"Sepertinya kehadiran Bella membawa berkah untukku," ujar Sinta. Ya, ia menyukai pribadi Bella dan menyukai kehadiran wanita itu. Dengan adanya Bella membuat Sinta banyak mendapatkan keberuntungan. "Memangnya kenapa?" tanya Bagas. Tatapannya masih fokus pada jalanan, ia tak menoleh sama sekali. Lagi pula membahas perihal orang lain merupakan bukan topik yang menarik sama sekali. Istrinya terlalu banyak memuji wanita itu, padahal baru mengenalnya. Hati manusia tidak ada yang tau. Apalagi mereka belum mengetahui sifat asli dari wanita itu. "Ya, kehadiran Bella memberikan berkah padaku karena menularkan kehamilannya yang sudah begitu aku tunggu," ungkap Sinta. Sinta mengusap perutnya itu perlahan. Bibirnya terus merekahkan sebuah senyum. Kini ia telah menjadi wanita seutuhnya. Wanita sesungguhnya karena kini dirinya telah mengandung seorang janin. Kini di jiwanya ada dua raga, makhluk mungil yang disebut janin. Bukan sekadar impian, tetapi telah terwujud. "Memangnya orang hamil i
Setelah menemui sang kakak, Mellisa pun bertemu dengan David. Wajahnya sudah bermuram durjana. Ia tahu jika bertemu lelaki itu sudah dipastikan tekanan darahnya akan naik. Melissa menarik napas dan mengeluarkannya secara perlahan. Ia sudah bersiap untuk melontarkan jawaban pedas jika David kembali menyinggung soal statusnya. Berbeda dengan Melissa, David seakan mendambakan pertemuan ini. Pria itu senang karena sudah lama tak bertemu Mellisa. "Hai, Mell, apa kabar?" tanya David basa-basi. Melissa hanya memincingkan mata."Seperti yang kau lihat, aku baik-baik saja, jika sakit pasti sekarang tengah berbaring di kamar paham?"David terkekeh, adik dan kakak memang sama saja. Sama-sama bermulut pedas. "Oh, iya, sudah sampai mana kasus perceraian kamu dengan Dion kapan ketuk palu? Aku sudah tidak sabar untuk ikut merayakannya," papar David. Ia iseng menanyakan hal itu, karena tahu jika hal tersebut pasti akan membuat Melissa emosi. Sepeti biasa, keduanya seperti Tom dan Jerry. David
Bella kembali terkejut dengan pertanyaan Sinta. Ia sangat menyesalkan kenapa Nyonya Sinta terus mengulang pertanyaan yang sudah jelas akan dirinya tolak. Tidak mungkin ia akan menikahi Tuannya. Lagi pula Bella merasa tidak ingin kembali menjadi kecewa karena pernikahan."Maaf, Nyonya. Aku masih memiliki suami, lagi pula kalau pun aku berpisah dengan suamiku nanti, aku berjanji pada diri sendiri untuk tidak menikahi lagi. Maaf, Nyonya."Sedikit kecewa mendengar jawaban dari Bella. Ia sangat berharap jika terjadi sesuatu dengan dia, ia ingin anak dan suaminya wanita yang sangat baik untuk merawat mereka. Mungkin itu sangat egois bagi Bella."Tapi suami kamu tidak hubungi menghubungimu atau mencari kamu, Bell?""Nyonya, maaf untuk kali ini saya tidak mau membahas tentang suami saya." Bella kini tegas dalam mengambil sikap, dia tidak mau jadi boneka atau mengikuti apa permintaan orang lain padahal dia tidak bahagia. Walaupun ia merasa tidak enak, tapi dia tidak mau melihat orang bahagia
