Zayden keluar dari dalam kamarnya, baru saja dia menerima pesan jika Sam sudah berada di luar rumahnya saat ini.Dia pun berjalan ke sana, dan benar saja. Sam tampak sudah berdiri di dekat mobilnya.Dia langsung membungkuk, ketika melihat Zayden yang datang menghampirinya.“Tuan,” sapanya.Dia mengangkat kembali tubuhnya itu, lalu melihat pada Zayden. Tanpa sadar dia memperhatikan pakaian yang Zayden kenakan saat ini.‘Tuan memakai baju siapa? Apa itu milik Hendra?’ batinnya.“Benar, ini milik Hendra. Apakah aneh?”Sam kaget, ketika Zayden menjawab apa yang baru saja isi hatinya katakan. Tuannya ini benar-benar, dia bahkan tahu apa yang tidak dia katakan.“Tidak Tuan, Anda selalu cocok memakai apa pun. Karena tubuh Anda sempurna,” jawabnya memuji.Karena Zayden tampak hanya diam saja, karena sebenarnya dia sudah bosan dengan semua pujian itu.“Kau membawanya?” tanyanya kemudian.“Iya Tuan.”Sam lalu berjalan ke arah bagasi mobil. Dia membukanya dan mengambil sebuah koper d
Sam kaget, ketika Zion menanyakan keberadaan tuannya saat ini. “Itu ... maafkan saya Tuan Besar, saya tidak berani memberitahukan keberadaan tuan sekarang,” jawabnya.“Sam, apa kau berani melawan tuan besarmu!” ujar Ken yang tidak suka dengan sikap Sam.Sam pun hanya menunduk. “Tidak papa Ken, Sam hanya menuruti perintahnya tuannya. Hal itu justru membuatku tenang, karena Sam orang yang begitu setia. Lanjutkan pekerjaanmu.”Sam pun membungkuk.Zion menatap Sam sebentar, dia lalu berbalik untuk kembali ke dalam ruangannya.Walaupun begitu, tetap saja dia penasaran di mana keberadaan putranya saat ini.“Apa saya perlu mencari keberadaan tuan muda saat ini?” tanya Ken.“Tidak usah, biarkan saja,” jawabnya.Ken mengangguk.Zion langsung terdiam, kakinya itu terus melangkah dengan lebar. Tapi kepalanya itu fokus memikirkan sesuatu.‘Entah kenapa, aku merasa Zayden sekarang tengah menyembunyikan sesuatu,’ batinnya.***Sementara itu di rumah Aara. Zayden tengah duduk di atas ran
“Tuan dan nyonya? Jika tuan mereka adalah Zayden. Maka, siapa yang mereka maksud sebagai nyonya?” gumamnya.Merasa penasaran, Alya mengurungkan niatnya untuk keluar dari sana dan justru melangkah berjalan mendekati dia pelayan itu.“Apa yang sedang kalian bicarakan?”Kedua pelayan itu terlihat terkejut, kala melihat Alya yang menghampiri mereka dan bertanya.“Nyonya Besar,” sapa mereka seraya membungkuk.“Tadi kalian membicarakan Zayden, kan?”“Maaf Nyonya Besar, itu benar. Tapi kami bersumpah kami tidak menjelek-jelekkan tuan.”Alya menatap intens pada dua pelayan itu hingga membuat mereka merasa gugup.“Tadi aku dengar kalian menyebut tuan dan nyonya. Aku tahu jika tuan yang kalian maksud adalah Zayden. Tapi, siapa nyonya yang kalian maksud. Karena setahuku putraku belum menikah.”Kedua pelayan di sana tampak takut sekaligus terkejut. Mereka tidak menyangka, jika Alya yang selalu orang tua dari tuan mereka tidak mengetahui pernikahan putranya.Tampak mereka yang saling men
“Bagaimana mama bisa tahu?”“Maafkan saya Tuan, saya terpaksa ....”Lucas tidak sanggup untuk melanjutkan kata-katanya, karena dia sangat merasa bersalah pada tuannya itu.“Apa mama masih di sana sekarang?”“Beliau sudah pulang, Tuan. Tapi ekspresi wajah beliau terlihat sangat kecewa.”Terdengar helaan nafas yang begitu berat keluar dari mulut Zayden. Dia memegang keningnya. Dia tidak tahu, jika semuanya akan terjadi sampai seperti ini.Bagaimana ini, mamanya pasti sangat kecewa padanya.“Tuan, apa Anda akan pulang?”Bukannya menjawab, Zayden justru memutuskan panggilannya begitu saja.Terlihat jelas, jika saat ini dia sangat frtustrasi.“Tidak ada cara lain, aku harus pergi menemui mama.”Zayden mengambil jaket dan juga kunci mobilnya yang memang Sam sediakan sebelumnya.Dia lalu bergegas pergi dari sana, melewati Aara yang melihat kepergian Zayden dengan bingung.“Tuan, Anda mau ke mana?”Zayden tidak berhenti, dia terus berjalan. Sepertinya karena perasaannya yang kac
