“Kamu bilang apa sama Mama Non?” tanyaku ingin tahu. “Boro-boro Pa.. aku baru bilang, Ma.. Ini Noni, Mama langsung menutup sambungan teleponnya.” Jawab Noni.
Padahal aku berharap kalau Noni yang telepon Widarti mau menerima dan mau bicara sama Noni, karena Noni anak yang ditinggalkannya begitu saja. Setidaknya dia bisa minta maaf pada Noni. Tapi, pada kenyataannya mau bicara sama Noni pun tidak. “Yaudah sayang.. kamu jangan putus asa, kalau ada waktu kamu harus terus usaha untuk komunikasi dengan Mama.” Aku sarankan seperti itu pada Noni. “Mama kebangetan Pa.. masak sih gak ada rasa kangen sama sekali?” Noni katakan itu disela isak tangisnya. Aku bisa membayangkan betapa sedihnya Noni, dia berharap dengan memperoleh nomor kontak Widarti dia bisa berkomunikasi layaknya anak dan Mamanya. Aku tidak ingin Noni tambah bersedih, aku sudah dahulu pembicaraanku dengan Noni. Aku kasih alasan mau meeti“Mas Danu.. saat ini Widarti masih menutup komunikasi dulu, dia minta maaf. Tapi, dia tidak belum jelaskan apa sebabnya.” Jawab Ningsih dengan lirih.Ternyata aku dan Noni masih harus bersabar, entah apa penyebabnya Widarti masih menutup diri untuk berkomunikasi. Menurut Ningsih, Widarti akan mengabarinya kalau dia sudah memungkinkan untuk berkomunikasi.Aku tanyakan pada Ningsih, “Waktu pertama tersambung dengan Widarti gimana reaksinya? Apakah dia senang bisa bicara sama kamu?” tanyaku pada Ningsih.“Dia gak surprise sama sekali mas, nada bicaranya datar aja. Dia seperti orang yang sedang was-was gitu mas.” Jawab Ningsih. Aku merasa kalau Widarti masih merahasiakan sesuatu pada suaminya. Sehingga dia tidak leluasa terima telepon dari Indonesia.Aku katakan pada Ningsih, sebetulnya aku dan Noni cuma ingin tahu kondisi kehidupannya di sana. Apakah hidupnya bahagia atau tidak. Sehingga Noni juga bisa tena
Keesokan paginya saat dalam perjalanan menuju ke kantor Adriana telepon aku. Dia mau memberikan kejutan padaku, ada oleh-oleh spesial untuk aku katanya.“Sorry Dri.. tapi gak bisa sekarang ketemuannya, paling entar pas jam makan siang.” Aku jelaskan pada Adriana. Adriana maklum dengan apa yang aku katakan.“Nanti gini om.. aku check in duluan, terus om menyusul.. bisa gak?” tanya Adriana di telepon. Aku sarankan pada Adriana untuk check in setelah ada kepastian dari aku, karena aku belum memastikan bisa atau gaknya.Adriana menyetujui saran yang aku berikan dan dia mengakhiri pembicaraan. Aku tidak tahu Adriana mau kasih aku kejutan apa, yang jelas dia ingin memberikanku oleh-oleh sebagai buah tangan setelah pulang dari Singapura dengan pak Anggoro.Aku pikir dia pasti dapat uang tips yang lumayan dari hasil menemani pak Anggoro ke Singapura. Sehingga dia memberikanku oleh-oleh sebagai tanda terima kasihnya. Adriana memang menjadi sangat dekat den