Sudah hampir dua hari Elvaro belum sadarkan diri dan di nyatakan koma. Pihak keluarga pun sudah berdiskusi dengan pihak Dokter. Memang mereka masih menunggu kabar baik dari Elvaro. Dua hari pun Bu Siti tidak mau pulang, wanita itu tetap berada di rumah sakit dan berharap sang tuan kembali sadar walau sudah di bujuk untuk pulang oleh Mellisa."Saya mau pulang dulu, Bu Siti mau saya antar dulu enggak?" tanya David."Enggak, Mas. Biarin aja saya di sini, siapa tahu Tuan El sadar, lalu mencari saya." Wanita tua itu bersikukuh untuk tinggal. Ia tidak mau ada yang mencelakai sang tuan lagi. Begitu sayangnya Bu Siti seperti menyayangi anaknya. "Vid, tadi Papa ngabarin kalau minta kamu ke kantor polisi. Ada info tentang kecelakaan," papar Mellisa."Iya, Mel. Nanti saya ke sana."David kembali membujuk Bu Siti sebelum ia pulang. Namun, tidak berhasil karena Bu Siti tetap mau di rumah sakit.Deswita tidak mau kalah, wanita itu pun masih berada di depan kamar Elvaro. Sejak ucapannya Bu Siti ya
"Bukan saya tidak mau membantu Tuan, hanya saja hanya Nyonya Sinta terlalu senang saat tahu dirinya hamil. Saya tidak tega melihatnya bersedih kembali." "Jadi kamu lebih tega melihat dia meregang nyawa karena kehamilannya?""Bukan, bukan seperti itu Tuan."Tuan Bagas kesal dengan Bella, Ia pun meninggalkan wanita itu lalu melangkah menuju dalam rumah. Nyonya Sinta melihat suaminya yang terlihat kesal meninggalkan Bella, ia bergegas menghampiri asistennya lalu bertanya apa yang terjadi dengan sang suami. Bella terkesiap saat tiba-tiba Nyonya Sinta datang. Belum sadar ia berpikir, wanita itu sepeti sudah siap ingin melontarkan pertanyaan-pertanyaan untuknya."Suami saya bicara apa Bel, sepertinya wajah kamu sangat tertekan?" tanya Sinta."Eh, enggak Nyonya. Hanya--"Bella bingung harus menjelaskan seperti apa. Jika sang nyonya mendengar pasti akan sedih. Namun, jika tidak mengatakan yang mereka bicarakan, ia takut Nyonya Sinta berpikir macam-macam."Katakan saja pada saya."Bella pun
David kembali ke rumah sakit, di sana masih ada Bu Siti dan Melisa. Melihat kedatangan asisten sang kakak, Melisa pun menghampiri dan bertanya tentang orang yang kini menjadi tersangka."Bagaimana tersangka itu?" tanya Melissa."Ternyata dia Edo. Mantan suami Bella, motifnya karena ia kesal dan dendam karena Bella tak mau kembali, lalu Edo bilang beberapa bulan lalu Elvaro menghajarnya hingga hampir mati.""Iyakah?" "Aku tidak tahu, Edo pun membalas dendam. Ia tak suka karena baginya Elvaro telah merebut Bella.""Aneh, bukannya dia yang menjual istrinya itu."David mengangkat bahu, ia pun kembali bertanya bagaimana kondisi sang bos. Menurut Melisa, belum ada kemajuan dari Elvaro. Bahkan, dokter mengatakan jika dalam seminggu belum sadar kemungkinan akan panjang koma yang diami Elvaro. "Boleh aku masuk?" tanya David."Boleh."David pun masuk bergantian dengan Bu Siti. Ia tidak menyangka jika pria yang begitu baik pada kini sedang tidak berdaya.Banyak alat di pasang di tubuhnya, Davi
Karena curiga Sinta akhirnya memutuskan untuk bicara pada Bella. Setidaknya ia harus tahu apa benar suaminya Bella itu orang biasa atau bukan atau bahkan Bella yang menjadi anak orang kaya yang kabur dari rumah. Sinta langsung menemui Bella, rasa penasarannya membuat wanita itu tidak sanggup untuk menunggu esok hari. Bella pun terkesiap saat Nyonya besarnya datang ke kamarnya."Emangnya ada apa?""Kata Bu Weny kamu sakit?""Saya hanya kurang enak badan saja. Tiba-tiba saja lemas." Bella mencoba menyembunyikan perasaan rindunya pada sang suami padahal saat ini ia sudah memikirkan Elvaro."Apa mungkin jabang bayi kamu kangen sama Papanya?" Pertanyaan Nyonya Sinta membuat Bella kaget. Bisa-bisanya wanita itu tahu apa yang sedang ia pikirkan. Namun, tetap saja ia menghindar dari pertanyaan Nyonya Sinta."Tidak mungkin Nyonya. Saya hanya kurang enak badan saja." Sinta tidak gentar untuk mencari tahu. Kini ia terus memaksa Bella untuk bicara. "Bella, apa kamu tidak percaya pada saya?" t
