23Semenjak malam itu, Tanti pindah ke kamar bagian belakang yang menghadap balkon. Dia juga menjaga jarak dengan Farzan dan hanya berbincang seperlunya. Bila ada lelaki bermata sendu di rumah, Tanti akan mengurung diri di kamar dan mengunci pintunya. Sedapat mungkin dia menghindari interaksi dengan Farzan. Supaya kondisi hati dan diri Tanti tetap terkendali. Hal itu menyebabkan Farzan gundah. Dia kehilangan sosok Tanti yang akan menyalaminya dengan takzim, bila hendak berangkat kerja ataupun baru tiba di rumah. Selain itu, Farzan juga kesulitan untuk tidur. Hidungnya masih bisa mengendus aroma hand body ataupun sampo sang istri di bantal. Hari berganti menjadi minggu. Tanti sengaja lembur agar akhir pekan esok dia bisa meliburkan diri. Biasanya, tiap Sabtu Tanti akan tetap bekerja karena itulah momen pengunjung membludak. Namun, kali itu berbeda. Dia ingin memanjakan diri di salon. Tanti tiba di rumah menjelang jam delapan. Dia merasa lega karena ternyata mobil Farzan tidak bera
24Tanti terbangun dengan badan nyeri. Demikian pula dengan area sensitifnya yang masih berdenyut. Perempuan bermata cukup besar meringis sembari meraba ke bawah. Dia mengeluh dalam hati karena telah kalah dan terbelenggu hasrat lelaki halalnya. Tanti menoleh ke kanan. Farzan masih tertidur sambil memeluk pinggangnya. Perempuan berbibir tipis mengamati paras manis suaminya, kemudian membatin bila dirinya tidak akan sanggup berbagi tubuh dan cinta Farzan. Terutama karena dia telah menyerahkan kehormatannya. Tanti menggeser tangan Farzan. Dia berusaha bangkit meskipun harus bersusah payah. Tanti menyibakkan selimut yang menutupi tubuh polos mereka. Dia tertegun menyaksikan noda merah di seprai yang menandakan kesuciannya telah hilang. Perempuan berleher jenjang menghela napas berat, kemudian melepaskannya perlahan. Dia menyadari jika tidak bisa menolak lagi memberikan hak sang suami, terutama karena hatinya telah jatuh sayang pada pria tersebut. Tanti beringsut ke tepi kasur dan men
25Acara resepsi rekan Farzan menjadi ajang reuni pria bersetelan jas abu-abu, dengan orang-orang yang cukup dekat dengannya selama kuliah. Bersama Irwansyah, Farzan dan yang lainnya bergerombol untuk mengobrol tak tentu arah. Naila, istri Irwansyah mengajak Tanti mengelilingi semua stand makanan. Kedua perempuan yang sama-sama senang masak dan makan, berdiskusi tentang berbagai menu yang mereka santap. Kehadiran sekelompok orang dari pintu utama menyebabkan Irwansyah terkejut. Dia merangkul pundak Farzan, lalu membisikkan sesuatu. Sang bos terdiam sesaat, sebelum bergeser ke depan Irwansyah agar tidak terlihat orang-orang tersebut. "Ris, itu kayak Mas Farzan," ucap Dina, rekan Ristin di kantor sambil menunjuk sekelompok pria di sebelah kanan. Ristin mengamati orang yang dimaksud, kemudian menyahut, "Ya, itu memang dia." "Kok, dia bisa ada di sini?" desak Lesti, perempuan bergaun hitam yang juga teman Ristin. "Nggak tahu," sahut Ristin. "Kamu nggak nyamperin?" sela Feli. Risti
