Pagi telah datang menghampiri bumi setelah dihiasi oleh gelapnya malam dalam waktu yang cukup lama. Saat ini waktu sudah menunjukkan pukul 7.30 pagi. terlihat Aara yang menggerak-gerakkan tangannya, pertanda bahwa sebentar lagi dia akan bangun.Kening Aara mengerut, ketika dia merasakan sesuatu yang begitu keras pada tangannya saat ini.‘Apa ini? Apa mungkin aku kesiangan dan Zayden memindahkanku keluar?’ batinnya dengan mata yang masih tertutup rapat.Mata Aara perlahan mulai terbuka, tapi pandangannya itu masih terlihat begitu samar.‘Apa itu, apa itu dada?’ batinnya lagi.“Apa kau masih tidak mau bangun?”Deg!Suara dingin dari seseorang yang amat dikenalnya itu sontak membuat Aara langsung membuka mata sepenuhnya.Dia kaget, setelah menyadari apa yang sudah terjadi sebenarnya padanya.Dia melihat sekelilingnya, perasaan terkejutnya itu bertambah kala dia juga menyadari di mana saat ini dia berada.“Tu-tuan Zayden,” ucapnya terbata.Zayden mendudukkan badannya, seraya tangannya itu
Aara berjalan kembali menuju kamarnya seraya menjunjung obat yang baru saja Lucas berikan padanya.Dalam setiap langkahnya, dia terus memikirkan apa yang sebenarnya Zayden inginkan.Kenapa dia selalu bertindak sesuka hatinya, di mana dari setiap tindakannya ada saja yang membuatnya tidak mengerti.Aara memberhentikan langkahnya itu tepat di depan kamarnya. Dia lalu masuk ke dalam.Menaruh bungkusan di tangannya itu pada meja di dekat sofa yang biasa dia gunakan untuk tidur.Aara terdiam, seketika ingatannya itu mengarah pada ibunya.Hari ini, adalah jadwal operasi ibunya. Dia hanya berharap, jika semuanya akan lancar, tidak ada sesuatu hal pun yang akan terjadi pada ibunya.Air mata Aara menetes, membuktikan rasa khawatirnya yang luar biasa. Bagaimana tidak, karena sebagai seorang putri satu-satunya dia benar-benar tidak bisa bersama dengan ibunya di saat dia membutuhkan dirinya untuk berada di sampingnya.“Maafkan Aara Bu,” ucapnya.***Di rumah sakit, dokter Felix saat ini tengah me
Aara yang saat ini berada di dalam kamarnya itu merasa gusar, mengingat hari ini adalah hari operasi ibunya. Dia benar-benar takut, dan merasa tidak tenang. Hatinya terus bertanya-tanya, apakah operasi itu berjalan lancar, apakah keadaan ibunya baik-baik saja sekarang.Kedua hal itu terus berputar-putar di kepalanya dan mengganggunya.Andai saja ponselnya masih ada sekarang, dia yakin dokter Felix pasti ... tunggu!Aara tiba-tiba terdiam, memikirkan hal yang baru saja diingatnya.“Apakah mungkin, dokter Felix memang sudah menghubungiku. Itu artinya, dia sudah memberitahukannya pada Zayden. Karena jika itu benar, otomatis Zaydenlah yang akan mengangkat panggilannya.”Tok tok!Saat Aara tengah menerka-nerka apa yang kemungkinan terjadi, terdengar suara ketukan dari luar pintu kamarnya itu.Dia pun menoleh, sebenarnya Aara malas, karena saat ini dia ingin sendiri. Tapi, apa boleh buat. Karena dia tahu, itu pasti pelayan di sini atau mungkin kepala pelayan Lucas.“Masuklah!” sahutnya.Seke