Hari terus berlalu bulan pun terus berganti, tidak terasa sudah 3 bulan lamanya Elvaro mengalami koma. Keluarganya pun sudah tidak tahu harus melakukan apa lagi, Bu Siti orang yang paling setia menunggu sang bos bangun. Kali ini seperti biasa wanita itu setelah salat langsung melihat keadaan sang bos. Matanya kembali menetes saat melihat tubuh itu sama sekali tidak bergerak hanya terdengar suara-suara alat yang berbunyi yang dipasang di sekujur tubuh Tuan El."Tuan, sudah 3 bulan Tuan tidak bangun. Ayo bangun Tuan, kita cari Nyonya Bella sama-sama."Tangan keriput Bu Siti menggenggam tangan sang tuan. Iya seperti kehilangan anak yang selama ini selalu dia urus. Bahkan ia lebih terpuruk daripada Deswita ibu kandungnya.Bu Siti terkesiap saat tiba-tiba tangan Elvaro bergerak saat tangannya menyentuhnya. "Tuan sadar?" Seketika mata Tuan El terbuka, Bu Siti menutup mulut karena bahagia. Ia pun memencet bel agar Dokter datang. "Tuan, Alhamdulillah. Tuan sadar," ujar Bu Siti. Wanita it
Setelah mendapat ancaman dari suaminya, Deswita pun diam. Kali ini apa yang di katakan Ferdinand membuat wanita itu tidak berkutik. Ibu dari Elvaro itu bungkam seribu bahasa dan memilih masuk kamar. Terdengar suara pintu begitu keras hingga membuat telinga sang suami perih. Ferdinan hanya menggeleng melihat apa yang di lakukan oleh Deswita. Ia sudah sangat muak dan tidak bisa mentolerir semua perbuatannya. Hanya itu yang bisa ia lakukan, mengancam dengan cara itu yang bisa membuatnya diam dan bungkam. Ferdinand pun terduduk lesu membayangkan bagaimana nasib Elvaro kini. Dengan kaki yang lumpuh, apa bisa dia melakukan aktivitas, pikirnya. Pria itu mendesah, mungkin besok ia bisa berpikir jernih jika sudah beristirahat.Sementara, di kamar Deswita beberapa kali bergumam kesal kenapa bisa hanya karena Bella sang suami dan anaknya sampai membuat dirinya tersudut. Ia kali ini kalah dengan ancaman sang suami yang baginya adalah musibah dan perkara terbesar jika hal itu terjadi. "Lebih ba
Bella menahan emosinya dengan ucapan Melani kali ini. Di hadapan semua orang mantan istri suaminya mencoba mempermalukan dirinya. Bella bukan wanita lemah seperti dulu, ia kini siap melawan siapapun yang ingin merusak rumah tangganya maksud Melani."Jangan mengarang cerita, anak yang kau kamu ini adalah anak Elvaro. Kamu pikir dengan mengatakan hal itu suamiku akan peduli dan lebih percaya dengan ucapan dari wanita yang berselingkuh di belakangnya."Wajah Melani mulai panik dengan setiap ucapan yang terlontar dari mulut Bella. Gimana bisa wanita kampung itu membuat dirinya tidak berkutik."Bahkan menunda punya anak dengan alasan karir padahal dirinya hanya ingin bebas bermain dengan pria manapun tanpa takut hamil dan tahu anak siapa yang akan ia kandung." Lagi Bella mulai mempermalukan Melani. Lagi Bella siapa yang memulai Ia yang harus menanggung semua resikonya.Elvaro meminta Bella untuk sabar dengan menggenggam tangannya. Sang suami meminta untuknya diam dan tidak meladeni setiap
