David kembali ke rumah sakit, di sana masih ada Bu Siti dan Melisa. Melihat kedatangan asisten sang kakak, Melisa pun menghampiri dan bertanya tentang orang yang kini menjadi tersangka."Bagaimana tersangka itu?" tanya Melissa."Ternyata dia Edo. Mantan suami Bella, motifnya karena ia kesal dan dendam karena Bella tak mau kembali, lalu Edo bilang beberapa bulan lalu Elvaro menghajarnya hingga hampir mati.""Iyakah?" "Aku tidak tahu, Edo pun membalas dendam. Ia tak suka karena baginya Elvaro telah merebut Bella.""Aneh, bukannya dia yang menjual istrinya itu."David mengangkat bahu, ia pun kembali bertanya bagaimana kondisi sang bos. Menurut Melisa, belum ada kemajuan dari Elvaro. Bahkan, dokter mengatakan jika dalam seminggu belum sadar kemungkinan akan panjang koma yang diami Elvaro. "Boleh aku masuk?" tanya David."Boleh."David pun masuk bergantian dengan Bu Siti. Ia tidak menyangka jika pria yang begitu baik pada kini sedang tidak berdaya.Banyak alat di pasang di tubuhnya, Davi
Karena curiga Sinta akhirnya memutuskan untuk bicara pada Bella. Setidaknya ia harus tahu apa benar suaminya Bella itu orang biasa atau bukan atau bahkan Bella yang menjadi anak orang kaya yang kabur dari rumah. Sinta langsung menemui Bella, rasa penasarannya membuat wanita itu tidak sanggup untuk menunggu esok hari. Bella pun terkesiap saat Nyonya besarnya datang ke kamarnya."Emangnya ada apa?""Kata Bu Weny kamu sakit?""Saya hanya kurang enak badan saja. Tiba-tiba saja lemas." Bella mencoba menyembunyikan perasaan rindunya pada sang suami padahal saat ini ia sudah memikirkan Elvaro."Apa mungkin jabang bayi kamu kangen sama Papanya?" Pertanyaan Nyonya Sinta membuat Bella kaget. Bisa-bisanya wanita itu tahu apa yang sedang ia pikirkan. Namun, tetap saja ia menghindar dari pertanyaan Nyonya Sinta."Tidak mungkin Nyonya. Saya hanya kurang enak badan saja." Sinta tidak gentar untuk mencari tahu. Kini ia terus memaksa Bella untuk bicara. "Bella, apa kamu tidak percaya pada saya?" t
Hari terus berlalu bulan pun terus berganti, tidak terasa sudah 3 bulan lamanya Elvaro mengalami koma. Keluarganya pun sudah tidak tahu harus melakukan apa lagi, Bu Siti orang yang paling setia menunggu sang bos bangun. Kali ini seperti biasa wanita itu setelah salat langsung melihat keadaan sang bos. Matanya kembali menetes saat melihat tubuh itu sama sekali tidak bergerak hanya terdengar suara-suara alat yang berbunyi yang dipasang di sekujur tubuh Tuan El."Tuan, sudah 3 bulan Tuan tidak bangun. Ayo bangun Tuan, kita cari Nyonya Bella sama-sama."Tangan keriput Bu Siti menggenggam tangan sang tuan. Iya seperti kehilangan anak yang selama ini selalu dia urus. Bahkan ia lebih terpuruk daripada Deswita ibu kandungnya.Bu Siti terkesiap saat tiba-tiba tangan Elvaro bergerak saat tangannya menyentuhnya. "Tuan sadar?" Seketika mata Tuan El terbuka, Bu Siti menutup mulut karena bahagia. Ia pun memencet bel agar Dokter datang. "Tuan, Alhamdulillah. Tuan sadar," ujar Bu Siti. Wanita it
