“Itu bagus, setidaknya pekerjaan itu lebih baik untukmu. Tapi, di perusahaan mana kau bekerja?”“Itu, saya—““Pak Zion.”Ucapan Aara seketika tercekat, kala seseorang dari arah belakang mereka datang dan memanggil Zion.Mereka pun lantas menoleh. “Oh Pak Rain,” ujar Zion.“Masih ada hal yang ingin saya bicarakan dengan Anda, bisakah kita berbicara sebentar?” tanyanya.“Tentu saja, ayo,” ajaknya.Zion pun pamit pada Aara, yang hanya dijawab anggukan oleh Aara. Dia menatap kepergian Zion dan Rain dengan tatapan sendunya.Karena ketika melihat Zion, dia menjadi ingat dengan ibunya yang masih berada di rumah sakit.Seketika, wajahnya itu kembali memperlihatkan kemurungan. Aara menunduk, karena besok adalah hari operasi ibunya.Tapi, melihat situasi saat ini, sepertinya dia memang tidak akan bisa datang ke sana.Aara mendongak, melihat langit malam yang begitu indah dengan sinar bulan yang begitu terang. Namun, sayangnya bulan itu tidak bisa menyinari hatinya yang begitu gelap
“Aland?”Ujaran Zayden itu seketika membuat Aara dan pria itu menoleh.Aara terlihat kaget, namun tidak dengan pria itu. Dia justru menunjukkan senyumnya, kala melihat Zayden.Tampak Zayden yang melangkah dengan tatapannya yang terus lurus mengarah pada Aland.Matanya menyipit, kala memperhatikan Aland yang juga bergerak, mendekat padanya. Dengan senyum yang terus mengembang di bibirnya.“Hallo Zay, lama tidak bertemu,” ucapnya seraya mengulurkan tangannya pada Zayden.Zayden menurunkan pandangannya, melihat pada tangan Aland. Namun, bukannya menyambutnya. Dia malah mengangkat kembali wajahnya, menatap Aland dengan tatapannya yang begitu tajam.Aland yang melihat itu pun, lantas menarik kembali tangannya itu seraya menunjukkan senyumnya.“Ups, sepertinya kau tidak mau bersentuhan denganku,” ucapnya.“Mau apa kau kemari?” tanya Zayden dingin.“Aku? Tentu saja aku menghadiri pesta ini, kau pikir untuk apa lagi aku ada di sini?” tanyanya balik. “Apa kau lupa? Aku juga punya per
Mobil Zayden tampak berhenti tepat di teras mansionnya. Sam lalu turun dan membukakan pintunya untuk Zayden.“Turun!” serunya pada Aara.Tampak dia yang hanya menurut dan turun dari sana.Begitu pun dengan Zayden, dia juga turun dari sana dan melihat Aara yang berjalan mendekatinya.Seraya melirik tajam Aara dengan ekor matanya, dia pun melangkah masuk dengan diikuti Aara di belakangnya.Zayden melangkah dengan lebar, membuat Aara yang memang memakai higheels cukup tinggi itu kesulitan untuk mengimbanginya.Namun, seperti biasa dia tidak diperuntukkan untuk mengeluh. Karena tugasnya hanya mengikuti perintah Zayden.Hingga ketika mereka sampai di depan pintu kamar. Zayden pun membukanya dengan kasar, hingga membuat Aara terkejut.Tanpa mengatakan apa pun, Zayden masuk ke dalam. Begitu pun dengan Aara.Glek!Dia menelan salivanya, ketika melihat Zayden yang tampaknya sangat marah. Walau hanya dilihat dari belakang, dia bisa tahu kemarahan Zayden yang begitu besar itu.‘Apa in