“Hmm, i-itu ... mu-mungkinkah, dokter Felix menghubungi saya hari ini?”Ucapan Aara itu seketika membuat Zayden terdiam, mulutnya itu tidak terbuka untuk menjawab pertanyaan Aara.Hanya saja, matanya itu tiba-tiba menatapnya dengan sangat lekat, bahkan sangat lekat hingga membuat dada Aara berdebar dengan begitu keras.‘Kenapa? Kenapa dia tidak menjawabku? Apakah, mungkin dia salah paham?’ batinnya.“Tuan?”‘Aku sudah menduganya, sejak perhatian aneh yang tiba-tiba dia tunjukkan bahkan tanpa mendapat perintah dariku. Tapi ternyata benar, sikap itu karena dia membutuhkan sesuatu?’Zayden kembali menatap Aara lekat, apa yang dia tanyakan itu seketika membuat Zayden kembali mengingat mengenai apa yang Felix katakan padanya tadi siang, juga laporan Sam mengenai hal itu.5 jam laluZayden yang berada di ruangannya itu, tampak menoleh pada pintu yang baru saja terbuka dan memperlihatkan Sam yang masuk dan berdiri di depannya.“Tuan,” sapanya seraya membungkuk.“Kau sudah mendapatk
Sementara Aara, dia yang mendengar pembicaraan Zayden tadi itu merasa penasaran, sebenarnya hendak ke mana Zayden pergi. Kenapa terdengar begitu rahasia? Apakah dia hendak pergi ke suatu tempat yang aneh? Sepertinya ini juga bukan sebuah pekerjaan, tapi dari ucapannya tetap terdengar begitu penting. Jadi, ke mana sebenarnya dia hendak pergi? Pikirnya. Aara menggigit kuku ibu jarinya, kepalanya terus memikirkan ke mana sebenarnya Zayden hendak pergi. Hingga tanpa diduga, pintu di depannya itu terbuka dan membuat Aara yang tadi tengah melamun itu terkejut. Dia menoleh, matanya tampak melebar ketika mendapati jika Zaydenlah yang membuka pintunya. “Kau,” pekiknya dengan alis yang mengerut. Melihat itu, Aara pun gugup. Dia berpikir, apakah Zayden akan curiga padanya. Apakah dia akan menganggapnya sudah menguping pembicaraannya tadi? “Sedang apa kau di sini?” Namun, mendengar pertanyaan Zayden itu. Sepertinya dia tidak curiga? “Aku tanya, sedang apa kau di sini dan bukannya masuk?!
Dokter Felix tampak duduk di samping Asti yang masih terbaring di hospital bad dengan mata yang tertutup.Sekarang sudah hampir 24 jam berlalu, dia yakin obat bius itu akan segera hilang dan bu Asti akan segera sadar.Dan seperti yang dipikirkannya, tak lama mata bu Asti tampak bergerak-gerak. Dan secara perlahan mulai terbuka.Dia melihat samar pada langit-langit di atasnya yang berwarna putih. Namun, secara perlahan pandangan samarnya itu mulai menjelas. Dia bahkan bisa mendengar suara seseorang yang memanggil namanya.“Bu Asti.”Asti pun menoleh, dia masih terlihat begitu lemah bahkan sesekali terdengar rintihan yang keluar dari mulutnya.“Apa Anda merasakan sakit? Apa dada Anda sakit?”“Dokter Felix?” ucapnya lemah.“Iya Bu, ini saya. Jika Anda merasakan sakit, maka beri tahu saya?”Bu Asti menggeleng. “Di .. mana A-aara?”Mendengar pertanyaan itu, seketika Felix pun terdiam. Kedua tangannya yang berada di atas pahanya itu tampak mengepal, karena sebenarnya dia tidak tah
“Aku pergi menemui ibumu.” “Apa?” Aara benar-benar terkejut, pupil matanya bahkan sampai melebar. Apa yang baru saja didengarnya? Zayden, dia pergi menemui ibunya?Tampak Zayden yang kemudian berdiri, dengan tatapannya yang terus fokus menatap Aara. Dia melangkah, hingga kini berada tepat di depan Aara.Jarak mereka begitu dekat, hingga rasanya Aara bisa merasakan panas nafas Zayden yang mengenai keningnya.“Di rumah sakit,” lanjutnya.Seketika, Aara pun mendongak. Menatap Zayden lagi-lagi dengan ekspresi terkejutnya.“Kenapa, terkejut? Apa karena aku tiba-tiba mengetahuinya?”‘Aku tidak terkejut, karena kau adalah seorang Zayden. Aku yakin, kau pasti sudah mencari tahu semuanya tentang diriku bahkan pada titik terkecil. Tapi, aku justru terkejut. Karena entah kenapa kau malah terlihat seperti baru mengetahui hal ini. Kau bahkan sampai datang ke sana,' batinnya.“Kenapa? Kenapa kau tidak memberitahukan hal ini padaku?”Aara mengernyit. ‘Jadi, sungguh dia benar-benar tidak tahu?’ bati
