“Jangan kelamaan lo keselnya, Ka,” tegur Hani pada Raika ketika mereka memasuki waktu pulang.
Raika yang mengerti maksud Hani hanya mengangguk lemah dengan senyum dipaksakan.
“Emang Neng kenapa?” tanya Bu Dina tidak mengerti sambil mengangkat tas untuk memasukan laptopnya.
Hani pun menjelaskan pada Bu Dina mewakili Raika. Bu Dina mengerutkan keningnya. “Ada-ada aja, ya, kakak-kakaknya Neng.” Wanita berhijab itu menggelengkan kepalanya seraya tersenyum.
“Iya, Bu. Masa saya udah segede gini masih dicium-cium kakaknya. Geli, Bu.”
“Kalau sama pacar dicium juga seneng-seneng aja, ya, Neng,” goda Bu Dina membuat Raika tertawa kecil.
“Bukan seneng lagi, Bu. Udah berbunga-bunga kalau dicium pacar mah,” imbuh Hani ditambah tawanya.
Ketiganya mulai membereskan pekerjaan. Raika membuka ranselnya dan mengambil jaket, serta sarung tangan.
Bu Dina, Hani, dan Raika keluar bersama. Mereka pun sempat berpapasan dengan beberapa teknisi ketika menuruni tangga. Tidak terlihat sosok Rudi dan Aidan di mana pun. Sepertinya mereka sudah pulang atau masih bekerja.
“Hati-hati, Ka,” ucap Hani saat mereka sampai di halaman parkir.
“Iya, Teh, makasih. Teh Hani sama Bu Dina juga hati-hati, ya.”
“Cepet baikan!” seru Hani saat langkah Raika mulai menjauh. Gadis itu menoleh dan hanya mengganggukan kepalanya.
“Aaahh... Males pulang,” gumamnya dengan suara lesu.
***
Baru setahun ini Raika menggunakan kendaraan sendiri. Selama dua tahun berturut-turut Raika selalu diantar-jemput oleh ketiga kakaknya secara bergantian. Mengingat itulah syarat utama ketika Raika meminta izin untuk bekerja. Namun, karena tidak mau merepotkan ketiganya lagi, Raika mengusulkan ide untuk pergi ke kantor sendiri dengan motornya.
Tetapi, Raika malah dinasihati oleh ketiganya. Terutama oleh Rasya. Lelaki itu termasuk orang yang cukup tegas dan tidak membiarkan sesuatu yang buruk terjadi pada Raika. Padahal jika Rasya sudah mengizinkan dan membiarkan Raika menjalankannya, tidak ada hal buruk terjadi. Tidak seperti yang ia pikirkan.
“Nggak. Kita masih sanggup untuk anter-jemput Adek kok.” Rasya menolak ide Raika mentah-mentah. “Di jalan itu banyak bahayanya, Dek. Kalau ada apa-apa di jalan gimana?”
Raika gemas dan kesal bersamaan. Tangannya dikepal erat karena menahan hasrat mencekik kakaknya terlintas dalam benaknya. Kenapa sulit sekali menjalani hidup sesuai keinginannya? Setiap Raika ingin melakukan hal mandiri, pasti selalu ada halangan dari sang kakak.
“Aku juga tahu, Kak. Tapi kan aku nggak mungkin buat diri aku celaka di jalan. Aku bakal berhati-hati,” bujuk Raika lagi dengan memberi pengertian pada Rasya.
“Adek mungkin bakal hati-hati. Tapi orang lain? Ada aja yang ugal-ugalan di jalan, nggak merhatiin pengguna jalan yang lain.”
Raika menghela napasnya yang terasa berat. Pikiran untuk mencekik leher kakaknya kembali terlintas. Kemarin Raika sudah mendapatkan izin dari Raihan dan Rama. Dua kakaknya itu sedikit lebih pengertian dibandingkan Rasya.
“Kasih aja, Sya,” ucap Raihan ikut membujuk. “Nggak ada salahnya juga kita ngizinin Adek.”
Rasya mendelik pada Raihan. Membuat lelaki berkulit sawo matang itu langsung membungkam mulutnya. Rama hanya diam karena tidak ingin mendapat tatapan maut dari sang kakak.
