“Ke rumah orang tuaku.”“Apa?” Aara membelalak. Apa dia tidak salah dengar? Zayden, dia mengajaknya pergi ke rumah orang tuanya?“Ta-tapi, ke-kenapa?” tanyanya gugup. Karena dia tidak menyangka, akan ada hari di mana Zayden mengajaknya ke sana.“Berisik! Bisa tidak sih kau tidak bertanya jika aku mengajakmu ke suatu tempat! Cukup ikut saja dan tutup mulutmu!”“Baik.”Aara langsung berdiri.“10 menit, segera siap-siap. Dan jika kau terlambat, maka kau akan mendapatkan akibatnya.”“Baik.” Aara mengangguk, dia membuka lemarinya, dan mengambil pakaian yang sepantasnya untuk dia gunakan mengunjungi kedua orang tua Zayden.Setelah itu, dia pun bergegas keluar dari dalam kamarnya menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya terlebih dulu.Sedangkan Zayden, dia tampak duduk di kursi yang ada di sana. Menunggu Aara seraya memainkan ipad-nya.Sebenarnya dia merasa gugup, apa yang akan terjadi jika Aara bertemu dengan papanya di sana? Jika semuanya terbongkar, mamanya pasti akan lang
“Kau, Anda,” ucap mereka bersama-sama.Tidak seperti mereka yang tampak terkejut, Zayden justru biasa saja. Karena dia tahu, mamanya dan Aara itu memang pernah bertemu di acara pesta yang belum lama ini diselenggarakan.Ekspresi wajah Alya dan Aara terlihat tidak percaya, terutama Aara. Dia sama sekali tidak menyangka, jika ibu dari Zayden adalah nyonya wanita yang sudah membelanya di pesta waktu itu.Dia menunduk, karena takut dengan respons selanjutnya dari Alya. Di pesta waktu itu, Alya membelanya karena salah satu tamu yang menghinanya sebagai wanita penghibur. Itu artinya, dia sudah tahu mengenai dirinya.Menyadari jika masa lalunya begitu buruk, akankah responsnya mengenai dirinya sekarang baik. Mengingat jika dia saat ini adalah menantunya.Terlihat Alya melirik pada Zayden, yang tampak biasa saja.Terdengar helaan nafas dari Alya, yang membuat Aara merasa semakin gugup.“Duduklah,” ujarnya kemudian.Mendengar itu, Aara pun mengangkat kembali wajahnya. Dia melihat Alya
Sama seperti Aara, Zion juga memperlihatkan ekspresi terkejutnya. “Aara,” gumamnya.Aara menelan salivanya, apakah benar yang saat ini matanya lihat. Pria paruh baya di depannya ini adalah ayah dari Zayden.Pria yang amat dikenalnya, dan sangat dia hormati. Zion Xavier Tan.Di sampingnya, Zion melirik ke arah Aara. Lalu mengalihkannya kepada papanya.Ekspresi wajahnya itu menunjukkan sebuah kemarahan. Setelah melihat mereka berdua terus saling menatap satu sama lain.“M-ma.” Zion menoleh pada Alya. Dia tidak mengerti dengan semua ini, kenapa tiba-tiba Aara di sini. Terlebih bersama dengan Zayden dan istrinya. Apa yang sedang terjadi sebenarnya.“Maafkan mama Pa, mama memang belum mengatakannya. Dia adalah Aara, dan dia –““Istriku,” sela Zayden sambil menatap tajam papanya.Mendengar itu, seketika Zion pun langsung melihat pada Zayden. Rasa terkejutnya itu tidak bisa dia sembunyikan.“Apa?”“Mama tahu, papa pasti terkejut. Tapi, Aara memang istri dari Zayden.”Zion terdiam,
Saat sampai di mansion, Zayden langsung turun begitu saja dari dalam mobil.Dia masuk ke dalam, meninggalkan Aara yang masih duduk di sana seraya terus melihat kepergiannya.Aara menunduk, dia jadi kepikiran mengenai pembicaraan apa yang sudah dilakukan oleh Zayden dan papanya.Apa mungkin, tuan Zion memberitahukan hubungan mereka. Apakah Zayden marah, karena sebenarnya dia dan papanya saling mengenal.Apakah Zayden marah, karena tanpa sepengetahuannya papanya sudah membantu pembiayaan operasi ibunya? Karena Zayden seperti ini, setelah melakukan pembicaraan dengan tuan Zion.Di dalam ruang kerjanya, Zayden tampak begitu marah. Dia bahkan sampai menggebrak meja kerjanya untuk melampiaskan amarahnya itu “Sialan! Kurang ajar, dia secara terang-terangan menunjukkan jika dia memang ada hubungan dengan wanita itu! Dia marah, karena dia tidak mau jika simpanannya itu ternyata sudah dinikahi oleh putranya, karena itu sebagai papaku dia mencari alasan seperti ini agar aku menceraikannya
