Keesokan harinya Widarti kembali mengirim pesan, dia minta kirimkan foto Noni yang terbaru. Sekarang Widarti yang lebih dahulu kirim pesan, aku hanya membalas pesannya. Setelah aku kirimkan foto Noni yang terbaru, Widarti membalas pesanku:
[Mas.. Noni cantik sekali ya? Saya titip Noni sama kamu mas, anggap saja dia anak kamu. Suatu saat saya akan cerita siapa ayah biologis Noni..] begitulah pesan yang dikirim Widarti padaku. Aku kembali membalas pesan Widarti [Saat ini Noni tahunya sayalah Papanya, Wid. Saya sangat sayang sama dia walaupun pada akhirnya saya tahu dia bukan anak saya.. itulah cara saya menebus kesalahan saya pada kamu. Kamu gak usah cemas, keadaannya baik-baik saja..] itulah balasan pesan yang aku kirimkan pada Widarti. Aku dan Widarti seperti berbalas pantun, dia menceritakan penderitaannya saat aku tinggalkan menikah dengan perempuan lain. Dengan segala kekecewaannya dia meninggalkan Kota Bandung dan kembali ke kampungnya. Di kampunglah dSetelah pamit dengan isteriku, aku langsung berangkat ke Bandung naik naik Kereta Api Argo Parahiangan. Saat aku baru saja duduk di pinggir jendela sembari menatap keluar jendela, aku disapa oleh seseorang, “Maaf om.. sepertinya om salah kursi deh.” Aku langsung menoleh ke arah suara yang menyapaku.Seorang gadis berusia sekitar 20 tahun, cantik berada dihadapanku, “Oh ya? Masak sih?” tanyaku sembari melihat nomor yang tertera di tiket. Ternyata benar, aku salah nomor kursi. Aku langsung berdiri dan meminta maaf pada gadis itu.“Wah.. maaf ya, maklum buru-buru tadi.” Sambungku. Aku persilahkan dia untuk menempati kursi yang ada dipinggir jendela. Setelah dia duduk barulah aku kembali duduk di kursi bagian dalam di sebelahnya.“Terima kasih ya om.. Om mau ke Bandung juga ya?” Tanya gadis itu. Sebelum menjawab aku menanyakan siapa namanya, naluri aku selalu begitu kalau melihat gadis cantik. Dia mengulurk
Aku dan Clara berpisah di stasiun Bandung. Dari stasiun aku langsung menuju ke kantor. Dalam perjalanan ke kantor aku kembali teringat pada Clara, wajahnya yang cantik itu sangat melekat dalam ingatanku. Terutama fisiknya yang sangat proporsional, tidak ada yang terlihat berlebihan. Semua terlihat sangat wajar dan serasi.Tantangan kencannya pun sangat menarik, dia yang terlebih dahulu mengeluarkan tantangan, bukanlah aku. Kalau aku imajinasikan secara fisik Clara seperti Angelina Jolie, yang bibirnya sangat sensual. Seperti itulah pesona yang dimiliki Clara, memang tipikal wanita yang aku sukai.Sampai di kantor aku langsung menemui Noni di meja resepsionis. Begitu melihatku ada dihadapannya, Noni menghampiri, “Hai!! Kesayanganku ketemu lagi.”Ucap Noni tanpa perasaan malu-malu. Aku peluk Noni dan aku kecup pipinya.“Gimana keadaan kamu sayang..?” Tanyaku sembari menatap senyumnya yang semringah.“Baik Pa.. Pa