Aara baru saja sampai di rumah sakit, dia masuk ke dalam dan berjalan menuju meja resepsionis.Walaupun sebelumnya dia sudah tahu ruang rawat ibunya. Tapi, setelah melakukan operasi dia takut jika ruang rawat ibunya akan berubah. Karena itu dia memilih untuk bertanya terlebih dulu.“Permisi, saya –““Aara.”Ucapan Aara terpotong, ketika suara seseorang yang amat dia kenal itu memanggilnya.Aara pun menoleh, senyumnya seketika melebar kala dia melihat siapa orang itu.“Dokter Felix,” ucapnya.“Akhirnya kau datang,” senangnya.“Apa ibu saya baik-baik saja? Apa operasinya berjalan dengan lancar?” tanyanya.“Lebih baik kau lihatlah sendiri,” ucapnya yang kemudian membawa Aara ke ruangan ibunya.Entah kenapa setelah bertemu dengan dokter Felix, perasaan khawatir Aara sedikit memudar. Karena sekarang dia yakin, jika ibunya kemungkinan baik-baik saja.“Masuklah Aara,” ujarnya ketika mereka sampai di depan pintu ruangan Asti.Aara melihat lebih dulu ke arah dokter Felix sebelum dia benar-bena
Aara sudah berada di ruang perawatan VVIP sekarang. Di sana juga sudah ada Zayden, Alya dan Zion yang menemaninya. Setelah 3 jam tertidur, akhirnya Aara membuka matanya. Dan sekarang dia tengah memakan makanan yang disiapkan rumah sakit untuknya.Tampak Zayden dengan telatennya menyuapi makanan itu pada Aara. Walaupun Aara terus menolaknya, namun Zayden tetap memaksanya untuk memakan makanan itu.Aara terus menolak karena makanan rumah sakit itu tidak enak menurutnya. Rasanya hambar dan membuatnya mual.“Sayang sudah cukup, aku tidak mau makan lagi,” ucap Aara.“Sedikit lagi, lihat. Sebentar lagi makanannya habis. Ayo paksakan sedikit lagi ya,” jawab Zayden.Dengan bibir cemberutnya, Aara pun membuka mulutnya dan memakan yang terus Zayden sodorkan ke bibirnya itu.“Kamu memang anak yang baik,” puji Zayden.“Besok kita sudah bisa pulang, kan?“ tanya Aara.“Iya sayang, sekarang kau perlu dirawat dulu karena kelelahan.”“Apa putra dan putri kita baik-baik saja? Aku belum melihat
Ketika sampai di rumah sakit, Zayden langsung bergegas keluar dari mobil dan masuk ke dalam rumah sakit. Dia berlari dengan tergesa-gesa menuju ruang persalinan. Hingga sampai di ruang persalinan itu, mereka melihat Alya dan juga Zion yang sudah berada di sana dengan raut gelisah yang terlihat jelas di wajah mereka. “Mama, Papa,” panggilnya.Sontak, Alya dan juga Zion langsung melihat ke asal suara. “Zay,” jawab Alya.Tampak Zayden terus berlari menghampiri Alya dengan keringat yang sudah bercucuran di keningnya. “Bagaimana hah hah keadaannya, Ma? Apa hah bayinya sudah lahir?” tanyanya dengan nafasnya yang terengah-engah.“Belum sayang, dari tadi Aara terus memanggil-manggil kamu. Tapi kamu masih belum datang. Masuklah, dia membutuhkanmu,” ujar Alya.Zayden pun mengangguk, dia berjalan ke arah pintu ruang persalinan. Glek! Zayden menelan salivanya, tidak bisa dia ungkiri saat ini dia merasa gugup dan juga takut. Menemani istrinya melahirkan adalah suatu impiannya. Tapi, saat hari
