Raika sedang bertelepon dengan customer ketika pintu ruangannya diketuk oleh Aidan. Perempuan itu menoleh sekilas ke arah pintu lalu tersenyum pada Aidan. Raika menunjuk telepon tanda ia belum bisa diajak bicara. Aidan hanya mengangguk mengerti. Setelah sapaan singkat itu, Raika tak lagi memperhatikan. Hanya terdengar suara Bu Dina dan Hani yang menyambut Aidan. Namun, samar-samar Raika mendengar suara yang berbeda di ruangannya. Mencoba fokus, Raika kembali pada customernya. Akhirnya telepon itu selesai, sekarang saatnya bertatap muka deng- Hik… Raika cegukan seketika kala melihat seseorang yang duduk di samping kekasihnya. Lelaki berkumis dan sedikit janggut yang terlihat sama tampannya dengan Aidan. Tidak, lelaki itu sedikit lebih tampan dengan kharisma wibawa yang dibawanya. Aidan tertawa melihat reaksi Raika pada Haidar. Lelaki itu sudah memperkirakannya. Karena dulu, Raika memiliki reaksi yang sama ketika mereka berkenalan pertama kali. “Kenapa, Ka? Lo kedinginan?” tanya H
Raika pulang dengan rasa lelah dan kesal yang menumpuk. Perjalanan pulangnya penuh hambatan. Di tengah perjalanan ada truk yang mengalami patah as roda hingga menyebabkan kemacetan parah. Belum lagi para pemotor yang seenaknya menutupi jalan. Padahal sudah ada polisi yang mengatur jalan.Gadis itu menuju dapur untuk minum. Rasa lelah ini menyebabkannya dehidrasi. Segarnya air segera memenuhi tenggorokannya yang kering.“Dek,” panggil Raihan ketika Raika masih meneguk gelas keduanya.Gadis itu hanya berbalik dan menatap kakaknya.“Ini siapa?” tanya Raihan pada foto di ponselnya.Raika memajukan wajahnya untuk melihat foto itu lebih jelas. Gadis itu mengangguk jumawa dalam hati. Seperti tebakannya, salah satu dari kakak-kakaknya pasti akan bertanya mengenai foto tersebut.Itu adalah foto tadi siang. Foto saat seluruh pegawai PDP Bandung makan siang bersama Haidar. Raika memang ingin memasang foto tersebut di statusnya. Dan gadis itu sengaja memasang foto di mana tidak ada Aidan di sana.
Ketiga pasang mata itu masih terpaku menatap Aidan dengan pandangan tidak percaya. Apa yang dilakukan lelaki ini di rumah mereka? Dan bagaimana Aidan tahu rumah mereka? Tunggu, apa-"Oh, Nak Aidan sudah datang." Suara Bandi membuyarkan pikiran-pikiran tanda tanya ketiganya. Meski masih membisu, ketiganya menggeserkan badan ke samping agar Bandi bisa melihat sosok Aidan."Iya, Pak," balas Aidan seraya membungkuk. Menahan gugup karena ditatap intens oleh tiga kakak Raika."Aduh, akhirnya si Kasep datang ke sini juga," ujar Shinta riang seraya menghampiri Aidan. Lelaki itu mencium tangan orang tua Raika bergantian."Ayo, masuk," ajak Bandi tanpa menghiraukan wajah keheranan ketiga anak lelakinya. Walau sebenarnya dalam hati Bandi tahu, banyak pertanyaan di kepala anak-anaknya.Aidan menatap ketiganya dan memutuskan untuk mengulurkan tangan. “Halo, Kak. Apa kabar?” tanya Aidan seraya mengulurkan tangan pada Rasya.Lelaki itu memperhatikan tangan Aidan. Dengan kaku Rasya menyambut tangan
Selama hampir dua minggu ini, baik Rasya, Raihan, dan Rama berusaha mencari siapa lelaki yang menjadi kekasih Raika. Dari memasang kamera tersembunyi hingga mengikuti sang adik. Belum lagi mereka menanyakan hal itu pada dua sahabat Raika. Namun, semua hasilnya nihil. Tak pernah ada jawaban pasti.Lalu, hari ini datang lelaki yang dikatakan sang ayah sebagai tamunya. Dan dengan entengnya Bandi mengatakan jika Aidan, lelaki yang pernah menolong Rama ini adalah kekasih adik mereka? Apa ayah mereka sedang bercanda? Bagaimana bisa-?Teriakan ketiganya membuat kopi yang baru akan Raika sajikan di atas meja hampir tumpah. Untung Aidan cepat menyangganya hingga cangkir kopi tersebut terselamatkan.Shinta yang berada di dapur tergopoh-gopoh datang dengan tangan yang masih basah. Ia terkejut mendengar teriakan tersebut. Sementara Aidan menutup kedua matanya, tidak menyangka jika ketiganya akan berteriak sekencang ini.“Aduh, kalian teh berisik pisan!! Kenapa teriak-teriak gitu sih?! Malu-maluin