Dokter pun bergeming saat sebuah pertanyaan yang terlontar dari Bagas. Hidup dan mati manusia itu Tuhan yang menentukan, sebagai seorang dokter tidak bisa memprediksi untuk keselamatan seseorang. Mungkin banyak dokter yang bisa memprediksi umur seseorang dari diagnosa penyakit. Namun, dokter Alam berbeda. Pria itu memilih untuk tidak memberitahu atau mengatakan pada pihak keluarga untuk tetap berusaha dan berdoa semoga ada keajaiban Tuhan untuk kesembuhan pasien. "Kita sama-sama berdoa agar Ibu dan bayinya selamat sampai hari H nanti." Tuan Bagas kembali keluar, iya pun melihat sang istri dan Bella sudah berada di luar ruangan. Ia pun menghampiri dan bertanya apa sudah selesai periksa kehamilan Bella.Kondisi Bella baik-baik saja dan kandungannya juga. Tidak ada hal yang mengkhawatirkan, Bagas pun mengajak Sinta untuk check up kandungan. Akan tetapi Sinta menolak karena belum lama ia check up kandungan. "Dua minggu lalu baru aku check up kenapa harus yang kembali?""Kondisi kamu d
Elvaro sudah kembali ke rumah sesuai permintaannya, hari pertama di sana ia merasa belum bisa pulih secepatnya karena pikirannya masih terbagi-bagi. Apalagi bayangan Bella selalu terlintas di pikirannya.Sarapan pagi disiapkan oleh Bu Siti, sup jamur dan juga susu coklat kesukaan pria itu. "Makan yang banyak tuan biar cepet sehat.""Apa makan banyak bisa menggerakkan kakiku Bu?" tanya Tuan El.Bu Siti hanya bisa menatap sendu, ia pun sangat sedih melihat kondisi sang tuan yang begitu menyedihkan. Apalagi sang istri belum juga dapat diketemukan. "Tuhan jangan bicara seperti itu, setidaknya Tuan masih bisa tersadar dari koma. Ada Tuan tidak mau mencari Nyonya Bella?" "Saat aku masih gagah saja dia pergi meninggalkan aku, apa lagi saat melihat aku lumpuh.""Jangan bicara seperti itu Tuan, Nyonya Bella tidak sepeti itu orangnya. Dia pergi bukan karena tidak mencintai Tuan, mungkin dia pergi karena dia pikir Tuan sudah tidak menginginkannya lagi. Apalagi Nyonya Deswita terus-terusan men
Melihat Bella di halaman rumah, Tuan Bagas pun menghampirinya. Sejak tadi ia mencari sang istri, tapi tak melihatnya. "Bel, kamu lihat istri saya?" tanya Tuan Bagas."Nyonya sedang mandi mungkin, sebab enggak ada pamit ke mana-mana." Bella.menjawab sembari menyirami bunga. Bagas bingung, ia kembali ke dalam. Akan tetapi, langkahnya kembali terhenti. Ia pun menghampiri Bella kembali dan ingin menyangka sesuatu."Bell, saya mau bicara." "Kalau Tuan meminta saya untuk membujuk Nyonya lagi, enggak mau saya." Bella berkata tegas karena ia tidak ingin membuatnya Sinta bersedih."Bukan soal itu, tapi soal ...." Tuan Bagas tidak melanjutkan ucapannya karena ia merasa tidak enak saat mengatakan hal itu. "Soal apa Tuan?" Bella bertanya karena merasa ingin tahu sebenarnya ada masalah apa lagi yang ditanyakan oleh sang tuan."Saya mau bicaranya tidak enak sih, tapi setidaknya saya cuma mau bilang kalau Sinta bicara hal-hal yang tidak masuk akal jangan dimasuki dalam hati. Misalnya kalau dia t
"Aku tidak gila, aku hanya ingin terbaik untuk suamiku." Sinta menggenggam erat tangan sang suami. Ia hanya berharap dalam kondisinya yang seperti itu bisa meninggalkan prianya dengan tenang."Aku tidak mau membahas itu lagi."Tuan Bagas pun langsung menghindar dari Sinta. Itu memilih untuk membersihkan diri ke kamar mandi setelah datang dari Jakarta. Melihat sang suami seperti marah, Sinta hanya pasrah.Sebagai wanita yang normal, Sinta pun merasakan cemburu jika suaminya menyukai wanita lain atau bahkan menikah lagi. Hanya saja, ia memprediksi dirinya tak akan lama hidup. Dia tidak mau melihat sang suami dengan wanita pilihan ibu mertuanya. Ia inginkan adalah wanita yang baik dan sepeti Bella. Namun, Bella menolak keinginan gilanya. Dengan tegas pun mengatakan tidak akan menikah dengan Bagas walau dirinya telah bercerai. Hal itu membuat Sinta merasa butuh ide untuk mendekatkan mereka.Bagas keluar dari kamar mandi, wajahnya masih masam. Tanpa menegur Sinta, pria itu berlalu ke lua
