“Aku pergi menemui ibumu.” “Apa?” Aara benar-benar terkejut, pupil matanya bahkan sampai melebar. Apa yang baru saja didengarnya? Zayden, dia pergi menemui ibunya?Tampak Zayden yang kemudian berdiri, dengan tatapannya yang terus fokus menatap Aara. Dia melangkah, hingga kini berada tepat di depan Aara.Jarak mereka begitu dekat, hingga rasanya Aara bisa merasakan panas nafas Zayden yang mengenai keningnya.“Di rumah sakit,” lanjutnya.Seketika, Aara pun mendongak. Menatap Zayden lagi-lagi dengan ekspresi terkejutnya.“Kenapa, terkejut? Apa karena aku tiba-tiba mengetahuinya?”‘Aku tidak terkejut, karena kau adalah seorang Zayden. Aku yakin, kau pasti sudah mencari tahu semuanya tentang diriku bahkan pada titik terkecil. Tapi, aku justru terkejut. Karena entah kenapa kau malah terlihat seperti baru mengetahui hal ini. Kau bahkan sampai datang ke sana,' batinnya.“Kenapa? Kenapa kau tidak memberitahukan hal ini padaku?”Aara mengernyit. ‘Jadi, sungguh dia benar-benar tidak tahu?’ bati
Aara baru saja sampai di rumah sakit, dia masuk ke dalam dan berjalan menuju meja resepsionis.Walaupun sebelumnya dia sudah tahu ruang rawat ibunya. Tapi, setelah melakukan operasi dia takut jika ruang rawat ibunya akan berubah. Karena itu dia memilih untuk bertanya terlebih dulu.“Permisi, saya –““Aara.”Ucapan Aara terpotong, ketika suara seseorang yang amat dia kenal itu memanggilnya.Aara pun menoleh, senyumnya seketika melebar kala dia melihat siapa orang itu.“Dokter Felix,” ucapnya.“Akhirnya kau datang,” senangnya.“Apa ibu saya baik-baik saja? Apa operasinya berjalan dengan lancar?” tanyanya.“Lebih baik kau lihatlah sendiri,” ucapnya yang kemudian membawa Aara ke ruangan ibunya.Entah kenapa setelah bertemu dengan dokter Felix, perasaan khawatir Aara sedikit memudar. Karena sekarang dia yakin, jika ibunya kemungkinan baik-baik saja.“Masuklah Aara,” ujarnya ketika mereka sampai di depan pintu ruangan Asti.Aara melihat lebih dulu ke arah dokter Felix sebelum dia benar-bena
“Ibu, apa ibu marah pada Aara? Apa ibu tidak akan merestui kami?” tanyanya.Asti masih tidak menjawab, dia justru mengepalkan tangannya yang berada di atas pahanya itu.Karena sebenarnya dia tidak yakin dengan semua ini, dia tidak tahu apakah pria ini sungguh pria yang baik? Apakah putrinya akan bahagia bersamanya, dan apakah dia benar-benar bisa menjaga Aara? Dia sama sekali tidak mengetahuinya.Lalu, apakah dia harus merestui hubungan mereka?“Aara benar Bu, mereka saling mencintai. Karena itulah mereka menikah.”Ucapan Felix itu lantas membuat Asti kembali mengangkat wajahnya. Dia tidak menyangka, jika dokter Felix pun akan ikut membela Aara. Jadi, apakah itu artinya pria ini sungguh pria yang baik?Felix lalu melihat pada Zayden, yang tampak hanya menatapnya datar.“Aku sudah membuktikannya sendiri,” lanjutnya.Mendengar itu, Zayden justru menyipitkan matanya. Karena dia merasa, Felix mengatakan itu tidak tulus dari dalam hatinya.Apa lagi pada kenyataannya, apa yang dia
