"Hamil? Kamu pikir Bella hamil?" Wajah Elvaro berubah seketika menjadi pucat."Iya kemungkinan Nyonya hamil. Beberapa hari ini tubuhnya terlihat sangat kurus karena dia kurang makan, lalu wajahnya pucat. Apa Tuan tidak memperhatikannya selama ini?"Tuan El bergeming, memang benar dalam beberapa hari ini dia tidak memperhatikan sang istri karena sudah mulai terpengaruh oleh ucapan Edo.Bahkan ia sama sekali tidak menyapa atau memberikan kabar saat dia berada di kantor seperti biasanya. Pulang dari bekerja Ia mandi, makan lalu tidur tanpa memperhatikan perubahan dari diri Bella.Tuan El mencoba untuk menghilangkan pikiran buruk tentang Bella."Dia tidak hamil, mungkin saja memang dia lagi sudah tidak enak badan. Kalau pun dia hamil, pasti Bella akan minta pertanggungjawaban aku dan tidak pergi dari rumah ini.""Tapi mungkin saja dia tidak mengatakannya karena takut," ujar Bu Siti."Takut apa?""Takut Tuan tidak percaya kalau dia hamil lalu menuduhnya itu adalah anak dari pria lain." Ka
Bella menarik nafas ia harus memikirkan setidaknya dalam beberapa waktu. Akan tetapi, calon majikan ini tidak mau menunggu untuk waktu yang lama. Amalia pun paham saat melihat Bella seperti kebingungan. Ia berharap sahabatnya itu dapat mengambil keputusan yang memang sudah dia pikirkan dengan matang."Bagaimana Bella, apa kamu sudah mengalami keputusan dalam waktu singkat?"Sinta masih menunggu jawaban dari Bella, wanita itu begitu lembut dalam berbicara. Ia memilih untuk duduk dan menunggu biarlah memberikan jawabannya. Apapun jawaban yang akan diberikan Bella, tapi sejujurnya ia sangat mengharapkan wanita itu menjadi asistennya."Boleh saya bicara dengan Amalia sebentar nyonya?" pinta Bella."Silakan saja."Bella mengajak Amalia untuk bicara sebentar dan menjauh dari Nyonya Sinta. Bella takut keputusannya itu salah. "Apa keputusan kamu Bel," tanya Amalia."Aku takut keputusan aku ini salah, sejujurnya aku sangat membutuhkan pekerjaan ini. Kembali menyelesaikan masalahku dengan Elv
Dalam perjalanan hendak ke kantor David menerima telepon dari Elvaro. Iya langsung memberhentikan mobilnya dan memikirkan di pinggir jalan. "Iya, nanti saya akan ke rumah bos. Sepertinya agak sore saya akan bertemu dengan beberapa klien. Bagaimana?""Oke saya tunggu."David menyimpan kembali ponselnya di saku setelah Elvaro menutup panggilan telepon itu. Kali ini dia merasa begitu pusing menghadapi Bos besarnya itu karena pria itu sedang galau. Beberapa tugas yang seharusnya dikerjakan oleh pria itu malah diberikan padanya hingga membuat pekerjaan yang semakin menumpuk."Bagaimana aku bisa memiliki kekasih kalau setiap Bos galau selalu aku yang menjadi tumpuannya. Tapi tidak masalah asal rekeningku langsung gendut." David bergumam sendiri dan tersenyum sembari menatap spion mobil.Seketika senyumnya hilang saat tidak sengaja netra itu menangkap sosok yang membuat sang bosnya sakit kepala. David pun langsung turun dari mobil dan mengejar wanita yang dia pikir adalah Bella."Bella, tun