Masih tersisa waktu 1 jam dan Adriana ingin bermanja-manja denganku, dia ingin aku peluk dan disayang layaknya aku memperlakukan Noni. Entah apa yang ada dibenak Adriana sehingga dia begitu terobsesi untuk diperhatikan dan diperlakukan seperti Noni.“Aku merasa nyaman om perlakukan seperti ini.. “ Ucap Adriana yang ada dipelukanku. Dia katakan itu dengan menatap bola mataku. Matanya yang begitu bening dan indah membuatku hanyut dalam berbagai imajinasi tentang dirinya.“Kenapa kamu merasa nyaman Dri? Kan ini sesuatu yang biasa aja sih menurut om?” Aku katakan itu sembari melabuhkan kecupan di bibirnya.“Mungkin om melakukannya dengan tulus dan penuh kasih sayang, aku sangat merasakannya om.” Balas Adriana.Sulit rasanya aku untuk menahan diri dalam posisi kami masih sama-sama dibaluti sehelai kain pun. Kadang Adriana menyilangkan kakinya dipahaku, kadang dia mengelus dada polosku yang tanpa sehelai rambu
Saat sampai di kantor, aku dipanggil pak Anggoro. Kami ngobrol di ruang kerjanya. Tadinya aku pikir ada hal yang serius ingin disampaikan pak Anggoro, ternyata dia hanya ingin cerita pengalamannya dengan Adriana.“Pak Danu mau dengar cerita saya gak? Pak Danu harus tahu nih..” pak Anggoro katakan itu dengan penuh keceriaan.“Wah boleh juga sih pak.. pasti seru ya ceritanya?” Aku malah balik bertanya.Pak Anggoro katakan kalau Adriana sangat membuatnya senang, tidak menuntut macam-macam dan sangat menghibur dirinya yang penat dengan berbagai problem perusahaan. Selama di Singapura Adriana melayani pak Anggoro sepenuh hati, sehingga membuatnya tidak segan-segan memberikan bonus pada Adriana.Aku tidak katakan pada pak Anggoro kalau aku diberikan hadiah jam tangan oleh Adriana, aku tidak ingin beliau punya pikiran yang tidak-tidak denganku.“Di Singapura saya sempat belikan pak Danu jam tangan, Adriana
Saat aku keluar dari ruangan pak Anggoro, Ningsih telepon. Aku menuju ke ruang kerjaku untuk menerima telepon Ningsih via ponsel. “Ya Ningsih.. ada kabar baikkah buat saya?” tanyaku pada Ningsih.Ningsih katakan kalau Widarti sudah membuka komunikasi, tapi hanya via aplikasi percakapan. Widarti belum terima untuk kontak via telepon. Ningsih memberikan nomor ponsel Widarti dengan pesan jangan sekali-kali telepon langsung.“Ini demi kebaikan mas dan Noni, pesannya Widarti seperti itu mas. Saya pikir via aplikasi percakapan sudah cukup kok.” Pesan Ningsih“Okey Ningsih.. terima kasih sudah berikan saya nomor kontak Widarti. Tapi, apakah boleh nomor ini saya berikan pada Noni.” Aku tanyakan itu untuk memastikan.“Sebaiknya jangan dulu mas.. Widarti belum sanggup untuk komunikasi dengan Noni.” Jawab Ningsih.Aku masih penuh tanda tanya dengan keadaan Widarti, entah kenapa begitu banyak
Di saat aku masih bingung menghadapi kenyataan tentang Noni, Widarti kembali mengirimkan pesan. [Perlu mas ketahui.. suami Ningsih adalah mantan suami saya, jangan sampai pertemukan Noni dengan laki-laki bejat itu!! Saya tidak mau nanti Noni kembali Trauma dengan masa lalunya.. cukup mas Danu yang tahu, ibu juga belum tahu tentang ini.. Oh ya jangan cerita dengan ibu soal siapa Noni.]Pesan yang dikirim Widarti itu bagiku sangat berarti, pantasan dua kali bertemu dengan Ningsih dia tidak pernah mengajak suaminya. Ningsih sendiri merahasiakan suami Widarti yang memperkosa Noni, dan dia belum mau menceritakan siapa lelaki yang sudah memperkosa Noni.Satu persatu rahasia yang selama ini masih tersimpan mulai terbuka. Aku kembali membalas pesan Widarti, [Wid.. terima kasih kamu sudah mau menceritakan tentang rahasia di masa lalu yang tidak saya ketahui, sayalah orang yang pantas menerima dosa dari semua yang terjadi.. saya menjaga Noni seperti anak saya sendiri, dia sang
