“Aura yang om pancarkan dari setiap tatapan mata om.. Tapi, mata om itu tidak nakal dan genit.” Jawab Clara dengan mengerdipkan sebelah matanya.
“Ampun mak.. “ dalam hatiku, Clara sangat mempesona dan menggairahkan. Tanktopnya yang begitu tipis menembus apa yang terlihat dibaliknya. “Bentuk hidung om itu mengisyaratkan bentuk yang ada dibalik celana om.” Ujar Clara to the point. Seketika wajahku memerah, aku tidak menyangka kalau Clara lebih berani mengatakan itu ketimbang Adriana. Adriana hanya menyebutkan dengan kata-kata simbolis, tapi Clara langsung bicara pada intinya. Segelas wine sudah hampir habis, Clara menggelosor tiduran dipanggkuanku. Tangannya mulai membuka ikat pinggangku, wajahnya begitu dekat menatap tangannya yang melepaskan ikat pinggang dan menurunkan resleting celanaku. Aku segera meminta Clara untuk bangun, aku tidak ingin dia melanjutkan apa yang akan dilakukannya, “Jangan Clara.. om gak ingin kamu lakukan itu. Om saSaat akan kembali ke proyek Ningsih telepon aku, dia ajak aku ketemu untuk membuka rahasia tentang siapa suaminya. Meskipun Widarti sudah cerita tentang siapa suami Ningsih, aku tetap penuhi keinginannya meskipun waktuku sangat terbatas. Dia sepakat permintaanku, agar pertemuan dilakukan disekitar proyek. Kami bertemu di sebuah Cafe di sekitar proyek. Rupanya Ningsih tidak kuasa untuk menutupi rahasia yang selama ini sengaja dia simpan. “Gini mas Danu.. saya sangat menghormati mas Danu, juga sayang pada Noni. Tapi, saya harus ceritakan masalah ini.” Ucap Ningsih dengan mimik wajah yang serius. “Ceritakan aja Ningsih.. In Shaa Allah saya sudah siap untuk mendengarkan keseluruhannya.” Aku jelaskan itu seakan-akan aku belum tahu rahasia apa yang akan diungkapkannya. Ningsih mulai cerita dari awal perkenanlannya dengan Jatiman, suaminya yang juga mantan suami Widarti. Menurutnya, sejak masih menjadi suami Widarti, dia sudah sering ketemu dengan Jatiman. Saa
Terlalu banyak rahasia yang harus aku simpan, semua terkait dengan Noni. Aku merasa menghadapi sebuah kehidupan masa lalu yang begitu kompleks, yang harus aku urai satu persatu. Seperti menarik benang di dalam tepung, benang ditarik tepung tidak tumpah. Aku harus bisa menyelesaikan masalah ini tanpa harus melukai siapa pun. Ini bukanlah pekerjaan yang mudah, namun aku yakin Tuhan memberikan beban ini bukanlah tanpa rencananya yang baik terhadapku. Pikiran itulah yang mengisi benakku saat kembali ke proyek. Belum lagi masalah yang ada di proyek itu sendiri, yang juga harus aku selesaikan. Saat aku tiba di proyek pak Supriatna sudah menungguku. Sebagai seorang yang dianggapnya sebagai calon mertua, tentunya dia sangat menaruh hormat terhadapku. Tapi, sebagai kepala cabang perusahaan di Bandung, aku pun harus menghormatinya. Aku menghampiri pak Supriatna yang sedang di lapangan, “Selamat sore pak.. maaf tadi saya ada urusan keluarga sebentar, jadi saya tadi izin kel
Sepulang dari kantor aku, Noni dan nenek ngobrol di ruang tamu. Aku menjelaskan kepada nenek dan Noni bahwa Supriatna adalah sepupunya Jatiman, mantan ayah sambung Noni.“Oh ya nek.. nenek perlu tahu bahwa, cucu nenek ini sudah ada yang mau meminangnya. Dan calonnya adalah atasan Noni sendiri di kantor.” Aku membuka pembicaraan. Mendengar itu nenek sangat senang, seketika wajahnya semringah.“Apa benar itu Non? Kok kamu gak cerita sama nenek?” tanya nenek pada Noni.“Ya nek.. maaf Noni belum cerita sama nenek, karena pak Supriatna baru melakukan pendekatan sama Noni.” Jawab Noni.Aku jelaskan siapa Supriatna pada nenek, apa kedudukannya dan seperti apa statusnya saat ini. Aku juga sampaikan bahwa Supriatna dan Noni selisih 15 tahun, dan bagi aku bukanlah masalah.“Papa dulu sama Mama kamu beda 15 tahun juga. Saat itu usia Mama kamu 20 tahun dan Papa 35 tahun.” Jelasku pada Noni juga nenek.“Soal usia sih tidak masalah, yang nenek
Selesai makan malam kami terus berbicara tentang masa depan Noni. Nenek katakan kalau beliau tidak ingin keluar dari rumah mendiang suaminya. “Nanti kalau kamu sudah berkeluarga, biarkan nenek tetap tinggal di sini. Nenek tidak ingin campur dengan keluarga kamu.” Tiba-tiba saja nenek katakan itu.Noni tidak bisa terima, “Jangan atuh nek.. nenek harus selalu ada sama Noni. Rumah ini nanti akan direnovasi.” Jelas Noni sangat keberatan.“Kita gak akan biarkan nenek tinggal di rumah ini sendirian, nenek harus selalu mendampingi Noni.” Aku ikut menimpali.Nenek cerita kalau dia ingin menunggu sampai Adri datang menemuinya di rumah itu. Beliau seakan-akan yakin kalau suatu saat Adri akan menemuinya di rumah itu, karena nenek sangat merindukan kedatangan Adri.Aku merasa terenyuh mendengar keinginan nenek, aku berjanji dalam hati untuk bisa bertemu dengan Adri dan menyampaikan keinginan neneknya. Dari dua anak kembar