Deg!Aara terkejut, ketika Zayden tiba-tiba memegang tangannya itu. “Beraninya kau,” pekiknya dengan tatapan yang begitu tajam, hingga membuat Aara begitu ketakutan.Dia mengempaskan tangan Aara kasar, hingga membuat wanita itu meringis kesakitan.“Sepertinya kau lupa dengan statusmu!” ujarnya, lalu mendekatkan wajahnya itu pada Aara.“Kau bukanlah istriku, kau hanyalah tawananku. Karena itu, kau tidak berhak bertanya atau mengetahui apa pun!” lanjutnya.Zayden menatap tajam Aara sesaat, sebelum akhirnya dia pun berbalik dan pergi dari sana.Tampak Aara yang melihat kepergian Zayden, seraya memegangi pergelangan tangannya yang memerah.Tapi, Aara tidak menangis. Ekspresi wajahnya itu justru menunjukkan sebuah rasa penasaran.Dia memang sakit hati, dengan apa yang baru saja Zayden katakan. Tapi, rasa penasaran dalam hatinya lebih besar dari pada rasa sakit itu.“Sebenarnya kenapa? Dia bahkan sangat marah saat aku menanyakannya,” gumamnya.***Di luar mansion, Zayden langsung
Langkahnya itu harus terhenti, ketika dia melihat seseorang yang berdiri di dalam ruang sekretarisnya.Zayden tercekat, dengan ekspresi wajahnya yang begitu dingin.“Papa,” ujarnya. Dan membuat Zion pun berbalik, melihat pada putranya itu.“Kau sudah sampai,” ucapnya.Zayden tidak menjawab, dia hanya melanjutkan langkahnya mendekat pada Zion.“Anda repot-repot datang ke sini, apakah ada yang Anda inginkan Pak Presdir?” tanya Zayden dengan bahasa yang formal.Kini, giliran Zion yang terdiam. Jika di dalam kantor, memang biasanya Zion selalu berbicara formal padanya. Tapi entah kenapa saat ini terasa begitu canggung.Zion lalu mengedarkan pandangannya, dia juga melihat ke belakang Zion.‘Aku sebenarnya ke sini untuk membuktikan pemikiranku semalam. Tapi, kenapa Aara tidak ada di sini. Atau mungkin itu tidak benar. Tapi, mana mungkin Rain berbohong.”Melihat tingkah papanya, alis Zayden tampak mengerut. Sepertinya dia mulai mengerti apa yang papanya inginkan.“Sepertinya Anda s
Matahari sudah tampak terbenam di ufuk barat. Perlahan, bumi pun mulai menggelap.Kesibukan yang terus ada tanpa henti sejak siang hari itu akhirnya berakhir, jalanan juga dipenuhi oleh banyaknya orang-orang yang ingin kembali ke rumah mereka masing-masing setelah menjalani hari yang melelahkan.Berbeda dengan mereka, Aara justru tetap berada di dalam kamarnya.Dia berdiri di depan jendela kaca, melihat taman luas milik Zayden yang bisa dia lihat melalui kamarnya.Namun, pikirannya itu tidak tertuju pada taman itu melainkan pada keadaan kedua orang tuanya.Mau bagaimana pun dia beraktivitas, perasaan khawatirnya untuk kedua orang tuanya itu tidak bisa dia hilangkan.Terdengar helaan nafas berat darinya, tanda ke putus asaan yang sudah mulai menguasainya.***Sementara di bawah, Zayden baru saja datang. Dia lalu turun dari dalam mobil, dengan sambutan hangat yang selalu dia dapatkan dari para pelayannya.Dia memberikan jasnya pada Lucas, lalu mengendurkan dasinya karena terasa
Aara tampak baru saja kembali ke dalam kamarnya setelah menyelesaikan makan malamnya.Saat baru saja masuk, pandangannya sudah tertuju pada Zayden yang duduk di atas ranjang dengan jubah tidur berwarna hitam yang sudah melekat di tubuhnya. Di tangannya tampak sebuah buku tebal yang saat ini tengah dia baca.Aara melihat ke arah buku itu dengan alisnya yang mengerut. Karena dia tidak tahu jika ternyata Zayden suka membaca, bahkan dengan buku setebal itu.Saat Aara tengah memperhatikannya, Zayden juga tampak melirik padanya. Dan memperlihatkan tatapannya yang masih terlihat kesal.“Apa liat-liat!” ujarnya kasar dan membuat Aara terkejut. Dia tersadar, lantas menggeleng.“Ti-tidak, saya tidak melihat Anda," elaknya.“Cih, masih coba berbohong. Padahal terlihat jelas,” gumamnya dengan wajah kesal. Seraya membaca kembali bukunya.Sedangkan Aara, dia terlihat duduk di sofa seraya membenarkan bantal di sana untuk dia gunakan tidur.Sebelumnya Zayden bahkan tidak mengizinkannya tidur