Keesokan harinya Widarti kembali mengirim pesan, dia minta kirimkan foto Noni yang terbaru. Sekarang Widarti yang lebih dahulu kirim pesan, aku hanya membalas pesannya. Setelah aku kirimkan foto Noni yang terbaru, Widarti membalas pesanku:[Mas.. Noni cantik sekali ya? Saya titip Noni sama kamu mas, anggap saja dia anak kamu. Suatu saat saya akan cerita siapa ayah biologis Noni..] begitulah pesan yang dikirim Widarti padaku.Aku kembali membalas pesan Widarti [Saat ini Noni tahunya sayalah Papanya, Wid. Saya sangat sayang sama dia walaupun pada akhirnya saya tahu dia bukan anak saya.. itulah cara saya menebus kesalahan saya pada kamu. Kamu gak usah cemas, keadaannya baik-baik saja..] itulah balasan pesan yang aku kirimkan pada Widarti.Aku dan Widarti seperti berbalas pantun, dia menceritakan penderitaannya saat aku tinggalkan menikah dengan perempuan lain. Dengan segala kekecewaannya dia meninggalkan Kota Bandung dan kembali ke kampungnya. Di kampunglah d
Setelah pamit dengan isteriku, aku langsung berangkat ke Bandung naik naik Kereta Api Argo Parahiangan. Saat aku baru saja duduk di pinggir jendela sembari menatap keluar jendela, aku disapa oleh seseorang, “Maaf om.. sepertinya om salah kursi deh.” Aku langsung menoleh ke arah suara yang menyapaku.Seorang gadis berusia sekitar 20 tahun, cantik berada dihadapanku, “Oh ya? Masak sih?” tanyaku sembari melihat nomor yang tertera di tiket. Ternyata benar, aku salah nomor kursi. Aku langsung berdiri dan meminta maaf pada gadis itu.“Wah.. maaf ya, maklum buru-buru tadi.” Sambungku. Aku persilahkan dia untuk menempati kursi yang ada dipinggir jendela. Setelah dia duduk barulah aku kembali duduk di kursi bagian dalam di sebelahnya.“Terima kasih ya om.. Om mau ke Bandung juga ya?” Tanya gadis itu. Sebelum menjawab aku menanyakan siapa namanya, naluri aku selalu begitu kalau melihat gadis cantik. Dia mengulurk
196. EndingTiga bulan kemudian Noni yang pada awalnya tidak tertarik dengan Nara, menjalin hubungan hanya untuk menyenangkan hati orang tuanya. Lambat laun cintanya berlabuh juga pada Nara, “Mas.. Kok kamu sabar sekali menghadapi aku?” itu dikatakan Noni satu hari sebelum akad nikahnya dengan Nara padaku. “Non, aku sangat yakin dengan kekuatan cinta, mencintai itu seperti titik air di atas batu. Harus intens dan serius, itulah yang akhirnya aku dapatkan.” jawab Nara penuh keyakinan Noni memeluk Nara sangat erat, “Kamu hebat, mas, kesabaran kamulah yang membuat aku jatuh cinta pada akhirnya.” bisik Noni. Nara jelaskan pada Noni, bukan hanya dalam mencintai harus yakin pada perasaan. Tapi, dalam segala hal manusia harus serius pada tujuan hidupnya. Bagi Nara, cukuplah penderitaan sudah menjadi bagian hidupnya. Sekarang dia ingin menghiasi cintanya pada Noni penuh dengan kebahagiaan. “Aku sangat berharap Papa besok hadir pada pernikahanku, tanpa ada Papa hidupku belumlah lengkap.