“Kamu itu jangan terlalu keras sama adek sendiri, Sya,” Bandi ikut bergabung karena keributan si sulung dan si bungsu terdengar sampai ke kamar. “Coba kamu kasih sedikit kebebasan untuk adek kamu. Dia juga manusia yang punya keinginan,” lanjut Bandi seraya menatap dalam Rasya.
“Aku nggak maksud gitu, tapi aku cuma nggak mau ada apa-apa sama Adek, Yah,” tukasnya mencari pembenaran.
Bandi menghela napasnya. Anak sulungnya ini cukup keras kepala jika menyangkut adiknya. Lelaki paruh baya itu tidak mengerti kenapa Rasya bisa begitu protektif pada Raika.
“Kalau boleh Ayah usul. Gimana kalau kamu kasih kesempatan Adek bawa motor sendiri selama satu bulan? Kalau dalam sebulan itu nggak ada apa-apa, kamu harus mengizinkan Adek bawa motor sendiri ke kantor.” Bandi mencoba tawar-menawar dengan Rasya.
Usul tersebut mendapat persetujuan dari ketiga saudaranya yang lain. Lelaki yang memiliki gaya rambut Slick-back itu memijat pelan kepalanya. Beberapa detik kemudian akhirnya anggukan kepala Rasya terlihat.
Wajah Raika berubah cerah dan menggumamkan terima kasih pada ayahnya. Kedua kakaknya yang lain mengacungkan ibu jari seraya tersenyum.
“Satu bulan. Kalau ada apa-apa sama Adek, nggak akan ada lagi bawa motor send-“ belum tergenapi kalimatnya, Raika sudah melompat ke arah Rasya dengan memeluk leher kakaknya. Hilang sudah hasrat ingin mencekik kakaknya.
“Makasih Kak, makasih. Aku bakal hati-hati di jalan, nggak ugal-ugalan, dan selamat sampe rumah,” ujar gadis itu dengan kegembiraan yang tidak disembunyikan.
Rasya membalas pelukan adiknya itu dengan lembut. “Pokoknya kalau ada apa-apa Adek harus langsung hubungin kita,” ujar Rasya yang dibalas anggukan adiknya.
***
Motor Raika memasuki kawasan komplek perumahannya. Komplek di kawasan dekat daerah industri ini sudah ada sejak 15 tahun yang lalu. Sekarang komplek tersebut sudah menjadi komplek perumahan yang cukup terkenal di kota Cimahi.
Raika tiba di depan rumahnya yang berpagar coklat. Gadis itu mengerutkan keningnya ketika memasuki halaman rumah. Ada dua motor dan satu mobil terparkir di sana. Bukan hal aneh sih, tapi biasanya ketiga kendaraan itu jarang ada di jam-jam sekarang. Berusaha tidak memikirkannya, Raika melangkahkan kaki menuju pintu rumahnya.
Dan betapa terkejutnya perempuan itu ketika membuka pintu rumah setelah mengucapkan salam. Raika terdiam bagai patung melihat pemandangan di depannya. Di mana ketiga kakaknya berdiri sejajar. Namun, bukan itu yang membuatnya terpaku hingga tak sanggup bicara. Melainkan pada apa yang dibawa oleh ketiga kakaknya.
“Apa-apaan mereka bertiga ini?” gumam Raika pelan.
