Elvaro terdiam sejenak saat mendengar ucapan bella yang begitu sulit ia jawab. Dirinya harus berpikir dengan apa yang akan ia jawab nanti karena hati wanita itu belum tentu bisa menerima dengan ucapannya.Bella pun menunggu dengan cemas jawaban dari sang suami karena baginya apa yang dikatakan Elvaro akan menentukan bagaimana dia akan melanjutkan pernikahannya dengan dengan pria di hadapannya.“El, kenapa kamu diam? Ada yang salah dengan ucapanku?” Bela kembali bertanya.“Tidak ada yang salah dengan ucapan kamu Bel, hanya saja aku berpikir bagaimana bisa kamu berpikiran seperti itu.”Elvaro menggenggam tangan Bella, ia menatap dengan tulus sang istri yang sedang menunggu jawaban darinya. Elvaro menarik nafas dalam lalu ia berusaha tentang dalam menjawab pertanyaan Bella.“Kita berjuang bersama untuk mendapatkan seorang anak. Aku yakin Tuhan akan mendengar doa aku selama ini. Kamu harus yakin Bell kalau kita akan segera diberikan seorang anak.”Bella hanya mengangguk, seharusnya
Bella merasa tenang saat mendengar sang suaminya mengajak ke dokter kandungan. Tangan Alvaro menggenggam tangan sang istri dengan erat, ia berharap dengan apa yang di katakannya bisa menenangkan Bella."Kita coba program biasa dulu jika memang tidak bisa kita akan melakukan program bayi tabung," ujar Elvaro."Iya El, aku setuju dengan usulanmu semoga tidak perlu program bayi tabung."Bella kembali tersenyum ia memandang cermin dalam pantulan dirinya dan suami yang saling bertatapan. Elvaro pun menatap sang istri dengan senyum harapannya adalah keberhasilan program yang akan mereka lakukan. Ia merasa bersalah jika Bella terus-terusan merasa dirinya tidak baik untuk menjadi istrinya. Bahkan ia sangat sedih jika Bella terus bertanya Bagaimana jika dirinya tidak bisa memiliki anak apakah Elvaro akan meninggalkannya seperti saat bersama Melani.Elvaro pun sudah memikirkan hal itu lebih dulu bahkan apa yang akan ia tempuh saat tahu memang Tuhan belum memberikannya kepercayaan untuk mengur
"Mel, kamu mau sarapan sekarang?" Melisa tercengang saat Bella menyapanya.Melisa pun masih berdiri di tempat, bahkan ia tidak menjawab pertanyaan Bella. Sampai Elvaro keluar kamar dan menyapanya. Wanita itu terkesiap lalu sedikit gugup saat sang kakak kembali bertanya."Kapan kamu datang?" tanya Elvaro.Melissa tergagap, pertanyaan Bella saja belum ia jawab lalu sudah datang pertanyaan dari sang kakak yang baru saja muncul dari kamar.Elvaro menatap sang adik dengan keheranan, bahkan sebelumnya tidak ada telepon atau pesan Melisa yang menggambarkan akan datang ke rumahnya untuk menginap."Nyonya Melisa datang tadi malam bersama Non Malika. Saya langsung siapkan kamar tamu untuk mereka beristirahat. Mau memberitahu Tuan El, Nyonya Melisa berkata tidak usah." Bu Siti menjelaskan kronologi kedatangan Melisa.Lagi, Elvaro kembali melirik ke arah Melisa. Yakin ada sesuatu yang membuat sang adik datang ke rumahnya tengah malam. Namun, ia memilih untuk diam saat ini dan membiarkan Melisa u
Anak kecil memang tidak pernah berbohong seperti yang dikatakan oleh Bu Siti. Bella pun menatap Malika, ia merasa kasihan anak sekecil itu sudah memendam sebuah ketakutan. "Sepertinya Melisa benar-benar sedang bingung bahkan ia sampai datang ke rumah sini. Tadi tidak datang ke rumah ibunya saja Bu?" "Nyonya Melisa bukan tidak mau ke rumah Nyonya besar, tapi Nyonya besar pasti akan banyak bertanya dan marah jika tahu apa yang sedang terjadi. Mungkin belum waktunya Nyonya besar dan Tuan besar tahu jadi Nyonya Melisa lebih memilih ke rumah Tuan Elvaro."Mungkin apa yang dipikirkan Bu Siti benar, kita lebih nyaman untuk datang ke rumah Elvaro karena ia bisa lebih leluasa untuk menenangkan diri. "Bu sepertinya bahan makanan kita sudah habis. Aku akan izin kepada Melisa untuk mengajak Malika untuk ke swalayan sekali kita mengajak dia ke tempat bermain," ujar Bella.Bella pun mengambil ponsel untuk menghubungi sang suami setelah itu ia meminta nomornya Melisa untuk meminta izin mengajak M
