Aara terlihat masuk ke dalam kamarnya, dia lalu duduk di sofa seraya menghela nafasnya. Pandangan matanya itu melihat pada kalender kecil yang berada di atas meja. Tangannya lalu terulur, mengambil kalender itu dan melihat salah satunya angka yang terlingkar dengan spidol berwarna merah. Dimana angka yang terlingkar itu adalah hari ulang tahunnya. Tidak terasa, besok adalah hari ulang tahunnya yang ke dua 23. Aara menengadah, melihat pada langit-langit kamarnya yang berwarna putih. Ingatannya itu lalu melayang, pada tahun-tahun sebelumnya tepatnya di hari-hari ulang tahunnya yang telah berlalu. Dimana ayah dan ibunya selalu berada di sisinya, dan mengucapkan selamat padanya. Dia tahu, sejak setahun terakhir sikap ayahnya memang berubah menjadi sedikit lebih kasar. Tapi, dia sama sekali tidak pernah melupakan hari ulang tahunnya. Ayahnya selalu memberinya selamat paling awal, karena itu. Dia selalu yakin, bahwa ayahnya masih sangat menyayanginya. Tapi, semua itu sudah berlalu.
Aara bersama ibunya tampak tengah duduk taman mansion milik Zayden.Mereka mengobrol seraya melihat bunga-bunga yang bermekaran di sana.“Sayang, ibu tidak tahu jika nak Zayden sekaya ini,” ucapnya.Aara tidak menjawab, dia terlihat hanya tersenyum simpul.“Kau pasti bahagia kan, sayang? Nak Zayden bukan hanya mencukupi materimu. Tapi dia juga sangat menyayangimu, sekarang. Tidak ada alasan lagi untuk ibu khawatir padamu. Kau benar-benar sangat beruntung Nak.”“Iya Bu, Aara benar-benar bahagia,” jawabnya.“Oh iya, hadiah apa yang bak Zayden berikan padamu. Itu pasti sangat mahal, kan?”Aara terlihat gelagapan, karena sebenarnya Zayden tidak memberikan apa pun padanya.“Itu ... dia memang sudah memberikannya Bu,” jawabnya kemudian.“Apa itu?”“Hmm, se-sebuah tas. Tas yang sangat mahal.”“Benarkah?”Aara mengangguk dengan ekspresi wajah yang tampak canggung. Dan Asti menyadari itu.‘Apa sekarang kau sedang berbohong, Nak? Kalung itu adalah hadiah dari nak Zayden, dan kau bi
Tan Group.Zayden tengah berkutik dengan laptopnya, dia tengah mengerjakan dokumen yang menumpuk di mejanya. Tiba-tiba, ingatannya itu melayang pada Aara tanpa dia sadari. Seketika senyumnya pun tersungging, kala mengingat kalung yang dia berikan itu dipakai oleh Aara.Deg!Zayden terperanjat sendiri dengan apa yang baru saja dia pikirkan. “Tidak! Ada apa denganku sebenarnya, aku tidak boleh menjadi gila. Aku harus selalu ingat tujuan utamaku,” ucapnya.Zayden berusaha untuk memfokuskan dirinya lagi, tampak dia yang kembali melihat pada dokumennya dan membacanya.Tok tok!Konsentrasinya pun kembali buyar, kala dia mendengar suara ketukan dari luar pintu ruangannya.“Masuk!” sahutnya kemudian.Tak lama setelah sahutan dari Zayden, pintu pun terbuka. Samlah yang tampak membuka pintu itu, namun rupanya dia tidak sendiri, di belakangnya ada sosok pria tinggi dengan bola mata hazel.Bibir dari pria itu menunjukkan senyum miring, yang membuat aura misteriusnya semakin terlihat.“T
Zion duduk di ruangannya dengan raut wajahnya yang terlihat muram.Ingatannya itu kembali tertuju pada pertemuannya tadi dengan Aland.Selain itu, apa yang Aland katakan juga berhasil membuat pikirannya tidak nyaman.Dia tahu, hubungannya dan Aland sudah sejak lama renggang. Sejak hari itu, dimana dia telah membuat putranya Zayden terluka bahkan hampir merenggang nyawa.Dan hari ini adalah pertemuan pertama mereka setelah sekian lama, hatinya sedikit berdesir tadi. Karena sekarang Aland sudah dewasa, dan fisiknya amat sangat mirip dengan ayahnya Kiel.Air mata Zion tiba-tiba menetes, karena dia teringat kembali akan sahabatnya. Selain itu, kesalahan dan juga janji yang sudah dia ingkari.Sekarang, sepertinya hubungannya sudah tidak bisa lagi diperbaiki dengan Aland. Karena dia bisa melihat dengan jelas seberapa besar kebencian Aland padanya.“Kenapa dia kemari? Bukankah seharusnya dia ada di Amerika?” gumamnya.Zion menghela nafasnya, ada begitu banyak hal yang mengganggu piki
