Enam Puluh Enam Bening bulir menetes di pipi Bella, melihat hal itu Elvaro menarik Bella untuk masuk ke kamar saja. Ia tidak mau sang istri mendengar kalimat menyakitkan itu. Lebih baik Bella berada di dalam kamar saja. “Kamu mau ke mana El?” tanya sang ibu. “Aku mau antar Bella ke kamar dulu. Kita bicara nanti.” “El!” Elvaro tidak menggubris sang ibu, ia terus melangkah untuk membawa Bella ke kamar. Bulir bening di pipi di seka olehnya, ia tidak menyangka jika perkataan sang ibu begitu menyakitkan sang istri. “Aku akan membereskannya.” “El, jangan membantah ibumu. Mungkin memang belum bisa menerima aku,” ujar Bella. “Tenang saja, aku ke depan sebentar.” Sebelum keluar, Elvaro mengecup kening sang istri. Pria itu langsung kembali menemui sang ibu. Elvaro berharap bisa menangkan Deswita yang sepeti tengah terbakar emosi. Melihat Mellisa di sampingnya, sudah pasti emosi yang tersulut itu berasal dari sang adik yang membuat ibunya berpikir jelek tentang Bella. Netranya memandan
Bagikan tersambar petir di malam hari, Mellisa meradang mendengar hal itu. Ia sempat berpikir jika Malika salah paham atau salah dengan apa yang di katakan oleh teman sebayanya. Akan tetapi, ia menciba untuk memahami apa yang di maksud sang anak adalah suaminya berselingkuh dengan ibu dari Sella.“Dengarkan mama, duduk dan tenang. Ceritakan apa yang kamu tahu, atau bagaimana bisa Sella mengatakan hal itu. Apa kamu yakin Sella bicara benar dan jujur akan mengambil Papa kamu?” Mellisa mencoba mengajak sang anak bicara.Malika menunduk, ia takut jika sang ibu marah saat ia bercerita. Pasalnya, sang ayah mengatakan untuk tidak bicara dengan sang ibu atau Dion akan benar-benar meninggalkan mereka.“Malika, lihat mama,” ujar Mellisa.Malika menatap ragu dan sorot mata ketakutan. Apa yang di ingatnya mungkin bisa ia katakana pada sang ibu. Hanya saja gadis itu takut sang ayah meninggalkannya.“Malika takut tidak punya Papa.”“Dengarkan, mama pernah bilang anak baik tidak akan pernah berbohon
Deswita yang baru saja datang mencoba merebut Malika saat melihat sang cucu berada di gendongan Bella. Saat tahu wanita itu adalah ibu mertuanya, Bella pun melonggarkan dan memberikan Malika padanya.“Saya tidak melakukan apa pun pada Malika. Saya hanya membantu Mellisa menjaganya karena dia sedang meeting,” ujar Bella membela diri. Namun, sepetinya ibu mertuanya tidak peduli, masih saja menatap sinis Bella.“Jangan bohong kamu, tidak mungkin dia mau memberikan anaknya pada kamu.” Nada suara Deswita semakin tinggi membuat beberapa orang melihat ke arah mereka.“Oma, jangan marah-marah. Tante Bella baik, memang mama kok yang izinkan aku main bersama Tante Bella. Dia enggak jahat,” bela Malika.Bella terseyum tipis saat mendapat pembelaan dari Malika. Sementara, sang mertua masih tidak bisa terima jika sang cucu malah membelanya. Deswita terus mencari cara agar Bella tidak mendekati Malika.Merasa banyak mata memandang, Deswita pun mengajak sang cucu masuk ke dalam Gedung menemui i
David masih memandang punggung Melisa dari kejauhan. Pria itu merasa aneh kenapa bisa tertarik dengan wanita yang sudah bersuami. Setelah itu, iya kembali ke ruangannya namun masih saja tidak bisa fokus. Lagi, Melisa kembali mengganggu pikirannya. Iya tidak mau berlama-lama tidak fokus, akhirnya David kembali menatap layar laptop dan membuka beberapa file yang diberikan Alvaro mengenai laporan keuangan perusahaan Melisa.Sementara, Melisa berada di ruangannya iya masih mempelajari beberapa hal yang harus iya pelajari tentang banyak pengeluaran yang masuk rekening baru.“Sialan, kenapa bisa aku begitu percaya pada Dion. Awas aja kamu, kalau aku menemukan bukti kejahatan dan perselingkuhan kamu, kubuat kamu semiskin-miskin ya.”Melisa merebahkan tubuh di sofa, iya berpikir hanya sang kakak yang bisa membantunya kali ini. Namun, sedikit ada rasa gengsi karena pasti sang kakak akan menertawakan pilihannya bahkan jika Alvaro tahu Dion berselingkuh.Akan tetapi, siapa lagi kalau bukan