26Seorang perempuan keluar dari salon seraya mengulum senyum. Dia merasa puas dengan hasil perawatan di tempat tersebut. Wajah dan tubuhnya terasa segar seusai melakukan serangkaian perawatan. Tanti berbelok ke kiri untuk menyusuri jalan yang cukup padat. Dia hendak mampir ke kafe untuk menikmati kudapan. Setelahnya baru dia akan pulang. Tanti mempercepat ayunan tungkai karena matahari menjelang sore terasa menyorot. Dia menutupi area kepala dengan baguette bag hitamnya, sembari meneruskan langkah dan fokus menghadap depan. Seseorang tiba-tiba menggamit lengan kiri Tanti yang spontan menjengit. Dia menoleh ke kiri, lalu membeliak saat memastikan orangnya. Sementara lelaki berkemeja putih pas badan menarik Tanti agar mengikuti langkahnya ke tempat parkir sebuah toko."Mas, lepasin!" desis Tanti sambil mencoba menarik tangannya, tetapi usahanya gagal."Aku cuma pengen ngobrol sebentar, Ti," balas Yosrey. "Enggak mau!" "Sebentar aja. Setelah itu kamu kuantarkan ke rumahmu." Tanti
27Farzan tengah jalan mondar-mandir sepanjang teras, kala mobil SUV hitam berhenti di depan pagar. Lelaki berkaus biru seketika membeliakkan mata saat menyaksikan istrinya turun dari kendaraan itu bersama Yosrey. Farzan menyambangi Tanti yang tengah membuka pagar. Dia menarik tangan sang istri, lalu menunjuk pria berkemeja putih yang terlihat tenang. "Kenapa kamu bisa diantar dia pulang?" tanya Farzan dengan suara naik satu oktaf. "Kami nggak sengaja ketemu. Karena sulit cari taksi, akhirnya dia nganterin aku," jelas Tanti. Dia tidak berani menceritakan kejadian sebenarnya karena yakin bila Farzan akan kian emosi. "Sulit gimana? Segitu banyaknya taksi di Bandung!" "Mas, ini Sabtu. Rame pendatang." Tanti mengerutkan keningnya. "Jangankan taksi online, taksi biasa juga susah," lanjutnya. "Harusnya kamu nelepon aku, pasti kujemput." "Sudahlah, Mas. Yang penting aku sudah nyampe rumah dengan selamat." Tanti memegangi lengan suaminya. "Kita masuk, yuk! Aku lapar," ajaknya. Farzan
28Senin pagi menjelang siang, Farzan tengah berada di ruang rapat kantornya. Sedapat mungkin dia berusaha fokus pada keempat manajer yang bergantian menjelaskan laporan hasil kinerja masing-masing divisi. Sekali-sekali Farzan melirik pergelangan tangan kiri untuk mengecek arloji, sebelum kembali memandang ke depan. Irwansyah yang duduk di kursi sebelah kanan sahabatnya, mengamati tingkah Farzan yang gelisah. Irwansyah menggerakkan kakinya untuk menyentuh kaki sang bos yang spontan terkejut dan menoleh ke kanan. Irwansyah menaikkan alis dua kali, yang dibalas Farzan dengan gelengan pelan. Kendatipun penasaran dengan sikap bosnya, Irwansyah berusaha menyabarkan diri dan menunggu rapat usai. Pria berkemeja hijau muda merasa yakin jika Farzan akan menceritakan penyebab kegundahannya. Tebakan Irwansyah ternyata benar. Seusai acara pertemuan, Farzan mengajak sang sahaba ke ruang kerjanya. Kedua pria berbeda tampilan, duduk berdampingan di sofa biru tua. Farzan menerangkan peristiwa yan
29Tanti memandangi suaminya yang tengah berbincang dengan Shireen. Kondisi kesehatan Ristin ternyata merupakan gejala yang baru terlihat, dari penyakit tumor otak yang dideritanya. Tanti mengalihkan pandangan pada ranjang di mana Ristin berada. Perempuan berbibir tipis merasa kasihan pada pasien yang harus menderita sakit yang cukup berbahaya. Sentuhan di lengan kanannya menyebabkan Tanti terkejut. Dia menoleh untuk mengamati Farzan yang balas menatapnya saksama. Tanti membiarkan saat Farzan meraih jemarinya dan meminta dipijat pundaknya. Dia melakukan permintaan sang suami karena tahu bila saat itu lelakinya tengah gundah. Shireen berpindah duduk di sebelah kanan Farzan. Dia memejamkan mata sembari berdoa setulus hati agar sahabatnya bisa segera sembuh. "Dia menyembunyikan hal ini dariku. Padahal dia sudah tahu tengah menderita sakit ini dari dua bulan lalu," ujar Farzan dengan suara pelan. "Aku dilarangnya buat cerita, Mas. Padahal aku pengen nunjukin hasil rontgen," sahut Shi
