Dalam perjalanan hendak ke kantor David menerima telepon dari Elvaro. Iya langsung memberhentikan mobilnya dan memikirkan di pinggir jalan. "Iya, nanti saya akan ke rumah bos. Sepertinya agak sore saya akan bertemu dengan beberapa klien. Bagaimana?""Oke saya tunggu."David menyimpan kembali ponselnya di saku setelah Elvaro menutup panggilan telepon itu. Kali ini dia merasa begitu pusing menghadapi Bos besarnya itu karena pria itu sedang galau. Beberapa tugas yang seharusnya dikerjakan oleh pria itu malah diberikan padanya hingga membuat pekerjaan yang semakin menumpuk."Bagaimana aku bisa memiliki kekasih kalau setiap Bos galau selalu aku yang menjadi tumpuannya. Tapi tidak masalah asal rekeningku langsung gendut." David bergumam sendiri dan tersenyum sembari menatap spion mobil.Seketika senyumnya hilang saat tidak sengaja netra itu menangkap sosok yang membuat sang bosnya sakit kepala. David pun langsung turun dari mobil dan mengejar wanita yang dia pikir adalah Bella."Bella, tun
David terus memaksa Bella untuk ikut dengannya, sayangnya Bella menolak tegas permintaan asisten sama suami. Alasannya sama dirinya tidak mau mendapat kekecewaan kembali. "Kalau kamu menghindar tidak akan menyelesaikan masalah," bujuk David kembali."Aku wanita, seharusnya aku yang dirayu bukan dia. Harusnya dia percaya jika memang benar-benar mencintai aku, bukan malah ikut terpanasi oleh ucapan Edo juga ibunya." David tidak bisa berbicara apapun karena yang dikatakan Bella adalah sebuah kebenaran. Sama suami harusnya percaya pada istrinya, begitu saja percaya dengan ucapan orang lain. David pun tidak bisa menahan Bella untuk tetap bersamanya dan membicarakan tentang sang suami. Mengambil tas yang bergegas untuk pergi dari kafe itu. Bella mengambil keputusan untuk tidak bertemu dengan Elvaro. Semua itu sudah dia pikirkan matang-matang dan memilih untuk mengurus bayi dalam kandungannya sendiri. Bella menuju taksi yang sudah ia pesan, mengambil keputusan itu. Akan tetapi ia harus
Lagi-lagi Bella tidak bisa berbohong pada Nyonya Sinta. Bella ingin sekali menceritakan hal yang sesungguhnya, tapi ia takut jika suatu saat bertemu dengan Elvaro dan pria itu marah karena dirinya menceritakan masalahnya dengan orang lain.Bella merasa tidak enak karena melihat Nyonya Sinta menunggu jawaban darinya. Ia memutar otak untuk mencari alasan yang tepat."Kalau kamu tidak mau bercerita tidak masalah," ujar wanita itu."Nyonya, sebenarnya bukan aku tidak bisa bertemu dengan suamiku. Ada kesalahpahaman yang membuat aku dan dia harus berpisah. Namun, sebenarnya jika kami mau salah paham itu bisa kita bicarakan asal dia sudah meredakan egonya.""Apa setelah itu kalian bercerai?" tanya Nyonya Sinta.Bella menggeleng, iya memejamkan mata membayangkan kini suami mungkin sedang bahagia karena dirinya sudah pergi di rumah itu. Nyonya Sinta bingung saat Bella mengambil keputusan untuk pergi tanpa membicarakan permasalahan mereka sampai selesai."Masalah kalian belum selesai, apa dia t
"jangan terlalu ikut campur masalah pribadi saya," ujar Elvaro.Elvaro tidak suka saat David mempertanyakan hal itu karena dirinya juga tidak bisa menjawab apakah akan berujung perceraian atau tidak dengan Bella. Sedangkan saat ini ia masih terus saja memikirkan sang istri.Dirinya masih bingung, bahkan ia tidak tahu harus berbuat apa saat ini. Semua pekerjaan bahkan ia limpahkan pada David karena otaknya tidak mampu bekerja untuk berpikir tentang pekerjaan selain masalah yang dengan Bella."Bukan ikut campur, walau rekening gendut tetap saja pekerjaan tambah banyak dan menumpuk. Hanya membuat pusing saja, kalau saya sudah berumah tangga mungkin istri saya akan melarang untuk ikut campur urusan si bos."Elvaro tidak menanggapi ucapan David, ia kembali duduk dan mencoba memperhatikan beberapa file di meja lalu kembali melirik laptopnya. "Shit!" David menoleh, ia sedikit terkesiap mendengar sang bos berteriak kesal. "Sepertinya kamu kembali saja ke ruangan. Saya pusing ada kamu di si