Satu bulan kemudianPernikahan pak Anggoro dan Adriana tidaklah dirayakan secara meriah, mengingat isteri pak Anggoro juga belum lama meninggal. Sebuah pernikahan yang sangat sederhana, yang dirayakan di villa pak Anggoro di puncak. Aku hadir bersama isteriku, sengaja aku minta Sri untuk menemaniku. Tadinya Sri tidak ingin pergi, karena dia tahu di acara itu pasti ada Widarti Mama Noni, yang merupakan mantanku sebelum menikahi Sri. “Mas.. biarlah aku di rumah saja, aku tidak ingin nanti Widarti malah tidak menerima kehadiranku.” ucap Sri saat itu“Sri.. mas justeru ingin perlihatkan pada Widarti, bahwa aku bahagia bersama kamu. Aku ingin semua orang tahu, bahwa aku bangga sama kamu, Sri.”Akhirnya Sri bersedia menemaniku malam itu. Sri terlihat cantik sekali, karena memang dia tidak pernah berdandan seperti itu. Kami berangkat dari rumah dengan menggunakan mobil kantor yang dipinjamkan pak Anggoro. Sampai di Villa kami agak terlambat, sehingga kedatangan kami menjadi perhatian bany
“Dalam keadaan habis sakit aja stamina om masih okey, gimana sebelumnya ya?” puji Virna “Om cuma bisanya seperti tadi itu, Virna, maaf ya performa om kurang bagus.” aku sedikit merendahkan diriVirna memelukku, “Om.. apa yang aku rasakan tadi sudah lebih dari cukup. Makanya aku membayangkan om saat masih sehat.”Aku jelaskan pada Virna, bahwa sesuai dengan usiaku saat ini performaku sudah jauh menurun. Namun, Virna menganggap kalau aku masih mampu mengimbangi durasinya dalam bercinta. Selama ini Virna bisa merasakan seperti itu jika berhubungan dengan lelaki seusianya. Baginya apa yang aku suguhkan padanya sudah lebih dari cukup. “Ada yang istimewa dari om, cara om memperlakukan aku. Om benar-benar pakai perasaan saat melakukannya.”“Kalau itu soal kebiasaan aja, Vir, om selalu menganggap pasangan bercinta itu adalah kekasih. Om tidak akan bercinta dengan wanita yang tidak om sukai.”Virna mempererat pelukannya, “Terima kasih om sudah perlakukan aku dengan penuh cinta.” ucap Virna
Keesokan harinya Pulang dari Bandung aku semakin percaya diri, terlebih lagi setelah kencan dengan Noni. Ternyata aku memang harus membebaskan diri dari berbagai ketakutan, aku harus lebih santai menghadapi keadaan. Virna memang tidak mungkin telepon aku, karena dia hanya memasukkan nomor ponselnya di daftar kontakku. Aku sangat yakin kalau dia mau menguji aku, apakah aku bersedia untuk meneleponnya. Saat aku berada di taman perumahan aku telepon Virna, “Hai Vir.. kok kamu gak kelihatan di taman?” tanyaku Virna katakan pagi itu dia tidak di rumah, dia sedang berada di luar rumah. Virna mengajakku untuk bertemu, “Di mana Virna?” tanyaku lagiVirna katakan kalau dia sedang staycation di sebuah hotel dan dia memberikan nama hotelnya, juga nomor kamarnya. Aku tidak buang kesempatan itu, aku segera pulang ke rumah untuk segera mandi. Saat aku sedang berpakaian, Sri masuk ke kamar, “Tuh kan! Kalau sudah sehat aja gak betah di rumah, mas mau kemana rapi gitu?” tanya Sri penuh kecurig
Di kantor, aku, Nara dan Noni membicarakan rencana pernikahan Noni dan Nara. Keluarga Noni menginginkan pernikahan dilaksanakan enam bulan lagi. Berbeda dengan keinginan Noni dan Nara, yang menginginkan pernikahan dilaksanakan tahun depan. Noni dan Nara butuh masukan dariku, “Pernikahan itu bisa dilaksanakan tergantung kesiapan kalian, karena yang akan menikah adalah kalian,” itu yang bisa aku katakan“Iya Pa, aku dan mas Nara siapnya tahun depan, tapi Papa dan Mama maunya lebih cepat dari itu.” ujar NoniNara pun menjelaskan, secara finansial dia baru bisa melaksanakan tahun depan. Namun, menurut Nara Jatimin menyanggupi untuk menutupi seluruh biaya. Alasan Jatimin, karena Noni anaknya satu-satunya. “Jadi, sebetulnya alasan kalian menunda juga terlalu prinsip, ya. Ikuti saja keinginan Papa kamu, Non, itulah yang paling baik. Aku jelaskan juga alasan Nara menunda bisa ditanggulangi Jatimin, jadi alasan Nara tidaklah menjadi halangan bagi keluarga Noni. Keluarga Noni tidak terlalu