Melisa mencoba melepas cengkraman tangan Dion. Iya mulai berontak saat pria itu menetap dengan tajam tangannya mulai merasa sakit karena sama suami begitu kencang mencengkeram tangannya."Lepas Dion, kamu pikir tidak sakit?""Jelaskan istri pembangkang seperti kamu?" Melisa kembali menatap tajam sang suami, kebencian terlihat jelas di matanya. Tidak menyangka ia bisa begitu bucin padanya, tapi ternyata ia tertipu oleh semua rayuan mautnya. Mellisa menjauh dari Dion saat dia melepaskan cengkramannya. Ternyata bentar selama ini yang dikatakan sang kakak jika dirinya terlalu bodoh jika begitu peduli dengan Dion."Pergi ke mana kamu tadi malam?" tanya Dion."Itu bukan urusanmu! Lagi pula apa kamu peduli dengan aku dan Malika?" "Hai Mel, tenang."Dian melihat Melisa Tidak seperti biasanya, sang istri terlihat lebih emosi dari biasanya. Apalagi Melisa menatapnya dengan tajam seolah-olah sedang menatap penjahat. Dion dengan santainya mengatakan Melisa harus tenang, tapi bagaimana bisa di
Wajah Bella pucat bukan karena kehadiran Deswita kali ini, hanya saja yang merasa baru saja menghadapi Edo yang menyebalkan, kini datang Ibu mertuanya yang sudah pasti membuat kepalanya sakit.Bu Siti pun cepat-cepat menghampiri mereka, wanita tua itu tidak ingin terjadi sesuatu pada Nyonya Bellanya.Juga ibu mertua Bella itu datang meski tidak dengan marah-marah hanya saja sudah jelas akan mencari masalah."Aku ke sini bukan ingin bertemu dengan kamu, tapi aku ingin mengambil cucuku Malika. Tidak baik dia berlama-lama dengan wanita kampung seperti kamu."Benar dugaan Bella, walau wanita itu datang tidak mencarinya tetapi segala ucapannya membuat hatinya sakit."Malika sedang tidur, biarkan saja dia di sini," ujar Bella."Di mana dia tidur?" tanya Bu Deswita. Wanita itu melangkah sembari mencari Malika. Bella mencoba menghalanginya karena baginya Malika lebih baik di sini daripada bersama sang nenek karena Deswita pun pasti akan sibuk. Siapa yang akan menjaga Malika pikir Bela."Kamu
"Ya aku tahu tapi kenapa kamu bisa berubah seperti ini?" Kali ini dia mulai melembutkan ada suaranya agar tidak membuat Melisa marah. Ia juga tidak ingin terlihat seperti emosi dan membuat sang istri curiga.Dian mulai ingin membuat Melisa kembali tunduk padanya telah bersikap baik dan lembut. Sayang saja pria itu tidak tahu jika istrinya sudah mengetahui semua keburukannya. "Tidak ada yang berubah, aja aku merasa defisit sekali perusahaanku sehingga sepertinya aku harus ikut turun tangan." Dian merasa lega karena Melisa sepertinya belum curiga padanya, iya berpikir seperti itu karena Mellisa kelihatan tenang dan tidak emosi."Dion, lebih baik kamu kembali ke ruangan. Ada hal yang ingin aku kerjakan."Mungkin jangan kembali ke ruangannya Dion akan menjadi lebih tenang, bergegas meninggalkan Melissa.***Bella hanya bergeming menatap Bu Siti yang bermain bersama Malika. Pikirannya kalut setelah ibu mertuanya pulang. Ucapan wanita tua itu kini terus menghantui pikirannya. "Apa benar
Melisa terkesiap mendengar ucapan Alvaro yang menurutnya tidak benar. Terlihat sang kakak malah seolah-olah tengah menggoda dirinya yang merasa kesal saat digoda olehnya."Tolong jangan menambah masalah, bikin kesel saja." Melisa membuang wajah saat Elvaro terlihat menertawakan dirinya.Bella menyenggol lengan sang suami karena melihat raut wajah Melisa yang sudah tidak enak dilihat."Jangan terus menggodanya," ucap Bella.Elvaro diam setelah disenggol oleh seorang istri, ia pun sudah melihat wajah Melisa mungkin ini berubah menjadi merah padam.Entah mengapa Melisa merasa aneh saat sang kakak menggodanya. Iya malah membayangkan wajah David yang menyebalkan itu saat sedang menggoda dirinya."Entah dapat berita dari mana sepulang dari luar kota dia menuduhku memiliki hubungan dengan David.""Lalu apa yang kamu jawab?" "Ya memang aku tidak ada apa-apa dengan David apa yang harus aku jawab. Bahkan, memberikan tender padamu karena ada David. Ya, sudah aku biarkan saja dia berpikir sepert