Aara baru saja kembali pulang setelah dari rumah sakit. Sebenarnya dia ingin menginap di sana, tapi dia tahu Zayden tidak akan mengizinkannya.Bisa-bisa dia marah, dan mencabut kembali izinnya.Tampak Aara yang membuka pintu kamarnya itu, tanpa ragu dia pun masuk ke dalam. Namun, langkahnya itu seketika terhenti kala netranya melihat sosok Zayden yang duduk di sofa.Dia awalnya menunduk, tapi kepalanya itu tampak kembali terangkat kala mendengar suara langkah kaki Alya yang mendekat.“A-anda, belum tidur?” tanyanya. Karena Aara sebenarnya kaget, dia pikir Zayden sudah tidur atau jika tidak dia berada di ruang kerjanya.“Kau pikir, aku bisa tidur di saat istriku belum pulang?”“Ya?” Kekagetan Aara semakin meningkat setelah apa yang Zayden katakan.Zayden lalu bangun, dia melangkah mendekat pada Aara. Dimana perbuatannya itu berhasil membuat Aara gugup, apa lagi setelah apa yang tadi dia katakan.‘Ke-kenapa dia mendekat. Se-sebenarnya apa yang ingin dia lakukan?’ batinnya.Aara
Aara keluar dari ruang rawat ibunya bersamaan dengan dokter Felix di belakangnya.“Aara tunggu!” tahannya.Membuat Aara yang sebenarnya hendak pergi pun lantas menghentikan langkahnya.“Iya dokter?” tanyanya.“Ada yang ingin aku sampaikan, bisakah kita bicara di ruanganku?” tanyanya.“Baiklah dok.”Mereka pun berjalan bersamaan, hingga sampai di depan ruangan Felix.“Mari, masuklah.”Aara mengangguk, dia masuk. Kemudian duduk di depan meja kerja dokter Felix.Tampak dokter Felix juga yang duduk di tempatnya seraya melepas jas dokter yang tadi dia pakai.“Apa yang ingin Anda sampaikan ini berhubungan dengan ibu saya, dok?” tanyanya.Felix menoleh. “Benar,” jawabnya.“Apa ada masalah? Mungkinkah ada sesuatu yang serius?”“Ah tidak, justru sebaliknya. Seperti yang sudah aku katakan sebelumnya, jika dalam dua hari kondisi ibumu membaik. Maka beliau sudah boleh pulang.”“Jadi?”“Syukurnya kondisi Bu Asti membaik dengan begitu cepat. Mungkin karena perasaan beliau yang akhir-akhir ini juga
“Apa menantu tidak datang lagi?” tanya Asti. Yang seketika membuat Aara kembali gugup.“Tidak Bu, sebenarnya dia ada meeting yang sangat penting hari ini. Jadi dia tidak bisa datang dan mengantar kita. Karena itu –““Aku di sini.”Deg!Mendengar suara yang amat tidak asing itu, Aara langsung menoleh dengan cepat ke arah pintu. Pupil matanya tampak melebar, karena tidak percaya dengan siapa yang dilihatnya saat ini.“Za-zayden,” gumamnya pelan.Zayden tersenyum, dia lalu melangkah masuk ke dalam dan menghampiri mereka.Zayden menatap Aara, yang saat ini masih melihatnya dengan tatapan tidak percaya.“Kenapa kau menatapku seperti itu?” tanyanya, dan seketika Aara pun tersadar.“Apa kau tidak suka, jika aku datang?”Aara menggeleng. “Ah tidak, bukan seperti itu. Ha-hanya saja, bu-bukankah kau bilang hari ini kau ada meeting? Kenapa sekarang tiba-tba datang?” tanyanya dengan senyum yang dia tunjukkan secara paksa.‘Mampus, jika Zayden mengatakan kebalikannya. Ibu pasti akan tahu, jika aku
Dengan masih menunjukkan raut tidak percaya, Aara membawa Zayden masuk ke dalam kamarnya.Terlihat Zayden yang masuk tanpa ragu, dengan diikuti Aara di belakangnya.Zayden mengedarkan pandangannya, melihat keadaan kamar Aara bahkan sampai ke setiap sudutnya.Glek!Beberapa kali Aara menelan salivanya, entah kenapa dia seperti mengikuti sebuah kontes dengan Zayden sebagai jurinya.‘Lagi pula kenapa sih dia bilang kau ikut menginap, memangnya dia akan betah tinggal di rumah seperti ini?’ batinnya.“Sangat kecil,” ujar Zayden.“Be-benarkan, kamar saya bahkan tidak lebih besar dari kamar mandi di rumah Anda. Jadi, sepertinya Anda tidak akan betah.”“Sepertinya memang benar.”“Iya, kan. Jadi, bagaimana jika Anda kembali saja dan tolong biarkan saya saja yang menginap.”Deg!Aara terkejut, karena Zayden tiba-tiba berbalik dan menatapnya dengan jarak yang begitu dekat.Dia menyipitkan matanya, dimana hal itu sukses membuat Aara gugup.“Kau mengusirku?”“Ha-ah? Te-tentu saja itu tidak benar,
