"Bel, kamu sedang bicara dengan siapa?" Bella terkesiap saat mendengar namanya di panggil. Ia tidak sadar kalau Sinta berada di sampingnya. Bella merasa tidak enak karena bergumam tentang ibu mertua Nyonya Sinta."Saya dengar semua loh Bell," ucap Nyonya Sinta.Wanita itu tampak tersenyum tanpa memperlihatkan gurat sedih di wajahnya. Ia tahu mungkin orang-orang akan mengasihi dirinya jika mendengar ucapan dari ibu mertuanya yang begitu jahat."Maaf Nyonya Sinta aku tidak sengaja mendengarnya.""Tidak masalah, rahasia umum ibu mertua dan iparku seperti itu. Bahkan salah satu alasan aku pindah ke Bandung itu untuk menghindari mereka. Harusnya sih mereka memberikan aku support, tapi malah menjatuhkan mentalku dengan sengaja mengenalkan beberapa wanita pada suamiku."Bella bergeming mendengar ucapan dari Nyonya Sinta ia pun teringat dengan sang suami. Mungkin saat ini Ibu mertuanya juga sedang sibuk memperkenalkan wanita-wanita cantik untuk menggantikan posisi dirinya.Bella tersadar da
"Siapa yang menyuruhmu? Katakan dengan jelas!" Elvaro kembali menghajar tubuh Edo hingga kembali tersungkur di lantai.Elvaro kembali menahan emosinya jika tidak saat itu Edo akan mati di tangannya. Edo terlihat begitu lemah, mantan suami Bella itu sudah tidak bisa bangkit atau berjalan."Tuan jangan bunuh saya Tuan. Saya hanya mengikuti perintah dari Nyonya Deswita."Saat itu pun Edo pingsan, sedangkan Elvaro begitu geram dengan apa yang terlontar dari mulut Edo. Tidak menyangka dalang dari semua ini adalah ibunya. "Buang dia jalanan!" titah Elvaro.Elvaro pun langsung beranjak dari tempat itu menuju rumah sang ibu. Tidak ada toleransi dengan sikapnya yang telah merusak rumah tangganya. Ia menyesal kenapa saat itu tidak percaya dan mendengar semua yang dikatakan Bella. "Berengsek!" Emosinya jangan memuncak, kenapa ia bisa sebodoh itu percaya dengan ucapan sang Ibu padahal Ia tahu memang wanita yang melahirkannya itu tidak menyukai sang istri dan berniat memisahkannya.Elvaro menco
"El, jangan kurang ajar kamu sama mama," ujar sang ibu. Elvaro tidak peduli dengan apa yang dikatakan sang Ibu. Ia pun beranjak dari ruang kerja ayahnya untuk keluar mencari Bella. Deswita terus mengejar Elvaro sampai ke halaman, wanita itu berusaha untuk mencegah anak pergi.Elvaro langsung masuk ke dalam mobil dan langsung menyalakan kendaraan itu dan keluar dari rumah sang ayah. Deswita masih berteriak memanggil nama sang anak."Cukuplah kita masuk ke dalam, semua yang kamu lakukan sudah membuat Elvaro kecewa." Ferdinand langsung menarik sang istri masuk ke dalam.Sementara, Melisa masih berdiri diambang pintu. Ia merasa kasihan pada sang kakak karena keegoisan sang Ibu rumah tangganya menjadi berantakan. Mungkin Bella membuatnya lebih baik dan menyembuhkan sakit hatinya dari Melani. Sepertinya ia harus membantu Elvaro mencari Bella.Perdebatan kembali terjadi di dalam kamar kedua orang tua Elvaro. Ferdinand mencoba memberitahu pada Deswita untuk tidak ikut campur masalah Kedua ana
Bu Siti terkekeh mendengar ucapan sang bos, dirinya tidak bermaksud mengatakan kalau Tuan El itu hamil. Raut wajah Tuan El berubah masam saat melihat Ibu Siti malah tertawa mendengar pertanyaannya. "Saya tidak bilang kalau Tuan El hamil, tapi bisa saja seperti istrinya hamil suaminya yang ngidam. Seperti itu yang biasa dialami oleh para suami.""Hamil? Apa Bella hamil?" Tuan El malah bertanya kepada Bu Siti. Bu Siti hanya mengangkat bahu, memang ia tidak tahu sama sekali tentang benar atau tidaknya Bella hamil. Akan tetapi, dirinya hanya menduga-duga.Elvaro langsung beranjak dari tempat duduk, ia memikirkan apa yang dikatakan Bu Siti. Dirinya pun langsung berangkat ke kamar untuk mencari sesuatu.Satu persatu laci ia buka, beberapa pembalut yang masih terbungkus rapi. Ia mengingat beberapa bulan lalu mengantarnya ke swalayan dan Bella terlihat memberi banyak pembalut."Tidak ada yang terbuka? Apa tidak dia pakai?"Elvaro pun menelepon dan meminta David untuk segera datang ke kanto