Keluar dari ruangan pak Supriatna aku langsung menghampiri Noni. Aku kaget saat melihat Noni sedang berurai airmata, tangannya sedang menggenggam ponsel yang menempel di telinganya. Noni menatapku dan memberikan isyarat kalau dia sedang berbicara dengan Mamanya.Tidak ada yang Noni katakan selain daripada hanya mendengarkan. Tapi, raut wajahnya begitu sedih dan airmatanya tumpah memenuhi pelupuk matanya. Aku hanya terpana menatap ya, sengaja aku tidak ingin mencampuri urusannya. Setelah Noni menutup sambungan telepon, dia mengatakan padaku,“Pa.. barusan Mama telepon, aku spechless Pa.. aku marah, tapi aku gak bisa bilang apa-apa.” Ucap Noni dengan masih berurai airmata.“Mama bilang apa sama kamu? Apa yang membuat kamu begitu sedih?” Aku berusaha menyelidik apa yang dirasakan Noni.“Mama hanya bilang kangen sama aku, Mama sayang sama aku.. tapi saat ini Mama tidak bisa berbuat apa-apa.” Jawab Noni.Aku jelaskan pada Noni, tetaplah peliha
“Kalau kamu ada waktu, tolong cari tahu di mana keberadaan Adri, nenek juga kasihan sama dia.” Ucap nenek.Aku minta pada nenek nama keluarga yang bisa aku hubungi dan alamat rumahnya. Namun, nenek harus mencari dulu alamatnya. Aku merasa iba pada nenek, diusianya yang sudah 65 tahun tapi belum dibahagiakan oleh anak-anaknya. Nenek hanya punya 2 anak kembar, satunya sudah wafat dan satunya lagi di Hong Kong.Widarti dan Widarsih adalah tumpuan harapannya, tapi kenyataan hidup yang dihadapinya tidak seperti yang dia bayangkan. Nenek minta aku menggendong Noni ke kamar tidurnya,“Danu.. kamu gendong Noni ke kamarnya ya, kasihan.. kamu temani dia tidur dulu ya.” Pesan nenek.Aku menggendong Noni ke kamarnya, aku baringkan dia di tempat tidurnya. Aku selimut tubuhnya, aku kecup keningnya dan aku berbaring menemani disisinya. Aku baru sadar kalau aku belum mandi sama sekali, sejak perjalanan dari Jakarta sampai ke Bandun
Noni memang tidak seliar biasanya, semua dilakukannya dengan penuh perasaan. Aku dan Noni benar-benar tenggelam dalam Asmaradhahana cinta terlarang. Terkadang Noni butuh waktu untuk jeda sesaat sebelum dia melanjutkan berbagai cumbuannya.“Pa.. santai aja ya, gak ada yang harus kita kejar malam ini. Aku mau menikmati sejengkal demi sejengkal tubuh Papa.” Bisik Noni. Dia terus bergerilya menyusuri tubuhku dengan bibirnya. Aku tahan Noni saat dia menyusuri lembah terlarang di bagian tubuhku. Aku tidak ingin dia melakukan itu.“Jangan Non!! Kamu jangan lakukan itu!!” pintaku dengan lirih. Noni tidak terima, dia protes padaku, “Kenapa Pa? Kan itu bagian dari fore play?” Tanya Noni. Aku tetap tidak ingin dia melakukan itu, kami jeda sejenak.“Mama aja melakukan itu tidak pernah Papa izinkan Non.. apalagi kamu.” Jawabku. “Papa tidak ingin kamu melakukan hal yang menghinakan kamu.” Lanjutku.
Saat sarapan pagi nenek kembali membuka cerita tentang Adri sepupu Noni yang tinggal di Jakarta, “Non.. kamu masih ingat gak teman kamu waktu masih kecil, Adri? Sepupu kamu, anaknya tante Widarsih?” Nenak tanyakan itu pada Noni.“Ingat sih nek.. cuma Noni udah lupa wajahnya, emang kenapa nek?” Noni balik bertanya.“Nenek minta tolong Papa kamu cari info keberadaannya di Jakarta. Tiba-tiba nenek ingat dengan dia, karena nasibnya sama seperti kamu.” Jawab nenek.“Nenek punya alamat keluarga yang merawat Adri, nek? Aku tanyakan itu pada nenek. Nenek memberikanku secarik kertas yang berisi alamat keluarga yang mengasuh Adri.“Ini alamatnya, Danu.. coba aja kamu cari informasinya.” Jawab nenek sembari memberikan secarik kertas.Nenek menceritakan panjang lebar tentang keluarga ayah Adri yang mengasuh Adri sejak ditinggal ayah dan ibunya saat Adri masih kecil. Noni baru ‘ngeh