Aara saat ini berjalan di belakang Zayden untuk menuju kamar mereka.Dari sana, dia bisa memerhatikan Zayden yang dari tadi hanya terus diam seraya wajahnya yang terus melihat ke bawah.“Anda akan menabrak sesuatu jika terus melihat ke bawah,” ucapnya.Dan seketika membuat Zayden pun tersadar. Tanpa menoleh pada Aara, dia pun mengangkat wajahnya itu lantas meneruskan lagi langkah kakinya hingga mereka tiba di depan kamar Aara.Zayden membukanya, dan masuk begitu saja dengan disusul oleh Aara.Dia terdiam, karena melihat kasur Aara yang begitu kecil dan sepertinya hanya cukup untuk satu orang.“Saya akan tidur di lantai. Jadi Anda bisa tidur di atas,” ucap Aara yang menyadari ekspresi Zayden saat ini.“Lantai rumahmu kotor, karena belum dibersihkan dalam waktu yang lama. Jadi naik saja!” jawabnya.“Tapi ranjangnya kecil, itu hanya muat untuk satu orang. Anda naik saja, lagi pula saya sudah terbiasa.”Zayden terdiam, namun tatapannya itu terlihat mengarah tajam pada Aara. Dimana tatapan
Aara sudah berada di ruang perawatan VVIP sekarang. Di sana juga sudah ada Zayden, Alya dan Zion yang menemaninya. Setelah 3 jam tertidur, akhirnya Aara membuka matanya. Dan sekarang dia tengah memakan makanan yang disiapkan rumah sakit untuknya.Tampak Zayden dengan telatennya menyuapi makanan itu pada Aara. Walaupun Aara terus menolaknya, namun Zayden tetap memaksanya untuk memakan makanan itu.Aara terus menolak karena makanan rumah sakit itu tidak enak menurutnya. Rasanya hambar dan membuatnya mual.“Sayang sudah cukup, aku tidak mau makan lagi,” ucap Aara.“Sedikit lagi, lihat. Sebentar lagi makanannya habis. Ayo paksakan sedikit lagi ya,” jawab Zayden.Dengan bibir cemberutnya, Aara pun membuka mulutnya dan memakan yang terus Zayden sodorkan ke bibirnya itu.“Kamu memang anak yang baik,” puji Zayden.“Besok kita sudah bisa pulang, kan?“ tanya Aara.“Iya sayang, sekarang kau perlu dirawat dulu karena kelelahan.”“Apa putra dan putri kita baik-baik saja? Aku belum melihat
Ketika sampai di rumah sakit, Zayden langsung bergegas keluar dari mobil dan masuk ke dalam rumah sakit. Dia berlari dengan tergesa-gesa menuju ruang persalinan. Hingga sampai di ruang persalinan itu, mereka melihat Alya dan juga Zion yang sudah berada di sana dengan raut gelisah yang terlihat jelas di wajah mereka. “Mama, Papa,” panggilnya.Sontak, Alya dan juga Zion langsung melihat ke asal suara. “Zay,” jawab Alya.Tampak Zayden terus berlari menghampiri Alya dengan keringat yang sudah bercucuran di keningnya. “Bagaimana hah hah keadaannya, Ma? Apa hah bayinya sudah lahir?” tanyanya dengan nafasnya yang terengah-engah.“Belum sayang, dari tadi Aara terus memanggil-manggil kamu. Tapi kamu masih belum datang. Masuklah, dia membutuhkanmu,” ujar Alya.Zayden pun mengangguk, dia berjalan ke arah pintu ruang persalinan. Glek! Zayden menelan salivanya, tidak bisa dia ungkiri saat ini dia merasa gugup dan juga takut. Menemani istrinya melahirkan adalah suatu impiannya. Tapi, saat hari