Nyonya Sinta keluar dari ruangan masih dalam keadaan lemas, ia tersenyum langsung meminta pada suster untuk membawanya mmenghampiri kedua orang yang sedang berbincang serius. Bella pun langsung menghampirinya dan membantu sang Nyonya untuk mendorong kursi roda."Mas Bagas itu enggak mau masuk. Harusnya aku ajak kamu ke tadi, Bell." "Saya juga enggak berani liat darah Nyonya," ujar Bella.Wajah itu pucat, tapi masih mencoba untuk tersenyum. Nyonya Sinta terus saja mencoba menebarkan kebahagiaan di sekitar orang-orang yang mencintainya terutama sang suami yang selalu setia menunggunya."Kita pulang saja sepertinya aku sangat lelah," pintanya.Tuan Bagas langsung membantu istrinya, Bella begitu iba melihat wanita itu. Walaupun melihatnya dengan keadaan senyum, hatinya sedang tidak baik-baik saja.Tiba-tiba Nyonya Sinta merasakan mual, Bella buru-buru membawakan minyak kayu putih.Dalam mobil Nyonya Sinta bersandar, tubuhnya masih sangat lemah. "Nyonya tidak apa-apa?" tanya Bella."Sete
Ucapan Bu Siti seperti hantaman yang keras membuat Elvaro kian menyesal akan tindakannya selama ini. Kepalanya semakin pening, perutnya semakin mual. Pria itu berlari ke kamar mandi untuk memuntahkan isi dalam perut.Bu Siti jangan cepat menghampiri sang tuan, sepertinya pria itu memang sedang tidak baik-baik saja. Setelah Tuan El keluar dari kamar mandi, Bu Siti pun mencoba membantunya."Tuan sebentar Ibu buatkan teh, mau langsung di telepon ke dokter?""Terserah Bibi saya lemes banget."Seperti biasa, sudah bisa melakukan apapun yang sudah terbiasa ia lakukan. Bu Siti menelepon dokter terlebih dahulu, kemudian ia ke dapur untuk membuatkan air hangat.Bu Siti kembali ke kamar sang tuan untuk memberikan minuman hangat itu. Elvaro terlihat sangat pucat, Bu Siti melihatnya begitu iba walau memang kesalahan pria itu, tapi ia sangat mencemaskan kondisi tuannya."Tuan maafkan Ibu, bukan maksud ibu membuat Tuan El merasa salah atau terlalu memikirkan Nyonya Bella. Akan tetapi, Ibu terlalu c
Satu bulan kemudianBella sengaja mengambil libur hari ini karena akan bertemu dengan Amalia. Satu bulan berlalu akhirnya kedua sahabat itu bertemu kembali karena Amalia sedang liburan dan mengajak bertemu Bella.Keduanya sudah membuat janji temu di sebuah rumah makan. Bella, juga sudah meminta izin untuk hari ini. Amalia menghampiri Bella dan langsung memeluknya. "Kangen ih," ujar Amalia.Amalia dan Bella melepaskan kangen karena sudah satu bulan mereka tidak bertemu. "Apa ada yang mencariku atau Elvaro?" tanya Bella. Ya, entah lah ia masih memikirkan lelaki itu sampai detik ini. Berharap ada secerca sinar hadir dalam kisah keduanya. Amalia terdiam, ia memejamkan mata sedikit berpikir tentang pertemuannya dengan elvaro yang mencari sang teman. Wajah Bella masih penuh pengharapan. Matanya sampai berkaca-kaca. "Tidak, tidak ada yang mencarimu apalagi Elvaro," ujar Amalia. Amalia mengatakan tidak ada yang mencari Bella padahal saat itu Elvaro menemuinya. Ia dengan curang mengata
"Sepertinya kehadiran Bella membawa berkah untukku," ujar Sinta. Ya, ia menyukai pribadi Bella dan menyukai kehadiran wanita itu. Dengan adanya Bella membuat Sinta banyak mendapatkan keberuntungan. "Memangnya kenapa?" tanya Bagas. Tatapannya masih fokus pada jalanan, ia tak menoleh sama sekali. Lagi pula membahas perihal orang lain merupakan bukan topik yang menarik sama sekali. Istrinya terlalu banyak memuji wanita itu, padahal baru mengenalnya. Hati manusia tidak ada yang tau. Apalagi mereka belum mengetahui sifat asli dari wanita itu. "Ya, kehadiran Bella memberikan berkah padaku karena menularkan kehamilannya yang sudah begitu aku tunggu," ungkap Sinta. Sinta mengusap perutnya itu perlahan. Bibirnya terus merekahkan sebuah senyum. Kini ia telah menjadi wanita seutuhnya. Wanita sesungguhnya karena kini dirinya telah mengandung seorang janin. Kini di jiwanya ada dua raga, makhluk mungil yang disebut janin. Bukan sekadar impian, tetapi telah terwujud. "Memangnya orang hamil i