Saat aku di proyek Clara telepon, ini sungguh di luar dugaanku. Satu sisi aku senang karena yang telepon duluan adalah Clara, bukan aku. Tapi, di sisi lain aku pun tidak bisa meninggalkan pekerjaan begitu saja.Aku jawab telepon dari Clara, “Hai.. Clara, om surprise nih kamu telepon. Ada apa Clara? Apa yang bisa om bantu?” Aku pancingan Clara dengan pertanyaan ingin tahu.“Om Danu masih di Bandung kah? Mau terima tantangan aku gak om?” tanya Clara dengan bercanda.“Masih Clara.. kebetulan sedang di proyek nih. Apa nih tantangannya Clara? Berat gak tantangannya?” Aku balik bercanda dengan bertanya.Clara jelaskan padaku kalau dia sedang tidak ada kuliah, dan dia lagi iseng di kosannya. Dia memberikanku tantangan untuk datang kesannya dan ingin membuktikan rahasia apa yang ada dibalik bentuk hidungku. Apakah dugaannya benar atau tidak.Tantangan Clara itu godaan bagiku, karena datangnya disaat a
“Aura yang om pancarkan dari setiap tatapan mata om.. Tapi, mata om itu tidak nakal dan genit.” Jawab Clara dengan mengerdipkan sebelah matanya.“Ampun mak.. “ dalam hatiku, Clara sangat mempesona dan menggairahkan. Tanktopnya yang begitu tipis menembus apa yang terlihat dibaliknya.“Bentuk hidung om itu mengisyaratkan bentuk yang ada dibalik celana om.” Ujar Clara to the point.Seketika wajahku memerah, aku tidak menyangka kalau Clara lebih berani mengatakan itu ketimbang Adriana. Adriana hanya menyebutkan dengan kata-kata simbolis, tapi Clara langsung bicara pada intinya.Segelas wine sudah hampir habis, Clara menggelosor tiduran dipanggkuanku. Tangannya mulai membuka ikat pinggangku, wajahnya begitu dekat menatap tangannya yang melepaskan ikat pinggang dan menurunkan resleting celanaku.Aku segera meminta Clara untuk bangun, aku tidak ingin dia melanjutkan apa yang akan dilakukannya, “Jangan Clara.. om gak ingin kamu lakukan itu. Om sa
196. EndingTiga bulan kemudian Noni yang pada awalnya tidak tertarik dengan Nara, menjalin hubungan hanya untuk menyenangkan hati orang tuanya. Lambat laun cintanya berlabuh juga pada Nara, “Mas.. Kok kamu sabar sekali menghadapi aku?” itu dikatakan Noni satu hari sebelum akad nikahnya dengan Nara padaku. “Non, aku sangat yakin dengan kekuatan cinta, mencintai itu seperti titik air di atas batu. Harus intens dan serius, itulah yang akhirnya aku dapatkan.” jawab Nara penuh keyakinan Noni memeluk Nara sangat erat, “Kamu hebat, mas, kesabaran kamulah yang membuat aku jatuh cinta pada akhirnya.” bisik Noni. Nara jelaskan pada Noni, bukan hanya dalam mencintai harus yakin pada perasaan. Tapi, dalam segala hal manusia harus serius pada tujuan hidupnya. Bagi Nara, cukuplah penderitaan sudah menjadi bagian hidupnya. Sekarang dia ingin menghiasi cintanya pada Noni penuh dengan kebahagiaan. “Aku sangat berharap Papa besok hadir pada pernikahanku, tanpa ada Papa hidupku belumlah lengkap.