30Bunyi ribut-ribut di depan pintu ruang kerjanya mengejutkan Farzan. Pria berkemeja putih mengerutkan dahi. Dia hendak bangkit, tetapi diurungkan karena pintu terbuka dan Lestari, Ibu Ristin muncul bersama kedua anaknya. Farzan terkesiap, dan bergegas berdiri untuk menyambut Lestari. Namun, perempuan tua itu justru menamparnya dengan keras. Farzan terperangah sambil memegangi pipinya yang panas. Dia hendak bertanya, tetapi Lestari kembali mengangkat tangan kanannya."Bu, tahan dulu!" seru Bobby, Adik bungsu Ristin. "Jangan halangi Ibu, Bob. Laki-laki brengsek ini harus menerima pelajaran karena telah membatalkan rencana pernikahan secara sepihak!" desis Lestari. "Apalagi hanya selang beberapa hari. Benar-benar jahat!" pekiknya sembari berusaha melepaskan tangannya. "Sabar, Bu. Marah-marah begini juga nggak menyelesaikan masalah," terang Kaleena yang ikut memegangi kedua lengan ibunya. "Sama manusia sombong model gini, Ibu nggak bisa berbaik-baik!" geram Lestari. "Dia nggak mikir
52Detik terjalin menjadi menit dan mengubah jam dengan kecepatan tinggi. Minggu berganti menjadi bulan, hingga tibalah waktu musim semi berganti menjadi musim panas.Berbeda dengan benua Eropa dan Amerika, di New Zealand dan Australia, waktu musimnya berbeda. Meskipun sama-sama memiliki empat musim seperti kawasan Eropa dan lainnya.Udara hangat tetapi tetap sejuk, menjadikan Desember hingga Februari sebagai waktu yang tepat untuk mengunjungj New Zealand.Hal itu mengakibatkan banyaknya turis dan rammainya tempat-tempat wisata terkenal di New Zealand. Begitu pula dengan meningkatnya kehidupan di berbagai kota.Proyek yang tengah dikebut pengerjaannya, menjadikan Farzan lebih sering berada di Queenstown. Akhirnya dia memboyong Tanti, karena khawatir dengan kondisi istrinya yang sedang berbadan dua. *Grup Proyek New Zealand* Hansel : @Farzan. Mama ngomel-ngomel asistennya diculik lagi.Keven : Tanti diangkut ke Queenstown?Hansel : Ya, @Mas Keven. Padahal Mama sudah bikin jadwal sa
51Jalinan waktu terus bergulir. Sebab Farzan harus sering ke tempat proyek, akhirnya Tanti mengikuti saran Evangeline untuk menyibukkan diri dengan berbagai hal positif.Tanti mengikuti kursus memasak makanan western dan aneka kue. Dia juga membantu Evangeline di kebun bunga milik perempuan tua tersebut. Tanti tidak menduga jika bunga memiliki banyak variasi. Dia giat mempelajari ilmu bercocok tanam, sembari mengaplikasikannya bersama Evangeline. Jumat sore itu, Tanti dan yang lainnya telah berada di kediaman Timothy. Mereka menyambut kedatangan keluarga Bryan dan Keven beserta Ibu masing-masing. Tanti turut bergabung dengan Aruna dan ketiga perempuan tua, yang berkumpul di teras belakang. Sekali-sekali Tanti ikut memangku Kaylee, anak Aruna dan Keven yang berusia setahun lebih. Tanti mengamati interaksi antara Aruna, Karin dan Lucky. Tanti bisa melihat ketulusan kasih Aruna pada kedua keponakannya, yang diperlakukan sama dengan Kaylee. Karin dan Lucky tidak sungkan untuk berman