Dua jam perjalanan, mereka akhirnya sampai di rumah. Bella menatap sekeliling halaman tempat di mana lima bulan lalu ia meninggalkannya. Sembari tersenyum, Bella menggenggam tangan sang suami lalu mendorong kursi rodanya masuk. Sekian lama akhirnya Bella sadar jika dirinya begitu merindukan rumah itu. Begitu pun dengan sang suami. Mereka pernah salah paham, tapi kini semua telah berlalu. Bella bersama Elvaro masuk ke kamar, dia tidak menyangka akan kembali ke kamarnya. Setelah itu ia mulai merapikan pakaiannya. Lalu, menghampiri sang suami yang kini duduk memperhatikannya dirinya."Kamu bahagia?" tanya Elvaro."Aku sangat bahagia apalagi bisa kembali bersama kamu dan merasa dicintai saat sedang hamil.""Kondisiku seperti ini tidak bisa berjalan," ujar Elvaro terlihat murung.Bella menggenggam tangan sang suami, dirinya tidak tega melihat Elvaro bersedih sepeti itu. Ia menyesal karena ulah Edo telah membuat Elvaro menderita.Bella mencoba menyajikan sang suami untuk tetap bersabar. Y
Walau masih sangat gengsi, Sinta pun menemui Bella di kamar. Ia pun langsung mengajak Bella berbicara empat mata. Memang harusnya dirinya ikut senang dengan permasalahan Bella yang sudah selesai. Bella pun sedikit canggung dengan kondisi keduanya setelah pertengkaran di rumah sakit kemarin."Aku tahu kalau semua yang terjadi salah. Aku pun mau mengakui jika memang selama ini aku begitu egois mementingkan perasaan sendiri dari pada kamu dan Mas Bagas."Sinta menatap kembali Bella yang masih bergeming di hadapannya. Apa yang terjadi kemarin sebenarnya masih membuat dirinya kecewa. Hanya saja, Bella sadar jika tidak usah memperpanjang masalah karena ia tahu sebenarnya Sinta itu orang baik.Sebenarnya tidak terpikirkan oleh Bella jika majikannya itu akan datang dan meminta maaf. "Sekali lagi aku meminta maaf, jika kamu tidak berkenan, setidaknya aku sudah meminta maaf." "Nyonya, sebelum itu aku pun mau meminta maaf. Aku paham apa yang di pikirkan oleh nyonya, hanya saja aku juga memili
Sementara, di ruangan tidak jauh dari ruang Elvaro, Sinta sedikit kecewa karena sang suami mengizinkan Bella untuk menemui sang suami. Ia mesti nggak rela ketika Bella kembali pada Elvaro."Kamu tidak bisa seperti itu, biarkan Bella bahagia. Kamu harusnya berusaha bagaimana bisa membahagiakan aku. Sadar Sin, tidak ada yang mustahil di hidup ini. Kamu dan anak kita akan sehat sampai lahir." Bagas berusaha tidak emosi saat bicara dengan Sinta yang sedang merajuk.Sinta membuang wajahnya, kecewa dengan apa yang dikatakan oleh Bagas suaminya. Kenapa harus ada Elvaro kembali ke hidup Bella pikirnya. Bagas pun tidak mengambil pusing, ia telah menemui sang dokter kondisi istri sudah lebih baik dan diperbolehkan untuk pulang. Dirinya tinggal menunggu Bella kembali agar membantunya berkemas.Bella sudah berjanji sebelum ia kembali pada sang suami dirinya akan menyelesaikan semua dengan baik bersama Sinta. Hanya saja mungkin sang istri belum bisa menerima dengan baik. "Kita akan pulang hari i
Dengan perasaan berdebar Bella bertahan di belakang David. Hingga David menyingkir dari ambang pintu, semua orang yang berada di dalam ruangan langsung tertuju pada Bella.Bella terpaku beberapa saat di ambang pintu. Tubuhnya memang berdiri tegak, tetapi rasanya seperti sedang berdiri tanpa tulang. Persendiannya seolah-olah hilang. Jika tidak bertahan, mungkin wanita itu akan jatuh melorot ke lantai.Tatapan Bella langsung tertuju pada seseorang yang terbaring lemah di atas ranjang. Dan sebaliknya, hingga mereka beradu pandang untuk beberapa saat. Rasa haru dan bahagia bercampur menjadi satu saat itu. Saat matanya kembali menatap laki-laki yang sangat dia sayang. Dia tidak menyangka jika akhirnya dia berada sedekat itu dengan sang suami. Sementara itu, di dalam ruangan tersebut, dua orang yang menemani Elvaro juga terkejut melihat kedatangan Bella yang sangat tiba-tiba.Mellisa dan Bu Siti saling pandang tidak percaya jika Bella kini ada di hadapan mereka. Bu Siti terutama, asisten r