"Namanya Elvaro, aku biasa memanggilnya Tuan El." Terngiang di pikiran Sinta ucapan Bella kala itu saat Ia menceritakan tentang suaminya. Tuan El, nama itu selalu terucap dari mulut Bella saat menceritakan sang suami. Sinta sedikit lemas, pria itu duduk di kursi roda. Berbeda dengan apa yang di ceritakan oleh Bella. Pria gagah kaya raya dan mampu melakukan apa pun yang dia inginkan."Kamu kenapa?" hanya Bagas saat melihat sang istri seperti sedang melihat hantu."Jangan bilang kamu tertarik melihat Tuan El? Emang dari dulu aku akui ke sana pria itu memang begitu hebat. Saat menggunakan kursi roda pun dia terlihat masih berwibawa." Bagas kembali melanjutkan perkataannya.Bukan itu yang ada di pikiran Sinta, tapi sang suami tidak tahu jika Sinta kaget bukan karena wajah tampan pria yang ia pikir hanya orang biasa. Dia kini hadir di acara besar sang suami dan ternyata memang dia berpengaruh. Pantas saja Bella tidak mau terlepas darinya karena memang Elvaro pria yang begitu hebat.Sinta
Setelah mendapat ancaman dari suaminya, Deswita pun diam. Kali ini apa yang di katakan Ferdinand membuat wanita itu tidak berkutik. Ibu dari Elvaro itu bungkam seribu bahasa dan memilih masuk kamar. Terdengar suara pintu begitu keras hingga membuat telinga sang suami perih. Ferdinan hanya menggeleng melihat apa yang di lakukan oleh Deswita. Ia sudah sangat muak dan tidak bisa mentolerir semua perbuatannya. Hanya itu yang bisa ia lakukan, mengancam dengan cara itu yang bisa membuatnya diam dan bungkam. Ferdinand pun terduduk lesu membayangkan bagaimana nasib Elvaro kini. Dengan kaki yang lumpuh, apa bisa dia melakukan aktivitas, pikirnya. Pria itu mendesah, mungkin besok ia bisa berpikir jernih jika sudah beristirahat.Sementara, di kamar Deswita beberapa kali bergumam kesal kenapa bisa hanya karena Bella sang suami dan anaknya sampai membuat dirinya tersudut. Ia kali ini kalah dengan ancaman sang suami yang baginya adalah musibah dan perkara terbesar jika hal itu terjadi. "Lebih ba
Bella menahan emosinya dengan ucapan Melani kali ini. Di hadapan semua orang mantan istri suaminya mencoba mempermalukan dirinya. Bella bukan wanita lemah seperti dulu, ia kini siap melawan siapapun yang ingin merusak rumah tangganya maksud Melani."Jangan mengarang cerita, anak yang kau kamu ini adalah anak Elvaro. Kamu pikir dengan mengatakan hal itu suamiku akan peduli dan lebih percaya dengan ucapan dari wanita yang berselingkuh di belakangnya."Wajah Melani mulai panik dengan setiap ucapan yang terlontar dari mulut Bella. Gimana bisa wanita kampung itu membuat dirinya tidak berkutik."Bahkan menunda punya anak dengan alasan karir padahal dirinya hanya ingin bebas bermain dengan pria manapun tanpa takut hamil dan tahu anak siapa yang akan ia kandung." Lagi Bella mulai mempermalukan Melani. Lagi Bella siapa yang memulai Ia yang harus menanggung semua resikonya.Elvaro meminta Bella untuk sabar dengan menggenggam tangannya. Sang suami meminta untuknya diam dan tidak meladeni setiap
