merasa bersalah."Ini bukan kesalahan Bu Siti," ucap Bella.Bella kemudian menceritakan apa yang sedang t
Mendengar ucapan Deswita, Bu Siti merasa tidak baik-baik saja hatinya. Apalagi yang merasakan juga apa yang dirasakan Bella, sudah pasti sangat terluka. Wajah Bella terlihat sangat pucat, ia merasa sedih bercampur kecewa melihat perubahan sang suami. "Dia wanita kampung, mau di dandani atau di rubah seperti apapun tetap akan menjadi wanita kampung. Tidak akan pernah menjadi Nyonya besar."Bella bangkit dia mencoba berdiri dengan tegap, tubuhnya terasa sangat lemah tapi ia mencoba untuk kuat demi harga dirinya di hadapan ibu mertua dan suaminya."Aku tidak pernah meminta menjadi Nyonya, tapi sebuah keadaan yang memaksa aku untuk datang ke sini dan menjadi Nyonya. Mungkin harusnya aku sadar diri, karena wanita seperti aku memang tidak pantas untuk Tuan Elvaro."Cukup kesabaran Bela, ia tidak sudi dihina terus-menerus. Hanya sekarang sebuah kesalahpahaman, sang suami sama sekali tidak ingin mendengar ia menjelaskan penjelasannya.Baginya, untuk apa tetap di situ jika tidak ada sebuah k
Setelah masuk ke ruangan Elvaro, keduanya tidak saling bicara dalam beberapa menit. Tidak ada kata yang keluar dari mulut mereka berdua. Hanya hembusan nafas David yang begitu panjang. "Apa ada yang saya tidak tahu Tuan?" tanya David memberanikan diri.Akhirnya Elvaro menatap David yang sedang berada di hadapannya. Tidak mengerti mengapa asisten itu bisa datang di saat seperti ini padahal Ia sama sekali tidak menghubunginya.Seharusnya David masih berada di Bogor, tapi pria itu malah gini berada di hadapannya dan bertanya seolah-olah dia tahu sesuatu."Kenapa kamu ada di sini? Bukankah kamu sudah menjalani proyek di Bogor?" tanya Elvaro dengan nada tegas.David menceritakan apa yang sedang terjadi. Bagaimana bisa dia bisa datang ke sini dan juga tentang perselingkuhan Dion yang tiba-tiba saja terbongkar karena ketidaksengajaan mereka bertemu. Sesuatu yang sedang ia jalankan juga adalah perintah untuk mencari tahu tentang Dion. David merasa bersalah karena tidak mencari tahu lebih da
Melisa hanya tersenyum mendengar sang Ibu begitu percaya diri saat mengatakan jika Alvaro akan mengikuti apa yang diinginkannya. Padahal wanita itu lupa saat Elvaro ingin menikahi Bella, sang kakak sama sekali tidak menggubris ucapan ibunya."Kita lihat saja, jangan terlalu percaya diri. Aku takutnya Mama kecewa lalu sakit hati," ujar Melissa.Deswita tidak mendengarkan ucapan sang anak, wanita dengan blus merah itu langsung masuk ke dalam kamar untuk membersihkan dirinya karena sudah terlalu gerah. Sementara Melisa Masih bersama sang ayah di ruang tamu. Melisa sedang membicarakan tentang Dion, sejujurnya ia tidak mau mengatakan hal itu namun semua harus diketahui sang ayah karena ia tidak tahu harus mengatakan pada siapa lagi. Tidak mungkin ia mengadu pada ibunya apalagi Elvaro yang sedang patah hati yang kecewa.Ferdinand begitu marah pendengar apa yang diceritakan oleh Putrinya. Selama ini dia percaya pada Dion, tapi kenyataannya pria itu malah melakukan hal di luar dugaan. Sepert
Bella bergeming memikirkan ucapan Amelia. Apa ia harus dibangun dari tidur dan meratapi kenyataan kalau memang benar apa yang dikatakan oleh teman lamanya itu. Namun, hati kecilnya mengatakan Elvaro tidak seperti itu. Pria itu baik, hanya saja kesalahpahaman membuat Tuan El tidak bisa berpikir dengan baik. Bara api cemburu membuatnya tidak bisa memendam emosi hingga membuat iya begitu saja membiarkan Bella pergi dari rumahnya.Tangis Bella tak henti meratapi nasibnya, iya seolah-olah tidak percaya jika Tuan El seperti yang di katakan Amalia. Beberapa bulan lamanya bersama dengan pria itu membuat kenangan sendiri baginya."Kamu bisa kuat Bel, daripada kamu memikirkan pria itu lebih baik kita memulai hidup baru. Ada lowongan sebagai asisten rumah tangga di tempat aku bekerja dulu. Apa kamu mau bekerja di sana?" Bella mengangguk tidak ada cara lain untuk menghidupi dirinya selain dia bekerja. Sebuah ketakutan, apa mereka mau menerima dirinya sedang berbadan dua."Jangan bilang kamu su
"Hamil? Kamu pikir Bella hamil?" Wajah Elvaro berubah seketika menjadi pucat."Iya kemungkinan Nyonya hamil. Beberapa hari ini tubuhnya terlihat sangat kurus karena dia kurang makan, lalu wajahnya pucat. Apa Tuan tidak memperhatikannya selama ini?"Tuan El bergeming, memang benar dalam beberapa hari ini dia tidak memperhatikan sang istri karena sudah mulai terpengaruh oleh ucapan Edo.Bahkan ia sama sekali tidak menyapa atau memberikan kabar saat dia berada di kantor seperti biasanya. Pulang dari bekerja Ia mandi, makan lalu tidur tanpa memperhatikan perubahan dari diri Bella.Tuan El mencoba untuk menghilangkan pikiran buruk tentang Bella."Dia tidak hamil, mungkin saja memang dia lagi sudah tidak enak badan. Kalau pun dia hamil, pasti Bella akan minta pertanggungjawaban aku dan tidak pergi dari rumah ini.""Tapi mungkin saja dia tidak mengatakannya karena takut," ujar Bu Siti."Takut apa?""Takut Tuan tidak percaya kalau dia hamil lalu menuduhnya itu adalah anak dari pria lain." Ka
Bella menarik nafas ia harus memikirkan setidaknya dalam beberapa waktu. Akan tetapi, calon majikan ini tidak mau menunggu untuk waktu yang lama. Amalia pun paham saat melihat Bella seperti kebingungan. Ia berharap sahabatnya itu dapat mengambil keputusan yang memang sudah dia pikirkan dengan matang."Bagaimana Bella, apa kamu sudah mengalami keputusan dalam waktu singkat?"Sinta masih menunggu jawaban dari Bella, wanita itu begitu lembut dalam berbicara. Ia memilih untuk duduk dan menunggu biarlah memberikan jawabannya. Apapun jawaban yang akan diberikan Bella, tapi sejujurnya ia sangat mengharapkan wanita itu menjadi asistennya."Boleh saya bicara dengan Amalia sebentar nyonya?" pinta Bella."Silakan saja."Bella mengajak Amalia untuk bicara sebentar dan menjauh dari Nyonya Sinta. Bella takut keputusannya itu salah. "Apa keputusan kamu Bel," tanya Amalia."Aku takut keputusan aku ini salah, sejujurnya aku sangat membutuhkan pekerjaan ini. Kembali menyelesaikan masalahku dengan Elv