David terus memaksa Bella untuk ikut dengannya, sayangnya Bella menolak tegas permintaan asisten sama suami. Alasannya sama dirinya tidak mau mendapat kekecewaan kembali. "Kalau kamu menghindar tidak akan menyelesaikan masalah," bujuk David kembali."Aku wanita, seharusnya aku yang dirayu bukan dia. Harusnya dia percaya jika memang benar-benar mencintai aku, bukan malah ikut terpanasi oleh ucapan Edo juga ibunya." David tidak bisa berbicara apapun karena yang dikatakan Bella adalah sebuah kebenaran. Sama suami harusnya percaya pada istrinya, begitu saja percaya dengan ucapan orang lain. David pun tidak bisa menahan Bella untuk tetap bersamanya dan membicarakan tentang sang suami. Mengambil tas yang bergegas untuk pergi dari kafe itu. Bella mengambil keputusan untuk tidak bertemu dengan Elvaro. Semua itu sudah dia pikirkan matang-matang dan memilih untuk mengurus bayi dalam kandungannya sendiri. Bella menuju taksi yang sudah ia pesan, mengambil keputusan itu. Akan tetapi ia harus
Lagi-lagi Bella tidak bisa berbohong pada Nyonya Sinta. Bella ingin sekali menceritakan hal yang sesungguhnya, tapi ia takut jika suatu saat bertemu dengan Elvaro dan pria itu marah karena dirinya menceritakan masalahnya dengan orang lain.Bella merasa tidak enak karena melihat Nyonya Sinta menunggu jawaban darinya. Ia memutar otak untuk mencari alasan yang tepat."Kalau kamu tidak mau bercerita tidak masalah," ujar wanita itu."Nyonya, sebenarnya bukan aku tidak bisa bertemu dengan suamiku. Ada kesalahpahaman yang membuat aku dan dia harus berpisah. Namun, sebenarnya jika kami mau salah paham itu bisa kita bicarakan asal dia sudah meredakan egonya.""Apa setelah itu kalian bercerai?" tanya Nyonya Sinta.Bella menggeleng, iya memejamkan mata membayangkan kini suami mungkin sedang bahagia karena dirinya sudah pergi di rumah itu. Nyonya Sinta bingung saat Bella mengambil keputusan untuk pergi tanpa membicarakan permasalahan mereka sampai selesai."Masalah kalian belum selesai, apa dia t
"jangan terlalu ikut campur masalah pribadi saya," ujar Elvaro.Elvaro tidak suka saat David mempertanyakan hal itu karena dirinya juga tidak bisa menjawab apakah akan berujung perceraian atau tidak dengan Bella. Sedangkan saat ini ia masih terus saja memikirkan sang istri.Dirinya masih bingung, bahkan ia tidak tahu harus berbuat apa saat ini. Semua pekerjaan bahkan ia limpahkan pada David karena otaknya tidak mampu bekerja untuk berpikir tentang pekerjaan selain masalah yang dengan Bella."Bukan ikut campur, walau rekening gendut tetap saja pekerjaan tambah banyak dan menumpuk. Hanya membuat pusing saja, kalau saya sudah berumah tangga mungkin istri saya akan melarang untuk ikut campur urusan si bos."Elvaro tidak menanggapi ucapan David, ia kembali duduk dan mencoba memperhatikan beberapa file di meja lalu kembali melirik laptopnya. "Shit!" David menoleh, ia sedikit terkesiap mendengar sang bos berteriak kesal. "Sepertinya kamu kembali saja ke ruangan. Saya pusing ada kamu di si
"Bel, kamu sedang bicara dengan siapa?" Bella terkesiap saat mendengar namanya di panggil. Ia tidak sadar kalau Sinta berada di sampingnya. Bella merasa tidak enak karena bergumam tentang ibu mertua Nyonya Sinta."Saya dengar semua loh Bell," ucap Nyonya Sinta.Wanita itu tampak tersenyum tanpa memperlihatkan gurat sedih di wajahnya. Ia tahu mungkin orang-orang akan mengasihi dirinya jika mendengar ucapan dari ibu mertuanya yang begitu jahat."Maaf Nyonya Sinta aku tidak sengaja mendengarnya.""Tidak masalah, rahasia umum ibu mertua dan iparku seperti itu. Bahkan salah satu alasan aku pindah ke Bandung itu untuk menghindari mereka. Harusnya sih mereka memberikan aku support, tapi malah menjatuhkan mentalku dengan sengaja mengenalkan beberapa wanita pada suamiku."Bella bergeming mendengar ucapan dari Nyonya Sinta ia pun teringat dengan sang suami. Mungkin saat ini Ibu mertuanya juga sedang sibuk memperkenalkan wanita-wanita cantik untuk menggantikan posisi dirinya.Bella tersadar da