Setelah kepergian David, Zayden yang masih berdiri di sana tampak mengarahkan pandangannya itu pada Aara.‘Tidak, semua ini bukanlah salah paham. Karena aku melihat dengan mata kepalaku sendiri. Dia, benar-benar wanita kotor yang dengan tidak tahu malunya menjadi simpanan pria yang sudah beristri,' batinnya.Dengan ekspresi penuh kebenciannya, Zayden melangkah hendak kembali ke ranjang tempat tidurnya.Menurutnya, karena Aara sudah diperiksa. Dia pasti baik-baik saja, dan tidak akan terjadi apa pun padanya.“Ahh.”Teg!Namun, langkah Zayden tampak terhenti. Ketika dia mendengar suara rintihan yang kembali Aara perdengarkan.Dia pun menoleh, melihat Aara yang kembali memegangi perutnya. Apa ini karena dia belum meminum obat? Tapi David sudah menyuntiknya kan tadi, seharusnya dia baik-baik saja. Atau obatnya belum bekerja? Batinnya.Seraya menggigit bibir bawahnya, Zayden pun berbalik dan melangkah menghampiri Aara.Alis Zayden kembali mengerut, karena melihat Aara yang masih terlihat s
Aara sudah berada di ruang perawatan VVIP sekarang. Di sana juga sudah ada Zayden, Alya dan Zion yang menemaninya. Setelah 3 jam tertidur, akhirnya Aara membuka matanya. Dan sekarang dia tengah memakan makanan yang disiapkan rumah sakit untuknya.Tampak Zayden dengan telatennya menyuapi makanan itu pada Aara. Walaupun Aara terus menolaknya, namun Zayden tetap memaksanya untuk memakan makanan itu.Aara terus menolak karena makanan rumah sakit itu tidak enak menurutnya. Rasanya hambar dan membuatnya mual.“Sayang sudah cukup, aku tidak mau makan lagi,” ucap Aara.“Sedikit lagi, lihat. Sebentar lagi makanannya habis. Ayo paksakan sedikit lagi ya,” jawab Zayden.Dengan bibir cemberutnya, Aara pun membuka mulutnya dan memakan yang terus Zayden sodorkan ke bibirnya itu.“Kamu memang anak yang baik,” puji Zayden.“Besok kita sudah bisa pulang, kan?“ tanya Aara.“Iya sayang, sekarang kau perlu dirawat dulu karena kelelahan.”“Apa putra dan putri kita baik-baik saja? Aku belum melihat
Ketika sampai di rumah sakit, Zayden langsung bergegas keluar dari mobil dan masuk ke dalam rumah sakit. Dia berlari dengan tergesa-gesa menuju ruang persalinan. Hingga sampai di ruang persalinan itu, mereka melihat Alya dan juga Zion yang sudah berada di sana dengan raut gelisah yang terlihat jelas di wajah mereka. “Mama, Papa,” panggilnya.Sontak, Alya dan juga Zion langsung melihat ke asal suara. “Zay,” jawab Alya.Tampak Zayden terus berlari menghampiri Alya dengan keringat yang sudah bercucuran di keningnya. “Bagaimana hah hah keadaannya, Ma? Apa hah bayinya sudah lahir?” tanyanya dengan nafasnya yang terengah-engah.“Belum sayang, dari tadi Aara terus memanggil-manggil kamu. Tapi kamu masih belum datang. Masuklah, dia membutuhkanmu,” ujar Alya.Zayden pun mengangguk, dia berjalan ke arah pintu ruang persalinan. Glek! Zayden menelan salivanya, tidak bisa dia ungkiri saat ini dia merasa gugup dan juga takut. Menemani istrinya melahirkan adalah suatu impiannya. Tapi, saat hari