Elvaro terdiam sejenak saat mendengar ucapan bella yang begitu sulit ia jawab. Dirinya harus berpikir dengan apa yang akan ia jawab nanti karena hati wanita itu belum tentu bisa menerima dengan ucapannya.Bella pun menunggu dengan cemas jawaban dari sang suami karena baginya apa yang dikatakan Elvaro akan menentukan bagaimana dia akan melanjutkan pernikahannya dengan dengan pria di hadapannya.“El, kenapa kamu diam? Ada yang salah dengan ucapanku?” Bela kembali bertanya.“Tidak ada yang salah dengan ucapan kamu Bel, hanya saja aku berpikir bagaimana bisa kamu berpikiran seperti itu.”Elvaro menggenggam tangan Bella, ia menatap dengan tulus sang istri yang sedang menunggu jawaban darinya. Elvaro menarik nafas dalam lalu ia berusaha tentang dalam menjawab pertanyaan Bella.“Kita berjuang bersama untuk mendapatkan seorang anak. Aku yakin Tuhan akan mendengar doa aku selama ini. Kamu harus yakin Bell kalau kita akan segera diberikan seorang anak.”Bella hanya mengangguk, seharusnya
Bella merasa tenang saat mendengar sang suaminya mengajak ke dokter kandungan. Tangan Alvaro menggenggam tangan sang istri dengan erat, ia berharap dengan apa yang di katakannya bisa menenangkan Bella."Kita coba program biasa dulu jika memang tidak bisa kita akan melakukan program bayi tabung," ujar Elvaro."Iya El, aku setuju dengan usulanmu semoga tidak perlu program bayi tabung."Bella kembali tersenyum ia memandang cermin dalam pantulan dirinya dan suami yang saling bertatapan. Elvaro pun menatap sang istri dengan senyum harapannya adalah keberhasilan program yang akan mereka lakukan. Ia merasa bersalah jika Bella terus-terusan merasa dirinya tidak baik untuk menjadi istrinya. Bahkan ia sangat sedih jika Bella terus bertanya Bagaimana jika dirinya tidak bisa memiliki anak apakah Elvaro akan meninggalkannya seperti saat bersama Melani.Elvaro pun sudah memikirkan hal itu lebih dulu bahkan apa yang akan ia tempuh saat tahu memang Tuhan belum memberikannya kepercayaan untuk mengur
"Mel, kamu mau sarapan sekarang?" Melisa tercengang saat Bella menyapanya.Melisa pun masih berdiri di tempat, bahkan ia tidak menjawab pertanyaan Bella. Sampai Elvaro keluar kamar dan menyapanya. Wanita itu terkesiap lalu sedikit gugup saat sang kakak kembali bertanya."Kapan kamu datang?" tanya Elvaro.Melissa tergagap, pertanyaan Bella saja belum ia jawab lalu sudah datang pertanyaan dari sang kakak yang baru saja muncul dari kamar.Elvaro menatap sang adik dengan keheranan, bahkan sebelumnya tidak ada telepon atau pesan Melisa yang menggambarkan akan datang ke rumahnya untuk menginap."Nyonya Melisa datang tadi malam bersama Non Malika. Saya langsung siapkan kamar tamu untuk mereka beristirahat. Mau memberitahu Tuan El, Nyonya Melisa berkata tidak usah." Bu Siti menjelaskan kronologi kedatangan Melisa.Lagi, Elvaro kembali melirik ke arah Melisa. Yakin ada sesuatu yang membuat sang adik datang ke rumahnya tengah malam. Namun, ia memilih untuk diam saat ini dan membiarkan Melisa u
Anak kecil memang tidak pernah berbohong seperti yang dikatakan oleh Bu Siti. Bella pun menatap Malika, ia merasa kasihan anak sekecil itu sudah memendam sebuah ketakutan. "Sepertinya Melisa benar-benar sedang bingung bahkan ia sampai datang ke rumah sini. Tadi tidak datang ke rumah ibunya saja Bu?" "Nyonya Melisa bukan tidak mau ke rumah Nyonya besar, tapi Nyonya besar pasti akan banyak bertanya dan marah jika tahu apa yang sedang terjadi. Mungkin belum waktunya Nyonya besar dan Tuan besar tahu jadi Nyonya Melisa lebih memilih ke rumah Tuan Elvaro."Mungkin apa yang dipikirkan Bu Siti benar, kita lebih nyaman untuk datang ke rumah Elvaro karena ia bisa lebih leluasa untuk menenangkan diri. "Bu sepertinya bahan makanan kita sudah habis. Aku akan izin kepada Melisa untuk mengajak Malika untuk ke swalayan sekali kita mengajak dia ke tempat bermain," ujar Bella.Bella pun mengambil ponsel untuk menghubungi sang suami setelah itu ia meminta nomornya Melisa untuk meminta izin mengajak M