"Siapa yang menyuruhmu? Katakan dengan jelas!" Elvaro kembali menghajar tubuh Edo hingga kembali tersungkur di lantai.Elvaro kembali menahan emosinya jika tidak saat itu Edo akan mati di tangannya. Edo terlihat begitu lemah, mantan suami Bella itu sudah tidak bisa bangkit atau berjalan."Tuan jangan bunuh saya Tuan. Saya hanya mengikuti perintah dari Nyonya Deswita."Saat itu pun Edo pingsan, sedangkan Elvaro begitu geram dengan apa yang terlontar dari mulut Edo. Tidak menyangka dalang dari semua ini adalah ibunya. "Buang dia jalanan!" titah Elvaro.Elvaro pun langsung beranjak dari tempat itu menuju rumah sang ibu. Tidak ada toleransi dengan sikapnya yang telah merusak rumah tangganya. Ia menyesal kenapa saat itu tidak percaya dan mendengar semua yang dikatakan Bella. "Berengsek!" Emosinya jangan memuncak, kenapa ia bisa sebodoh itu percaya dengan ucapan sang Ibu padahal Ia tahu memang wanita yang melahirkannya itu tidak menyukai sang istri dan berniat memisahkannya.Elvaro menco
Setelah mendapat ancaman dari suaminya, Deswita pun diam. Kali ini apa yang di katakan Ferdinand membuat wanita itu tidak berkutik. Ibu dari Elvaro itu bungkam seribu bahasa dan memilih masuk kamar. Terdengar suara pintu begitu keras hingga membuat telinga sang suami perih. Ferdinan hanya menggeleng melihat apa yang di lakukan oleh Deswita. Ia sudah sangat muak dan tidak bisa mentolerir semua perbuatannya. Hanya itu yang bisa ia lakukan, mengancam dengan cara itu yang bisa membuatnya diam dan bungkam. Ferdinand pun terduduk lesu membayangkan bagaimana nasib Elvaro kini. Dengan kaki yang lumpuh, apa bisa dia melakukan aktivitas, pikirnya. Pria itu mendesah, mungkin besok ia bisa berpikir jernih jika sudah beristirahat.Sementara, di kamar Deswita beberapa kali bergumam kesal kenapa bisa hanya karena Bella sang suami dan anaknya sampai membuat dirinya tersudut. Ia kali ini kalah dengan ancaman sang suami yang baginya adalah musibah dan perkara terbesar jika hal itu terjadi. "Lebih ba
Bella menahan emosinya dengan ucapan Melani kali ini. Di hadapan semua orang mantan istri suaminya mencoba mempermalukan dirinya. Bella bukan wanita lemah seperti dulu, ia kini siap melawan siapapun yang ingin merusak rumah tangganya maksud Melani."Jangan mengarang cerita, anak yang kau kamu ini adalah anak Elvaro. Kamu pikir dengan mengatakan hal itu suamiku akan peduli dan lebih percaya dengan ucapan dari wanita yang berselingkuh di belakangnya."Wajah Melani mulai panik dengan setiap ucapan yang terlontar dari mulut Bella. Gimana bisa wanita kampung itu membuat dirinya tidak berkutik."Bahkan menunda punya anak dengan alasan karir padahal dirinya hanya ingin bebas bermain dengan pria manapun tanpa takut hamil dan tahu anak siapa yang akan ia kandung." Lagi Bella mulai mempermalukan Melani. Lagi Bella siapa yang memulai Ia yang harus menanggung semua resikonya.Elvaro meminta Bella untuk sabar dengan menggenggam tangannya. Sang suami meminta untuknya diam dan tidak meladeni setiap