‘Apa aku sungguh, harus membawanya ke sana?’ batinnya lagi. Zayden terus melihat Aara, sebelum akhirnya dia pun masuk dan meninggalkan Aara yang hanya melihatnya. Aara terdiam, mengikuti Zayden dari belakang. Saat Zayden masuk ke dalam kamar, dia juga ikut masuk, dan berdiri di belakangnya. Zayden yang saat ini tengah membuka jaketnya itu juga menyadari keberadaan Aara. Terlihat dia yang meliriknya sedikit. ‘Kenapa dia terus ngikutin, sih? Dan apa maksudnya coba berdiri di sana?’ batinnya. Zayden melempar jaketnya ke atas kasur, dia lalu berjalan ke arah kursi yang ada di sana lantas duduk seraya membawa ipad-nya. Sebenarnya dia ingin melanjutkan pekerjaannya, tapi melihat Aara yang terus berdiri di sana seperti orang bodoh membuatnya sangat terganggu. “Apa kau tidak punya kerjaan?” tanyanya kemudian. “Ya? Sa-saya –“ “Kau bisa mencuci piring, mengepel lantai atau apa pun. Jadi pergi sana!” usirnya. “Saya, saya hanya ingin mengambil jaket Anda. Karena saya akan mencucinya,” j
“Ke rumah orang tuaku.”“Apa?” Aara membelalak. Apa dia tidak salah dengar? Zayden, dia mengajaknya pergi ke rumah orang tuanya?“Ta-tapi, ke-kenapa?” tanyanya gugup. Karena dia tidak menyangka, akan ada hari di mana Zayden mengajaknya ke sana.“Berisik! Bisa tidak sih kau tidak bertanya jika aku mengajakmu ke suatu tempat! Cukup ikut saja dan tutup mulutmu!”“Baik.”Aara langsung berdiri.“10 menit, segera siap-siap. Dan jika kau terlambat, maka kau akan mendapatkan akibatnya.”“Baik.” Aara mengangguk, dia membuka lemarinya, dan mengambil pakaian yang sepantasnya untuk dia gunakan mengunjungi kedua orang tua Zayden.Setelah itu, dia pun bergegas keluar dari dalam kamarnya menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya terlebih dulu.Sedangkan Zayden, dia tampak duduk di kursi yang ada di sana. Menunggu Aara seraya memainkan ipad-nya.Sebenarnya dia merasa gugup, apa yang akan terjadi jika Aara bertemu dengan papanya di sana? Jika semuanya terbongkar, mamanya pasti akan lang
“Kau, Anda,” ucap mereka bersama-sama.Tidak seperti mereka yang tampak terkejut, Zayden justru biasa saja. Karena dia tahu, mamanya dan Aara itu memang pernah bertemu di acara pesta yang belum lama ini diselenggarakan.Ekspresi wajah Alya dan Aara terlihat tidak percaya, terutama Aara. Dia sama sekali tidak menyangka, jika ibu dari Zayden adalah nyonya wanita yang sudah membelanya di pesta waktu itu.Dia menunduk, karena takut dengan respons selanjutnya dari Alya. Di pesta waktu itu, Alya membelanya karena salah satu tamu yang menghinanya sebagai wanita penghibur. Itu artinya, dia sudah tahu mengenai dirinya.Menyadari jika masa lalunya begitu buruk, akankah responsnya mengenai dirinya sekarang baik. Mengingat jika dia saat ini adalah menantunya.Terlihat Alya melirik pada Zayden, yang tampak biasa saja.Terdengar helaan nafas dari Alya, yang membuat Aara merasa semakin gugup.“Duduklah,” ujarnya kemudian.Mendengar itu, Aara pun mengangkat kembali wajahnya. Dia melihat Alya
Sama seperti Aara, Zion juga memperlihatkan ekspresi terkejutnya. “Aara,” gumamnya.Aara menelan salivanya, apakah benar yang saat ini matanya lihat. Pria paruh baya di depannya ini adalah ayah dari Zayden.Pria yang amat dikenalnya, dan sangat dia hormati. Zion Xavier Tan.Di sampingnya, Zion melirik ke arah Aara. Lalu mengalihkannya kepada papanya.Ekspresi wajahnya itu menunjukkan sebuah kemarahan. Setelah melihat mereka berdua terus saling menatap satu sama lain.“M-ma.” Zion menoleh pada Alya. Dia tidak mengerti dengan semua ini, kenapa tiba-tiba Aara di sini. Terlebih bersama dengan Zayden dan istrinya. Apa yang sedang terjadi sebenarnya.“Maafkan mama Pa, mama memang belum mengatakannya. Dia adalah Aara, dan dia –““Istriku,” sela Zayden sambil menatap tajam papanya.Mendengar itu, seketika Zion pun langsung melihat pada Zayden. Rasa terkejutnya itu tidak bisa dia sembunyikan.“Apa?”“Mama tahu, papa pasti terkejut. Tapi, Aara memang istri dari Zayden.”Zion terdiam,