Sejak Aara memaafkan Zayden dan melupakan semua perbuatan yang telah Zayden lakukan padanya, kehidupan mereka berubah. Tidak ada lagi kesedihan, tidak ada lagi perasaan tertekan. Mereka seperti mendapatkan kehidupan baru dan memulai semuanya dari awal.Zayden semakin memperhatikan Aara, begitu pun dengan Alya dan Zion. Mereka juga sangat menyayangi Aara layaknya putri mereka sendiri, saat ini mereka semua sangat menantikan lahirnya penerus keluarga Tan yang tak lain adalah Zevan Rionard Tan dan Zayna Audrey Tan, yang tak lama lagi akan segera hadir ke dunia ini.Waktu terus berjalan, kebahagiaan demi kebahagiaan terus Aara dan keluarga Tan rasakan. Seperti semuanya berjalan dengan lancarnya tanpa hambatan apa pun. Sepertinya saat ini Tuhan sedang berbaik hati kepada mereka, setelah banyak cobaan dan ujian yang diberikannya, akhirnya semua itu bisa mereka lewati dan mereka bisa menikmati yang namanya kebahagiaan. Hingga 1 bulan pun berlalu, kandungan Aara sudah menginjak 9 bulan se
Zayden saat ini telah dipindahkan ke atas ranjangnya, tampak di sana sudah ada Alya, Zion, Aara dan juga dokter David.Ekspresi wajah Alya dan Zion tampak begitu tegang, karena sudah 2 jam berlalu tapi Zayden tak kunjung sadar.“David sebenarnya apa yang terjadi, kenapa Zayden bisa tiba-tiba pingsan seperti ini. Katamu kondisinya sudah semakin membaik, tapi apa ini?” tanya Zion.“Sepertinya ini memang disebabkan oleh luka di kepalanya, mungkin ada sesuatu yang membuat luka itu kembali terasa sakit,” jawabnya.“Apa itu berbahaya, apa Zayden akan baik-baik saja?” kali ini giliran Alya yang bertanya. Suaranya begitu bergetar, karena rasa kekhawatiran yang begitu besar pada putranya itu.“Saya rasa ini tidak akan berdampak buruk, wajar bagi pasien yang memiliki luka cukup parah di kepala untuk sesekali merasakan sakit kepala. Tapi, jika hal ini terus berlanjut di kemudian hari. Tentu saja harus ada penanganan,” jawab David.Mendengar semua penjelasan David, Aara semakin merasa bersa
Zayden kembali melepaskan paksa pelukan yang Naura lakukan padanya. Dia lalu memegang kedua bahu Naura, dan menatapnya dengan begitu dingin.“Tidak ada, aku tidak merasakan apa pun lagi. Karena seperti yang kubilang, itu hanyalah masa lalu. Jadi tolong pergilah!”Air mata Naura turun semakin deras, dia sungguh tidak menyangka jika Zayden akan melupakan seperti ini.Dia menunduk. “Baiklah, maafkan aku Zay. Karena aku telah menggangguku, dan membuatmu tidak nyaman. Tapi, aku merasa senang karena kita bisa bertemu lagi. Karena dengan begitu, aku bisa meminta maaf padamu.” Naura tersenyum, dan senyum itu tampak tulus.“Aku akan pergi, semoga kau selalu bahagia,” lanjutnya. Seraya menyeka air matanya, Naura pun melangkah keluar.Tampak Zayden yang langsung menarik nafasnya, dia lalu memegangi keningnya. Tapi syukurlah, masalah ini sudah selesai. Dan Naura tidak akan menemuinya lagi.Ya, ini semua sudah selesai. ‘Sekarang fokusku hanya kepada Aara dan calon anak kami. Aku akan berusah
“Zay,” ucap Naura yang baru saja dipersilakan masuk ke ruangan Zayden setelah mendapat izin darinya.Zayden pun mengangkat wajahnya, dia melihat Naura yang berdiri di depan pintu ruangannya.Entah kenapa, penampilan Naura saat ini mengingatkannya pada 10 tahun lalu. Dia tidak menyangka setelah selama itu, mereka akan bertemu lagi.Zayden lalu berdiri, keluar dari meja kerjanya menuju sofa. “Masuk dan duduklah,” ucapnya.“Silakan Nona,” ucap Sam yang kemudian memandu Naura untuk masuk dan duduk di sana.Sam kemudian membungkuk, dia keluar dari sana, memberi ruang untuk tuannya berbicara dengan tamunya ini.Tampak Zayden kemudian duduk, dia menatap Naura sebentar sebelum akhirnya dia pun membuka mulutnya.“Apa yang ingin kau sampaikan?” tanyanya.Naura yang tadi hanya menunduk, akhirnya mengangkat wajahnya itu. Kedua tangannya tampak saling meremas satu sama lain. Dia menelan salivanya, dengan air matanya yang tampak menetes.“Aku ingin meminta maaf atas kejadian kemarin, tidak