Dua jam perjalanan, mereka akhirnya sampai di rumah. Bella menatap sekeliling halaman tempat di mana lima bulan lalu ia meninggalkannya. Sembari tersenyum, Bella menggenggam tangan sang suami lalu mendorong kursi rodanya masuk. Sekian lama akhirnya Bella sadar jika dirinya begitu merindukan rumah itu. Begitu pun dengan sang suami. Mereka pernah salah paham, tapi kini semua telah berlalu. Bella bersama Elvaro masuk ke kamar, dia tidak menyangka akan kembali ke kamarnya. Setelah itu ia mulai merapikan pakaiannya. Lalu, menghampiri sang suami yang kini duduk memperhatikannya dirinya."Kamu bahagia?" tanya Elvaro."Aku sangat bahagia apalagi bisa kembali bersama kamu dan merasa dicintai saat sedang hamil.""Kondisiku seperti ini tidak bisa berjalan," ujar Elvaro terlihat murung.Bella menggenggam tangan sang suami, dirinya tidak tega melihat Elvaro bersedih sepeti itu. Ia menyesal karena ulah Edo telah membuat Elvaro menderita.Bella mencoba menyajikan sang suami untuk tetap bersabar. Y
Walau masih sangat gengsi, Sinta pun menemui Bella di kamar. Ia pun langsung mengajak Bella berbicara empat mata. Memang harusnya dirinya ikut senang dengan permasalahan Bella yang sudah selesai. Bella pun sedikit canggung dengan kondisi keduanya setelah pertengkaran di rumah sakit kemarin."Aku tahu kalau semua yang terjadi salah. Aku pun mau mengakui jika memang selama ini aku begitu egois mementingkan perasaan sendiri dari pada kamu dan Mas Bagas."Sinta menatap kembali Bella yang masih bergeming di hadapannya. Apa yang terjadi kemarin sebenarnya masih membuat dirinya kecewa. Hanya saja, Bella sadar jika tidak usah memperpanjang masalah karena ia tahu sebenarnya Sinta itu orang baik.Sebenarnya tidak terpikirkan oleh Bella jika majikannya itu akan datang dan meminta maaf. "Sekali lagi aku meminta maaf, jika kamu tidak berkenan, setidaknya aku sudah meminta maaf." "Nyonya, sebelum itu aku pun mau meminta maaf. Aku paham apa yang di pikirkan oleh nyonya, hanya saja aku juga memili
Sementara, di ruangan tidak jauh dari ruang Elvaro, Sinta sedikit kecewa karena sang suami mengizinkan Bella untuk menemui sang suami. Ia mesti nggak rela ketika Bella kembali pada Elvaro."Kamu tidak bisa seperti itu, biarkan Bella bahagia. Kamu harusnya berusaha bagaimana bisa membahagiakan aku. Sadar Sin, tidak ada yang mustahil di hidup ini. Kamu dan anak kita akan sehat sampai lahir." Bagas berusaha tidak emosi saat bicara dengan Sinta yang sedang merajuk.Sinta membuang wajahnya, kecewa dengan apa yang dikatakan oleh Bagas suaminya. Kenapa harus ada Elvaro kembali ke hidup Bella pikirnya. Bagas pun tidak mengambil pusing, ia telah menemui sang dokter kondisi istri sudah lebih baik dan diperbolehkan untuk pulang. Dirinya tinggal menunggu Bella kembali agar membantunya berkemas.Bella sudah berjanji sebelum ia kembali pada sang suami dirinya akan menyelesaikan semua dengan baik bersama Sinta. Hanya saja mungkin sang istri belum bisa menerima dengan baik. "Kita akan pulang hari i
Dengan perasaan berdebar Bella bertahan di belakang David. Hingga David menyingkir dari ambang pintu, semua orang yang berada di dalam ruangan langsung tertuju pada Bella.Bella terpaku beberapa saat di ambang pintu. Tubuhnya memang berdiri tegak, tetapi rasanya seperti sedang berdiri tanpa tulang. Persendiannya seolah-olah hilang. Jika tidak bertahan, mungkin wanita itu akan jatuh melorot ke lantai.Tatapan Bella langsung tertuju pada seseorang yang terbaring lemah di atas ranjang. Dan sebaliknya, hingga mereka beradu pandang untuk beberapa saat. Rasa haru dan bahagia bercampur menjadi satu saat itu. Saat matanya kembali menatap laki-laki yang sangat dia sayang. Dia tidak menyangka jika akhirnya dia berada sedekat itu dengan sang suami. Sementara itu, di dalam ruangan tersebut, dua orang yang menemani Elvaro juga terkejut melihat kedatangan Bella yang sangat tiba-tiba.Mellisa dan Bu Siti saling pandang tidak percaya jika Bella kini ada di hadapan mereka. Bu Siti terutama, asisten r