Satu bulan kemudianPernikahan pak Anggoro dan Adriana tidaklah dirayakan secara meriah, mengingat isteri pak Anggoro juga belum lama meninggal. Sebuah pernikahan yang sangat sederhana, yang dirayakan di villa pak Anggoro di puncak. Aku hadir bersama isteriku, sengaja aku minta Sri untuk menemaniku. Tadinya Sri tidak ingin pergi, karena dia tahu di acara itu pasti ada Widarti Mama Noni, yang merupakan mantanku sebelum menikahi Sri. “Mas.. biarlah aku di rumah saja, aku tidak ingin nanti Widarti malah tidak menerima kehadiranku.” ucap Sri saat itu“Sri.. mas justeru ingin perlihatkan pada Widarti, bahwa aku bahagia bersama kamu. Aku ingin semua orang tahu, bahwa aku bangga sama kamu, Sri.”Akhirnya Sri bersedia menemaniku malam itu. Sri terlihat cantik sekali, karena memang dia tidak pernah berdandan seperti itu. Kami berangkat dari rumah dengan menggunakan mobil kantor yang dipinjamkan pak Anggoro. Sampai di Villa kami agak terlambat, sehingga kedatangan kami menjadi perhatian bany
“Dalam keadaan habis sakit aja stamina om masih okey, gimana sebelumnya ya?” puji Virna “Om cuma bisanya seperti tadi itu, Virna, maaf ya performa om kurang bagus.” aku sedikit merendahkan diriVirna memelukku, “Om.. apa yang aku rasakan tadi sudah lebih dari cukup. Makanya aku membayangkan om saat masih sehat.”Aku jelaskan pada Virna, bahwa sesuai dengan usiaku saat ini performaku sudah jauh menurun. Namun, Virna menganggap kalau aku masih mampu mengimbangi durasinya dalam bercinta. Selama ini Virna bisa merasakan seperti itu jika berhubungan dengan lelaki seusianya. Baginya apa yang aku suguhkan padanya sudah lebih dari cukup. “Ada yang istimewa dari om, cara om memperlakukan aku. Om benar-benar pakai perasaan saat melakukannya.”“Kalau itu soal kebiasaan aja, Vir, om selalu menganggap pasangan bercinta itu adalah kekasih. Om tidak akan bercinta dengan wanita yang tidak om sukai.”Virna mempererat pelukannya, “Terima kasih om sudah perlakukan aku dengan penuh cinta.” ucap Virna
Keesokan harinya Pulang dari Bandung aku semakin percaya diri, terlebih lagi setelah kencan dengan Noni. Ternyata aku memang harus membebaskan diri dari berbagai ketakutan, aku harus lebih santai menghadapi keadaan. Virna memang tidak mungkin telepon aku, karena dia hanya memasukkan nomor ponselnya di daftar kontakku. Aku sangat yakin kalau dia mau menguji aku, apakah aku bersedia untuk meneleponnya. Saat aku berada di taman perumahan aku telepon Virna, “Hai Vir.. kok kamu gak kelihatan di taman?” tanyaku Virna katakan pagi itu dia tidak di rumah, dia sedang berada di luar rumah. Virna mengajakku untuk bertemu, “Di mana Virna?” tanyaku lagiVirna katakan kalau dia sedang staycation di sebuah hotel dan dia memberikan nama hotelnya, juga nomor kamarnya. Aku tidak buang kesempatan itu, aku segera pulang ke rumah untuk segera mandi. Saat aku sedang berpakaian, Sri masuk ke kamar, “Tuh kan! Kalau sudah sehat aja gak betah di rumah, mas mau kemana rapi gitu?” tanya Sri penuh kecurig
Di kantor, aku, Nara dan Noni membicarakan rencana pernikahan Noni dan Nara. Keluarga Noni menginginkan pernikahan dilaksanakan enam bulan lagi. Berbeda dengan keinginan Noni dan Nara, yang menginginkan pernikahan dilaksanakan tahun depan. Noni dan Nara butuh masukan dariku, “Pernikahan itu bisa dilaksanakan tergantung kesiapan kalian, karena yang akan menikah adalah kalian,” itu yang bisa aku katakan“Iya Pa, aku dan mas Nara siapnya tahun depan, tapi Papa dan Mama maunya lebih cepat dari itu.” ujar NoniNara pun menjelaskan, secara finansial dia baru bisa melaksanakan tahun depan. Namun, menurut Nara Jatimin menyanggupi untuk menutupi seluruh biaya. Alasan Jatimin, karena Noni anaknya satu-satunya. “Jadi, sebetulnya alasan kalian menunda juga terlalu prinsip, ya. Ikuti saja keinginan Papa kamu, Non, itulah yang paling baik. Aku jelaskan juga alasan Nara menunda bisa ditanggulangi Jatimin, jadi alasan Nara tidaklah menjadi halangan bagi keluarga Noni. Keluarga Noni tidak terlalu