Sejak Aara memaafkan Zayden dan melupakan semua perbuatan yang telah Zayden lakukan padanya, kehidupan mereka berubah. Tidak ada lagi kesedihan, tidak ada lagi perasaan tertekan. Mereka seperti mendapatkan kehidupan baru dan memulai semuanya dari awal.Zayden semakin memperhatikan Aara, begitu pun dengan Alya dan Zion. Mereka juga sangat menyayangi Aara layaknya putri mereka sendiri, saat ini mereka semua sangat menantikan lahirnya penerus keluarga Tan yang tak lain adalah Zevan Rionard Tan dan Zayna Audrey Tan, yang tak lama lagi akan segera hadir ke dunia ini.Waktu terus berjalan, kebahagiaan demi kebahagiaan terus Aara dan keluarga Tan rasakan. Seperti semuanya berjalan dengan lancarnya tanpa hambatan apa pun. Sepertinya saat ini Tuhan sedang berbaik hati kepada mereka, setelah banyak cobaan dan ujian yang diberikannya, akhirnya semua itu bisa mereka lewati dan mereka bisa menikmati yang namanya kebahagiaan. Hingga 1 bulan pun berlalu, kandungan Aara sudah menginjak 9 bulan se
Zayden saat ini telah dipindahkan ke atas ranjangnya, tampak di sana sudah ada Alya, Zion, Aara dan juga dokter David.Ekspresi wajah Alya dan Zion tampak begitu tegang, karena sudah 2 jam berlalu tapi Zayden tak kunjung sadar.“David sebenarnya apa yang terjadi, kenapa Zayden bisa tiba-tiba pingsan seperti ini. Katamu kondisinya sudah semakin membaik, tapi apa ini?” tanya Zion.“Sepertinya ini memang disebabkan oleh luka di kepalanya, mungkin ada sesuatu yang membuat luka itu kembali terasa sakit,” jawabnya.“Apa itu berbahaya, apa Zayden akan baik-baik saja?” kali ini giliran Alya yang bertanya. Suaranya begitu bergetar, karena rasa kekhawatiran yang begitu besar pada putranya itu.“Saya rasa ini tidak akan berdampak buruk, wajar bagi pasien yang memiliki luka cukup parah di kepala untuk sesekali merasakan sakit kepala. Tapi, jika hal ini terus berlanjut di kemudian hari. Tentu saja harus ada penanganan,” jawab David.Mendengar semua penjelasan David, Aara semakin merasa bersa
Zayden kembali melepaskan paksa pelukan yang Naura lakukan padanya. Dia lalu memegang kedua bahu Naura, dan menatapnya dengan begitu dingin.“Tidak ada, aku tidak merasakan apa pun lagi. Karena seperti yang kubilang, itu hanyalah masa lalu. Jadi tolong pergilah!”Air mata Naura turun semakin deras, dia sungguh tidak menyangka jika Zayden akan melupakan seperti ini.Dia menunduk. “Baiklah, maafkan aku Zay. Karena aku telah menggangguku, dan membuatmu tidak nyaman. Tapi, aku merasa senang karena kita bisa bertemu lagi. Karena dengan begitu, aku bisa meminta maaf padamu.” Naura tersenyum, dan senyum itu tampak tulus.“Aku akan pergi, semoga kau selalu bahagia,” lanjutnya. Seraya menyeka air matanya, Naura pun melangkah keluar.Tampak Zayden yang langsung menarik nafasnya, dia lalu memegangi keningnya. Tapi syukurlah, masalah ini sudah selesai. Dan Naura tidak akan menemuinya lagi.Ya, ini semua sudah selesai. ‘Sekarang fokusku hanya kepada Aara dan calon anak kami. Aku akan berusah
“Zay,” ucap Naura yang baru saja dipersilakan masuk ke ruangan Zayden setelah mendapat izin darinya.Zayden pun mengangkat wajahnya, dia melihat Naura yang berdiri di depan pintu ruangannya.Entah kenapa, penampilan Naura saat ini mengingatkannya pada 10 tahun lalu. Dia tidak menyangka setelah selama itu, mereka akan bertemu lagi.Zayden lalu berdiri, keluar dari meja kerjanya menuju sofa. “Masuk dan duduklah,” ucapnya.“Silakan Nona,” ucap Sam yang kemudian memandu Naura untuk masuk dan duduk di sana.Sam kemudian membungkuk, dia keluar dari sana, memberi ruang untuk tuannya berbicara dengan tamunya ini.Tampak Zayden kemudian duduk, dia menatap Naura sebentar sebelum akhirnya dia pun membuka mulutnya.“Apa yang ingin kau sampaikan?” tanyanya.Naura yang tadi hanya menunduk, akhirnya mengangkat wajahnya itu. Kedua tangannya tampak saling meremas satu sama lain. Dia menelan salivanya, dengan air matanya yang tampak menetes.“Aku ingin meminta maaf atas kejadian kemarin, tidak