***
Menjadi anak perempuan satu-satunya, membuat Raika memiliki privilege tersendiri di rumah. Terutama keistimewaan yang sering ia dapatkan dari ketiga kakaknya. Entah dalam bentuk materi, kasih sayang, ataupun perhatian. Jika Raika ingin membeli sesuatu, gadis itu tidak perlu mengeluarkan uang sepeser pun. Kakak-kakaknya akan dengan sukarela membelikan apapun itu. Selama masih bisa mereka sanggupi dan bukan hal membahayakan. Raika tidak lagi minta dibelikan sesuatu sejak bekerja. Apalagi meminta hadiah dari ketiga kakaknya. Namun, ketiganya masih saja membelikan sesuatu yang sebenarnya tidak dibutuhkan gadis itu. Membuat Raika tidak enak untuk menolak apalagi mengembalikannya. “Uang punya Adek ditabung aja atau beli sesuatu yang memang Adek pengen. Untuk hal lain Adek minta aja ke Kakak. Kan kakak kerja juga untuk Adek.” Kalimat mengharukan Rasya itu membuat Raika trenyuh sekaligus merasa bersalah. “Nggak gitu juga dong, Kak. Kan kakak juga pas
Aidan Satya Assyraaf atau lebih sering dipanggil Aidan adalah lelaki dengan kehidupan mapan. Menjadi cucu dari pemilik perusahaan besar membuat Aidan menjalani hidup nyaman dan tidak kekurangan apapun. Ahmad Assyraaf, sang kakek, berhasil membangun perusahaannya menjadi sebesar sekarang agar keluarganya tidak memiliki hidup yang sulit dalam hal finansial maupun sosial. Aidan sendiri masuk ke perusahaan kakeknya setelah lulus kuliah. Lelaki 27 tahun itu memulai pekerjaannya dari bawah dengan menjadi sales marketing. Dan satu tahun yang lalu, lelaki itu diangkat menjadi manager penjualan. Meski terlihat sebagai sebuah nepotisme, tetapi Aidan tidak pernah main-main dengan pekerjaannya. Semua pekerjaannya dilakukan dengan sungguh-sungguh dan penuh tanggung jawab. Semua pekerjaan berjalan lancar sampai berita tentang pensiunnya BM cabang Bandung terdengar ke telinganya. Faris, paman sekaligus Direktur PDP meminta Aidan untuk menjadi Branch Manager
Tiga minggu berlalu dan Aidan sudah mulai beradaptasi dengan pekerjaan barunya. Pada minggu pertama, lelaki itu memulai pekerjaannya dengan berdiskusi bersama para teknisi dan bagian penjualan. Membahas kesulitan apa yang mereka hadapi dan keluhan apa yang sering diberikan oleh customer terkait mesin-mesin mereka.“Beberapa customer kadang nggak mau diganggu mesinnya pas mereka lagi beroperasi, Pak,” tutur salah satu teknisi, Yoga. “Padahal mereka nelepon karena mesinnya bermasalah.”Aidan terdiam sejenak. “Kamu udah cari solusi lain terkait hal ini?”“Udah, Dan. Saya ngasih solusi ke mereka untuk mematikan mesinnya hanya di saat itu aja. Tapi kata mereka produksi nggak boleh berhenti. Istilahnya buat mereka time is money,” Rudi menjawab pertanyaan tersebut dengan bahasa formal.“Apalagi di Cahaya Warna lebih aneh lagi, si bosnya minta kita cepet datang untuk benerin warna ya
Meski hampir satu bulan Aidan memimpin PDP Bandung, Raika masih belum terbiasa dengan keberadaan atasannya itu. Selain karena kejadian di restoran masih membuatnya malu. Raika pun belum bisa menatap Aidan secara langsung lebih dari lima detik. Wajah tampan lelaki itu sering membuat Raika lupa diri.Aidan memang bersikap seperti biasa, tidak pernah menggoda Raika apalagi bersikap genit. Aidan cenderung tenang dan kalem. Tapi, entah kenapa terkadang Raika merasa jika Aidan sering memperhatikannya. Apalagi jika lelaki itu sedang berada di ruangannya untuk membahas pekerjaan bersama Hani.Bukannya ge-er, tapi itulah yang dirasakannya selama hampir dua minggu ini. Terkadang terlintas di pikiran perempuan itu, apakah Aidan tahu sikapnya yang selalu menghindari lelaki itu? Hingga Aidan sengaja memperhatikannya dan sering mengajaknya bicara. Apa jangan-jangan itu sebagai sebuah penilaian Aidan pada pegawainya?Ah, harusnya Raika bersikap lebih baik lagi, bukan?