Zayden terus menatap Aara dengan tangannya yang terkepal. ‘Wanita ini ... aku tidak pernah menduga ini sebelumnya,’ batinnya.“Tuan, bagaimana krannya bisa patah?” tanya Aara. Dia kemudian mengerutkan alisnya, karena Zayden hanya terdiam dan tak kunjung menjawabnya.“Tuan,” ujarnya lagi.Deg!Zayden terperanjat, dia tersadar dan langsung mengalihkan pandangannya.“Kenapa kau ada di sini?” tanyanya kemudian.“Ya?”“Bukankah sudah kubilang, aku tidak mau melihatmu. Lalu kenapa kau datang ke sini tanpa aku panggil?”“I-itu ....” Aara terlihat gelagapan. Karena sebenarnya, dia tidak sadar mengikuti Lucas kemari. “Itu, saya ....”“Pergi sana!” usir Zayden.Aara pun tidak menjawab, dia tidak tahu apa yang sebenarnya sudah terjadi. Dan dia juga tidak bisa bertanya, karena Zayden tidak akan menjawabnya. Karena itu, saat ini dia hanya bisa mengikuti perintahnya.Aara berbalik, lalu berjalan keluar kamar.Zayden terus melihat kepergian Aara dengan tatapan tajamnya. Namun, mulutnya h
Alya tampak tengah dalam perjalanan menuju mansion putranya-Zayden. Bibirnya itu menunjukkan senyum semringah, karena dia memang datang ke sana untuk mengajak menantu kesayangannya itu jalan-jalan besok.Dia berharap, Aara akan setuju. Dan yang lebih penting, Zayden akan mengizinkannya. Karena ini adalah pertama kalinya mereka akan pergi bersama sebagai keluarga, hal itu membuatnya sangat antusias.Ketika sampai di kediaman Zayden, Alya langsung turun dari dalam mobilnya. Dia lalu masuk, dengan senyum yang sama sekali tidak dia hilangkan.Namun, tiba-tiba langkahnya itu terhenti. Kala dia melihat Zayden dan Aara yang tengah berbicara berdua di dekat tangga.“Pembohong! Kau terus berbohong demi menyelamatkan dirimu sendiri. Kau pikir aku akan percaya, kau pikir aku tidak punya bukti. Kau wanita kotor, yang merebut papaku. Kau menyakiti mamaku demi hidupmu sendiri! Kau wanita tidak tahu malu, yang bahkan tidak mengakui kesalahannya!”Alya membelalak, ketika mendengar apa yang Zayde
Waktu menunjukkan pukul 22.10. malam. Sekretaris Sam tampak datang ke mansion Zayden dengan terburu-buru.“Sekretaris Sam,” sala Lucas.“Apa tuan ada? Tadi aku lupa memberikan dokumen ini?” tanyanya.“Sepertinya tuan masih ada di dalam ruangannya.”“Kebetulan sekali kalau begitu,” ucapnya. Dia lalu bergegas pergi dari sana, menuju ruang kerja Zayden.Sam berjalan dengan langkah begitu lebar seraya membawa map berwarna biru yang berisi dokumen penting itu.Tok tok!“Tuan, ini saya,” ucapnya ketika sudah berada di depan ruang kerja Zayden.Namun nihil, tidak ada sahutan dari dalam.“Lucas bilang, beliau masih ada di ruang kerjanya. Tapi kenapa tidak ada jawaban?” gumamnya.Tok tok!Sam mencoba mengetuk pintu itu lagi, namun tetap tidak ada jawaban.“Apa beliau sedang sangat sibuk?” gumamnya lagi. “Tuan, saya akan masuk,” izinnya.Tanpa ragu, Sam pun memegang handle pintu lalu membukanya.Di sana, dia melihat Zayden yang duduk di kursi kebesarannya. Dengan kepala yang dia t
Alya dan Aara masih saling berhadapan saat ini. Tampak tatapan Alya yang tidak sengaja tertuju pada leher Aara.Matanya menyipit, ketika dia melihat dengan jelas sebuah tanda merah di sana.Ekspresi dinginnya itu kembali dia tunjukkan, tampak jelas bahwa dia tidak menyukai apa yang tadi dia lihat.“Ikut denganku!” ajaknya pada Aara.“Ya?”“Apa kau tidak dengar, atau aku harus mengatakannya dua kali?”Aara begitu merinding, ketika mendengar suara dingin Alya yang begitu jelas.“Ti-tidak, maafkan saya. Saya akan ikut dengan Anda,” jawabnya.Tanpa mengatakan apa pun lagi, Alya pun berbalik dan melangkahkan pergi dari sana dengan diikuti Aara di belakangnya.Aara tampak terus melihat kepada Alya, dia terus bertanya-tanya kemana sebenarnya Alya akan membawanya.‘Entah kenapa perasaanku tidak enak, mengingat bagaimana kemarin beliau marah. Tidak mungkin mama akan mengajakku bersenang-senang, kan?’ batinnya.Di teras depan, Alya masuk lebih dulu ke dalam mobil. Lalu disusul oleh A