Dua jam perjalanan, mereka akhirnya sampai di rumah. Bella menatap sekeliling halaman tempat di mana lima bulan lalu ia meninggalkannya. Sembari tersenyum, Bella menggenggam tangan sang suami lalu mendorong kursi rodanya masuk. Sekian lama akhirnya Bella sadar jika dirinya begitu merindukan rumah itu. Begitu pun dengan sang suami. Mereka pernah salah paham, tapi kini semua telah berlalu. Bella bersama Elvaro masuk ke kamar, dia tidak menyangka akan kembali ke kamarnya. Setelah itu ia mulai merapikan pakaiannya. Lalu, menghampiri sang suami yang kini duduk memperhatikannya dirinya."Kamu bahagia?" tanya Elvaro."Aku sangat bahagia apalagi bisa kembali bersama kamu dan merasa dicintai saat sedang hamil.""Kondisiku seperti ini tidak bisa berjalan," ujar Elvaro terlihat murung.Bella menggenggam tangan sang suami, dirinya tidak tega melihat Elvaro bersedih sepeti itu. Ia menyesal karena ulah Edo telah membuat Elvaro menderita.Bella mencoba menyajikan sang suami untuk tetap bersabar. Y
Walau masih sangat gengsi, Sinta pun menemui Bella di kamar. Ia pun langsung mengajak Bella berbicara empat mata. Memang harusnya dirinya ikut senang dengan permasalahan Bella yang sudah selesai. Bella pun sedikit canggung dengan kondisi keduanya setelah pertengkaran di rumah sakit kemarin."Aku tahu kalau semua yang terjadi salah. Aku pun mau mengakui jika memang selama ini aku begitu egois mementingkan perasaan sendiri dari pada kamu dan Mas Bagas."Sinta menatap kembali Bella yang masih bergeming di hadapannya. Apa yang terjadi kemarin sebenarnya masih membuat dirinya kecewa. Hanya saja, Bella sadar jika tidak usah memperpanjang masalah karena ia tahu sebenarnya Sinta itu orang baik.Sebenarnya tidak terpikirkan oleh Bella jika majikannya itu akan datang dan meminta maaf. "Sekali lagi aku meminta maaf, jika kamu tidak berkenan, setidaknya aku sudah meminta maaf." "Nyonya, sebelum itu aku pun mau meminta maaf. Aku paham apa yang di pikirkan oleh nyonya, hanya saja aku juga memili
Sementara, di ruangan tidak jauh dari ruang Elvaro, Sinta sedikit kecewa karena sang suami mengizinkan Bella untuk menemui sang suami. Ia mesti nggak rela ketika Bella kembali pada Elvaro."Kamu tidak bisa seperti itu, biarkan Bella bahagia. Kamu harusnya berusaha bagaimana bisa membahagiakan aku. Sadar Sin, tidak ada yang mustahil di hidup ini. Kamu dan anak kita akan sehat sampai lahir." Bagas berusaha tidak emosi saat bicara dengan Sinta yang sedang merajuk.Sinta membuang wajahnya, kecewa dengan apa yang dikatakan oleh Bagas suaminya. Kenapa harus ada Elvaro kembali ke hidup Bella pikirnya. Bagas pun tidak mengambil pusing, ia telah menemui sang dokter kondisi istri sudah lebih baik dan diperbolehkan untuk pulang. Dirinya tinggal menunggu Bella kembali agar membantunya berkemas.Bella sudah berjanji sebelum ia kembali pada sang suami dirinya akan menyelesaikan semua dengan baik bersama Sinta. Hanya saja mungkin sang istri belum bisa menerima dengan baik. "Kita akan pulang hari i
Dengan perasaan berdebar Bella bertahan di belakang David. Hingga David menyingkir dari ambang pintu, semua orang yang berada di dalam ruangan langsung tertuju pada Bella.Bella terpaku beberapa saat di ambang pintu. Tubuhnya memang berdiri tegak, tetapi rasanya seperti sedang berdiri tanpa tulang. Persendiannya seolah-olah hilang. Jika tidak bertahan, mungkin wanita itu akan jatuh melorot ke lantai.Tatapan Bella langsung tertuju pada seseorang yang terbaring lemah di atas ranjang. Dan sebaliknya, hingga mereka beradu pandang untuk beberapa saat. Rasa haru dan bahagia bercampur menjadi satu saat itu. Saat matanya kembali menatap laki-laki yang sangat dia sayang. Dia tidak menyangka jika akhirnya dia berada sedekat itu dengan sang suami. Sementara itu, di dalam ruangan tersebut, dua orang yang menemani Elvaro juga terkejut melihat kedatangan Bella yang sangat tiba-tiba.Mellisa dan Bu Siti saling pandang tidak percaya jika Bella kini ada di hadapan mereka. Bu Siti terutama, asisten r
