Elvaro kembali ke kamar dengan wajah penuh emosi karena kedatangan Dion yang seperti itu. Bella mencoba menenangkannya, paham emosi suaminya itu begitu memuncak saat adiknya tersakiti. "Sabar," ujar Bella menenangkan."Bagaimana bisa sabar, datang ke rumah kakak ipar hanya berada di luar memang dari dulu tidak punya otak."Begitu luapan emosi Elvaro pada Dion. Mereka memang tidak pernah cocok sejak dahulu. Menurut Elvaro, sangat menyebalkan selain parasit dia juga provokator.Hubungan dia dengan saat adikku merenggang karena suaminya Melisa. Dion selalu saja membuat sang adik berpikiran buruk tentang dirinya. Apalagi tentang perusahaan, mungkin Dion menanamkan tentang hal buruk padanya hingga Melisa seperti tidak percaya pada sang kakak."Lebih baik kita tidur, sepertinya kamu butuh istirahat, El.""Iya sepertinya pikiranku sudah buntu dan mumet." Bella pun ikut tertidur di samping sang suami, begitu cepat Elvaro memejamkan mata. Sementara, Bella belum bisa memejamkan mata. Ia menat
Elvaro mencoba tenang saat bertemu dengan Edo. Mantan suami Bella itu kini berada di hadapannya dengan menggandeng bos tempat di mana dia bekerja. Sementara, Edo sama sekali tidak kaget melihat Elvaro karena dia sudah tahu jika akan berhadapan dengan pria itu. Terlihat Edo begitu tenang, tapi menyimpan dendam. Ia masih tidak terima dengan perlakuan Elvaro yang meminta Bella sebagai jaminan hutangnya. "Senang bisa bertemu dengan Anda kembali Tuan El," ucap Edo. Tuan El hanya menatap tajam mantan suami sang istri. Ia pun menyimpan amarah karena saat itu begitu sulit untuk meminta tanda tangan pria itu untuk melepaskan Bella. David pun paham sepertinya sang tuan tidak suka dengan Edo. Pria itu setengah berbisik pada bosnya. "Biasa saja melihat pria itu, apa ada yang tidak aku ketahui?" tanya David. Elvaro memilih untuk tidak menjawab, melihat saingannya saja sudah memuakkan. Lalu ada Farel bos Edo yang kini siap menjadi lawan seimbang. Pengusaha muda yang kini sedang naik daun di k
"Aku tidak menakuti-nakutimu. Aku hanya ingin kamu berpikir kritis. Dion licik, kamu harus lebih cerdik," papar Bella. Ya, sebagai wanita ia cukup mengerti perasaan Melissa. Walaupun keduanya tidak pernah akur, tetapi Bella tidak mau kemalangan menimpa adik iparnya tersebut. Melissa pun berpikir ada benarnya ucapan Bella. Ia harus mngesampingkan egonya karena tidak suka dengan kakak ipar itu, tetapi semua uucapan Bella ada benarnya.Wanita itu melirik ke arah Bella sekilas, wajahnya masih memperlihatkan keangkuhan. Ia tak mau dikasihani oleh kakak iparnya itu. Melisa masih saja gengsi, ia tidak mau terlihat memuji akal dari Bella. Tanpa banyak berkata, ia malah masuk ke kamar.Bu Siti menghampiri Bella, ia juga sejak tadi mendengarkan pembicaraan wanita itu. Dirinya kagum akan sosok sang majikan begitu bijaksana dalam memberikan sebuah nasihat. Masih peduli padahal Melissa sudah cukup kejam kepadanya. "Sabar, Non, sikap Non Melissa memang seperti itu keras kepala, gengsinya seting
"Kamu, ke kamar saja lebih dulu. Aku ingin menemui Melissa," ujar Elvaro. Bella mengangguk. Tak perlu bertanya apa yang ingin dilakukan suaminya itu ia sudah tahu. Bahagia, dibalik sikapnya yang seperti itu memiliki rasa peduli yang tinggi. Lucu, dulu mengapa dirinya begitu takut melihat wajah Elvaro. "Iya, ini mau ngambil air minum dulu," ujar Bella. Elvaro tersenyum, ia mengelus pipi wanita itu. Keduanya saling bertatapan. "Aku ke kamar, Melissa, ya," ujar Elvaro kembali. "Iya, El," sahut Bella. Bella hanya berharap jika segala macam masalah segera menemukan jalan keluar. Ia kasihan terhadap suaminya yang masih harus terus berpikir untuk masalah yang adiknya hadapi. Elvaro memang tak pernah rukun dengan adiknya, tetapi lelaki itu masih tetap peduli terhadap saudaranya tersebut. Bella mengisi gelas itu, lalu segera melangkah menuju kamarnya. Waktunya beristirahat, tubuhnya pun sudah lelah. Ia ingin segera tidur. Tadi juga dirinya sempat bercerita soal Melissa yang ikut datang