Sejak Aara memaafkan Zayden dan melupakan semua perbuatan yang telah Zayden lakukan padanya, kehidupan mereka berubah. Tidak ada lagi kesedihan, tidak ada lagi perasaan tertekan. Mereka seperti mendapatkan kehidupan baru dan memulai semuanya dari awal.Zayden semakin memperhatikan Aara, begitu pun dengan Alya dan Zion. Mereka juga sangat menyayangi Aara layaknya putri mereka sendiri, saat ini mereka semua sangat menantikan lahirnya penerus keluarga Tan yang tak lain adalah Zevan Rionard Tan dan Zayna Audrey Tan, yang tak lama lagi akan segera hadir ke dunia ini.Waktu terus berjalan, kebahagiaan demi kebahagiaan terus Aara dan keluarga Tan rasakan. Seperti semuanya berjalan dengan lancarnya tanpa hambatan apa pun. Sepertinya saat ini Tuhan sedang berbaik hati kepada mereka, setelah banyak cobaan dan ujian yang diberikannya, akhirnya semua itu bisa mereka lewati dan mereka bisa menikmati yang namanya kebahagiaan. Hingga 1 bulan pun berlalu, kandungan Aara sudah menginjak 9 bulan se
Zayden saat ini telah dipindahkan ke atas ranjangnya, tampak di sana sudah ada Alya, Zion, Aara dan juga dokter David.Ekspresi wajah Alya dan Zion tampak begitu tegang, karena sudah 2 jam berlalu tapi Zayden tak kunjung sadar.“David sebenarnya apa yang terjadi, kenapa Zayden bisa tiba-tiba pingsan seperti ini. Katamu kondisinya sudah semakin membaik, tapi apa ini?” tanya Zion.“Sepertinya ini memang disebabkan oleh luka di kepalanya, mungkin ada sesuatu yang membuat luka itu kembali terasa sakit,” jawabnya.“Apa itu berbahaya, apa Zayden akan baik-baik saja?” kali ini giliran Alya yang bertanya. Suaranya begitu bergetar, karena rasa kekhawatiran yang begitu besar pada putranya itu.“Saya rasa ini tidak akan berdampak buruk, wajar bagi pasien yang memiliki luka cukup parah di kepala untuk sesekali merasakan sakit kepala. Tapi, jika hal ini terus berlanjut di kemudian hari. Tentu saja harus ada penanganan,” jawab David.Mendengar semua penjelasan David, Aara semakin merasa bersa
Zayden kembali melepaskan paksa pelukan yang Naura lakukan padanya. Dia lalu memegang kedua bahu Naura, dan menatapnya dengan begitu dingin.“Tidak ada, aku tidak merasakan apa pun lagi. Karena seperti yang kubilang, itu hanyalah masa lalu. Jadi tolong pergilah!”Air mata Naura turun semakin deras, dia sungguh tidak menyangka jika Zayden akan melupakan seperti ini.Dia menunduk. “Baiklah, maafkan aku Zay. Karena aku telah menggangguku, dan membuatmu tidak nyaman. Tapi, aku merasa senang karena kita bisa bertemu lagi. Karena dengan begitu, aku bisa meminta maaf padamu.” Naura tersenyum, dan senyum itu tampak tulus.“Aku akan pergi, semoga kau selalu bahagia,” lanjutnya. Seraya menyeka air matanya, Naura pun melangkah keluar.Tampak Zayden yang langsung menarik nafasnya, dia lalu memegangi keningnya. Tapi syukurlah, masalah ini sudah selesai. Dan Naura tidak akan menemuinya lagi.Ya, ini semua sudah selesai. ‘Sekarang fokusku hanya kepada Aara dan calon anak kami. Aku akan berusah
“Zay,” ucap Naura yang baru saja dipersilakan masuk ke ruangan Zayden setelah mendapat izin darinya.Zayden pun mengangkat wajahnya, dia melihat Naura yang berdiri di depan pintu ruangannya.Entah kenapa, penampilan Naura saat ini mengingatkannya pada 10 tahun lalu. Dia tidak menyangka setelah selama itu, mereka akan bertemu lagi.Zayden lalu berdiri, keluar dari meja kerjanya menuju sofa. “Masuk dan duduklah,” ucapnya.“Silakan Nona,” ucap Sam yang kemudian memandu Naura untuk masuk dan duduk di sana.Sam kemudian membungkuk, dia keluar dari sana, memberi ruang untuk tuannya berbicara dengan tamunya ini.Tampak Zayden kemudian duduk, dia menatap Naura sebentar sebelum akhirnya dia pun membuka mulutnya.“Apa yang ingin kau sampaikan?” tanyanya.Naura yang tadi hanya menunduk, akhirnya mengangkat wajahnya itu. Kedua tangannya tampak saling meremas satu sama lain. Dia menelan salivanya, dengan air matanya yang tampak menetes.“Aku ingin meminta maaf atas kejadian kemarin, tidak