Zayden baru saja keluar dari dalam mobilnya. Dia melihat bangunan tua di depannya itu yang memang selalu dia gunakan untuk memberi pelajaran pada orang-orang yang sudah mengusik dirinya maupun keluarganya.“Tuan,” sapa Sam yang memang sudah datang lebih dulu di sana.Tanpa mengatakan apa pun, Zayden pun melangkahkan kakinya. Hanya tatapan dinginnya yang begitu mengerikanlah yang memberi tahu apa yang akan terjadi pada seseorang yang berada di dalam bangunan itu.Sementara itu di dalam, seorang pria bertubuh sedikit gemuk itu tengah duduk di sebuah kursi dengan kedua tangan dan kakinya yang terikat. Ekspresi wajahnya menunjukkan sebuah penyesalan yang amat besar, yang sudah dia lakukan pada putrinya-Aara.Andai saja dia tidak terbujuk rayuan dari Zayden Crisiant Tan, hidupnya dan putrinya pasti tidak akan seburuk ini.“Sial, jika sudah berurusan dengan keluarga Tan, tidak akan ada hasil yang baik. Sekarang, bukan hanya aku yang berada dalam bahaya. Tapi putriku juga, maafkan pap
Sam terlihat menghentikan mobilnya, dia lalu turun dari dalam mobil dan membukakan pintu mobil bagian belakangnya untuk Aara.Aara pun turun, pandangannya itu langsung mengarah pada bangunan tua yang terlihat sudah begitu lama tidak terpakai.Hatinya bertanya-tanya, kenapa Sam membawanya ke sini? Tidak, lebih dari itu. Kenapa Zayden meminta Sam untuk membawanya kemari.“Mati Nyonya, ikutlah dengan saya,” ucap Sam.“Tunggu dulu sekretaris Sam. Ini di mana?” tanyanya.“Anda akan tahu, saat kita menemui tuan di dalam.”“Jadi, maksud Anda. Tuan Zayden ada di dalam?”“Benar Nyonya, dan beliau sedang menunggu Anda.”Aara terdiam, dia melihat Sam yang memintanya untuk masuk.Tanpa mengatakan apa pun Aara pun mulai melangkahkan kakinya mengikuti Sam.Saat masuk, perasaan tidak nyaman Aara semakin membesar. Selain itu, dia juga sangat takut. Karena rupanya, bangunan ini sangatlah gelap. Ini lebih cocok untuk menyekap seseorang dari pada menjadi tempat pertemuan.“Tuan, Nyonya sudah
Aara masuk ke dalam aula pernikahan setelah mendengar pengumuman jika pengantin wanita dipersilakan untuk masuk.Dengan gaun putih yang menjuntai indah, juga hiasan di kepalanya.Kaki Aara yang terbalut kan hak tinggi yang juga mewah itu tampak melangkah.Seketika, pandangan dari semua orang yang ada di sana pun langsung tertuju padanya.Bisikan pujian mereka padanya bisa Aara dengar dengan jelas. Namun, hal itu sama sekali tidak membuatnya senang.Tampak, matanya itu tertuju pada sosok pria tampan dan gagah yang berdiri di altar pernikahan dengan pakaian resmi berwarna hitam.Zayden mungkin terlihat sangat tampan saat ini, tapi hal itu sama sekali tidak membuat Aara terpesona padanya.Justru, air matanya itu seperti ingin menetes karena teringat kejadian kemarin yang begitu menyakitkan baginya.Aara melirik pada ibunya yang duduk seraya melihat padanya dengan senyum yang begitu merekah di bibirnya.Aara benar-benar tidak bisa menahan perasaannya. Namun, keadaan membuatnya ha
“Apa yang ingin kau minum?” tanyanya. Yang sukses membuat Aara semakin merasa takut.Terlebih, saat dia mendengar suara langkah kaki Zayden yang mendekat padanya.‘Ba-bagaimana ini,’ batinnya.“Aku tanya, apa yang kau minum?!” tanya Zayden lagi. Namun, kali ini suaranya sudah meninggi sampai membuat Aara tersentak.“I-ini ... ini ....” Aara terlihat gugup saat hendak mengatakan bahwa itu adalah pil kontrasepsi yang selalu dia minum setelah mereka melakukan hubungan. Tapi kenapa? Melihat Zayden yang bertanya dengan marah seperti itu. Membuatnya tidak bisa mengatakan apa yang ingin dia katakan. Bukankah seharusnya ini tidak papa, Zayden sangat membencinya. Dia pasti tidak ingin memiliki anak darinya, kan?Zayden sepertinya sudah habis kesabaran, karena Aara tak kunjung menjawab pertanyaannya. Dia lalu melihat ke arah bungkusan yang Aara pegang lantas mengambilnya dengan paksa.Zayden melihat tablet obat itu yang berbentuk bulat kecil. Dia juga melihat bungkus dari obat itu yang be