Mata Elvaro terbuka setelah beberapa jam beristirahat. Pria itu mencoba menggerakkan tangan dan kakinya, rasa lemas masih dirasakan. Dia mencoba mengenali tempat sekeliling juga mengingat-ingat apa yang sebelumnya dia lakukan, hingga akhirnya perlahan memori ingatannya kembali. Elvaro melirik ke arah Mellisa dan David yang duduk di sofa. Saat sadar Elvaro sudah siuman keduanya segera beranjak menghampirinya. Mereka sangat senang terutama Mellisa. "Ada yang Tuan inginkan?" tanya David siaga. "Aku cuma mau ketemu Bella," jawab Elvaro. David terkesiap, tapi dia segera bersikap biasa. Padahal mereka saat ini ada di bawah atap yang sama, tapi David tak berani mengatakan yang sebenarnya jika Bella ada juga di rumah sakit ini. Ini karena Bella yang terus bilang belum siap. "Kita lanjutkan pencarian kalau Kakak sudah pulih!" Mellisa yang menjawab. Matanya menatap tajam ke arah kakaknya itu, mencebik kesal sebab kakaknya itu tampak tak peduli dengan kondisinya sendiri. "Benar, Tuan. Anda
Bella ke luar dari ruangan tempat Sinta dirawat. Dia segera mencari keberadaan Bagas. Untungnya pria itu belum terlalu jauh. Di tempatnya Bella bisa melihat ke arah mana pria itu berjalan. Dengan langkah kaki yang lebar, Bella segera mengejarnya. Hingga jarak mereka beberapa meter saja, Bella lekas memanggilnya."Tuan Bagas!" panggilnya.Bagas menoleh. Dia terkejut melihat Bella ngos-ngosan."Ada apa, Bella?" tanya Bagas seraya mengajak wanita itu duduk di kursi yang tersedia sepanjang koridor.Bella mengatur napas untuk beberapa saat. Dia tadi memang setengah berlari demi mengejar tuannya itu. Dan saat ini terlihat sekali dia kesulitan bernapas hingga menyulitkannya untuk bicara."Tuan mau ke mana?" tanya Bella kemudian dengan napas yang masih tersengal-sengal."Entahlah. Aku ingin mencari angin segar," jawab Bagas. Dia masih merasakan emosi yang tadi sempat meluap di ruang rawat istrinya."Tapi, sebaiknya Tuan temani saja Nyonya. Dia lebih membutuhkan Tuan saat ini," ungkap Bella. "
Saat itu Bella beranjak mencoba pergi sementara Sinta di tempatnya kebingungan. Ingin mencegah tapi tak kuasa. Hingga Bella nyaris benar-benar pergi, seseorang masuk membuka pintu. Tak lain dia adalah Bagas.Bagas menautkan kedua alisnya, merasa heran dengan atmosfer yang dia rasakan. Terasa canggung dan penuh emosi pada kedua wanita yang kini tengah menatapnya. Bagas pun akhirnya bertanya pada keduanya."Apa yang terjadi?" Bagas menatap heran Bella dan Sinta secara bergantian.Sinta segera tersenyum menyambut kedatangan suaminya. Dia merentangkan tangannya seakan-akan sudah menunggu suaminya itu sejak tadi."Hai, Sayang! Dari mana saja?"Sinta mengabaikan pertanyaan suaminya itu. Dia mencoba mengalihkan pembicaraan. Namun, Bagas tampak tak mudah terpedaya begitu saja. Dia tak menanggapi sambutan istrinya dan masih memasang wajah yang bertanya-tanya."Kami sedang bersitegang. Aku tak menyangka kalian mengecewakanku," ujar Bella tiba-tiba.Sinta langsung tercekat. Dia benar-benar tak p