50Hari berganti menjadi minggu. Bulan terlewati dengan kecepatan maksimal. Berbeda dengan negara-negara di Eropa yang musim seminya berlangsung di Maret sampai Mei, bulan September hingga November di New Zealand merupakan musim semi di negara kepulauan tersebut. Pagi itu Tanti terbangun dengan tubuh linu. Dia meringis ketika kesulitan menggerakkan badan, terutama area pinggang. Tanti menggapai ponselnya di meja samping kanan kasur, lalu menghubungi Darmi. Perempuan tua segera mendatangi Nyonya mudanya di kamar utama. Darmi terkejut kala menyadari bila tubuh Tanti sangat panas dan wajahnya pun pucat. Darmi segera memanggil suaminya yang berada di halaman. "Non, kita ke dokter, ya," usul Yayat seusai menempelkan telapak tangan ke dahi dan leher Tanti. "Aku nggak bisa bangun," bisik Tanti. Mulutnya terasa kering dan leher sedikit sakit. "Paman panggilkan Dimas. Dia lagi libur hari ini. Sekalian minta dia yang nyetir, karena Paman belum berani mengemudi di sini," ungkap Yayat. Kala
49*Grup Proyek New Zealand*Axelle Dante Adhitama : Kami sudah sampai di bandara Cengkareng.Baskara Gardapati Ganendra : Alhamdulillah.Artio Laksamana Pramudya : Lusa kita meeting, @Dante.Dante : Mas @Tio, bisa nggak jangan rapat dulu? Aku mau cuti dan istirahat di rumah.Tio : Cutinya, kan, dari kantor Adhitama. Dari PG, cuti sudah diambil bulan lalu.Dante : Astagfirullah! Dasar, Komisaris pelit!Tio : Aku harus tegas, karena gajimu besar, @Dante.Dante : Aku mau resign aja dari PG!Tio : Enggak bisa. Kontrakmu masih berlaku sampai 47 tahun, 111 hari lagi.Dante : Gelo!Yanuar Kaisar Ming Sipitih : Aku terkenyout!Austin David Wirapranata : Apa itu, @Yanuar?Yanuar : Terkejut, @Mas David. Bahasa gaul itu.Alvaro Gustav Baltissen : Bukan bahasa gaul, tapi alay.Heru Pranadipa Dewawarman : Yanuar memang masih remaja.Samudra Adhitama : ABG.Arrivan Qaiz Latief : Ababil.Fairel Attalariz Calief : Gen Z.Harry Adhitama : Yanuar bukan lagi gen Z, tapi, gen ZZZ.Wirya Arudji Kartawina
48"Aku buatin teh hangat, ya," tutur Farzan. "Hu um," sahut Tanti sambil memegangi lengan suaminya dan mengajak Farzan keluar. "Ada makanan apa, Mas? Perutku harus diisi. Kayaknya masuk angin," ungkapnya. "Macam-macam. Nasi juga ada. Mungkin pihak hotel sengaja menyediakan itu buat kita." "Lagi nggak kepengen nasi. Ada sup?" "Ada. Paling banyak, sih, aneka cake. Kamu pasti tahu jenisnya apa aja. Aku nggak hafal." Keduanya tiba di dekat sofa dan duduk berdampingan. Farzan dengan tangkas membuatkan minuman hangat buat sang istri. Sementara Tanti memerhatikan hidangan, sebelum mengambil mangkuk sup jagung yang ternyata masih hangat, karena dihidangkan dalam tempat pemanas makanan. Farzan meletakkan cangkir berisi teh ke meja. Kemudian dia berpindah ke balkon untuk mengambil makanan dan minumannya, untuk dialihkan ke dalam. Selama beberapa saat suasana hening. Mereka sibuk menghabiskan berbagai makanan yang ternyata lezat. Kala Tanti bersendawa, keduanya serentak tersenyum sambil
47Terminal F keberangkatan Bandara internasional Soekarno-Hatta, terlihat ramai orang berkemeja ataupun blus putih. Para pengawal yang ikut berangkat menemani bos masing-masing, mengenakan kemeja putih dengan logo PB di saku kiri. Selain mereka, beberapa komandan yang turut serta juga menggunakan pakaian serupa. Farzan dan Ristin saling menatap sesaat, kemudian lelaki bercelana jin biru mendekap mantan kekasihnya yang sebentar lagi juga akan menjadi mantan istrinya. Farzan membiarkan Ristin menangis di dadanya, karena hanya itu yang bisa dilakukannya untuk sang istri kedua. Tidak lama berselang, Ristin mengurai dekapan. Dia mengusap mata dan pipi yang basah dengan tisu. Farzan mengucapkan kata-kata penghiburan yang dibalas Ristin dengan anggukan. Setelah melepaskan perempuan berbaju hijau, Farzan berpindah menyalami Bobby. Dia menitipkan Ristin pada pria yang lebih muda. Sekaligus memastikan Bobby akan membantu usaha baru Ristin yang berkolaborasi dengan BPAGK. Adegan perpisahan