Zayden baru saja keluar dari dalam kamar mandi. Tampak dia yang hanya memakai jubah mandinya, dengan handuk kecil yang dia gunakan untuk mengeringkan rambutnya yang basah.Zayden melirik Aara yang saat ini kembali duduk di sofa, dia menatapnya kesal. Karena merasa jika Aara sama sekali tidak peduli padanya.Hal itu semakin membuatnya ragu, jika mereka memang benar-benar suami istri.‘Aku tahu hubungan kami mungkin buruk, tapi sebagai suami istri. Harusnya dia kan punya rasa penasaran. Tapi, dia justru hanya diam saja seakan tidak peduli. Apa dia benar-benar tidak marah?’ batinnya.“Hei!” panggilnya yang sontak membuat Aara menoleh.“I-iya Tuan?” jawab Aara.Zayden lalu melempar handuk kecil itu pada Aara, sedangkan dia duduk di samping Aara.“Keringkan rambutku!” serunya.Aara yang memang sudah mengerti pun lantas berdiri dan berjalan ke belakang Zayden.Dengan telatennya, dia lalu mengeringkan rambut basah Zayden. Dia melakukannya selembut mungkin, agar Zayden merasa nyaman.
Saat ini waktu sudah menunjukkan pukul 19.15. malam. Zayden yang awalnya hendak pulang itu akhirnya ter-urung kala dia melihat papanya yang datang ke ruangannya.“Zay,” ucapnya.Zayden pun keluar dari meja kerjanya dan berjalan ke arah sofa. “Duduklah Pa,” ujarnya.Dengan senang hati, Zion pun menghampiri dan duduk di sana. Begitu pun dengan Zayden, kini posisi mereka saling berhadapan satu sama lain dan hanya terhalang oleh meja yang ada di depan mereka.“Apa yang mau Papa bicarakan?” tanyanya to the point.“Kau ingat, Aland yang sudah menyerangmu saat di rumah sakit?” tanya balik Zion.Mendengar itu, Zayden pun mengangguk. “Kenapa? Bukankah sekarang dia sudah di penjara?”Kali ini, giliran Zion yang mengangguk. Namun, ekspresi wajahnya itu masih terlihat janggal. Tampak jelas, sesuatu yang saat ini sangat ingin dia katakan.“Benar, Aland sudah mendapatkan hukumannya sekarang. Tapi meskipun begitu, perasaan papa masih tetap tidak merasa tenang.”Alis Zayden mengerut, dia mas
Zayden yang awalnya marah pun ikut terdiam saat melihat siapa pelayan itu.“Kau ....” pekiknya.Dia seketika berdiri, lalu menatap lekat pelayan wanita di depannya itu yang kini juga terus menatapnya.Di sana, Aara yang sebenarnya juga terkejut juga ikut berdiri. Dia memandang dengan bingung Zayden juga pelayan itu yang saling menatap satu sama lain.Seketika, Aara pun terdiam. Kini, tatapannya itu hanya fokus pada Zayden. Ekspresi wajahnya berubah, dan kenapa tiba-tiba bertanya ini memanas.Kenapa hatinya berdebar keras, hingga terasa begitu sakit. Perasaan khawatir apa ini.“Naura,” ujar Zayden.“Ternyata benar, itu kau Zay.” Bruk! Tiba-tiba Naura memeluk Zayden, dan berhasil membuat Aara terkejut begitu pun dengan Zayden.Dia mematung, tanpa membalas pelukan Naura padanya.“Hiks, aku tidak menyangka jika kita akan bertemu lagi.” Naura semakin mengeratkan pelukannya, dia bahkan seperti tidak peduli bahwa ada banyak orang yang saat ini melihatnya.Clakkk! Di sisi lain, air