Satu minggu kemudian Aku dijemput Noni dan Nara, alasannya Noni dan Nara banyak yang ingin dibicarakan di Bandung terkait rencana pernikahan mereka. Di Bandung aku nginap di rumah Nara, rumah yang pernah aku tempati sebagai kepala cabang. Saat aku di kantor menemani Nara dan bertemu dengan karyawan, Noni mengajakku keluar. Alasannya, dia ingin memberikan kejutan padaku. Aku minta izin pada Nara, “Nara.. om izin jalan sama Noni ya, Noni mau kasih kejutan pada om.”“Iya mas.. gak lama kok, aku mau perlihatkan sesuatu pada Papa.”“Okey.. Gak apa-apa kok, silahkan aja Pa.. saya belum bisa menemani karena lagi padat hari ini.” ucap Nara. Noni menyetir mobilnya, aku mendampinginya di depan. Noni cerita, bahwa rumah nenek sudah di renovasi, itulah yang ingin diperlihatkannya padaku. “Rumahnya sudah bagus Pa, yang renovasi Papa Jatimin.”“Jadi kamu mau kasih lihat rumah nenek sama Papa?”“Iya Pa, biar gimanapun rumah itu banyak kenangan kita, Pa. Papa senang gak aku ajak ke sana?”Aku me
Virna belum tahu situasi di kompleks perumahan, dengan entengnya dia mengajakku mampir ke rumahnya, “Om keberatan gak kalau aku ajak mampir ke rumah?”“Keberatan sih gak, Virna, masalahnya kompleks perumahan ini bukanlah seperti perumahan pondok indah. Apa kata warga entar lihat om ke rumah kamu.” aku menolak dengan halus. “Om.. aku mau tanya, sekarang performa om gimana?”Sepertinya Virna mau menguji staminaku, “Performa sih lumayan dibandingkan beberapa bulan yang lalu.”Virna pembicaraannya sudah mulai rada panas, dia menanyakan vitalitasku sudah kembali normal atau belum. Dari gestur tubuhnya Virna terlihat sangat gelisah, seperti ada yang ingin buru-buru dia tuntaskan. Virna mengulurkan tangannya, “Om pegang deh telapak tangan aku..” Aku ambil telapak tangannya, “Lho? Kok basah gini, Vir? Kenapa tuh?” tanyaku pura-pura polos“Aku gitu om.. kalau sudah ketemu yang aku inginkan, aku jadi nervous kalau tidak aku dapatkan.”Aku sebetulnya tahu apa yang Virna sedang alami dan ras
Kesehatanku sudah berangsur pulih, setiap pagi aku mulai melakukan olah raga ringan dengan gerak jalan. Selain itu aku juga mengubah penampilan, yang tadinya lebih klimis, sekarang wajahku mulai ditumbuhi kumis dan brewok tipis. Di taman komplek perumahan aku berlari-lari kecil untuk jarak pendek, sekadar menggerakkan tubuh agar berkeringat. Banyak juga penduduk disekitarnya yang ikut berolahraga. Saat sedang melepas lelah di bangku taman, seorang gadis menghampiriku, “Pagi om.. maaf om warga disekitar komplek ini ya?” tanya gadis itu“Iya dik.. adik juga warga sini ya? Kok om baru lihat kamu?” aku berusaha bersikap seramah mungkin“Kenalin om.. Virna, aku warga baru di sini, baru dua bulan pindah ke sini.” Dia mengulurukan tangan dan memperkenalkan diriAku pun membalas jabatan tangannya sambil memperkenalkan diri, “Danu.. om warga pertama di komplek ini.”Virna yang memakai outfit sport yang ketat dengan belahan depan rendah, sehingga memperlihatkan setiap lekuk tubuhnya yang men
Yosi pada akhirnya datang ke rumahku, dia kaget saat tahu aku lagi sakit, “Ya Tuhan, om.. aku benar-benar gak tahu kalau om sakit. Emang Maura tahu dari mana om sakit, tante?”“Tante juga gahu Yosi, yang jelas dia datang ke rumah saat om lagi sakit. Dia bawa anaknya yang berusia hampir satu tahun.”Yosi ceritakan pada isteriku kenapa dia kenalkan Maura padaku, alasan dia semata-mata karena aku sering menolong orang lain. Yosi katakan kalau dia kasihan pada Maura yang sedang hamil, tapi cowoknya kabur. Saat itu aku hanya diminta mencari solusinya, dan aku memberikan solusinya. “Yang aku tahu gitu tante, Maura juga bilang sama aku kalau om Danu baik dan tidak macam-macam.”“Kamu sering menemui om ya?”“Gak sering tante, baru sekali itu aja.. benar kan om?”“Ya Sri.. Yosi ketemu aku baru kali itu aja.”“Emang Maura cerita apa sama tante soal om?”Sri katakan pada Yosi, bahwa Maura tidak banyak bicara. Maura hanya prihatin melihat keadaanku, dia belum sudah lama tidak bertemu denganku.