Zayden baru saja keluar dari dalam kamar mandi. Tampak dia yang hanya memakai jubah mandinya, dengan handuk kecil yang dia gunakan untuk mengeringkan rambutnya yang basah.Zayden melirik Aara yang saat ini kembali duduk di sofa, dia menatapnya kesal. Karena merasa jika Aara sama sekali tidak peduli padanya.Hal itu semakin membuatnya ragu, jika mereka memang benar-benar suami istri.‘Aku tahu hubungan kami mungkin buruk, tapi sebagai suami istri. Harusnya dia kan punya rasa penasaran. Tapi, dia justru hanya diam saja seakan tidak peduli. Apa dia benar-benar tidak marah?’ batinnya.“Hei!” panggilnya yang sontak membuat Aara menoleh.“I-iya Tuan?” jawab Aara.Zayden lalu melempar handuk kecil itu pada Aara, sedangkan dia duduk di samping Aara.“Keringkan rambutku!” serunya.Aara yang memang sudah mengerti pun lantas berdiri dan berjalan ke belakang Zayden.Dengan telatennya, dia lalu mengeringkan rambut basah Zayden. Dia melakukannya selembut mungkin, agar Zayden merasa nyaman.
Saat ini waktu sudah menunjukkan pukul 19.15. malam. Zayden yang awalnya hendak pulang itu akhirnya ter-urung kala dia melihat papanya yang datang ke ruangannya.“Zay,” ucapnya.Zayden pun keluar dari meja kerjanya dan berjalan ke arah sofa. “Duduklah Pa,” ujarnya.Dengan senang hati, Zion pun menghampiri dan duduk di sana. Begitu pun dengan Zayden, kini posisi mereka saling berhadapan satu sama lain dan hanya terhalang oleh meja yang ada di depan mereka.“Apa yang mau Papa bicarakan?” tanyanya to the point.“Kau ingat, Aland yang sudah menyerangmu saat di rumah sakit?” tanya balik Zion.Mendengar itu, Zayden pun mengangguk. “Kenapa? Bukankah sekarang dia sudah di penjara?”Kali ini, giliran Zion yang mengangguk. Namun, ekspresi wajahnya itu masih terlihat janggal. Tampak jelas, sesuatu yang saat ini sangat ingin dia katakan.“Benar, Aland sudah mendapatkan hukumannya sekarang. Tapi meskipun begitu, perasaan papa masih tetap tidak merasa tenang.”Alis Zayden mengerut, dia mas
Zayden yang awalnya marah pun ikut terdiam saat melihat siapa pelayan itu.“Kau ....” pekiknya.Dia seketika berdiri, lalu menatap lekat pelayan wanita di depannya itu yang kini juga terus menatapnya.Di sana, Aara yang sebenarnya juga terkejut juga ikut berdiri. Dia memandang dengan bingung Zayden juga pelayan itu yang saling menatap satu sama lain.Seketika, Aara pun terdiam. Kini, tatapannya itu hanya fokus pada Zayden. Ekspresi wajahnya berubah, dan kenapa tiba-tiba bertanya ini memanas.Kenapa hatinya berdebar keras, hingga terasa begitu sakit. Perasaan khawatir apa ini.“Naura,” ujar Zayden.“Ternyata benar, itu kau Zay.” Bruk! Tiba-tiba Naura memeluk Zayden, dan berhasil membuat Aara terkejut begitu pun dengan Zayden.Dia mematung, tanpa membalas pelukan Naura padanya.“Hiks, aku tidak menyangka jika kita akan bertemu lagi.” Naura semakin mengeratkan pelukannya, dia bahkan seperti tidak peduli bahwa ada banyak orang yang saat ini melihatnya.Clakkk! Di sisi lain, air