Mata Elvaro terbuka setelah beberapa jam beristirahat. Pria itu mencoba menggerakkan tangan dan kakinya, rasa lemas masih dirasakan. Dia mencoba mengenali tempat sekeliling juga mengingat-ingat apa yang sebelumnya dia lakukan, hingga akhirnya perlahan memori ingatannya kembali. Elvaro melirik ke arah Mellisa dan David yang duduk di sofa. Saat sadar Elvaro sudah siuman keduanya segera beranjak menghampirinya. Mereka sangat senang terutama Mellisa. "Ada yang Tuan inginkan?" tanya David siaga. "Aku cuma mau ketemu Bella," jawab Elvaro. David terkesiap, tapi dia segera bersikap biasa. Padahal mereka saat ini ada di bawah atap yang sama, tapi David tak berani mengatakan yang sebenarnya jika Bella ada juga di rumah sakit ini. Ini karena Bella yang terus bilang belum siap. "Kita lanjutkan pencarian kalau Kakak sudah pulih!" Mellisa yang menjawab. Matanya menatap tajam ke arah kakaknya itu, mencebik kesal sebab kakaknya itu tampak tak peduli dengan kondisinya sendiri. "Benar, Tuan. Anda
Bella ke luar dari ruangan tempat Sinta dirawat. Dia segera mencari keberadaan Bagas. Untungnya pria itu belum terlalu jauh. Di tempatnya Bella bisa melihat ke arah mana pria itu berjalan. Dengan langkah kaki yang lebar, Bella segera mengejarnya. Hingga jarak mereka beberapa meter saja, Bella lekas memanggilnya."Tuan Bagas!" panggilnya.Bagas menoleh. Dia terkejut melihat Bella ngos-ngosan."Ada apa, Bella?" tanya Bagas seraya mengajak wanita itu duduk di kursi yang tersedia sepanjang koridor.Bella mengatur napas untuk beberapa saat. Dia tadi memang setengah berlari demi mengejar tuannya itu. Dan saat ini terlihat sekali dia kesulitan bernapas hingga menyulitkannya untuk bicara."Tuan mau ke mana?" tanya Bella kemudian dengan napas yang masih tersengal-sengal."Entahlah. Aku ingin mencari angin segar," jawab Bagas. Dia masih merasakan emosi yang tadi sempat meluap di ruang rawat istrinya."Tapi, sebaiknya Tuan temani saja Nyonya. Dia lebih membutuhkan Tuan saat ini," ungkap Bella. "
Saat itu Bella beranjak mencoba pergi sementara Sinta di tempatnya kebingungan. Ingin mencegah tapi tak kuasa. Hingga Bella nyaris benar-benar pergi, seseorang masuk membuka pintu. Tak lain dia adalah Bagas.Bagas menautkan kedua alisnya, merasa heran dengan atmosfer yang dia rasakan. Terasa canggung dan penuh emosi pada kedua wanita yang kini tengah menatapnya. Bagas pun akhirnya bertanya pada keduanya."Apa yang terjadi?" Bagas menatap heran Bella dan Sinta secara bergantian.Sinta segera tersenyum menyambut kedatangan suaminya. Dia merentangkan tangannya seakan-akan sudah menunggu suaminya itu sejak tadi."Hai, Sayang! Dari mana saja?"Sinta mengabaikan pertanyaan suaminya itu. Dia mencoba mengalihkan pembicaraan. Namun, Bagas tampak tak mudah terpedaya begitu saja. Dia tak menanggapi sambutan istrinya dan masih memasang wajah yang bertanya-tanya."Kami sedang bersitegang. Aku tak menyangka kalian mengecewakanku," ujar Bella tiba-tiba.Sinta langsung tercekat. Dia benar-benar tak p