Setelah aku menghentikan kecupanku, Noni melepaskan pelukannya dan aku pun begitu. Noni berusaha untuk memejamkan matanya, namun Noni terlihat masih gelisah. Kadang dia tidur memunggungiku, kadangkala menghadap ke arahku. Tetap saja matanya sulit untuk dipejamkan.“Apa yang membuat kamu begitu gelisah Non..?” bisikku. Noni tidak menjawabnya. Dia kembali memunggungiku, aku peluk dia dengan penuh kasih sayang dari belakang. Tubuh kami begitu rapat, aku merasakan hangatnya tubuh Noni yang terbakar gairah. Aku kembali mencoba memahami kegelisahannya.“Pejamkanlah matamu sayang.. besok kamu harus kerja, berikan tubuhmu untuk istirahat yang cukup.” Bisikku di telinganya.Noni membalikkan tubuhnya menghadapku, wajahnya begitu dekat denganku. Ditatapnya mataku dengan mata yang begitu Berpijak, seakan dia ingin menerkamku sebagai mangsa yang ada dihadapannya. Noni memegang kedua pipiku dengan kedua tangannya dan Noni kembali mengecup b
Noni ke luar dari kamar dengan senyum semringah, tak ada lagi kegelisahan tergurat di wajahnya yang cantik. “Selamat pagi Papa.. jadi pulang ke Jakarta pagi ini?” Noni bertanya sembari menghampiri dan duduk di sampingku. “Jadi Non.. kamu ceria banget pagi ini.. “ Aku katakan itu dengan bercanda. “Iya dong.. kan Papa yang sudah buat aku bahagia.” Jawab Noni dengan mengedipkan matanya padaku. Pagi itu aku kembali ingatkan Noni agar dia terbuka pada Supriatna, agar tidak ada yang dirahasiakan. Tapi, menyangkut hal-hal yang sensitif sepenuhnya aku serahkan padanya, karena aku juga anggap dia sudah cukup dewasa. “Aku prinsifnya gak akan bicara apa pun sebelum pak Supriatna bertanya Pa.” “Ya gak masalah sih.. keputusan ada ditangan kamu.”Saat aku sedang bicara dengan Noni, nenek keluar dari kamarnya, “Kamu jadi pulang hari ini Danu?” tanya nenek. “Jadi nek.. dari sini saya langsung ke travel.” Jawabku. Nenek kembali mengingatkan soal Adri, beliau minta aku segera mencari alamat kelu
Sampai di rumah menjelang Ashar, aku disambut isteriku dengan baik. Dia sangat tahu kalau aku memang tahu kalau di Bandung ada pekerjaan. Tapi, dia tetap menanyakan keadaan Noni. Aku dan isteriku berbicara di ruang tamu sembari mengeluarkan pakaian kotor dari travel bag. “Mas ketemu Noni? Gimana kabar dia dan neneknya?” tanya isteriku. “Ya pastilah Sri.. disamping ketemu di kantor, juga ketemu di rumah, karena mas menginap di rumah neneknya. Noni dan nenek sehat sih.” Jawabku. Isteriku mulai banyak bertanya tentang Noni, dia juga menanyakan apakah aku sudah dapat kontak Widarti di Hong Kong. Aku ceritakan semua yang dipertanyakan isteriku, tidak ada satupun yang aku rahasiakan. Bahkan aku cerita kalau Noni sudah ada yang ingin melamarnya. Tentang hal satu ini isteriku bertanya dengan antusias, “Siapa lelaki yang ingin melamarnya mas? Masih bujangan atau duda?” tanya isteriku. “Yang melamar pak Supriatna, kepala kantor cabang di Bandung. Dia duda sudah dua tahun sejak isterinya me
Saat aku terbangun selepas Ashar, aku membuka chat pada pesan masuk. Widarti membalas pesanku, [Mas Danu.. aku sudah telepon Noni beberapa hari yang lalu, maaf aku melanggar ucapanku sendiri. Aku sangat rindu pada Noni mas.. makanya aku telepon dia. Aku gak sanggup bicara sama Noni mas, kami hanya mengumbar tangis. Tidak banyak yang bisa aku ucapkan, Noni juga begitu.. Syukurlah kalau Noni sudah bertemu jodohnya, tetaplah seakan-akan jadi orang tua kandungnya mas..] Cukup panjang balasan dari Widarti, aku bisa membayangkan seperti apa perasaannya sebagai ibu. Tapi, aku juga yakin kalau dia tidak bisa berbuat apa-apa, karena suaminya tidak ingin Widarti berkomunikasi dengan keluarganya di Indonesia. Aku kembali mendesak Widarti tentang siapa ayah biologis Noni sebenarnya, aku kembali membalas pesannya. [Wid.. aku mohon, tolong beri tahu aku siapa ayah biologis Noni? Aku perlu tahu ini, karena aku tidak mungkin berhak menikahkannya. Yang paling berhak adalah ayah kandungnya.]Itulah