"Bel, kamu sedang bicara dengan siapa?" Bella terkesiap saat mendengar namanya di panggil. Ia tidak sadar kalau Sinta berada di sampingnya. Bella merasa tidak enak karena bergumam tentang ibu mertua Nyonya Sinta."Saya dengar semua loh Bell," ucap Nyonya Sinta.Wanita itu tampak tersenyum tanpa memperlihatkan gurat sedih di wajahnya. Ia tahu mungkin orang-orang akan mengasihi dirinya jika mendengar ucapan dari ibu mertuanya yang begitu jahat."Maaf Nyonya Sinta aku tidak sengaja mendengarnya.""Tidak masalah, rahasia umum ibu mertua dan iparku seperti itu. Bahkan salah satu alasan aku pindah ke Bandung itu untuk menghindari mereka. Harusnya sih mereka memberikan aku support, tapi malah menjatuhkan mentalku dengan sengaja mengenalkan beberapa wanita pada suamiku."Bella bergeming mendengar ucapan dari Nyonya Sinta ia pun teringat dengan sang suami. Mungkin saat ini Ibu mertuanya juga sedang sibuk memperkenalkan wanita-wanita cantik untuk menggantikan posisi dirinya.Bella tersadar da
"Siapa yang menyuruhmu? Katakan dengan jelas!" Elvaro kembali menghajar tubuh Edo hingga kembali tersungkur di lantai.Elvaro kembali menahan emosinya jika tidak saat itu Edo akan mati di tangannya. Edo terlihat begitu lemah, mantan suami Bella itu sudah tidak bisa bangkit atau berjalan."Tuan jangan bunuh saya Tuan. Saya hanya mengikuti perintah dari Nyonya Deswita."Saat itu pun Edo pingsan, sedangkan Elvaro begitu geram dengan apa yang terlontar dari mulut Edo. Tidak menyangka dalang dari semua ini adalah ibunya. "Buang dia jalanan!" titah Elvaro.Elvaro pun langsung beranjak dari tempat itu menuju rumah sang ibu. Tidak ada toleransi dengan sikapnya yang telah merusak rumah tangganya. Ia menyesal kenapa saat itu tidak percaya dan mendengar semua yang dikatakan Bella. "Berengsek!" Emosinya jangan memuncak, kenapa ia bisa sebodoh itu percaya dengan ucapan sang Ibu padahal Ia tahu memang wanita yang melahirkannya itu tidak menyukai sang istri dan berniat memisahkannya.Elvaro menco
"El, jangan kurang ajar kamu sama mama," ujar sang ibu. Elvaro tidak peduli dengan apa yang dikatakan sang Ibu. Ia pun beranjak dari ruang kerja ayahnya untuk keluar mencari Bella. Deswita terus mengejar Elvaro sampai ke halaman, wanita itu berusaha untuk mencegah anak pergi.Elvaro langsung masuk ke dalam mobil dan langsung menyalakan kendaraan itu dan keluar dari rumah sang ayah. Deswita masih berteriak memanggil nama sang anak."Cukuplah kita masuk ke dalam, semua yang kamu lakukan sudah membuat Elvaro kecewa." Ferdinand langsung menarik sang istri masuk ke dalam.Sementara, Melisa masih berdiri diambang pintu. Ia merasa kasihan pada sang kakak karena keegoisan sang Ibu rumah tangganya menjadi berantakan. Mungkin Bella membuatnya lebih baik dan menyembuhkan sakit hatinya dari Melani. Sepertinya ia harus membantu Elvaro mencari Bella.Perdebatan kembali terjadi di dalam kamar kedua orang tua Elvaro. Ferdinand mencoba memberitahu pada Deswita untuk tidak ikut campur masalah Kedua ana
Bu Siti terkekeh mendengar ucapan sang bos, dirinya tidak bermaksud mengatakan kalau Tuan El itu hamil. Raut wajah Tuan El berubah masam saat melihat Ibu Siti malah tertawa mendengar pertanyaannya. "Saya tidak bilang kalau Tuan El hamil, tapi bisa saja seperti istrinya hamil suaminya yang ngidam. Seperti itu yang biasa dialami oleh para suami.""Hamil? Apa Bella hamil?" Tuan El malah bertanya kepada Bu Siti. Bu Siti hanya mengangkat bahu, memang ia tidak tahu sama sekali tentang benar atau tidaknya Bella hamil. Akan tetapi, dirinya hanya menduga-duga.Elvaro langsung beranjak dari tempat duduk, ia memikirkan apa yang dikatakan Bu Siti. Dirinya pun langsung berangkat ke kamar untuk mencari sesuatu.Satu persatu laci ia buka, beberapa pembalut yang masih terbungkus rapi. Ia mengingat beberapa bulan lalu mengantarnya ke swalayan dan Bella terlihat memberi banyak pembalut."Tidak ada yang terbuka? Apa tidak dia pakai?"Elvaro pun menelepon dan meminta David untuk segera datang ke kanto