Zayden baru saja keluar dari dalam kamar mandi. Tampak dia yang hanya memakai jubah mandinya, dengan handuk kecil yang dia gunakan untuk mengeringkan rambutnya yang basah.Zayden melirik Aara yang saat ini kembali duduk di sofa, dia menatapnya kesal. Karena merasa jika Aara sama sekali tidak peduli padanya.Hal itu semakin membuatnya ragu, jika mereka memang benar-benar suami istri.‘Aku tahu hubungan kami mungkin buruk, tapi sebagai suami istri. Harusnya dia kan punya rasa penasaran. Tapi, dia justru hanya diam saja seakan tidak peduli. Apa dia benar-benar tidak marah?’ batinnya.“Hei!” panggilnya yang sontak membuat Aara menoleh.“I-iya Tuan?” jawab Aara.Zayden lalu melempar handuk kecil itu pada Aara, sedangkan dia duduk di samping Aara.“Keringkan rambutku!” serunya.Aara yang memang sudah mengerti pun lantas berdiri dan berjalan ke belakang Zayden.Dengan telatennya, dia lalu mengeringkan rambut basah Zayden. Dia melakukannya selembut mungkin, agar Zayden merasa nyaman.
Saat ini waktu sudah menunjukkan pukul 19.15. malam. Zayden yang awalnya hendak pulang itu akhirnya ter-urung kala dia melihat papanya yang datang ke ruangannya.“Zay,” ucapnya.Zayden pun keluar dari meja kerjanya dan berjalan ke arah sofa. “Duduklah Pa,” ujarnya.Dengan senang hati, Zion pun menghampiri dan duduk di sana. Begitu pun dengan Zayden, kini posisi mereka saling berhadapan satu sama lain dan hanya terhalang oleh meja yang ada di depan mereka.“Apa yang mau Papa bicarakan?” tanyanya to the point.“Kau ingat, Aland yang sudah menyerangmu saat di rumah sakit?” tanya balik Zion.Mendengar itu, Zayden pun mengangguk. “Kenapa? Bukankah sekarang dia sudah di penjara?”Kali ini, giliran Zion yang mengangguk. Namun, ekspresi wajahnya itu masih terlihat janggal. Tampak jelas, sesuatu yang saat ini sangat ingin dia katakan.“Benar, Aland sudah mendapatkan hukumannya sekarang. Tapi meskipun begitu, perasaan papa masih tetap tidak merasa tenang.”Alis Zayden mengerut, dia mas
Zayden yang awalnya marah pun ikut terdiam saat melihat siapa pelayan itu.“Kau ....” pekiknya.Dia seketika berdiri, lalu menatap lekat pelayan wanita di depannya itu yang kini juga terus menatapnya.Di sana, Aara yang sebenarnya juga terkejut juga ikut berdiri. Dia memandang dengan bingung Zayden juga pelayan itu yang saling menatap satu sama lain.Seketika, Aara pun terdiam. Kini, tatapannya itu hanya fokus pada Zayden. Ekspresi wajahnya berubah, dan kenapa tiba-tiba bertanya ini memanas.Kenapa hatinya berdebar keras, hingga terasa begitu sakit. Perasaan khawatir apa ini.“Naura,” ujar Zayden.“Ternyata benar, itu kau Zay.” Bruk! Tiba-tiba Naura memeluk Zayden, dan berhasil membuat Aara terkejut begitu pun dengan Zayden.Dia mematung, tanpa membalas pelukan Naura padanya.“Hiks, aku tidak menyangka jika kita akan bertemu lagi.” Naura semakin mengeratkan pelukannya, dia bahkan seperti tidak peduli bahwa ada banyak orang yang saat ini melihatnya.Clakkk! Di sisi lain, air