46Deretan mobil beraneka tipe dan warna melintas di jalan bebas hambatan menuju Kota Jakarta. Farzan yang berada di mobil kedua yang dikemudikan Irwansyah, mendengarkan penuturan Linggha Atthaya Pangestu yang berada di kursi tengah bersama Leandru Mahendra dan Giandra Ardianto, sahabat Linggha yang juga merupakan salah satu anggota PG. Sementara Moreno dan Rusdi, ajudan Linggha yang berada di belakang, turut mendengarkan percakapan para bos. Tiba-tiba Rusdi terbahak dan menyebabkan yang lainnya terkejut. Sang pengawal cepat-cepat menghentikan tawanya karena dipandangi Linggha. "Maaf, Pak. Ini aku lagi berbalas pesan dengan teman-teman pengawal di semua mobil," jelas Rusdi. Dia memutuskan menerangkan alasannya tertawa agar tidak diomeli sang bos. "Hmm, ya." Linggha manggut-manggut. "Sepertinya semua pengawal PBK, kalau sudah mengobrol itu akan jadi kocak semua," sambungnya. "Sama aja dengan semua bosnya," tukas Giandra. "Paling kacau memang pasukan Pramudya," sela Leandru. "Di
45Embusan angin sepoi-sepoi menyapa apa pun yang dilewatinya. Dedaunan bergoyang mengikuti arah sang bayu. Sinar mentari yang cukup hangat menjadikan senja itu terasa menyenangkan. Sepasang manusia duduk di bangku panjang taman sebuah rumah sakit. Sementara pendamping mereka memerhatikan keduanya dari kursi-kursi di lorong. Yosrey mengamati paras Tanti yang kian ayu. Dia tahu, sudah tidak akan bisa menggapai hati perempuan pujaan, karena telah dimiliki Farzan. Yosrey pun sadar, tidak ada cara lain baginya kecuali melepaskan serta mengikhlaskan Tanti. Kenangan masa indah mereka tempo hari masih terbayang jelas dalam ingatan Yosrey. Lelaki berkaus putih hanya bisa menyimpan memori itu dalam ruang khusus di sudut hatinya. "Kamu kapan berangkat, Ti?" tanya Yosrey memecahkan keheningan. "Jumat nanti kami ke Jakarta dulu. Ke New Zealand-nya, Sabtu siang," jelas Tanti. "Kenapa harus ke Jakarta? Enggak bisa berangkat dari sini?" "Sebetulnya bisa. Tapi, Jumat siang, Mas Farzan rapat te
44Ruang pertemuan di lantai tiga gedung hotel Bramanty Grup, Jumat malam terlihat ramai orang. Selain karyawan di perusahaan itu, teman-teman semasa kuliah Farzan juga turut hadir. Seusai memberikan kata sambutan, Farzan meminta Tanti untuk maju dan bergabung dengannya di panggung. Pria bersetelan jas abu-abu mengulaskan senyuman, saat menyambut istrinya yang mengenakan gaun panjang berwarna serupa dengannya. Farzan melingkarkan tangan kiri ke pinggang Tanti, kemudian mencuri kecupan di pipi sang istri. Tidak peduli diteriaki hadirin, Farzan justru mengangkat tangan kanan dan melambai seraya tersenyum lebar. Setelahnya, CEO Bramanty Grup tersebut mengambil mikrofon dari tiang di depannya. Farzan mendekatkan benda itu ke depan wajah, lalu memindai sekitar seraya mengulum senyum. "Teman-teman semuanya, sekali lagi, saya dan istri mengucapkan terima kasih atas kehadiran kalian di malam perpisahan kami," tutur Farzan. "Kami sengaja mengumpulkan karyawan perusahaan, teman-teman kuliah