Mata Elvaro terbuka setelah beberapa jam beristirahat. Pria itu mencoba menggerakkan tangan dan kakinya, rasa lemas masih dirasakan. Dia mencoba mengenali tempat sekeliling juga mengingat-ingat apa yang sebelumnya dia lakukan, hingga akhirnya perlahan memori ingatannya kembali. Elvaro melirik ke arah Mellisa dan David yang duduk di sofa. Saat sadar Elvaro sudah siuman keduanya segera beranjak menghampirinya. Mereka sangat senang terutama Mellisa. "Ada yang Tuan inginkan?" tanya David siaga. "Aku cuma mau ketemu Bella," jawab Elvaro. David terkesiap, tapi dia segera bersikap biasa. Padahal mereka saat ini ada di bawah atap yang sama, tapi David tak berani mengatakan yang sebenarnya jika Bella ada juga di rumah sakit ini. Ini karena Bella yang terus bilang belum siap. "Kita lanjutkan pencarian kalau Kakak sudah pulih!" Mellisa yang menjawab. Matanya menatap tajam ke arah kakaknya itu, mencebik kesal sebab kakaknya itu tampak tak peduli dengan kondisinya sendiri. "Benar, Tuan. Anda
Bella ke luar dari ruangan tempat Sinta dirawat. Dia segera mencari keberadaan Bagas. Untungnya pria itu belum terlalu jauh. Di tempatnya Bella bisa melihat ke arah mana pria itu berjalan. Dengan langkah kaki yang lebar, Bella segera mengejarnya. Hingga jarak mereka beberapa meter saja, Bella lekas memanggilnya."Tuan Bagas!" panggilnya.Bagas menoleh. Dia terkejut melihat Bella ngos-ngosan."Ada apa, Bella?" tanya Bagas seraya mengajak wanita itu duduk di kursi yang tersedia sepanjang koridor.Bella mengatur napas untuk beberapa saat. Dia tadi memang setengah berlari demi mengejar tuannya itu. Dan saat ini terlihat sekali dia kesulitan bernapas hingga menyulitkannya untuk bicara."Tuan mau ke mana?" tanya Bella kemudian dengan napas yang masih tersengal-sengal."Entahlah. Aku ingin mencari angin segar," jawab Bagas. Dia masih merasakan emosi yang tadi sempat meluap di ruang rawat istrinya."Tapi, sebaiknya Tuan temani saja Nyonya. Dia lebih membutuhkan Tuan saat ini," ungkap Bella. "
Saat itu Bella beranjak mencoba pergi sementara Sinta di tempatnya kebingungan. Ingin mencegah tapi tak kuasa. Hingga Bella nyaris benar-benar pergi, seseorang masuk membuka pintu. Tak lain dia adalah Bagas.Bagas menautkan kedua alisnya, merasa heran dengan atmosfer yang dia rasakan. Terasa canggung dan penuh emosi pada kedua wanita yang kini tengah menatapnya. Bagas pun akhirnya bertanya pada keduanya."Apa yang terjadi?" Bagas menatap heran Bella dan Sinta secara bergantian.Sinta segera tersenyum menyambut kedatangan suaminya. Dia merentangkan tangannya seakan-akan sudah menunggu suaminya itu sejak tadi."Hai, Sayang! Dari mana saja?"Sinta mengabaikan pertanyaan suaminya itu. Dia mencoba mengalihkan pembicaraan. Namun, Bagas tampak tak mudah terpedaya begitu saja. Dia tak menanggapi sambutan istrinya dan masih memasang wajah yang bertanya-tanya."Kami sedang bersitegang. Aku tak menyangka kalian mengecewakanku," ujar Bella tiba-tiba.Sinta langsung tercekat. Dia benar-benar tak p