Raika masih duduk di sofa dengan tatapan kosong dan pikiran menerawang. Aidan sudah pulang satu jam yang lalu. Pikirannya bermuara pada dua kakaknya saat ini. Raika tahu Rasya dan Raihan sudah kecewa padanya. Gadis itu tak menyangkalnya.Namun, hati Raika sedikit terobati ketika mendengar Rama tidak melarang hubungannya dengan Aidan. Ada perasaan lega di hatinya. Setidaknya, ada satu kakaknya yang mendukung hubungannya dengan Aidan.Melihat anak perempuannya termenung membuat Shinta menghampiri Raika. Bandi sekarang berada di kamarnya untuk tidur siang, beliau tidak mau ambil pusing dengan tingkah kekanak-kanakan anak sulungnya.“Adek masih kepikiran sama yang tadi?” tanya Shinta seraya mengelus lembut punggung Raika.Sedikit tersentak Raika menoleh pada sang ibu dengan senyum lesunya. “Iya, Bu. Gimana kalau Kak Rasya tetep nggak setuju sama hubungan aku dan A Aidan? Ibu kan tahu sendiri kalau Kak Rasya udah nentang nggak ada yang bisa ngalahin, kadang Ayah juga angkat tangan."Shinta
Semua atensi kini beralih pada Bandi yang melangkah memasuki ruang tamu. Shinta, dengan wajah sendu mengikuti di belakang. Anak-anak mereka memang sering bertengkar, tapi tak pernah sampai seperti ini.“Kamu ini apa-apaan sih?! Teriak begitu di depan adik kamu!” bentak Bandi membuat Rasya terdiam seketika. Namun, raut marah lelaki itu masih terpampang di wajahnya.Rama menarik mundur Raika. Lelaki itu membawa Raika pada sang ibu. Sepertinya perselisihan ini akan berlanjut.“Ayah juga apa-apaan? Kenapa Ayah setuju gitu aja Adek pacaran sama cowok itu?” tanyanya dengan nada kecewa pada Bandi.“Emang apa yang bikin Ayah harus nggak setuju sama Aidan? Kamu ini terus aja mengada-ngada tiap Adek punya pacar. Ayah paling nggak ngerti sama sikap kalian yang begini.” Bandi menatap ketiga anak lelakinya bergantian.“Kakak nggak mengada-ngada, Yah. Ayah juga baru ketemu dia sekali, kan? Apa Ayah yakin dia itu cowok yang baik untuk Adek?” Rasya terus mendesak sang ayah tanpa takut.Bandi menggele
Seperti yang ia katakan pada Raihan kemarin, hari ini Rasya akan menjalankan rencananya. Selesai dengan pekerjaannya, Rasya segera meluncurkan motornya ke kawasan kantor Raika bekerja. Dengan semangat baru, lelaki itu siap dengan misinya yang baru juga.“Hati-hati, Chef,” ucap salah satu bawahan Rasya ketika ia berpapasan dengan bawahannya di lahan parkir.“Iya, kalian juga,” balas Rasya ramah seraya menuju motornya.Rasya berhenti tak jauh dari kantor PDP. Lelaki itu menunggu hampir setengah jam sampai seseorang yang ia tunggu keluar. Rasya melihat sang adik sudah keluar dari parkiran dan pergi berlawanan arah dari tempatnya menunggu.Kini, matanya mengawasi mobil yang baru keluar dari lahan parkir. Orang inilah yang sedang ia tunggu. Setelah menunggu kendaraan yang ditumpangi orang tersebut hampir melewati Rasya, lelaki itu segera menghentikan mobil tersebut.Adegan yang cukup berbahaya, tapi Rasya tidak peduli.“Aduh!” pekik orang tersebut. Suara seorang wanita. “Hati-hati dong, Ma
Aidan menatap ruko dua lantai itu dengan seksama. Terlihat satu mobil box terparkir di sana dan beberapa motor. Dengan tekad kuat lelaki itu pergi mendekat ke ruko.Mendengar cerita kekasihnya kemarin, Aidan tidak ingin tinggal diam. Ia ingin melakukan sesuatu untuk kekasihnya itu. Apalagi semua ini menyangkut masa depan hubungan keduanya. Aidan tidak bisa mundur.Tidak.Bukan karena Aidan tidak bisa mundur, melainkan karena Aidan tidak ingin mundur begitu saja. Perasaannya pada Raika sudah tak terbendung. Cintanya pada gadis itu membuatnya tak ingin melepaskan Raika.“Permisi,” sapa Aidan pada lelaki yang sedang membereskan beberapa rumput sintetis.“Ya?” balas si pria bertubuh sedikit gemuk itu dengan ramah. “Mau pesen rumput, Mas?”Aidan menggelengkan kepala sambil mengulas senyum tipis. “Bukan, Mas. Saya mau ada perlu sama Kak Rama,” ujar Aidan. “Orangnya ada?”“Oh. Bentar, ya, saya panggilin dulu.”Si pria pergi meninggalkan Aidan yang menunggu di depan ruko. Setelah dua menit, k