Satu minggu kemudian Aku dijemput Noni dan Nara, alasannya Noni dan Nara banyak yang ingin dibicarakan di Bandung terkait rencana pernikahan mereka. Di Bandung aku nginap di rumah Nara, rumah yang pernah aku tempati sebagai kepala cabang. Saat aku di kantor menemani Nara dan bertemu dengan karyawan, Noni mengajakku keluar. Alasannya, dia ingin memberikan kejutan padaku. Aku minta izin pada Nara, “Nara.. om izin jalan sama Noni ya, Noni mau kasih kejutan pada om.”“Iya mas.. gak lama kok, aku mau perlihatkan sesuatu pada Papa.”“Okey.. Gak apa-apa kok, silahkan aja Pa.. saya belum bisa menemani karena lagi padat hari ini.” ucap Nara. Noni menyetir mobilnya, aku mendampinginya di depan. Noni cerita, bahwa rumah nenek sudah di renovasi, itulah yang ingin diperlihatkannya padaku. “Rumahnya sudah bagus Pa, yang renovasi Papa Jatimin.”“Jadi kamu mau kasih lihat rumah nenek sama Papa?”“Iya Pa, biar gimanapun rumah itu banyak kenangan kita, Pa. Papa senang gak aku ajak ke sana?”Aku me
Virna belum tahu situasi di kompleks perumahan, dengan entengnya dia mengajakku mampir ke rumahnya, “Om keberatan gak kalau aku ajak mampir ke rumah?”“Keberatan sih gak, Virna, masalahnya kompleks perumahan ini bukanlah seperti perumahan pondok indah. Apa kata warga entar lihat om ke rumah kamu.” aku menolak dengan halus. “Om.. aku mau tanya, sekarang performa om gimana?”Sepertinya Virna mau menguji staminaku, “Performa sih lumayan dibandingkan beberapa bulan yang lalu.”Virna pembicaraannya sudah mulai rada panas, dia menanyakan vitalitasku sudah kembali normal atau belum. Dari gestur tubuhnya Virna terlihat sangat gelisah, seperti ada yang ingin buru-buru dia tuntaskan. Virna mengulurkan tangannya, “Om pegang deh telapak tangan aku..” Aku ambil telapak tangannya, “Lho? Kok basah gini, Vir? Kenapa tuh?” tanyaku pura-pura polos“Aku gitu om.. kalau sudah ketemu yang aku inginkan, aku jadi nervous kalau tidak aku dapatkan.”Aku sebetulnya tahu apa yang Virna sedang alami dan ras
Kesehatanku sudah berangsur pulih, setiap pagi aku mulai melakukan olah raga ringan dengan gerak jalan. Selain itu aku juga mengubah penampilan, yang tadinya lebih klimis, sekarang wajahku mulai ditumbuhi kumis dan brewok tipis. Di taman komplek perumahan aku berlari-lari kecil untuk jarak pendek, sekadar menggerakkan tubuh agar berkeringat. Banyak juga penduduk disekitarnya yang ikut berolahraga. Saat sedang melepas lelah di bangku taman, seorang gadis menghampiriku, “Pagi om.. maaf om warga disekitar komplek ini ya?” tanya gadis itu“Iya dik.. adik juga warga sini ya? Kok om baru lihat kamu?” aku berusaha bersikap seramah mungkin“Kenalin om.. Virna, aku warga baru di sini, baru dua bulan pindah ke sini.” Dia mengulurukan tangan dan memperkenalkan diriAku pun membalas jabatan tangannya sambil memperkenalkan diri, “Danu.. om warga pertama di komplek ini.”Virna yang memakai outfit sport yang ketat dengan belahan depan rendah, sehingga memperlihatkan setiap lekuk tubuhnya yang men
Yosi pada akhirnya datang ke rumahku, dia kaget saat tahu aku lagi sakit, “Ya Tuhan, om.. aku benar-benar gak tahu kalau om sakit. Emang Maura tahu dari mana om sakit, tante?”“Tante juga gahu Yosi, yang jelas dia datang ke rumah saat om lagi sakit. Dia bawa anaknya yang berusia hampir satu tahun.”Yosi ceritakan pada isteriku kenapa dia kenalkan Maura padaku, alasan dia semata-mata karena aku sering menolong orang lain. Yosi katakan kalau dia kasihan pada Maura yang sedang hamil, tapi cowoknya kabur. Saat itu aku hanya diminta mencari solusinya, dan aku memberikan solusinya. “Yang aku tahu gitu tante, Maura juga bilang sama aku kalau om Danu baik dan tidak macam-macam.”“Kamu sering menemui om ya?”“Gak sering tante, baru sekali itu aja.. benar kan om?”“Ya Sri.. Yosi ketemu aku baru kali itu aja.”“Emang Maura cerita apa sama tante soal om?”Sri katakan pada Yosi, bahwa Maura tidak banyak bicara. Maura hanya prihatin melihat keadaanku, dia belum sudah lama tidak bertemu denganku.