“Aku udah bilang ke Reza kalau toner bubuk itu sensi banget. Dia sih bilang iya, eh, tapi pas dia buka itu toner langsung nyembur. Kayak tepung yang ditiup. Kita semua kaget dong, dia apalagi. Itu muka si Reza udah kayak Smurf pokoknya. Biru bangeett.” Rudi sedang bercerita tentang teknisi baru yang terkena sial.Saat ini Aidan dan Rudi sedang berada di ruangan Bu Dina. Sekadar mengobrol disela bekerja.Semua yang ada di ruangan tertawa. Pasalnya, toner bubuk untuk mesin printing memang cukup rentan. Salah membuka, maka taburan bubuk tersebut akan bertebaran.“Kasian amat dia.” Hani memang merasa kasihan, namun tawanya tetap menggema.“ Asli. Itu tonernya kena baju dan celananya. Untung mukanya bisa dicuci.”“A Rudi parah, ih. Anak buahnya kena musibah malah ditawain,” omel Raika pada Rudi, padahal ia sendiri menutup mulutnya menahan tawa.A
"Nggak kemana-mana, Dek?" tanya Raihan duduk di sofasingledengan penampilan kasualnya. Kaosroundneckketat yang memperlihatkan ototnya dan celana denim. Raika yang sedang berbaring santai di sofa hanya menoleh sekilas. "Nggak, Kak. Di rumah aja hari ini. Lagian males kemana-mana juga," jawab Raika kembali memainkan ponselnya. Beberapa detik kemudian ponsel Raika berbunyi tanda telepon masuk. Melihat nama yang tertera di layarnya senyum Raika mengembang. "Assalamu'alaikum.." "Walaikumsalam. Kamu hari ini di rumah kan, Ka?" tanya seseorang dari balik telepon. "Iya, aku nggak kemana-mana kok. Mau ke rumah, Ki?" tanya Raika balik. "Iya, aku mau maen ke rumah. Ini aku baru mau jalan. Aku tutup, ya teleponnya. Assalamu'alaikum." "Iya. Hati-hati di jalan ya, Ki. Walaikumsalam." Raika menutup teleponnya dan bangun dari posisi berbaringnya menjadi duduk di sofa.
Ruangan Bu Dina hening seperti biasanya. Namun, hari ini beliau tidak ada karena sedang menghadiri sosialisasi dari kantor pajak mengenai peraturan terbaru. Beliau pun mengatakan pada Raika dan Hani jika dirinya tidak akan kembali ke kantor hari ini.Tok..tok..tok..Pintu ruangan mereka diketuk oleh seseorang hingga membuat keduanya menoleh. Aidan masuk ke ruangan mereka, namun masih berdiri di antara meja Raika dan Hani."Eh, Dan. Ada apa?" tanya Hani menghentikan pekerjaannya. "Duduk.” Lelaki itu duduk di kursi yang ada di antara meja Raika dan Hani."Ini laporan data penjualan kemarin udah saya periksa. Sisanya tolong dilengkapin aja." Aidan menyerahkan selembar kertas A4 pada Hani.Hani menerima kertas tersebut, sementara Raika tetap bekerja. Melihat Raika yang tampak serius dengan pekerjaannya, membuat Aidan tidak tahan untuk tidak menyapa gadis itu."Halo, Raika," sapa Aidan mendapat delikan geli dari Hani disela memerik
Raika memandangi ponselnya dengan mata menyipit seperti menyelidiki sesuatu di sana. Bukan tanpa alasan Raika melakukan hal tersebut. Ini karena semalam dirinya mendapat pesan tak terduga dari seseorang.Karena terlalu asyik menonton drama Korea, Raika tidak mengecek ponselnya sama sekali. Dan saat dirinya akan tidur barulah gadis itu mengecek ponselnya. Betapa terkejutnya Raika ketika mendapat pesan dari Aidan alias Zayn Malik kw yang sering ia sematkan pada Aidan.Raika tidak langsung membuka pesannya. Layar notifikasilah yang menunjukkan pesan Aidan. Raika meneguk ludahnya gugup.Ada apa Pak Aidan ngirim chat malem-malem? Pake nanya aku udah tidur atau belum segala? Pikir gadis itu bingung.Setelah berhasil meredakan gugup dan bingungnya, barulah ia membalas pesan yang hampir setengah jam tidak ia balas.Namun, hingga pagi ini pesannya tidak mendapat balasan. Bahkan tidak ada tanda jika pesannya sudah dibaca. Membuatnya semakin