Hari libur kali ini Elvaro tidak pergi ke mana-mana. Pria itu menghampiri bu Siti yang sedang menyiram bunga di taman. Ada hal yang ingin dirinya tanyakan pada wanita itu. Karena bu Siti sering ikut pergi bersama dengan Bella. "Pagi, Bu," ujar Elvaro. Ia merenggangkan otot-otot sembari menikmati udara pagi. Pikirannya tak secerah mentari hari ini. Otaknya masih penuh dengan berbagai prasangka. Rasa curiga pun masih hinggap di hatinya. Entah lah sekarang dirinya tidak bisa mempercayai orang dengan penuh. Ia harus berhati-hati dengan siapa pun juga. Masalah Melissa, masalah Edo membuat hatinya tak tenang. Takut jika dirinya kembali terkhianati lagi oleh wanita yang menjadi pendampingnya. Hati manusia memang tidak ada yang mengetahuinya. Ia juga tak ingin jika adik dan keponakannya kembali lagi pada lelaki licik itu. Ia selalu menanyakan perkembangan Dion kepada sang adik. Dirinya tidak boleh lengah sedikit pun. "Pagi Tuan, mau pergi jogging Tuan?" tanya Bu Siti. Ya, biasanya Elvar
Elvaro tidak pernah menduga jika masalah tentang Edo dan Bella akan mengusik pikirannya. Padahal ia memiliki segalanya bagaimana bisa dirinya harus takut kehilangan Bella.Dia bisa mendapatkan banyak wanita yang ia inginkan.Saat merebut Bella dari Edo. Namun kali ini ia merasa kalah iya sudah merasa jatuh cinta dan sulit melepaskan Bella. Tak rela rasanya jika sang istri harus kembali jatuh ke pelukan lelaki itu. Entahlah kali ini Elvaro tidak bisa melepaskan Bella. Jika Melanie dengan mudahnya ia lepaskan begitu saja, tetapi tidak dengan Bella batinnya menolak. Bahkan ia tidak percaya jika Bella berkhianat dan bersekongkol dengan mantan suaminya. Ya, hatinya terus bergejolak menolak hal tersebut. Bella bukan wanita seperti itu, Bella wanita pilihannya, kali ini dirinya tidak salah pilih. "Itu tidak mungkin," ujar Elvaro.Elvaro tidak menyangka jika ia akan bertemu dengan Edo kembali. Harusnya dulu ia menyingkirkan Edo dan memasukkannya ke dalam penjara. Maka hubungannya dan Bell
Elvaro masih menunggu kabar dari David, sayangnya kali ini asisten itu lama mendapatkan informasi perihal Edo, karena David harus keluar kota ada urusan yang tidak bisa ditinggalkan. Dirinya benar-benar tidak sabar untuk menunggu akan hal itu. Ingin segera membongkar drama Edo dan Bella yang menyita banyak pikirannya. Kesal ia, bimbang harus menunggu. Hidup dalam segala macam rasa curiga yang membelenggu. Ya, dirinya takkan membiarkan dibohongi kembali oleh seorang wanita. Cukup baginya perihal Melanie yang pertama tidak untuk kedua kalinya. Dahi Elvaro mengernyit, tak seperti biasa Bella tidak menyambutnya di depan pintu. Namun, ia tidak memedulikan perihal itu lagi pula dirinya sedang tidak ingin bertemu dengan Bella. Namun, seperti ada yang hilang, padahal dulu ia terbiasa pulang tanpa sambutan Bella. Mengapa sekarang terasa berbeda? Elvaro melangkah pelan, ia mulai melepaskan dasi yang dikenakan dan melipat kemeja panjangnya itu hingga siku. Tubuhnya cukup lelah. Kemacetan
Saat Melisa pulang ke rumah dia tidak menemukan Dion di rumahnya, ada Malika dengan asisten yang baru saja pulang dari kampung. Cinta itu mengambil ponsel di tasnya, ada sebuah pesan yang baru saja ia baca ternyata dari sang suami. "Sial, kenapa dia harus keluar kota lagi?" Alisa bergumam sendiri, dia emosi karena Dion tiba-tiba pergi ke luar kota. Melisa yakin suaminya pasti sudah menemui wanita itu. Sayangnya, detik ini dia belum menemukan titik terangnya.Dion kembali lolos dan Melisa kembali geram karena sama sekali tidak bisa menemukan akar dari masalahnya. Harusnya, ia terus mendekat pada sang suami. Hanya saja, ia merasa jijik jika membayangkan suaminya sedang tidur bersama wanita lain.Kembali dering ponselnya berbunyi, dia malas mengangkatnya. Namun ponsel itu terus berbunyi seolah-olah sedang terburu-buru.Merasa kesal ia melihat siapa yang menelponnya."David." Lihat nama asisten sang kakak di layar ponsel, Melisa pun langsung mengangkatnya."Iya, Vid. Ada apa?" tanya Mel